Anda di halaman 1dari 122

FIMOSIS DAN PARAFIMOSIS

(SKDI 4)

Bagian Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
FIMOSIS (SKDI 4)
Anatomi & Embriologi Penis
Awal terbentuknya penis  Mulai dari minggu ke-7 kehamilan

Penis terbentuk sempurna & preputium menutupi glans penis dan meatus urethra eksternus 
Minggu ke 17 kehamilan

Preputium terbentuk sempurna menutupi seluruh penis

Lapisan mukosa bagian dalamnya membungkus glans dan bentuknya menyerupai lipatan dan
bertemu pada pangkal glans penis  bagian posterior  frenulum  >> sensitif
Anatomi & Embriologi Penis
Fungsi Preputium

Melindungi penis, imunologi, fungsi erotis

Lisozim, Cathepsin B, Kimotripsin, Neutrofil Elastase, Sitokin dan


Androsterone
Anatomi & Embriologi Penis
Preputium  lapisan mukosa bagian dalamnya membungkus glans dan bentuknya menyerupai
lipatan dan bertemu pada pangkal glans penis  bagian posterior  frenulum  >> sensitif

Preputium  >> vaskularisasi & persarafan

Preputium memiliki banyak reseptor sentuhan halus

Glans  memiliki reseptor tekan


Defenisi Fimosis

FIMOSIS

Penyempitan ujung preputium akibat fibrosis tepi preputium sehingga


menyebabkan preputium tidak dapat ditarik ke proksimal sampai korona
glandis
Fimosis
Etiologi

Kelainan kongenital

Inflamasi akibat infeksi

Fibrosis

Sirkumsisi tradisional  menyisakan banyak jaringan preputium  stenotik


Fimosis
Sebagian besar kejadian fimosis didapati pada Retraksi preputium  menyebabkan
bayi laki-laki yang baru lahir  Preputium inflamasi dan perdarahan  terbentuk
masih sempit pada bayi baru lahir  Terjadi jaringan sikatriks
ereksi & terbentuk keratinisasi epitel mukosa
bagian dalam preputium  Preputium dapat di
tarik ke proksimal
Fimosis Patologis

Fimosis Fisiologis
 Edema dan iritasi kulit preputium
 Terasa nyeri pada daerah preputium
 Tidak dapat ditarik ke proksimal  Tanda infeksi local
 Saat anak berkemih akan tampak  Bila ereksi akan menimbulkan nyeri
ballooning pada ujung preputium  Pin hole
Klasifikasi Derajat Fimosis
(Kikiros et al)

Derajat
Preputium dapat ditarik ke proksimal sampai melewati corona glans
0
Derajat Preputium dapat ditarik ke proksimal secara keseluruhan tapi
1 preputium tampak teregang dibelakang glans
Preputium dapat ditarik ke proksimal tapi hanya sebagian galns yang
Derajat
dapat terlihat
2

Derajat
Preputium dapat ditarik parsial, hanya meatus yang terlihat
3
Derajat Preputium dapat ditarik sedikit ke proksimal (meatus dan glans tidak
4 dapat dilihat)
Derajat
Preputium tidak dapat ditarik sama sekali
Klasifikasi Derajat Fimosis
(Kikiros et al)

(Kikiros et al) (Kabaya)


Tatalaksana Fimosis
Konservatif Pembedahan

 Menjaga kebersihan preputium dan mukosanya.


 Setiap anak selesai BAK atau mandi dilakukan  Dorsumsisi / sayatan dorsal 
pencucian preputium dengan air bersih hangat
sambil dilakukan traksi perlahan. balanopostitis
 Pemberian steroid topical  betamethasone 0,05%  Sirkumsisi
dan triamcinolone 0,1%)

Tergantung pada derajat fimosis


Sifat fimosis
Komplikasi yang terjadi
Tatalaksana Fimosis

Setelah dorsumsisi  tunggu


Fimosis Dilakukan dorsumsisi balanopostitis reda 
sirkumsisi
Komplikasi

Infeksi saluran kemih

Infeksi lokal  Balanitis

Keganasan pada penis


PARAFIMOSIS (SKDI 4)
Defenisi Parafimosis
Preputium penis terperangkap dibelakang tepi glans penis didalam
Preputium penis terperangkap dibelakang tepi glans penis didalam
sulkus koronarius

sulkus koronarius

Emergensi pada kasus urologi

Penanganan cepat untuk cegah komplikasi

Penanganan cepat untuk cegah komplikasi


Faktor Resiko Parafimosis

Karena pemasangan selang kateter

Menarik preputium yang fimosis ke proksimal secara paksa


Patofisiologi Parafimosis
Preputium penis ditarik ke proksimal sampai melewati corona glans dan tidak
dapat dikembalikan

