Anda di halaman 1dari 28

TUGAS INDUSTRI FERMENTASI

“Production of L-glutamic Acid by Immobilized Cell


Reactor of the Bacterium”

Disusun Oleh :

Ade Berlian Saputra

0807113362

Kelas A

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asam glutamat termasuk asam amino yang bermuatan (polar) bersama-sama

dengan asam aspartat. Ini terlihat dari titik isoelektriknya yang rendah, yang

menandakan ia sangat mudah menangkap elektron (bersifat asam menurut Lewis).

Asam glutamat sebagian dapat dihasilkan dengan cara menggunakan mikroba

yaitu dengan menggunakan bakteri Corynebacterium glutamicum. Asam glutamat

yang dihasilkan oleh bakteri dapat berjumlah sebesar 60 gram/liter, untuk bakterinya

sebesar 300 miligram/liter. Lama fermentasi 40 jam pada suhu 300C. Jika pembuatan

asam glutamat menggunakan bahan kimia akan menghasilkan campuran DL- asam

glutamat. Pembuatan asam glutamat dari gula dapat dilakukan dengan cara Embden

Meyerhorf-Parnas dan juga dengan siklus asam trikarboksilat, dengan bantuan

oksigen sebagai terminal akseptor electron. Penambahan penisilin untuk pertumbuhan

sel-sel Corynebacterium glutamicum akan memicu ekskresi tingkat tinggi asam

glutamat.

Berbagai teknik yang telah diketahui dalam pembuatan asam L-glutamat [3-5],

tapi memiliki bermacam variasi efisiensi dalam konversi gula menjadi asam

glutamat. Dalam semua system dan di antara parameter lain, ekskresi asam glutamat

oleh sel-sel bakteri memiliki tingkat factor peleburan.

Dalam penelitian ini, menggunakan sistem fermentasi yang berbeda dengan

memanfaatkan sel bakteri C. glutamicum yang diuji untuk membuat asam L glutamat.

Dilakukan pengoptimalan parameter fermentasi dengan proses kontinu dan effisiensi

konversi gula menjadi asam glutamat.


B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini akann dilakukan pengujian dalam pembuatan asam

glutamate dalam beberapa metoda yaitu dengan fermentasi batch dan kontinu. Disini

akan dilihat perbedaan jumlah asam glutamate yang dihasilkan dari menggunakan

fermentasi secara batch maupun secara kontinu.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui proses yang paling bagus dalam pembuatan asam glutamate.

2. Menguji bagaimana tingkat produksi asam glutamate pada proses batch

maupun secara kontinu.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat :

1. Menambah informasi tentang bagaimana cara pembuatan asam glutamat.

2. Memberikan inforamasi proses yang optimal dan hasil yang maksimal dalam

pembuatan asam glutamate.


II. KONSEP TEORI
A. Strain Mikrobia

Sebagian besar asam £-Glutamat diproduksi oleh bakteri gram positif yang tidak
membentuk spora, non-motile, dan membutuhkan biotin untuk tumbuh.
Tabel. Strain Mikrobia yang Menghasilkan Asam £-Glutamat

Genus Spesies
Corynebacterium C. glutamicum, C. lilium, C. callunae, C. herculis
Brevibacterium B. divaricatum, B. aminogenes, B. flavum,
B. lactofermentum, B. saccharolyticum,
B. roseum, B. immariophilum, B. alunicum,
B. ammoniagenes, B. thiogenitalis
Microbacterium M. salicinovolum, M. ammoniaphilum,
M. Flavum var. glutamicum
Arthrobacter A. globiformis, A. aminofaciens

B. Kondisi Kultur

1. Sumber Karbon
Bakteri penghasil asam £-Glutamat dapat menggunakan berbagai macam sumber
karbon, seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, ribosa, atau silosa, sebagai substrat untuk
pertumbuhan sel dan biosintesis asam glutamat. Konsentrasi biotin pada medium harus benar-
benar dikontrol dalam level suboptimal agar memaksimalkan pertumbuhan sehingga
diperoleh asam glutamat yang tinggi. Oleh karena itu, bahan baku kaya biotin, seperti molase
dari gula bit dan gula tebu, tidak dapat digunakan sebelum ditemukannya pengaruh mediasi
biotin pada penisilin dan asam lemak jenuh C16 -C18. Asam oleic hanya membutuhkan
akumulasi mutan asam £-Glutamat pada medium yang kaya biotin ketika konsentrasi asam
oleic terkontrol pada level suboptimal agar pertumbuhan maksimal.
2. Sumber Nitrogen dan Kontrol pH
Medium yang baik untuk fermentasi asam £-Glutamat mengandung nitrogen dengan
kadar 9, 5 %. Contoh sumber nitrogen yang dapat ditambahkan ke dalam medium adalah
amonium klorida atau amonium sulfat. Bakteri yang menghasilkan asam glutamat juga
memiliki aktivitas urease yang kuat sehingga urea juga dapat digunakan sebagai sumber
nitrogen. Ion amonium berpengaruh pada pertumbuhan sel dan pembentukan produk
sehingga konsentrasinya dalam medium harus dikontrol pada konsentrasi rendah.
Tingkat keasaman (pH) medium sangat mudah menjadi asam karena ion amonium
terasimilasi dan dihasilkan asam glutamat. Amonia dalam bentuk gas lebih baik daripada
basa cair dalam menjaga pH pada level 7-8, sebagai pH optimum untuk produksi asam £-
Glutamate. Amonia dalam bentuk gas berperan sebagai agen pengontrol pH dan sebagai
sumber nitrogen serta dapat mengatasi bermacam-macam masalah teknis. Penambahan
otomatis gas amonia dapat mengontrol pH dengan tepat. Selain itu, juga mencegah efek
merugikan dari amonia dan pengenceran yang tidak diinginkan pada cairan fermentasi.
3. Faktor Tumbuh
Bakteri penghasil asam £-Glutamat membutuhkan biotin untuk pertumbuhan dan
konsentrasinya harus dikontrol agar memperoleh produk yang maksimal. Dampak biotin pada
fermentasi asam £-Glutamat sangat erat kaitannya dengan permeabilitas asam £-Glutamat
terhadap membran sel.
4. Ketersediaan Oksigen
Biosintesis dari asam glutamat merupakan proses aerob yang membutuhkan oksigen
selama proses fermentasinya. Untuk mengoptimalkan produksi, kadar oksigen terlarut harus
dijaga pada kondisi optimal. Sel yang melakukan respirasi akan mengkonsumsi oksigen
dalam media hanya dalam beberapa detik sehingga oksigen harus disuplai secara terus-
menerus untuk menjaga konsentrasi oksigen terlarut.

