Disusun Oleh :
0807113362
Kelas A
A. Latar Belakang
dengan asam aspartat. Ini terlihat dari titik isoelektriknya yang rendah, yang
yang dihasilkan oleh bakteri dapat berjumlah sebesar 60 gram/liter, untuk bakterinya
sebesar 300 miligram/liter. Lama fermentasi 40 jam pada suhu 300C. Jika pembuatan
asam glutamat menggunakan bahan kimia akan menghasilkan campuran DL- asam
glutamat. Pembuatan asam glutamat dari gula dapat dilakukan dengan cara Embden
glutamat.
Berbagai teknik yang telah diketahui dalam pembuatan asam L-glutamat [3-5],
tapi memiliki bermacam variasi efisiensi dalam konversi gula menjadi asam
glutamat. Dalam semua system dan di antara parameter lain, ekskresi asam glutamat
memanfaatkan sel bakteri C. glutamicum yang diuji untuk membuat asam L glutamat.
glutamate dalam beberapa metoda yaitu dengan fermentasi batch dan kontinu. Disini
akan dilihat perbedaan jumlah asam glutamate yang dihasilkan dari menggunakan
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
2. Memberikan inforamasi proses yang optimal dan hasil yang maksimal dalam
Sebagian besar asam £-Glutamat diproduksi oleh bakteri gram positif yang tidak
membentuk spora, non-motile, dan membutuhkan biotin untuk tumbuh.
Tabel. Strain Mikrobia yang Menghasilkan Asam £-Glutamat
Genus Spesies
Corynebacterium C. glutamicum, C. lilium, C. callunae, C. herculis
Brevibacterium B. divaricatum, B. aminogenes, B. flavum,
B. lactofermentum, B. saccharolyticum,
B. roseum, B. immariophilum, B. alunicum,
B. ammoniagenes, B. thiogenitalis
Microbacterium M. salicinovolum, M. ammoniaphilum,
M. Flavum var. glutamicum
Arthrobacter A. globiformis, A. aminofaciens
B. Kondisi Kultur
1. Sumber Karbon
Bakteri penghasil asam £-Glutamat dapat menggunakan berbagai macam sumber
karbon, seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, ribosa, atau silosa, sebagai substrat untuk
pertumbuhan sel dan biosintesis asam glutamat. Konsentrasi biotin pada medium harus benar-
benar dikontrol dalam level suboptimal agar memaksimalkan pertumbuhan sehingga
diperoleh asam glutamat yang tinggi. Oleh karena itu, bahan baku kaya biotin, seperti molase
dari gula bit dan gula tebu, tidak dapat digunakan sebelum ditemukannya pengaruh mediasi
biotin pada penisilin dan asam lemak jenuh C16 -C18. Asam oleic hanya membutuhkan
akumulasi mutan asam £-Glutamat pada medium yang kaya biotin ketika konsentrasi asam
oleic terkontrol pada level suboptimal agar pertumbuhan maksimal.
2. Sumber Nitrogen dan Kontrol pH
Medium yang baik untuk fermentasi asam £-Glutamat mengandung nitrogen dengan
kadar 9, 5 %. Contoh sumber nitrogen yang dapat ditambahkan ke dalam medium adalah
amonium klorida atau amonium sulfat. Bakteri yang menghasilkan asam glutamat juga
memiliki aktivitas urease yang kuat sehingga urea juga dapat digunakan sebagai sumber
nitrogen. Ion amonium berpengaruh pada pertumbuhan sel dan pembentukan produk
sehingga konsentrasinya dalam medium harus dikontrol pada konsentrasi rendah.
Tingkat keasaman (pH) medium sangat mudah menjadi asam karena ion amonium
terasimilasi dan dihasilkan asam glutamat. Amonia dalam bentuk gas lebih baik daripada
basa cair dalam menjaga pH pada level 7-8, sebagai pH optimum untuk produksi asam £-
Glutamate. Amonia dalam bentuk gas berperan sebagai agen pengontrol pH dan sebagai
sumber nitrogen serta dapat mengatasi bermacam-macam masalah teknis. Penambahan
otomatis gas amonia dapat mengontrol pH dengan tepat. Selain itu, juga mencegah efek
merugikan dari amonia dan pengenceran yang tidak diinginkan pada cairan fermentasi.