Bendungan aliran darah

Edema pada glans dan preputium

Glans terjepit  aliran darah arteri terganggu

Nekrosis jaringan penis


Tatalaksana Parafimosis
Menekan edema secara perlahan sampai surut

Reposisi preputium dengan menarik ke arah depan glans penis


Jika gagal

Lakukan sayatan dorsal/dorsumsisi


Edema preputium dan glans Preputium dan glans penis
Reposisi preputium
penis dipegang sambal menekan edema

Sayatan dorsal dilakukan jika


Setelah direposisi
reposisi gagal
HIPOSPADIA & EPISPADIA (SKDI
2)

Bagian Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
HIPOSPADIA
(SKDI 2)
Pendahuluan

 Kelainan kongenital dimana muara uretra di ventral penis dan


proksimal ujung penis.
 3.2 dari 1000 kelahiran
 Sering disertai chordae dan dorsal hood
 Tindakan : rekonstruksi penis (Uretroplasty + Choedectomy) 
pra sekolah.
Patofisiologi
Lipatan uretra tidak menyatu secara
sempurna

Muara uretra menjadi abnormal pada sisi ventral


penis

Lokasi : dekat glans, sepanjang batang


penis, dekat pangkal penis
dikutip dari Sadler, 2009
Patofisiologi
Preputium tidak terdapat pada sisi ventral

Preputium menutupi bagian dorsal glans “dorsal hood”


Terbentuk jaringan fibrosa pada ventral “chordee”

Penis tampak lengkung


dikutip dari Price & Wilson, 2005
Problem yang ditimbulkan hipospadia

 Gangguan psikologi
 Menghalangi hubungan seksual
 Stenosis meatus uretra
 Kesulitan saat BAK
 Disfungsi ejakulasi pada pria dewasa
Klasifikasi
Hipospadia anterior
Tipe glandular, subkoronal, penis distal

Hipospadia anterior
Tipe glandular, subkoronal, penis distal

Hipospadia medial
Tipe midshaft, penis proksimal

Hipospadia medial
Tipe midshaft, penis proksimal

Hipospadia posterior
Tipe fenoskrotal, skrotal, perineal

Hipospadia posterior
Tipe fenoskrotal, skrotal, perineal
Gejala dan tanda klinis

Pada tipe glandular biasanya tidak ada keluhan kecuali bila terdapat stenosis.

Pada tipe penile dan fenoskrotal maka terdapat keluhan sulit BAK

Pada tipe perineal, penis akan tampak bengkok dan genitalia eksterna akan
tampak seperti genital perempuan.
Penatalaksanaan

 Tipe glandular tidak memerlukan penanganan kecuali bila terdapat


stenosis  dilatasi periodik.
 Tipe penile, fenoskrotal, dan perineal memerlukan koreksi pembedahan
(sebaiknya pada usia pra sekolah). Tindakan pembedahan terdiri dari :
(1) koreksi chordee (chordektomy) dan (2) uretroplasti

Noted : Kontraindikasi absolut untuk tindakan sirkumsisi, harus koreksi hipospadia terlebih dahulu
EPISPADIA (SKDI 2)
Pendahuluan

 Merupakan suatu kondisi kelainan bawaan akibat kegagalan


dinding anterior uretra untuk menyatu.

 Biasanya defek meluas sampai kebelakang dan spinkter buli bisa


mengalami defisiensi.
Etiologi
Faktor gangguan
dan ketidak Faktor genetika Faktor lingkungan
seimbangan hormon

Reseptor hormon Paparan


Kegagalan sintesis
androgen kurang zat/senyawa
androgen
atau tidak ada teratogenik
Kelainan yang tampak pada epispadia

 OUE berada di puncak kepala penis

 Seluruh uretra terbuka disepanjang penis

 Seluruh uretra terbuka dan saluran bladder terdapat pada


dinding abdomen.
Gejala dan tanda klinis

 Uretra tampak pada dorsal penis

 Penis kesan lengkung ke arah dorsal

 Chordae

 Inkotinensia urine (pada fenopubis)  sfingter urinarius


berkembang dengan tidak sempurna.
Pemeriksaan penunjang

 USG sistem kemih

 BNO IVP
Penatalaksanaan

 Dapat ditunda sampai anak berusia 3 tahun (pertumbuhan


jaringan).

