Anda di halaman 1dari 10

Pemeriksaan Penunjang

• Lab.darah : biasanya leukositosis/eosinofilia.


• Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel
darah merah, degenarasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan
spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
• Imunologi : dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal
superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM,
IgA.
• Imunofluoresensi banyak membantu membedakan sindrom Steven
Johnson dengan panyakit kulit dengan lepuh subepidermal lainnya.
• Pemeriksaan elektrolit.
• Kultur darah, urine, dan luka, diindikasikan ketika dicurigai terjadi
infeksi,
• imunohistokimia
• Kiri, perubahan vakuola basal sel fokal dengan peradangan
limfositik dangkal padat dan eosinofil sesekali pada pasien
dengan sindrom Stevens-Johnson sekunder akibat terapi
lamotrigin
• Kanan , nekrosis Full-thickness, perubahan vakuolar basal, dan
bula subepidermal pada pasien dengan sindrom Stevens-
Johnson sekunder akibat infeksi Mycoplasma pneumoniae
(hematoxylin-eosin, pembesaran asli x 20).
PENATALAKSANAAN
- Deteksi dini dan penghentian segera obat tersangka serta perawatan
suportif di rumah sakit
- Dirawat di ruang perawatan khusus
- Perawatan luka, mata,mulut, dan vulvovaginal
- gizi pasien SSJ  makanan tinggi kalori dan protein
– Infus
• diberikan berupa glukosa 5% dan larutan Darrow, NaCl 9% dan RL dengan
perbandingan 1:1:1 yang diberikan tiap 8 jam.
– Kortikosteroid sistemik  72 jam pertama setelah onset (Mencegah penyebaran lebih
luas)
• Dapat diberikan dexamethasone IV dosis permulaan 4-6x 5mg /hari selama 3-5 hari
apabila keadaan umum membaik diikuti penurunan secara bertahap (tampering off)
Setelah dosis mencapai 5mg sehari
• ganti dengan tablet kortikosteroid  prednisone
dengan dosis 20 mg sehari, kemudian diturunkan menjadi 10mg pada hari
berikutnya selanjutnya pemberian obat dihentikan.
• Lama pengobatan preparat kortikosteroid -+ 10 hari
• Antibiotik
Yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal,
dan tidak nefrotoksik. Antibiotik
– siprofloksasin dosis 2 x 400mg intravena,
– klindamisin dengan dosis 2 x600mg intravena
– gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
• KCl
– dosis 3 x 500 mg sehari peroral
• Adenocorticotropichormon (ACTH)
menghindari supresi korteks adrenal akibat pemberian kortikosteroid.
– ACTH sintetik dosis 1 mg.
• Agen Hemostatik (pada penderita disertai purpura yang luas)
– Vitamin K.
• Vitamin
– vitamin B kompleks memperpendek durasi penyakit
• vitamin C dosis 500 mg atau 1000 mg sehari IV
• pada penderita dengan purpura yang luas dapat membantu mengurangi
permeabilitas kapiler.
• pada daerah yang erosi dan ekskoriasi
– diberikan krim sulfadiazin-perak/ sofratulle
• lesi di mulut
– kenalog orabase dan betadine gargle.
– Pada bibir dapat nampak krusta tebal kehitaman yang dapat
diberi emolien, misalnya krim urea 10%.
• larutan salin 0,9% atau burow. Kompres dengan
asamsalisilat 0,1% dapat diberikan untuk perawatan lesi
pada kulit.
• Pada urogenital
– salin dan petroleum berbentuk gel sering
• mata
– kompres dengan larutan salin serta lubrikasi mata dengan air
mata artificial dan ointment.
– Pada kasus yang kronis  suplemen air mata
• Oral
– nyeri  anastetik topical dalam bentuk larutan atau salep yang mengandung
lidokain 2%.
– jaringan nekrosis pada mukosa pipi  Campuran 50% air dan hydrogen
peroksida.
– Antijamur dan antibiotik dapat digunakan untuk mencegah superinfeksi.
– Lesi pada mukosa bibir yang parah dapat diberikan perawatan berupa kompres
asam borat 3%.
– Lesi oral pada bibir diobati dengan penggunaan triamsinolon asetonid.
(merupakan preparat kortikosteroid topical)
• Immunoglobulin intravena (IVIG)
– Dosis awal 0,5 mg/kg BB pada hari 1, 2, 3, 4, dan 6 masuk rumah sakit.
• Immunosuppressants  Siklosporin A
• Agen TNF-a
• Plasmafaresis
• Hemodialysis
indikasi transfusi darah pada SSJ :
1. Belum ada perbaikan setelah 2 hari pengobatan dengan kortikosteroid dosis
adekuat (30 mg deksametason untuk SSJ dan 40 mg untuk NET).
2. Terdapat purpura generalisata
3. Terdapat leukoplakia.
• Keparahan dan
prognosis dinilai dengan
skala SCORTEN.
• menentukan keparahan
dan prognosis penyakit
kulit berlepuh.
Pencegahan

• orang-orang keturunan Tiongkok, Asia


Tenggara, atau India, lakukanlah uji genetika
sebelum mengonsumsi obat-obatan tertentu.
• Jika pernah menderita Sindrom Stevens-
Johnson sebelumnya, hindari pemicunya.
• Konsultasikan bila ada RPK.
Komplikasi
• 27-50% berkembang • kehilangan cairan dan darah.
menjadi penyakit mata • gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, shock.
berat. • oftalmologi  ulserasi kornea,
– Defek epitel kornea uveitis anterior,
– Perforasi kornea panophthalmitis, kebutaan.
• gastroenterologi 
– Endophthalmitis esophageal strictures.
– Chronic cicatrizing • genitourinaria  nekrosis
conjunctivitis tubular ginjal, gagal ginjal,
– Chronic dry eye disease penile scarring, stenosis
vagina.
– Corneal epithelial • Pulmonari  pneumonia,
defects bronchopneumonia.
– Corneal stromal ulcers • kutaneus  timbulnya
jaringan parut dan kerusakan
kulit permanen infeksi kulit
sekunder.
• infeksi sitemik, sepsis
PROGNOSIS
• Sindrom Steven Johnsonsn mortalitas 5%-15%.
• Jika ditangani dengan cepat dan tepat, prognosis cukup
memuaskan
• Bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia,
prognosis lebih buruk. +- 15% pasien SSJ meninggal
akibat kondisi ini.
• Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh
bula obat penyebabnya dapat diketahui dan segera
disingkirkan, tapi pada beberapa bentuk misalnya
eritroderma dan kelainan berupa sindrom Lyell dan
sindrom Steven Johnson, prognosis sangat tergantung
pada luas kulit yang terkena

Anda mungkin juga menyukai