3. Faktor Tumbuh
Bakteri penghasil asam £-Glutamat membutuhkan biotin untuk pertumbuhan dan
konsentrasinya harus dikontrol agar memperoleh produk yang maksimal. Dampak biotin pada
fermentasi asam £-Glutamat sangat erat kaitannya dengan permeabilitas asam £-Glutamat
terhadap membran sel.
4. Ketersediaan Oksigen
Biosintesis dari asam glutamat merupakan proses aerob yang membutuhkan oksigen
selama proses fermentasinya. Untuk mengoptimalkan produksi, kadar oksigen terlarut harus
dijaga pada kondisi optimal. Sel yang melakukan respirasi akan mengkonsumsi oksigen
dalam media hanya dalam beberapa detik sehingga oksigen harus disuplai secara terus-
menerus untuk menjaga konsentrasi oksigen terlarut.
E. Proses Fermentasi
1. Mikrobia
2. Bahan dasar
3. Sifat-sifat proses
4. Pilot-plant
1. Mikrobia
Dalam proses-proses tertentu harus menggunakan biakan murni (dari satu strain
tertentu) yang telah diketahui sifat-sifatnya. Untuk menjaga agar biakan tetap murni dalam
proses maka kondisi lingkungan harus dijaga tetap steril. Penggunaan kultur tunggal
mempunyai resiko yang tinggi karena kondisi harus optimum. Untuk mengurangi kegagalan
dapat digunakan biakan campuran. Keuntungan penggunaan biakan campuran adalah
mengurangi resiko apabila mikrobia yang lain tidak aktif melakukan fermentasi. Dalam
bidang pangan penggunaan biakan campuran dapat menghasilkan aroma yang spesifik.
Pengembangan inokulum yang terdiri campuran biakan murni belum berkembang di
Indonesia. Sebagai contoh, inokulum tempe yang dibuat LIPI masih merupakan inokulum
kultur tunggal sehingga produsen tempe sering mencampur inokulum murni dengan
inokulum tradisional dengan maksud memperoleh hasil yang baik.
Inokulum tape (ragi tape) juga belum berkembang. Di Malaysia, telah dikembangkan
campuran kultur murni untuk membuat tape rendah alkohol. Ini merupakan upaya untuk
memenuhi tuntutan masyarakat yang sebagian besar muslim. Isolatnya sendiri diperoleh dari
ragi yang telah ada di pasaran.
Penggunaan inokulum campuran harus memperhatikan kebutuhan nutrisi
mikroorganismenya. Kultur campuran yang baik adalah model suksesi sehingga antar
organisme tidak bersaing namun saling mendukung untuk pembentukan produk.
- Unggul
Pada kondisi yang diberikan, mikrobia harus mempunyai sifat-sifat yang tetap, tidak
mengalami perubahan karena mutasi atau lingkungan.
- Bukan Patogen
Mikrobia yang digunakan adalah bukan patogen bagi manusia maupun hewan, kecuali
untuk produksi bahan kimia tertentu. Jika digunakan mikrobia patogen harus dijaga, agar
tidak menimbulkan akibat samping pada lingkungan.
2. Bahan Baku
Bahan dasar untuk kepentingan fermentasi dapat berasal dari hasil-hasil pertanian,
perkebunan maupun limbah industri. Bahan dasar yang umum digunakan di negara
berkembang adalah:
1. Molase, karena banyak tebu
2. Jerami
3. Dedak
4. Kulit kopi, kulit coklat, sabut kelapa
5. Ampas tebu, ampas biji-bijian yang telah diambil minyaknya
6. Kotoran binatang
7. Air limbah
8. Sampah sebagai komponen pupuk
9. Sisa pabrik kertas, pabrik susu dan sebagainya.
Bahan dasar harus mempunyai syarat-syarat:
1. Mudah didapat
2. Jumlah besar
3. Murah harganya
4. Bila diperlukan ada penggantinya.
3. Sifat-sifat Proses
Sifat-sifat proses harus disesuaikan dengan kondisi yang dibutuhkan oleh mikrobia
dalam melakukan metabolisme. Kondisi yang dibutuhkan dapat aerob ataupun anaerob,
sedang bentuk medium dapat cair ataupun padat. Dalam proses produksi dapat digunakan
proses tertutup ataupun kontinyu. Perbedaan kondisi yang dibutuhkan oleh mikrobia dalam
proses industri juga akan menentukan :
1. Tipe fermentor
2. Optimasi lingkungan: pH, aerasi, suhu. kadar nutrien
3. Macam alat bantu: sumber air, listrik, kompresor dan sebagainya
4. Cara pengunduhan hasil, sterilisasi.
4. Pilot-plant
Pilot plant adalah semacam laboratorium tetapi di atas skala laboratorium dan di
bawah skala perusahaan. Jika dalam pilot plant sudah menunjukkan hasil baik, dapat dibawa
ke skala industri, karena dalam skala industri sudah terkait modal sehingga diperhitungkan
kegagalan. Dengan pilot plant kegagalan dikurangi 75% daripada langsung dari laboratorium.
( http://ptp2007.wordpress.com)
F. Fermentor
Fermentor yang digunakan dalam produksi etanol tergantung pada bahan baku yang
digunakan. untuk penggunaan dengan bahan baku gula dapat langsung dengan fermentor
anaerob. sedang jika akan digunakan dengan bahan baku dari pati atau karbohidrat lain
aharus ada proses sakarifikasi sehingga minimal ada dua fermentor. Fermentor adalah tempat
berlangsungnya fermentasi dapat berupa alat dengan kerja anaerob ataupun anaerob. Prinsip
kerja dari fermentor akan kami muat dalam fermentor. silahkan dicari di tag fermentor.
Fermentor adalah unit alat yang digunakan untuk tempat berlangsungnya suatu proses
biokimia dari bahan mentah menjadi zat atau bahan tertentu yang dikehendaki, dikatalisis
oleh suatu enzim atau oleh jasa mikroorganisme secara langsung.
Media produksi (media B) mengandung bahan yang terklarifiksi gula tebu molase 100
atau 175 g; K2HPO4 1,2 g; MgSO4.7H2O 6,2 g; K2SO4 1,2 g; FeSO4.7H2O 6 ppm;
MnSO4.H2O 6 ppm; air 1 L. Gula tebu digantikan dengan 40 g/L glukosa jika media yang
sama digunakan untuk penyebaran secara aktif pertumbuhan sel untuk keperluan imobilisasi
sel. Gula tebu molase jelas sesuai dengan metode yang diterangkan Amin.
Baik batch maupun fed batch proses jalannya fermentasi ditentukan dalam double
walled glass column dengan total volume media fermentasi yang ditambahkan pada awal
sama dengan volume media fermentasi yang ditambahkan pada waktu yang telah ditentukan
pada jalannya fermentasi fed batch. Jumlah total gula sebagai umpan sama tanpa
memperhatikan teknik fermentasi yang digunakan. Dalam fermentasi kontinu dilakukan
dengan tingkat pengenceran yang berbeda yang diuji dalam ada dan tidak adanya penisilin.
Asam oleat digunakn sebagai agen antifoam yang kapan saja diperlukan. pH kaldu fermentasi
dikontrol dengan penambahan otomatis larutan ammonia (16%). Sewaktu-waktu sampel dari
kaldu fermentasi dan campuran agar diambil dan dianalisis asam glutamat, gula sisa,
biomassa dan produk.
Gambar 1 : Kurva pertumbuha sel bakteri dengan campuran agar selama perioda awal
immobilized cell reactor oleh bakteri C. glutamicum * jumlah sel yang hidup dalam aliran
reactor
Hal ini jelas bahwa sel bergerak tumbuh pesat dan secara aktif berlipat ganda dalam
campuran agar selama 48 jam pertama. Konsentrasi sel bergerak meningkat menjadi 2,45 g/L
setelah 20 jam dari pada saat awala. Walaupun asam glutamat dan jumlah sel yang hidup
tidak terdeteksi dalam aliran reactor setelah 20 jam pertama kultivasi, pengujian sisa gula dan
bergeraknya biomassa dinyatakn dengan jumlah gula yang cukup besar untuk dikonversi
menjadi biomassa sel dalam campuran agar. Setelah 20 jam pertama kultivasi, sel yang hidup
nampak dalam aliran reactor dan berangsur meningkat untuk mencapai pertumbuhan
maksimum setelah 30 jam kultivasi. Peningkatan dalam konsentrasi sel secara terus-menerus
bergerak dan mencapai stabil hampir 8,5 g/L selama periode yang sama. Hasil yang sama
ditunjukkan selama permulaan immobilized cell reactor untuk menghasilkan etanol dengan
pertumbuhan sel bakteri Zymomonas mobilis dan untuk menghasilkan asam glutamat dalam
pertumbuhan sel dalam busa polyurethane.