 Koreksi pembedahan bertujuan untuk : (1) mengembalikan


posisi meatus ketempat normal sehingga aliran urin arahnya
kedepan dan dapat melakukan coitus dengan normal, (2)
memaksimalkan panjang penis dan merelease chordae.
TERIMA KASIH
Kuis
• Jelaskan perbedaan fimosis dan parafimosis?
• Jelaskan klasifikasi fimosis?
• Jelaskan penanganan fimosis dan parafimosis
• Jelaskan perbedaan antara hipospadia dan epispadias
• Jelaskan patofisiologi hipospadia dan epispadias?
STRIKTUR URETRA (SKDI 2)

Bagian Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
PENDAHULUAN

STRIKTUR URETHRA

Penyempitan lumen urethra akibat adanya jaringan parut dan


kontraksi yang menyebabkan gejala obstruksi.
PENDAHULUAN

 Akibat cedera mukosa dan jaringan disekitar urethra

 Bisa terjadi di sepanjang urethra (pars bulbar 46,9%, pars penile


30,5%, bulbar-penile 9,9%, dan pan-urethra 4,9%)

 Etiologinya bervariasi, namun paling sering karena trauma

 >> pada laki-laki


ANATOMI URETRA

 Segmen pada penis

1. Meatus urethra

2. Anterior  fossa navikulare, penile, bulbar

3. Posterior  membranosa dan prostatika

 Epitel pelapis
Uretra anterior  epitel skuamous
Uretra posterior  epitel transisional
ETIOLOGI

 Kongenital
 Traumatik
a) Eksternal  fraktur pelvis, straddle injury
b) Internal  iatrogenic (kateterisasi, kaliberasi, sistoskopi,
pembedahan prostat, tindakan endourologi lainnya)
 Infeksi  Gonorrhoea, urethritis non spesifik, tuberculosis (jarang),
kateterisasi jangka panjang
 Tumor
PATOGENESIS

Diskontinuitas Reaksi Inflamasi


Kerusakan Korpus Uretra Yang Dan Fibrosis
Spongiosum (Trauma,
Infeksi) Menyebabkan Terbentuk
Lesi Urethra Jaringan Fibrosa

Penyempitan Terbentuk
Lumen Urethra Jaringan Fibrosa
JENIS - JENIS STRIKTUR (ANATOMI)
Gambaran anatomi jenis-jenis striktur
urethra anterior
A. Lipatan mukosa / mucosal fold
B. Kontriksi iris / iris constriktion
C. Fibrosis minimal
D. Spongiofibrosis
E. Inflamasi dan fibrosis sampai jaringan
corpus spongiosum
F. Striktur dengan komplikasi fistel (dapat
terbentuk abses/fistel kearah kulit dan
rectum)

(A to F, from Jordan GH: Management of anterior urethral stricture disease. Probl Urol 1987;1:199-225.)
DERAJAT STRIKTUR URETHRA
 Ringan  penyempitan kurang dari 1/3 diameter lumen urethra
 Sedang  penyempitan 1/3 sampai ½ diameter lumen urethra
 Berat  penyempitan lebih dari ½ diameter lumen urethra

(Dasar-dasar Urologi, Basuki Purnomo, 2000)


MANIFESTASI KLINIS

Gejala Obstruksi Lower Track Urinary Gejala Sistemik

 Pancaran urine lemah  Demam


 Pancaran urine bercabang  Tanda infeksi
 Rasa tidak puas setelah berkemih
 Selalu ingin berkemih
 Inkontinensia
 Nyeri saat berkemih
 Hematuria
 Menetes atau retensi urine
 Bengkak atau bernanah di perineum
DIAGNOSIS DAN EVALUASI

 Penderita striktur urethra umumnya menunjukkan gejala obstruksi saat berkemih


atau infeksi saluran kemih (prostatitis dan epididymitis).