C. Akumulasi Produk Lain yang Dipengaruhi oleh Perubahan Kondisi Kultur


1. Asam Laktat dan Asam Suksinat
Brevibacterium flavum yang memproduksi asam glutamat mengakumulasi asam laktat
dan asam suksinat ketika dikulturasi dengan jumlah oksigen yang kurang. Saat jumlah suplai
oksigen kurang dari kondisi kejenuhan komplet ke berbagai derajat kecukupan kebutuhan
oksigen, produk utama berubah dari asam glutamat menjadi asam suksinat kemudian menjadi
asam laktat. Lebih dari 30 g l-1 asam suksinat atau 45 g l-1 asam laktat dapat
mengakumulasi pada 72 h kondisi optimum.
2. Asam α-Ketoglutarat
Suplai oksigen yang cukup dengan ketidakadaan ion amonium pada fermentasi asam
£-Glutamat akan menghasilkan akumulasi asam α-Ketoglutarat. Ketika pengontrol pH diubah
dari NH4OH menjadi NaOH pada pada akhir fase pertumbuhan, 18 g l -1 asam α-Ketoglutarat
terakumulasi pada hasil substrat 0,20 g g l-1 pada pembudidayaan 72 h.
3. Asam £-Glutamin
Asam £-Glutamat diubah menjadi £-glutamin ketika terdapat kelebihan amonium
klorida pada kultur pada pH rendah dengan adanya ion seng. Pada medium yang mengandung
40 g l-1 amonium klorida dan 10 mg l-1 sulfat seng, sel terakumulasi lebih dari 40 l-1 £-
Glutamin pada 0,30 g l-1 sumber karbon. Konsentrasi tinggi ion amonium pada kondisi pH
rendah menghasilkan produksi N-asetil-£-glutamin. Ion seng efektif dalam pengurangan
ekskresi N-asetil-£-glutamin dalam akumulasi £-glutamin.