4.2 Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan menghasilkan asam glutamat
dalam proses batch immobilized cell reactor dengan bakteri C. Glutamicum.
Percobaan ini dirancang dan dilaksanakan dalam proses batch untuk menindaklanjuti
kedua pertumbuhan sel dan produksi asam glutamat. Media B berisi gula tebu molase dengan
total gula 100 g/L yang diumpankan ke reactor pada D 0,05 h-1 dan proses fermentasi seperti
yang dijelaskan di bagian bahan dan metoda.
Gambar 2 : Waktu yang dibutuhkan dalam memproduksi asam glutamat dengan
pembentukan produk dengan IMC bakteri C. glutamicum dalam proses batch.
Waktu dalam fermentasi ini ditunjukkan dalam gambar 2. Tingkat asam glutamat relative
rendah setelah 2 hari pertama dan malah berkembang pesat pertumbuhannya dan biomassa
yang dihasilkan dalam periode ini >27 g/L. ini menunjukkan akumulasi asam glutamat yang
hanya dimulai pada hari kedua dan meningkat dengan pesat.
Keduanya pertumbuhan gula dan konsumsi gula terus meningkat pada proses kultivasi
dengan pembentukan asam laktat dan asam succinic sebagai produk utama. Konsentrasinya
dalam reactor berkisar 7,42 dan 4,22 g/L. Konsentrasi sel mencapai maksimum pada hari ke
3 (28,3 g/L).
Pada proses fermentasi, penggunaan gula dan produksi asam glutamat meningkat dan
konsentasi asam succinic dan asam laktat menurun pada hari ke 5 berkisar 2,65 dan 1,05 g/L.
Konsentrasi asam glutamat mencapai nilai maksimum pada hari ke 5 (57,8 g/L) dan telah
diatur keadaan stationer pada hari ke 6. Aspartate dan ketoglutarate merupakan produk utama
yang terbentuk selama periode ini. Konsentrasinya meningkat dari 2,75 dan 8,45 g/L pada
hari ke menjadi 7,32 dan 17,30 g/L pada hari ke 6. Pembentukan dua produk ini barangkali
persaingan antara beberapa enzim. Seperti ditentukan persaingan ini dengan contoh pengatuh
pengontrolan. Dengan cara yang sama, Aida et al menemukan bagaimana meningkatkan
bagian dalam sel asam glutamat yang menyebabkan hambatan umpan balik dalam
dehidrogenasi glutamat dan sintesis sitrat dan menghasilkan akumulasi ketoglutarate dan
aspartate. Ini bisa menjelaskan aktifnya pembentukan yang simultan dari aspartate dan
ketogluratat dan aspartate selama periode awal akumulasi asam glutamat. Selama periode ini,
konsentrasi intrasel asam glutamat dapat mencapai tingkat kritis dalam pengontrolan umpan
balik untuk menjadikan tempat dan akibatnya berhentinya produksi asam glutamat pada hari
ke 6 (gambar 2). Crueger dan crueger menyatakan konsentrasi intrasel asam glutamat antara
25-35 µg/mg berat sel kering yang mampu menghentikan pembentukan asam glutamat
dengan lengkap.
4.3 Fermentasi Batch dalam memproduksi asam glutamat dari gula tebu molase dengan
ICR C. glutamicum.
Dalam pengujian kemampuan dari ICR C. glutamicum dalam memproduksi sebagai
produk akhir konsentrasi asam glutamat dengan tepat, diumpankan ke dalam reactor media
produksi yang mengandung konsentrasi gula tebu yang tinggi (175 g/L) dalam reactor batch.
Gambar 3 : Fermentasi Batch asam dalam memproduksi asam glutamat dengan ICR dari
bakteri C. glutamicum. *SGB. Pemakaian gula dalam pertumbuhan sel dan pembentukan
produk. *SPRG, laju pembentukan spesifik asam glutamat.