 Identifikasi  lokasi, panjang, kedalaman, dan ketebalan striktur (jaringan


spongiofibrosis)
BAGAIMANA MENDIAGNOSIS?

Anamnesis
(1) Riwayat urethritis
(2) Trauma panggul
(3) Straddle injury
(4) Iatrogenik (instrumentasi uretra, pemakaian kateter, dll)
(5) Kelainan sejak lahir

Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi  meatus eksternus tampak sempit, pembengkakan serta fistel di daerah penis,
skrotum, perineum, suprapubik
2) Palpasi  teraba jaringan parut/indurasi di segmen tertentu/sepanjang lintasan uretra
anterior pada ventral penis, muara fistel mengeluarkan nanah bila dipijat, kalibrasi dengan
kateter lunak akan ditemukan hambatan
BAGAIMANA MENDIAGNOSIS?
 Laboratorium

(1) Hematologi  tanda infeksi

(2) Biokimia  deteksi masalah upper urinary tract  ureum dan kreatinin

(3) Urine rutin  tanda infeksi


BAGAIMANA MENDIAGNOSIS?
 Uroflowmetri  Menilai pancaran urine

 Uretroskopi atau sistoskopi

 Radiologi

(1) IVP  melihat komplikasi striktur urethra terhadap upper urinary tract, menilai
pengosongan buli, melihat adanya trauma panggul sebelumnya

(2) Urethgrogram (mandatory)  memperlihatkan lokasi dan panjang striktur

(3) USG  menilai buli dan upper urinary tract


URETHROGRAM
SISTOSKOPI
DIAGNOSIS BANDING

 Batu uretra atau batu buli


 Kelainan-kelainan pada kelenjar prostat
1) Pembesaran prostat
2) Prostatitis
 Drug related
PENATALAKSANAAN
(1) Lokalisasi, (2) Panjang striktur, (3) Emergensi

Transurethral
1) Dilatasi uretra (periodik)  (1) besi (rigid), (2) plastic
2) Urethrotomi internal (panjang striktur < 2 cm)  visual (Sachse) & blind (Otis)

Open surgical
1) Reseksi anastomosis (panjang striktur < 2 cm, lokasi di bulbar)
2) Open urethroplasty (panjang striktur > 2 cm)

Emergensi (retensi urine)  punksi buli, sistostomi


Urethrotomy Internal
PROGNOSIS

 Striktur urethra cenderung residif  pasien harus sering menjalani pemeriksaan yang
teratur oleh dokter.

 Follow up  (1) observasi selama 1 tahun, (2) kontrol berkala dilakukan dengan
mengevaluasi pancaran urine.

 Untuk mencegah residif perlu dilakukan

1) Dilatasi berkala dengan busi

2) CIC (clean intermitten catheterization) yaitu pasien dianjurkan untuk melakukan


kateterisasi secara periodik pada waktu tertentu dengan kateter yang bersih
(tidak perlu steril) guna mencegah timbulnya kekambuhan striktura
EDUKASI PASIEN

 Hindari aktifitas yang berpotensi menyebabkan trauma panggul, perineal, dan


penis.

 Mengajarkan pasien cara menggunakan kateter sendiri dengan cara yang tepat.

 Aktifitas seks yang aman untuk cegah PMS


OUTLINE

 Penegakan diagnosis melalui (1) anamnesis, (2) pemeriksaan fisik (termasuk


colok dubur dan coba kateterisasi), pemeriksaan untuk konfirmasi diagnostik

 Klinis retensi urine  sistostomi (lalu rujuk)

 Klinis infiltrat urine  sistostomi, insisi multipel, kemudian rujuk bila proses
infeksi sudah tenang
KARSINOMA UROTELIAL (SKDI 2)

Reeny Purnamasari

Departemen Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
KARSINOMA GINJAL (SKDI 2)
Pendahuluan

 Ditemukan pada 4-5% dari keganasan urotelial.