D. Fisiologi Mikrobia dari Fermentasi Asam £-Glutamat


1. Permeabilitas Membran Sel dan Asam Glutamat dalam Hubungannya dengan
Konsentasi Biotin
Biotin merupakan komponen kunci dalam fermentasi asam £-Glutamat. Akumulasi
produk asam £-Glutamat. dapat mencapai maksimal ketika konsentrasi biotin dalam keadaan
suboptimal. Kelebihan biotin dapat menunjang pertumbuhan sel, namun menurunkan
akumulasi asam glutamat. Kandungan biotin untuk mengakumulasi asam glutamat adalah 0,5
pg pergram sel kering. Akan tetapi, adanya kelebihan biotin pada penambahan penisillin
diketahui dapat menghentikan formasi cross-links peptidoglikan bakteri pada fase
pertumbuhan sehingga memungkinkan sel untuk mengakumulasi asam £-Glutamat dalam
jumlah yang besar. Antibiotik lain seperti cephalosporin C, yang menghentikan sintesis
dinding sel, juga dapat menggantikan fungsi penisilin. Penambahan asam lemak jenuh C16-C18
maupun esternya dengan polialkohol hidrofilik selama fase pertumbuhan juga
memungkinkan sel untuk mengakumulasi asam £-Glutamat dalam medium yang kaya biotin.
Penggunaan antibiotik dan asam lemak jenuh C16-C18 ini akan mempermudah suatu industri
dengan bahan
dasar kaya biotin, seperti gula tebu dan gula bit.
Akumulasi asam £-Glutamat tidak tergantung pada proses biosintesis tapi pada proses
ekskresi. Ekskresi asam £-Glutamat sangat berkaitan dengan permeabilitas dinding sel yang
terdiri atas kumpulan dari komponen kimia dan fisika dari membran sel. Produksi sel asam £-
Glutamat dengan jumlah biotin terbatas atau berlebih dan diolah dengan penisilin ataupun
Tween-60 terekskresi intraseluler asam £-Glutamat ketika dicuci dengan larutan buffer fosfat.
Sel tidak dapat tumbuh tanpa adanya pengolahan dengan penisilin ataupun Tween-60
meskipun ada biotin berlebih. Asam amino lain dikeluarkan dari sel bahkan ketika
pertumbuhan berlangsung dengan biotin terbatas. Walaupun dengan jumlah biotin terbatas
selama ekskresi sel asam £-Glutamat, pemenuhan kebutuhan asam oleik atau penambahan
asam lemak jenuh C16-C18 mengandung sedikit fosfolipid dalam membran sel. Di lain sisi, sel
dengan kemampuan rendah dalam mengakumulasi asam £- Glutamat pada medium dengan
kandungan biotin tinggi akan mengandung lebih banyak konsentrasi membran fosfolipid.
Biotin merupakan kofaktor dari asetil KoA karboksilase, enzim pertama pada
biosintesis asam oleik, dan asam lemak jenuh C16-C18 menghambat biosintesis pada asam
oleik dengan menahan asam karboksilase asetil KoA. Jumlah biotin ataupun asam lemak
jenuh C16-C18 yang terbatas dapat menyebabkan biosistesis asam oleik berjalan tidak
sempurna dan menghasilkan penurunan konsentrasi fosfolipid. Akibatnya, fosfolipid seperti
kardiolipin dan phosphatidynositol dimannoside dibutuhkan dalam pengaturan permeabilitas
sel asam £-Glutamat.
Pengaruh penisilin pada permeabilitas asam £-Glutamat tidak dapat dijelaskan dengan
kandungan fosfolipid pada membran sel. Permeabilitas pada sel dengan penisilin dipengaruhi
oleh tekanan osmosis. Selama terjadi penurunan tekanan osmosis, penisilin meningkatkan
ekskresi asam £-Glutamat dalam medium kaya biotin dan studi mikroskopik menunjukkan
bahwa penisilin meningkatkan masa elongasi dan pembesaran sel. Sementara itu, asam lemak
jenuh C16-C18 meningkatkan ekskresi asam £-Glutamat dalam medium kaya biotin tanpa
tergantung pada tekanan osmosis. Berdasar hal tersebut, penisilin mempunyai pengaruh
sekunder terhadap fungsi membran. Utamanya, penisilin menghambat sintesis dinding sel
sehingga membran sel lebih mudah rusak.
2. Mekanisme Biosintesis Asam £-Glutamat
Produksi asam £-Glutamat membutuhkan dua enzim penting, yaitu Phosphoenol
Carboxylase dan α-Ketoglutarate Dehydrogenase. Phosphoenol Carboxylase akan
mengkatalis karboksilasi dari fosfofenolpiruvat ke dalam bentuk oxaloasetat. Sedangkan α-
Ketoglutarate Dehydrogenase, mengubah α- Ketoglutarat menjadi suksinil KoA. Efisiensi
dari fiksasi karbondioksida oksaloasetat bergantung pada hasil dari aktivitas Phosphoenol
Carboxylase. Asam aspartat menunjukan adanya hambatan dan tantangan enzim.
Penghambatan ini telah ditingkatkan oleh asam α-Ketoglutarat. Oleh karena itu, endogenus
asam aspartat dan asam α-Ketoglutarat harus diminimalkan apabila produk asam £-Glutamat
ingin dimaksimalkan. α-Ketoglutarate Dehydrogenase ini penting untuk oksidasi glukosa
menjadi CO2. Enzim ini dicegah oleh cisakonitat, suksinil KoA, NADH, NADPH, piruvat
dan oksalat yang kemudian akan diubah menjadi asetil KoA. Kandungan α- Ketoglutarate
Dehydrogenase dari bakteri penghasil asam glutamat sangat menguntungkan untuk sintesis
asam glutamat dari asam α ketoglutarat, mencegah oksidasi asam α-Ketoglutarat menjadi
CO2
dan H2O melalui suksinil KoA. Nilai Km α-Ketoglutarate Dehydrogenase untuk asam α-
Ketoglutarata adalah sekitar 1 X 17 glutamat dehydrogenase. Enzim ini kemudian
mengkatalis formasi asam glutamat menjadi lebih luas daripada α-Ketoglutarate
Dehydrogenase. Akibatnya, konsentrasi endogenus α-Ketoglutarat yang mengatur daur
metabolit α-Ketoglutarat mengikuti biosinteseis asam glutamat ataupun oksidasi. Hal ini
ditunjukan dengan cukup tingginya produksi asam glutamat.
3. Perubahan Genetik Mikrobia Penghasil Asam £-Glutamat
Kelebihan produksi dari asam glutamat ditunjukan dengan adanya strain asing dalam
dinding permeabilitas yang telah dimodifikasi. Akan tetapi, produktivitasnya ditingkatkan
oleh adanya perkembangan mikrobia. Sebagai salah satu contoh, dinding permeabilitas sel
asam £-Glutamat dimodifikasi dengan mutasi berupa mutan temperatur sensitif yang
menunjukan pertumbuhan normal pada 30 0C tetapi tidak tumbuh pada 37°C, asam £-
Glutamat diproduksi dalam jumlah besar bahkan medium mengandung biotin secara
berlebihan pada kultur bertemperatur 30°C sampai 40°C selama pembudidayaan. Sintesis
membran dari mutan ini dibentuk agar tidak mampu betahan pada suhu 37°C- 40°C. Oleh
karena itu, terjadi pengurangan asam £-Glutamat. Tidak ada kontrol kimia dari penicillin
ataupun asam lemak jenuh C16-C18 yang dibutuhkan untuk produksi asam £-Glutamat dalam
medium yang kaya akan biotin. Usaha yang lain untuk meningkatkan produksi, yaitu
meningkatkan fiksasi karbondioksida. Asam £-Glutamat disintesis melalui siklus glioksilat
sebagai sistem pembaharuan oksaloasetat tanpa fiksasi karbondoksida. Peningkatan fiksasi ini
memungkinkan terjadinya peningkatan produksi.
Sebagian dari monofluoroasetat yang resistan terhadap mutan diturunkan dari
Brevibacterium lactofermentum yang menunjukan peningkatan produktivitas dari asam
glutamat dengan peningkatan aktivitas Phosphoenol Carboxylase. Penurunan aktivitasi
Isositrat lyase juga turut meningkatkan jumlah asam £- Glutamat. Fiksasi karbondioksida
telah ditingkatkan oleh perubahan mutan tersebut. Piruvat hydrogen mutan yang tidak
resisten diturunkan dari Brevibacterium lactofermentum yang menggunakan asam asetis dan
glukosa secara kontinu. Asam asetis telah diasimilasi sebagai subtrat asetil KoA dan glukosa
sebagai oksaloasetat.
Aplikasi dalam teknik DNA rekombinan untuk meningkatkan bakteri penghasil asam
glutamat merupakan penawaran cara baru. Berbagai jenis plasmid Brevibacterium
lactofermentum dan plasmid Corynebacterium yang menghubungkan spectinomycin resisten
yang ditemukan dicocokan sebagai sistem vektor yang memungkinkan. Kontraksi dari
plasmid ini mengandung kumpulan gen dengan asam glutamat yang ditunjukan
Brevibacterium lactofermentum.