 Insiden tertinggi saat usia mencapai dekade 7

 Rata-rata terdiagnosis pada usia 65 tahun

 Laki-laki 4 kali lebih banyak dari pada perempuan

 Rasio perbandingan antara karsinoma buli : karsinoma ginjal : karsinoma


ureter = 51 : 3 : 1
Etiologi

 Perokok

 Sering terpapar material industri (cairan)

 Penggunaan analgetik berlebihan


Manifestasi klinik
Gejala klinis Tanda klinis

 Hematuri makroskopis (dirasakan pada  Teraba massa pada costovertebra 


70-90% penderita). hidronefrosis atau tumor yang
 Hematuria tanpa disertai nyeri ukurannya besar (10-20%)
 Nyeri abdominal atau costo vertebra  Nyeri tekan pada costovertebra
(8-50% penderita)
 Gejala iritatif  20-50% penderita
(disuria, sering kencing)
 Gejala konstitusional  anoreksia,
penurunan BB  dihubungkan dengan
kemungkinan metastasis
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin Penurunan Hb  anemia

 Kadar ureum meningkat  uremia


Kimia Darah  Fungsi hati meningkat, bila curiga
metastasis

 Warna keruh  pus (pyuria)


Urinalisa &  Eritrosit  makroskopik /
sedimen urine mikroskopik
 Bakteri (+)

Sitologi urine  Terdeteksi sel kanker


Pemeriksaan Radiologi
 Tampak gangguan pengisian kontras
Intravenous intraluminal
 Nonvisualisasi sistem ginjal (kadang
Urography (IVU) didapatkan)
 Hidronefrosis

Retrograde  Untuk visualisasi fungsi ginjal yang


pyelography (RPG) lebih akurat

USG Abdomen  Deteksi karsinoma ginjal

 Visualisasi massa lebih jelas


CT Scan & MRI  Invasi ke jaringan sekitar
 Pembesaran kelenjar
IVU Ureter Carcinoma RPG Ureter Carcinoma USG Renal Carcinoma

IVU Renal Carcinoma RPG Renal Carcinoma CT Scan Renal Carcinoma


Penatalaksanaan

 Pembedahan  nefrektomi, ureterektomi

 Kemoterapi

 Radioterapi
KARSINOMA BULI (SKDI 2)
Pendahuluan

 Keganasan pada buli/kandung kemih  90% sel transisional


dan 10% sel skuamosa.

 Keganasan pada buli berkembang dari epitel yang atipik atau


displasia (lesi yang mengalami proliferasi).
Etiologi
Etiologi non – genetik dan faktor resiko

 Usia > 50 tahun


 Diet  konsumsi kopi berlebihan, konsumsi pemanis buatan
 Perokok (resiko meningkat 4 kali lipat)
 Riwayat pekerjaan (sering terpapar agen kimiawi)  pekerja pabrik karet,
minyak, cat lebih rentan
 Infeksi kronik (mis. ISK)
 Infeksi parasit
 Radioterapi daerah panggul
 Pengunaan analgetik secara berlebihan
 Trauma fisik (mis. Instrumentasi kateter uretra)
Manifestasi klinis
 Makroskopik atau mikroskopik
Hematuria (85-90%)  Tidak disertai nyeri
 Intermitten

 Sering berkemih
 Tidak menahan kencing
Gejala iritasi (sistitis)
 Nyeri saat berkemih
 Kencing disertai nanah

 Pancaran kencing melemah


Gejala obstruksi  Nyeri pinggang
 Sulit memulai kencing

Gejala metastasis  Penyebaran ke tulang


Manifestasi klinis
PEMERIKSAAN FISIK

 Teraba massa pada suprapubik atau saat dilakukan Rectal


Toucher / Vaginal Toucher dengan bimanual  ukuran,
mobilitas, terfiksir dengan organ sekitar.
 Dapat ditemukan adanya massa pada costevertebra (bila
dicurigai hidronefrosis karena ada gejala obstruksi).
 Pembesaran kelenjar supraklavikular (tanda metastasis)
Penyebaran metastasis
Urethra, rektum, vagina, prostat, jaringan
Penyebaran lokal
lemak perivesikal.
Melalui ln. Iliaka menyebar ke ln.
Limfogen
paraaorta
Pleksus venous vesikae mengikuti
Hematogen
vaskularisasi ke vena cava inferior

Abdomen/dinding pelvis (80%), paru-


Penyebaran jauh
paru (35%), hepar (25%), tulang (25%)
Staging TNM
T1 : Tumor menginvasi submukosa
T2 : Tumor menginvasi otot
Tumor (T) T3 : Tumor menginvasi perivesikal
T4 : Tumor menginvasi struktur sekitar (prostat, uterus,
vagina, dinding pelvis, dinding abdomen)

N1 : nodul tunggal, ukuran > 2 cm


N2 : nodul tunggal > 2cm dan 5 cm, atau multiple nodul <
Ln. Regional (N)
5 cm
N3 : metastasis nodul > 5cm

Metastasis jauh M0 : tidak ada metastasis jauh


(M) M2 : Metastasis jauh
Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin  Hb menurun  anemia

 Kadar ureum meningkat akibat


Fungsi Ginjal
obstruksi

Urinalisis  Didapatkan eritrosit dan lekosit

 Mendeteksi sel kanker pada urine


Sitologi Urine
(82-90% cukup spesifik)
Pemeriksaan Imaging
Intravenous
Urography (IVU)

 Evaluasi hematuria saluran kemih


bagian atas atau kandung kemih

USG Abdomen

 Mendeteksi tumor kandung kemih

CT Scan & MRI

 Menentukan penyebaran dan menilai


pembesaran kelenjar
IVU USG Abdomen

MRI CT Scan
Pemeriksaan Diagnostik Lainnya

Sistoskopi

 Diagnostik & terapeutik


 Visualisasi tumor  permukaan, dan
ukuran

Biopsi

Gold Standard
Penatalaksanaan

 TUR – BT (Trans Urethral Resection of Bladder Tumor)

 Endoscopic Laser

 Kemoterapi intravesika

 Open surgery
BENIGN HYPERPLASIA PROSTAT
(SKDI 2)
Pendahuluan

 Pertumbuhan jaringan/nodul pada glandula prostat yang


sifatnya jinak.

 Merupakan organ seks yang mengelilingi urethra pars


prostatika.
Anatomi Prostat

Kelenjar prostat terdiri atas :

 Jaringan kelenjar / Acini

 Stroma = Serabut - serabut  Fibro - Muskuler, berat  20 gr, panjang


 2,5 cm

Lobus prostat terbagi menjadi :

 Lobus medialis

 Lobus anterior

 Lobus posterior

 Lobus lateralis ( 2 lobus  kiri & kanan )


NB : Lobus yang paling sering mengalami hipertrofi adalah lobul medialis dan lateralis.
94
Insiden

 Berbeda pada tiap centrum.

 50% dari semua laki-laki tua ada keluhan  20%-


50% dari yang mengalami keluhan  operasi.

 Anglo - Saxon >>

 Afrika, China & Jepang  jarang

 Angka kejadian usia > 50 th  ± 50%; usia > 70 th


 75%; usia 90 th  90%.
95
Etiologi

 Tidak diketahui dengan pasti

 Diduga

1. Gangguan keseimbangan hormon estrogen dan androgen


Inner zone (dorsokranial)  dipengaruhi estrogen
Kelenjar Prostat
Outer zone (dorsokaudal)  dipengaruhi androgen

Aging  etrogen meningkat, androgen menurun

Benign Hyperplasia Prostat

96
Etiologi
2. Peranan Estrogen pada BPH
 Menginduksi hiperplasia sel stroma prostat
 Meningkatkan populasi reseptor androgen di inti sel
prostat
 Memperpanjang hidup sel stroma dan menghambat
kematian sel prostat

97
Etiologi

3. Stromal Epithelial Interaction Theory

 Dipengaruhi androgen pada prostat  nodal stroma yang berasal


dari migrasi sel-sel epithelial  komponen kelenjar baru 
berkembang terus (seperti pada perkembangan embrio) 
hiperplasia

 Disebut juga teori reawakening karena growth factor sangat


berpengaruh dinamakan juga hipotesa growth factors.