Gambar 1. Jalur pembentukan asam glutamat melalui siklus glioksilat


sebagai sistem pembentuk oksaloasetat tanpa pembentukan
karbondioksida

Gambar 2. Jalur pembentukan asam glutamat melalui fosfoenolpiruvat


dengan pengikatan karbondioksida
4. Fermentasi Asam Glutamat Skala Besar
Sterilisasi kontinu lebih berhasil daripada sterilisasi batchwise untuk mengeliminasi
mikrobia asing yang tidak diinginkan pada media volum besar. Beberapa manfaatnya adalah
(1) hemat energi; (2) kendali mutu yang lebih baik; (3) meningkatnya produktivitas. Filter
udara yang dilengkapi dengan wol kaca biasanya bagus untuk sterilisasi udara.
Pada fermentasi asam £-Glutamat, dibutuhkan input daya yang lebih sedikit untuk
agitasi daripada fermentasi antibiotik, sebagaimana cairan kultur bakteri memiliki viskositas
(kekentalan) lebih rendah daripada cairan kultur mycelial. Meskipun demikian, perlu
diperhatikan bahwa kebutuhan oksigen dan perubahan panas secara perlahan perunit waktu
dan volum pada kultur adalah lebih tinggi, karena asimilasi gula dan respirasi sel yang juga
pada laju yang lebih tinggi.
Untuk keberhasilan operasi fermentasi, tekanan pelarutan oksigen, suhu, dan pH harus
dioptimalkan selama fermentasi. Kelarutan oksigen dipelihara di atas 0,01 atm dengan
mengubah laju aliran udara, suhu dikontrol lewat alat pendingin, dan kultur pH dipelihara
pada level konstan dengan gas amonia. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan sistem
computer-aided. Selain itu, serangkaian kontrol pada beberapa operasi, contohnya
mensterilisasikan sistem, penggunaan medium pada fermenter, pemberian larutan gula
terkonsentrasi ke fermenter, dan kemudian pencucian fermenter dengan air, dapat dengan
mudah diprogram sehingga dapat berlangsung secara serempak.( http://www.scribd.com)

E. Proses Fermentasi

Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan


produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri,
khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter
xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh
khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang
contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada
pembuatan angkak dan sebagainya.Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni
ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi
menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang
memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan. Salah satu contoh produk pangan
yang dihasilkan dengan fermentasi alami adalah gatot dan growol yang dibuat dari singkong.
Tape merupakan produk fermentasi tradisional yang diinokulasi dengan kultur campuran
dengan jumlah dan jenis yang tidak diketahui sehingga hasilnya sering tidak stabil. Ragi tape
yang bagus harus dikembangkan dari kultur murni.Kultur murni adalah mikroorganisme yang
akan digunakan dalam fermentasi dengan sifat-dan karaktersitik yang diketahui dengan pasti
sehingga produk yang dihasilkan memiliki stabilitas kualitas yang jelas. Dalam proses
fermentasi kultur murni dapat digunakan secara tunggal ataupun secara campuran. Contoh
penggunaan kultur murni tunggal adalah Lactobacillus casei pada fermentasi susu sedang
contoh campuran kultur murni adalah pada fermentasi kecap, yang menggunakan Aspergillus
oryzae pada saat fermentasi kapang dan saat fermentasi garam digunakan bakteri
Pediococcus sp dan khamir Saccharomyces rouxii.

Industri fermentasi dalam pelaksanaan proses dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Mikrobia

2. Bahan dasar

3. Sifat-sifat proses

4. Pilot-plant

1. Mikrobia

Mikrobia dalam industri fermentasi merupakan faktor utama, sehingga harus


memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu:
1. Murni
2. Unggul
3. Stabil
4. Bukan patogen
- Murni

Dalam proses-proses tertentu harus menggunakan biakan murni (dari satu strain
tertentu) yang telah diketahui sifat-sifatnya. Untuk menjaga agar biakan tetap murni dalam
proses maka kondisi lingkungan harus dijaga tetap steril. Penggunaan kultur tunggal
mempunyai resiko yang tinggi karena kondisi harus optimum. Untuk mengurangi kegagalan
dapat digunakan biakan campuran. Keuntungan penggunaan biakan campuran adalah
mengurangi resiko apabila mikrobia yang lain tidak aktif melakukan fermentasi. Dalam
bidang pangan penggunaan biakan campuran dapat menghasilkan aroma yang spesifik.
Pengembangan inokulum yang terdiri campuran biakan murni belum berkembang di
Indonesia. Sebagai contoh, inokulum tempe yang dibuat LIPI masih merupakan inokulum
kultur tunggal sehingga produsen tempe sering mencampur inokulum murni dengan
inokulum tradisional dengan maksud memperoleh hasil yang baik.
Inokulum tape (ragi tape) juga belum berkembang. Di Malaysia, telah dikembangkan
campuran kultur murni untuk membuat tape rendah alkohol. Ini merupakan upaya untuk
memenuhi tuntutan masyarakat yang sebagian besar muslim. Isolatnya sendiri diperoleh dari
ragi yang telah ada di pasaran.
Penggunaan inokulum campuran harus memperhatikan kebutuhan nutrisi
mikroorganismenya. Kultur campuran yang baik adalah model suksesi sehingga antar
organisme tidak bersaing namun saling mendukung untuk pembentukan produk.
- Unggul

Pada kondisi fermentasi yang diberikan, mikrobia harus mampu menghasilkan


perubahan-perubahan yang dikehendaki secara cepat dan hasil yang besar. Sifat unggul yang
ada harus dapat dipertahankan. Hal ini berkaitan dengan kondisi proses yang diharapkan.
Proses rekayasa genetik dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat jasad dengan maksud
mempertinggi produk yang diharapkan dan mengurangi produk-produk ikutan.
- Stabil

Pada kondisi yang diberikan, mikrobia harus mempunyai sifat-sifat yang tetap, tidak
mengalami perubahan karena mutasi atau lingkungan.
- Bukan Patogen

Mikrobia yang digunakan adalah bukan patogen bagi manusia maupun hewan, kecuali
untuk produksi bahan kimia tertentu. Jika digunakan mikrobia patogen harus dijaga, agar
tidak menimbulkan akibat samping pada lingkungan.

2. Bahan Baku

Bahan dasar untuk kepentingan fermentasi dapat berasal dari hasil-hasil pertanian,
perkebunan maupun limbah industri. Bahan dasar yang umum digunakan di negara
berkembang adalah:
1. Molase, karena banyak tebu
2. Jerami
3. Dedak
4. Kulit kopi, kulit coklat, sabut kelapa
5. Ampas tebu, ampas biji-bijian yang telah diambil minyaknya
6. Kotoran binatang
7. Air limbah
8. Sampah sebagai komponen pupuk
9. Sisa pabrik kertas, pabrik susu dan sebagainya.
Bahan dasar harus mempunyai syarat-syarat:
1. Mudah didapat
2. Jumlah besar
3. Murah harganya
4. Bila diperlukan ada penggantinya.

3. Sifat-sifat Proses
Sifat-sifat proses harus disesuaikan dengan kondisi yang dibutuhkan oleh mikrobia
dalam melakukan metabolisme. Kondisi yang dibutuhkan dapat aerob ataupun anaerob,
sedang bentuk medium dapat cair ataupun padat. Dalam proses produksi dapat digunakan
proses tertutup ataupun kontinyu. Perbedaan kondisi yang dibutuhkan oleh mikrobia dalam
proses industri juga akan menentukan :
1. Tipe fermentor
2. Optimasi lingkungan: pH, aerasi, suhu. kadar nutrien
3. Macam alat bantu: sumber air, listrik, kompresor dan sebagainya
4. Cara pengunduhan hasil, sterilisasi.
4. Pilot-plant
Pilot plant adalah semacam laboratorium tetapi di atas skala laboratorium dan di
bawah skala perusahaan. Jika dalam pilot plant sudah menunjukkan hasil baik, dapat dibawa
ke skala industri, karena dalam skala industri sudah terkait modal sehingga diperhitungkan
kegagalan. Dengan pilot plant kegagalan dikurangi 75% daripada langsung dari laboratorium.
( http://ptp2007.wordpress.com)

F. Fermentor

Fermentor yang digunakan dalam produksi etanol tergantung pada bahan baku yang
digunakan. untuk penggunaan dengan bahan baku gula dapat langsung dengan fermentor
anaerob. sedang jika akan digunakan dengan bahan baku dari pati atau karbohidrat lain
aharus ada proses sakarifikasi sehingga minimal ada dua fermentor. Fermentor adalah tempat
berlangsungnya fermentasi dapat berupa alat dengan kerja anaerob ataupun anaerob. Prinsip
kerja dari fermentor akan kami muat dalam fermentor. silahkan dicari di tag fermentor.
Fermentor adalah unit alat yang digunakan untuk tempat berlangsungnya suatu proses
biokimia dari bahan mentah menjadi zat atau bahan tertentu yang dikehendaki, dikatalisis
oleh suatu enzim atau oleh jasa mikroorganisme secara langsung.

Prinsip umum pemilihan fermentor

Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan dalam memilih konstruksi


fermentor:
- Bejana fermentor harus dapat dioperasikan secara aseptic dalam jangka waktu
operasi yang panjang.
- Tingkat aerasi dan pengadukan harus dilakukan memadai sesuai kebutuhan
- Metabolisme tanpa merusak pertumbuhan mikroorganisme.
- Konsumsi tenaga atau daya listrik sedapatnya sekecil mungkin.
- Fermentor harus dilengkapi system pengontrol suhu, pH dan pengambilan sample.
- Evaporator yang mengakibatkan hilangnya sebagian cairan diusahakan tidak
berlebihan
- Bejana fermentor harus dirancang sedemikian rupa sehingga operasi fermentasi,
pemanenan, pembersihan dan pemeliharaan alat memerlukan tenaga kerja sekecil
mungkin.
- Bejana fermentor harus dirancang sedemikian rupa sehingga permukaan bagian
dalam licin.
- Agar penerapan penggandaan skala lebih mudah, bejana fermentor skala lab, pilot
plant dan skala industri mempunyai kesaamaan bentuk geometris.
- Bahan yang digunakan untuk membuat fermentor hendaknya yang murah, tatapi
memeerkan hasil yang memuaskan.
- Harus diusahakan agar tersedia jasa pelayanan peralatan dan suku cadang untuk
kebutuhan industri.
Kontrol Fermentasi dan Hubungannya Dengan Pertumbuhan Mikrobial

Sensor pada fermentor dapat dikategorikan dalam 2 kelompok :


a. Sensor-sensor lingkungan fisik
– Suhu.
– Tekanan Kecepatan impeller
– Busa
– Laju alir gas dapat diukur dengan menggunakan berbagai peralatan, misal
flowmeter, rotameter, dll
– Laju umpan cairan, dapat diukur dengan menggunakan flowmeter elektromagnetik.
– Viskositas, dapat digunakan sebagai indicator pertumbuhan sel atau morfologi sel.
b. Sensor-sensor lingkungan kimia
– pH, pengukuran menggunakan elektroda pH. Pada fermentor dilakukan penambahan
– Redoks, pengontrolan dilakukan dengan sparging gas dengan N2, 02 atau dengan
sistin, asam askorbat atu Na-Tioglikolat
– Oksigen terlarut, pengukuran dilakukan dengan amporometrik.(
http://apwardhanu .wordpress.com)

E. Aspek Komersial pada Fermentasi Asam £-Glutamat


Produksi asam £-Glutamat tahunan di dunia mencapai 370.000 ton. Asam £-Glutamat
diproduksi di Jepang, Korea, Taiwan, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina, Prancis, Italia,
Spanyol, Brazil, Peru, dan Amerika Serikat. Di antara negara-negara tersebut, Jepang
merupakan produsen terbesar dengan Ajinomoto Co., Asahi-Kasei Co., Kyowa Hakko Co.,
dan Takeda-Yakuhi Co. yang menghasilkan 107.000 ton dari total produksi dunia.
Molase tebu atau starch tapioka merupakan bahan baku asam £- Glutamat. Biayanya
adalah sekitar $95 perton untuk molase tebu (mengandung 60% gula) dan sekitar $360 perton
untuk starch tapioka. Harga internasinal asam £-Glutamat adalah sekitar $2 perkilogram.(
http://www.scribd.com)
III. METODA PENELITIAN

3.1 Mikroorganisme dan Kultur Media

Bakteri C. glutamicum ATCC 14022 diperoleh dari American Type Culture


Collection, Rockville Meryland USa dan digunakan dalam penelitian ini. Bakteri ini
dipertahankan dalam media (A) yang memiliki komposisi : glukosa 40 g; K2HPO4 1 g;
MgSO4.7H2O 0,5 g; ekstrak ragi 1 g; urea 8g dan air 1 L.