98
Manifestasi Klinis
 Hesitancy & straining
 Rasa tidak puas setelah berkemih
 Pancaran & kaliber urine berkurang (pancaran miksi bercabang)
 Terminal dribbling
Gejala obstruksi  Intermittent stream
 Retensi urine
 Parsiel/kronis
 Akut (total)  infeksi
 Buli-buli penuh
 Urgency
 Frekwensi
Gejala iritatif
 Nocturi
 Urge incontinence
 Sistitis  disuria, frekuensi miksi >>, hematuria, nyeri suprapubik
 Gejala batu buli-buli  terminal disuri, terminal hematuri
Gejala infeksi  Pyelonefritis  sakit di RCV
 Orchio-epididimitis  nyeri & bengkak di scrotum
 Gejala lain  demam, menggigil, anemia
 Hidronefrosis  fungsi ginjal    uremic syndrome  somnolens, muntah-
Komplikasi
muntah, diarrea, BB 
Manifestasi Klinis
 Keadaan umum penderita  status sakit/status
gizi/kesadaran
Status generalis  Tanda vital  TNPS
 Fungsi paru dan jantung
 Head to toe

 RCV kiri – kanan  tanda-tanda infeksi ginjal,


hidronefrosis
 Regio suprapubik
 Retensi akut  buli-buli menonjol
Status urologik  Infeksi  nyeri tekan
 Genitalia eksterna  mungkin disertai orchitis-
epididimitis
 Rectal Toucher
Konsistensi kenyal, permukaan rata/licin, lobus kiri –
kanan simetris, tidak terfiksir, tidak nyeri tekan
I.P.S.S (International Prostate Symptoms Score)
1. Incomplete emptying (rasa tidak puas setelah berkemih)

2. Frequwency (sering kencing < 2 jam)

3. Intermittency (kencing terputus-putus)

4. Urgency (tak bisa menunda kencing)

5. Weak urinary stream (pancaran kencing melemah)

6. Straining (mengedan)

7. Nocturi (bangun kencing di malam hari)

Tiap gejala-gejala dibawah ini  di scoring (0 – 5)


101
PENILAIAN IPSS (Dalam 1 bulan terakhir  Gejala diatas dirasakan)

1. Tak ada keluhan : Score 0

2. Keluhan < 20% : Score 1

3. Keluhan < 50% : Score 2

4. Keluhan 50% : Score 3

5. Keluhan > 50% : Score 4

6. Keluhan selalu 100% : Score 5

SYMPTOM SCORE

0-7 : Mildly Symptomatic

8 - 19 : Moderately Symptomatic

20 - 35 : Severely Symptomatic
Grading BPH
1. Prostat menonjol 1-2 cm ke rektum
Berdasarkan Rectal Toucher
2. Prostat menonjol 2-3 cm ke rektum
(Buli-buli harus dlm keadaan kosong)
3. 3-4 cm pole atas masih teraba
4. > 4 cm pole atas tak teraba

1. Urine sisa < 10 cc


2. Urine sisa - 50 cc
Berdasarkan Residu Urine
3. Urine sisa - 150 cc
4. Urine sisa > 150 cc/Retensi urine

Grading juga dapat dinilai dari pemeriksaan :


 Radiological Grading
 Endoscopic Grading
 Sonografi Grading
Pemeriksaan Laboratorium

Urinalisis Tanda-tanda komplikasi infeksi

Fungsi ginjal Ureum, kreatinin, Creatinin Clearance

Darah rutin Persiapan operasi

Tumor marker Prostat Spesific Antigen


Pemeriksaan Radiologi

 Fungsi Ginjal
BNO-IVP  Fish Hooking Appearance
 Indentasi Caudal Buli-buli

 Abdominal
USG Prostat  TRUS (Transrectal Ultra Sonografi)  volume, berat,
biopsi

 Keadaan Buli-buli
Uretrosistosko  Pembesaran Prostat intravesical & intra urethral (kissing
pi
lobes)  terutama dilakukan kalau pd RT prostat kecil

Foto toraks Bila curiga keganasan, terdapat tanda metastasis


Penatalaksanaan

1. Surgical treatment

2. Interventional treatment ,

3. Medical treatment
NB : Pilihan tindakan sesuai keadaan dan indikasi

106
Penatalaksanaan
 Medical treatment

Biasanya pada penderita BPH yang prostat masih kecil atau penderita yang
tidak memungkinkan di operasi.

1. Alpha-adrenoceptor blockers (misalnya cardura)

Obat-obat yg memblock -receptors di prostat dan bladder neck  otot-


otot polos relaksasi  outlet bladder dan urethra pars prostatika terbuka.

2. 5-alpha-reductase inhibitors (5  r inh)

Obat-obat yg menghambat enzym 5  R  tak terjadi perubahan


TESTOSTERON  DEHYDROTESTOSTERON.