Media produksi (media B) mengandung bahan yang terklarifiksi gula tebu molase 100
atau 175 g; K2HPO4 1,2 g; MgSO4.7H2O 6,2 g; K2SO4 1,2 g; FeSO4.7H2O 6 ppm;
MnSO4.H2O 6 ppm; air 1 L. Gula tebu digantikan dengan 40 g/L glukosa jika media yang
sama digunakan untuk penyebaran secara aktif pertumbuhan sel untuk keperluan imobilisasi
sel. Gula tebu molase jelas sesuai dengan metode yang diterangkan Amin.

pH kaldu fermentasi dipertahankan 7,8 dengan penambahan otomatis ammonia


selama fermentasi berlangsung. Suhu fermentasi dijaga 300C dengan sirkulasi air hangat
disesuaikan melalui dinding ganda reaktor. Asam oleat digunakan sebagai agen antifoam.
Aerasi untuk kaldu fermentasi dikendalikan 102 mMO2/l.h.

3.2 Prodesur Fermentasi

Baik batch maupun fed batch proses jalannya fermentasi ditentukan dalam double
walled glass column dengan total volume media fermentasi yang ditambahkan pada awal
sama dengan volume media fermentasi yang ditambahkan pada waktu yang telah ditentukan
pada jalannya fermentasi fed batch. Jumlah total gula sebagai umpan sama tanpa
memperhatikan teknik fermentasi yang digunakan. Dalam fermentasi kontinu dilakukan
dengan tingkat pengenceran yang berbeda yang diuji dalam ada dan tidak adanya penisilin.
Asam oleat digunakn sebagai agen antifoam yang kapan saja diperlukan. pH kaldu fermentasi
dikontrol dengan penambahan otomatis larutan ammonia (16%). Sewaktu-waktu sampel dari
kaldu fermentasi dan campuran agar diambil dan dianalisis asam glutamat, gula sisa,
biomassa dan produk.

3.3 Penentuan Analitis


Asam glutamat, gula sisa ditentukan dengan cara yang telah dijelaskan sebelumnya.
Untuk mengukur konsentrasi ketoglutarate, aspartate, succinic acid, asam laktat dan asam
glukonat, digunakan metode yang digunakan sebelumnya. Konsentrasi sel dalam campuran
agar sebagai berat sel kering digunakan metode yang digunakan Amin dan Verachter.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Tahap Permulaan Bakteri dalam Immobilized Cell Reaktor C. glutamicum


Dalam urutannya untuk menghasilkan biomassa sel yang cukup bakteri terjebak
masuk ke dalam campuran agar lalu dimasukkan ke dalam reactor, media produksi berjumlah
40 g/L glukosa, dengan memanfaatkan gula tebu molase, yang dilengkapi dengan 0,4 g/L
urea dan diumpankan terus-menerus ke dalam reactor. Secara relatif laju umpan rendah (D=
0,02 h-1) . Sampel diambil pada jarak jarak waktu yang teratur dan dianalisis untuk
pertumbuhan sel, asam glutamat, dan produk lainnya. Hasil dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 : Kurva pertumbuha sel bakteri dengan campuran agar selama perioda awal
immobilized cell reactor oleh bakteri C. glutamicum * jumlah sel yang hidup dalam aliran
reactor

Hal ini jelas bahwa sel bergerak tumbuh pesat dan secara aktif berlipat ganda dalam
campuran agar selama 48 jam pertama. Konsentrasi sel bergerak meningkat menjadi 2,45 g/L
setelah 20 jam dari pada saat awala. Walaupun asam glutamat dan jumlah sel yang hidup
tidak terdeteksi dalam aliran reactor setelah 20 jam pertama kultivasi, pengujian sisa gula dan
bergeraknya biomassa dinyatakn dengan jumlah gula yang cukup besar untuk dikonversi
menjadi biomassa sel dalam campuran agar. Setelah 20 jam pertama kultivasi, sel yang hidup
nampak dalam aliran reactor dan berangsur meningkat untuk mencapai pertumbuhan
maksimum setelah 30 jam kultivasi. Peningkatan dalam konsentrasi sel secara terus-menerus
bergerak dan mencapai stabil hampir 8,5 g/L selama periode yang sama. Hasil yang sama
ditunjukkan selama permulaan immobilized cell reactor untuk menghasilkan etanol dengan
pertumbuhan sel bakteri Zymomonas mobilis dan untuk menghasilkan asam glutamat dalam
pertumbuhan sel dalam busa polyurethane.

4.2 Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan menghasilkan asam glutamat
dalam proses batch immobilized cell reactor dengan bakteri C. Glutamicum.

Percobaan ini dirancang dan dilaksanakan dalam proses batch untuk menindaklanjuti
kedua pertumbuhan sel dan produksi asam glutamat. Media B berisi gula tebu molase dengan
total gula 100 g/L yang diumpankan ke reactor pada D 0,05 h-1 dan proses fermentasi seperti
yang dijelaskan di bagian bahan dan metoda.
Gambar 2 : Waktu yang dibutuhkan dalam memproduksi asam glutamat dengan
pembentukan produk dengan IMC bakteri C. glutamicum dalam proses batch.

Waktu dalam fermentasi ini ditunjukkan dalam gambar 2. Tingkat asam glutamat relative
rendah setelah 2 hari pertama dan malah berkembang pesat pertumbuhannya dan biomassa
yang dihasilkan dalam periode ini >27 g/L. ini menunjukkan akumulasi asam glutamat yang
hanya dimulai pada hari kedua dan meningkat dengan pesat.

Keduanya pertumbuhan gula dan konsumsi gula terus meningkat pada proses kultivasi
dengan pembentukan asam laktat dan asam succinic sebagai produk utama. Konsentrasinya
dalam reactor berkisar 7,42 dan 4,22 g/L. Konsentrasi sel mencapai maksimum pada hari ke
3 (28,3 g/L).

Pada proses fermentasi, penggunaan gula dan produksi asam glutamat meningkat dan
konsentasi asam succinic dan asam laktat menurun pada hari ke 5 berkisar 2,65 dan 1,05 g/L.
Konsentrasi asam glutamat mencapai nilai maksimum pada hari ke 5 (57,8 g/L) dan telah
diatur keadaan stationer pada hari ke 6. Aspartate dan ketoglutarate merupakan produk utama
yang terbentuk selama periode ini. Konsentrasinya meningkat dari 2,75 dan 8,45 g/L pada
hari ke menjadi 7,32 dan 17,30 g/L pada hari ke 6. Pembentukan dua produk ini barangkali
persaingan antara beberapa enzim. Seperti ditentukan persaingan ini dengan contoh pengatuh
pengontrolan. Dengan cara yang sama, Aida et al menemukan bagaimana meningkatkan
bagian dalam sel asam glutamat yang menyebabkan hambatan umpan balik dalam
dehidrogenasi glutamat dan sintesis sitrat dan menghasilkan akumulasi ketoglutarate dan
aspartate. Ini bisa menjelaskan aktifnya pembentukan yang simultan dari aspartate dan
ketogluratat dan aspartate selama periode awal akumulasi asam glutamat. Selama periode ini,
konsentrasi intrasel asam glutamat dapat mencapai tingkat kritis dalam pengontrolan umpan
balik untuk menjadikan tempat dan akibatnya berhentinya produksi asam glutamat pada hari
ke 6 (gambar 2). Crueger dan crueger menyatakan konsentrasi intrasel asam glutamat antara
25-35 µg/mg berat sel kering yang mampu menghentikan pembentukan asam glutamat
dengan lengkap.

4.3 Fermentasi Batch dalam memproduksi asam glutamat dari gula tebu molase dengan
ICR C. glutamicum.
Dalam pengujian kemampuan dari ICR C. glutamicum dalam memproduksi sebagai
produk akhir konsentrasi asam glutamat dengan tepat, diumpankan ke dalam reactor media
produksi yang mengandung konsentrasi gula tebu yang tinggi (175 g/L) dalam reactor batch.

Gambar 3 : Fermentasi Batch asam dalam memproduksi asam glutamat dengan ICR dari
bakteri C. glutamicum. *SGB. Pemakaian gula dalam pertumbuhan sel dan pembentukan
produk. *SPRG, laju pembentukan spesifik asam glutamat.

Seperti yang ditunjukkan gambar 3, biomassa yang dihasilkan membantu dalam


produksi asam glutamat dan dihasilkan asam glutamat >93 g/L dalam 16 jam dengan tidak
adanya peningkatan konsentrasi asam glutamat setelah 4 jam terakhir. Seperti bertambahnya
hasil yang mungkin terjadi karena konsentrasi awal biomassa dalam reaktor. Selanjutnya
peningkatan biomassa dengan seketika setelah hari pertama tapi pelan-pelan dan mencapai
38,3 g/L pada saat akhir waktu kultivasi/pengembangbiakan. Ini merupakan hal yang menarik
untuk diperhatikan bagaimana laju produksi spesifik (SPRG, gglutamat/gcell.h) maksimum setelah
4 jam pertama, lalu penurunan tajam dalam proses fermentasi. Kemudian, pengaruh
hambatan muncul dari kontak langsung sel bakteri ke konsentrasi asam glutamat yang tinggi
bisa digunakan untuk menjelaskan nilainya yang lebih turun dalam SPRG.

Walaupun konsentrasi relatif asam glutamat akhir tinggi (93 g/L), ICR C. glutamicum
memperlihatkan yield rendah (54,8%) dan daya produksi volumetric rendah (3,83 g/L .h)
dibandingkan dengan ICR dari strain bakteri yang sama dimasukkan ke dalam busa
polyurethane 6,2, tapi dengan jumlah yang lebih tinggi dari yang muncul selama fermentasi
dengan menggantungkan pada reaktor sel bakteri Bacillus megaterium. Ini dapat diketahui
konsentrasi konsentrasi asam glutamat akhir yang direcovery dari kaldu fermentasi dan
menghasilkan penurunan nilai harga produksi. Dengan cara yang sama sangat bagus dengan
yield dan daya produksi volumetric. Oleh karena itu, didapatkan pengontrolan utama dalam
kondisi local yang bervariasi.

4.4 Pengulangan fermentasi batch dalam memproduksi asam glutamat dengan ICR C.
glutamicum dari gula tebu molase.

Dapat dilihat konsentrasi akhir asam glutamat tinggi (93 g/L) dan tidak memuaskan
prduktivitas dan efisiensi volumetric dalam konversi gula menjadi asam glutamat yang
dicapai percobaan di atas, itu mencoba untuk menyelidiki lebih lanjut teknik fermentaswi
berharap untuk lebih banyak perbaikan di ICR dari C. glutamicum. Pertama, fermentasi batch
diulangi dan diselidiki. Biomassa yang dihasilkan dari C. glutamicum dicuci secara merata
dengan sirkulasi larutan garam steril ke dalam reaktor dan media produksi dipompakan untuk
memulai fermentasi batch. Dilakukan 5 fermentasi batch secara berurutan.
Gambar 4 : Fermentasi batch berulang untuk memproduksi asam glutamat dengan
immobilized cell reactor bakteri Corynebacterium glutamicum. *SGB adalah konsumsi gula
dalam pertumbuhan sel dan pembentukan produk. **SPRG adalah pembentukan asam
glutamat