Misal  FINASTERIDE 5 mg
Penatalaksanaan

 Surgical treatment

1. Open prostatectomy

2. Endoscopic prostatectomy  TURP

108
Komplikasi Pembedahan
 Perdarahan  hemostatis kurang baik
 Incontinential urinae  kena sphincter urethrae externum
 Impoten
 Strictura urethrae
 Fistel urine (open)
 Post TURP syndrom
 Infeksi

109
KARSINOMA PROSTAT (SKDI 2)
FAKTOR RESIKO

Pertambahan
usia (Aging)

Diet: (1) diet


tinggi lemak;
(2) diet rendah Riwayat
protein nabati, Keluarga
vitamin E dan
selenium

Ras Afrika-
Amerika
EPIDEMIOLOGI

 Ras  insiden meningkat dua kali lipat pada Afrika Amerika


dibandingkan Amerika kulit putih
 Genetik
1)Onset lebih cepat
2)Lokus yang suseptibel  kromosom 1, band Q24  < 10%
PATOFISIOLOGI

 Adenocarcinoma  95% (acini of prostatic ducts)


 Bentuk yang jarang  kira-kira pada 5% pasien;
1) Small cell carcinoma
2) Mucinous carcinoma
3) Endometrioid cancer (prostatic ductal carcinoma)
4) Transitional cell cancer
5) Squamous cell carcinoma
6) Basal cell carcinoma
7) Adenoid cystic carcinoma (basaloid)
8) Signet-ring cell carcinoma
9) Neuroendocrine cancer
PATOFISIOLOGI

 Peripheral zone (PZ)  70%


 Transitional zone (TZ)  20%
 Some claim
1) TZ prostate cenderung nonaggresif
2) PZ cancers cenderung lebih agresif  menginvasi
jaringan periprostatic.
MANIFESTASI KLINIK

 Early state  asimtomatik

 Locally advanced  gejala obstruksi (hesitansi, pancaran urine intermitten,


berkurangnya pancaran kencing), bisa meluas sampai ke bladder neck atau uretra,
hematuria, hematospermia.

 Advanced (meluas sampai ke limfonodi regio pelvis)  edema ekstremitas


bawah, tidak nyaman pelvik dan perineal.
MANIFESTASI KLINIK

 Metastasis  sering ke tulang (lebih sering asimtomatik), bisa


menyebabkan nyeri hebat.
1) Metastasis tulang  fraktur patologik, kompresi tulang belakang.
2) Metastasis viscera (jarang)
3) Metastasis tempat lain  paru, hati, pleura, peritoneal, SSP
DETECTION AND DIAGNOSIS
 PSA level  cukup membantu pada pasien yang asimtomatik

1) > 60% pasien kanker prostat tidak bergejala

2) Diagnosis ditegakkan karena serum PSA meningkat

 Rectal Toucher  teraba massa/nodul

 Pasien umumnya tidak bergejala, dan pada gejala lanjut  (1)


obstruksi; (2) rasa tidak nyaman pada pelvis atau perineal, edema
ekstremitas bawah, lesi pada tulang yang bergejala
DETECTION AND DIAGNOSIS

• Digital Rectal Examination  sensitifitas dan spesifitas rendah


untuk diagnosis, biopsy nodul (menegakkan diagnosis 50%)
DETECTION AND DIAGNOSIS

• Transrectal Ultrasound dengan Biopsi


1)Diindikasikan jika: 91) PSA meningkat, didapatkan kelainan pada saat DRE

2)Jenis biopsy: (1) Sextant biopsies (base, midgland, and apeks pada tiap sisi); (2)
biopsy vesika seminalis pada pasien dengan resiko tinggi
DETECTION AND DIAGNOSIS

• Bone Scan  PSA lebih dari 10 ng/mL

• Computed Tomography atau Magnetic Resonance Imaging  PSA


kurang dari 20 ng/mL

Small, E., Cecil Textbook of Medicine, Prostate Cancer, 2004, WB Saunders, an Elsevier imprint
TATALAKSANA

• PRINCIPLES OF THERAPY

1) Watchful waiting

2) Deprivasi Androgen

3) Radiasi  Radioterapi eksternal; Brakhiterapi

4) Radikal prostatektomi (retropubic atau perineal)

Anda mungkin juga menyukai