Telah dinyakan dalam waktu yang cukup lama bergeraknya system sel mikroba
mempertahankan lebih agresif kondisi lingkungan dibandingkan dengan system sel yang
bebas dan mendukung tingkat produksi yang stabil dalam operasi jangka panjang. Hasil yang
diperoleh (gambar 4) tidak sama dengan pendapat ini; sel C. glutamicum yang bergerak
mendukung konsentrasi tinggi asam glutamat hanya selama dua fermentasi berjalan. Setelah
itu, asam glutamat mengalami penurunan produksi mencapai nilai terendah 54,35 g/L di run
5. Walaupun peningkatan konsentrasi sel dalam reaktor setelah lima jalannya fermentasi
berturut-turut, dimana teradi penurunan tajam pada laju produksi tertentu asam glutamat
(SPRG) dari 0,5 dalam run1 menjadi 0,22 g/g.h di run 5, yang dapat menjelaskan penurunan
dramatis produksi asam glutamat (gambar 4). Intrasel asam glutamat mungkin telah
meningkat dengan fermentasi berturut-turut dan mencapai titik kritis yang dinyatakan oleh
Crueger dan Crueger dan menghasilkan pengaruh hambatan dan pengurangan berat SPRG
spesifik.
Penjelasan lain terletak pada kenyataan bahwa sel C. glutamicum saat berhubungan dengan
media yang kaya biotin, sepert gula tebu (Imrie(1969), sintesis rantai karbon pendek dan
asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat menigkat dan hasil dalam membrane sel dengan
rendah cairan dan rendah ekskresi asam glutamat. Dengan demikian, dapat disadari bahwa
harus ada konsentrasi asam glutamat tertentu dalam kaldu fermentasi yang seharusnya bisa
menghindari control fenomena umpan balik dan akibatnya penurunan produksi asam
glutamat.

4.5 Produksi Kontinu asam glutamat dengan immobilized cell reaktor dari bakteri C.
glutamicum

Di lain percobaan, ini mencoba unuk menguji dan mengidentifikasi kondisi yang
sesuai yang bisa mempertahankan operasi panjang masa yang stabil dengan konsentrasi asam
glutamat akhir yang memuaskan, hasil dan produktivitas volumetric lebih tinggi dari
fermentasi batch dan batch berulang yang telah dilakukan.

Immobilized cell reactor yang segar dengan bakteri C. glutamicum disiapkan dan
diumpankan dengan media produksi yang mengandung total gula 100 g/Ldan fermentasi
dimulai di bawah parameter lingkungan yang disebutkan di atas. Baik penicillin
supplementasi dan laju pengenceran berubah (gambar 5). Setelah mencapai kondisi steady
state, satu dari dua parameter diubah. Sampel diambil dari masing-masing kondisi steady
state dan analisis.
Hasil yang disajikan Gambar 5 menunjukkan bahwa produksi asam glutamat
dipertahankan selama hamper dua minggu (fase A dan B, table 1) dan pada dua periode
steady state berturut-turut mencapai tingkat pengenceran dari 0,05 dan 0,1 h-1 dengan
konsentrasi akhir asam glutamat masing-masing 58,4 dan 63,2 g/L. Namun, setelah 50 jam
kultivasi ICR C. glutamicum mulai melakukan pertunjukan yang buruk. Konsentrasi asam
glutamat dalam limbah berangsur berkurang menjadi 50,2 g/L, dengan tingkat tertinggi gula
sisa dan SGB; 22,6 dan 26 g/L. Ini dapat dijelaskan oleh kemungkinan akumulasi biotin,
adanya gula tebu molase, di sekitar lingkungan mikro biomassa bergerak k tingkat
penghambatan menhilangkan sekresi asam glutamat.

Dengan menigkatkan konsentrasi penisilin dalam media umpan dari 10 menjadi 20


U/ml, aktivitas reaktor selama 72 jam sangat memungkinkan peningkatan fluiditas membrane
sel bakteri.

Tingkat pengenceran semakin menigkat dan menghasilkan dalam keadaan steady state
baru 72,8 g/L dengan efisiensi konversi tertinggi dan produktivitas volumetric reaktor 75,75
dan 29,1 g/L .h (table 1).
Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa untk produksi asam glutamat kontinu yang
stabil dengan konsentrasi akhit yang lumayan., pertumbuhan kontnu dari biomassa bergerak
dengan reaktor yang harus bisa dipertahankan pada laju relative lambat. Seperti pertumbuhan
yang dibutuhkan untuk memasok metabolit yang diperlukan dalam memproduksi asam
glutamat dan pada waktu yang sama meminimalkan jumlah gula yang dikonsumsi dikonversi
menjadi biomassa sel. Ini tercapai dengan sempurna melalui fine tuning simultan dari kedua
konsentrasi penisilin dalam media umpan dan laju pengenceran. Sebuah penghentian lengkap
untuk sel diusulkan untuk produksi asam glutamat dengan memanfaatkan strain bakteri yang
sama, yang bertentangan dengan hasil yang diperoleh.

System kontinu digunakan immobilized cell reactor dengan bakteri C. glutamicum


dioptimalkan dalam studi ini, sangat menguntungkan dibandingkan dengan yang berada
dalam literature (table 2). Walaupun, Yoshioka et al melaporkan konsentrasi akhir asam
glutamat dalam kaldu fermentasi, keduanya yield dan produktivitas volumetric system ini
rendah masing-masing 55% dan 8,3 g/L. Dalam penelitian ini, sampai dengan 75,7% dan
29,1 g/L tercapai untuk yield dan produktivitas volumetric. Tentu saja, nilai-nilai yang
signifikan nampak positif dalam menerapkan system skala industry yang diambil.

V. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukukan dapat disimpulkan bahwa

1. Hasil akhir konsentrasi asam glutamat tinggi dengan fermentasi batch yaitu >93
g/L tetapi hanya memilki produktivitas yang rendah sebesar 3,8 g/L

2. Pada fermentasi yang diulang didapatkan sel begerak untuk menghasilkan asam
glutamat tidak memuaskan.

3. Dan hasil yang terbaik diperoleh pada immobilized cell reactor yang dioperasikan
dalam modus kontinus dan kedua laju pengenceran dan suplementasi penisilin
yang dimanipulasi. Pada D 0,4 h-1 dan dengan 20 U/ml penisilin yang diumpankan
dalam media , dan mencapai 73 g/L asam glutamat yang ditemukan dalam reakot
dengan yield 75,7% dan produktivitas ve=olumetiric reaktor 29,1 g/L .h.
DAFTAR PUSTAKA

http://ptp2007.wordpress.com/2007/10/08/fermentasi/

http://www.freepatentsonline.com/6852516.html

http://www.scribd.com/doc/24725217/L-Glutamic-Acid-Fermentation
LAMPIRAN

Gambar Alat Immobilized Cell Reactor

Anda mungkin juga menyukai