Walaupun konsentrasi relatif asam glutamat akhir tinggi (93 g/L), ICR C. glutamicum
memperlihatkan yield rendah (54,8%) dan daya produksi volumetric rendah (3,83 g/L .h)
dibandingkan dengan ICR dari strain bakteri yang sama dimasukkan ke dalam busa
polyurethane 6,2, tapi dengan jumlah yang lebih tinggi dari yang muncul selama fermentasi
dengan menggantungkan pada reaktor sel bakteri Bacillus megaterium. Ini dapat diketahui
konsentrasi konsentrasi asam glutamat akhir yang direcovery dari kaldu fermentasi dan
menghasilkan penurunan nilai harga produksi. Dengan cara yang sama sangat bagus dengan
yield dan daya produksi volumetric. Oleh karena itu, didapatkan pengontrolan utama dalam
kondisi local yang bervariasi.
4.4 Pengulangan fermentasi batch dalam memproduksi asam glutamat dengan ICR C.
glutamicum dari gula tebu molase.
Dapat dilihat konsentrasi akhir asam glutamat tinggi (93 g/L) dan tidak memuaskan
prduktivitas dan efisiensi volumetric dalam konversi gula menjadi asam glutamat yang
dicapai percobaan di atas, itu mencoba untuk menyelidiki lebih lanjut teknik fermentaswi
berharap untuk lebih banyak perbaikan di ICR dari C. glutamicum. Pertama, fermentasi batch
diulangi dan diselidiki. Biomassa yang dihasilkan dari C. glutamicum dicuci secara merata
dengan sirkulasi larutan garam steril ke dalam reaktor dan media produksi dipompakan untuk
memulai fermentasi batch. Dilakukan 5 fermentasi batch secara berurutan.
Gambar 4 : Fermentasi batch berulang untuk memproduksi asam glutamat dengan
immobilized cell reactor bakteri Corynebacterium glutamicum. *SGB adalah konsumsi gula
dalam pertumbuhan sel dan pembentukan produk. **SPRG adalah pembentukan asam
glutamat
Telah dinyakan dalam waktu yang cukup lama bergeraknya system sel mikroba
mempertahankan lebih agresif kondisi lingkungan dibandingkan dengan system sel yang
bebas dan mendukung tingkat produksi yang stabil dalam operasi jangka panjang. Hasil yang
diperoleh (gambar 4) tidak sama dengan pendapat ini; sel C. glutamicum yang bergerak
mendukung konsentrasi tinggi asam glutamat hanya selama dua fermentasi berjalan. Setelah
itu, asam glutamat mengalami penurunan produksi mencapai nilai terendah 54,35 g/L di run
5. Walaupun peningkatan konsentrasi sel dalam reaktor setelah lima jalannya fermentasi
berturut-turut, dimana teradi penurunan tajam pada laju produksi tertentu asam glutamat
(SPRG) dari 0,5 dalam run1 menjadi 0,22 g/g.h di run 5, yang dapat menjelaskan penurunan
dramatis produksi asam glutamat (gambar 4). Intrasel asam glutamat mungkin telah
meningkat dengan fermentasi berturut-turut dan mencapai titik kritis yang dinyatakan oleh
Crueger dan Crueger dan menghasilkan pengaruh hambatan dan pengurangan berat SPRG
spesifik.
Penjelasan lain terletak pada kenyataan bahwa sel C. glutamicum saat berhubungan dengan
media yang kaya biotin, sepert gula tebu (Imrie(1969), sintesis rantai karbon pendek dan
asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat menigkat dan hasil dalam membrane sel dengan
rendah cairan dan rendah ekskresi asam glutamat. Dengan demikian, dapat disadari bahwa
harus ada konsentrasi asam glutamat tertentu dalam kaldu fermentasi yang seharusnya bisa
menghindari control fenomena umpan balik dan akibatnya penurunan produksi asam
glutamat.
4.5 Produksi Kontinu asam glutamat dengan immobilized cell reaktor dari bakteri C.
glutamicum
Di lain percobaan, ini mencoba unuk menguji dan mengidentifikasi kondisi yang
sesuai yang bisa mempertahankan operasi panjang masa yang stabil dengan konsentrasi asam
glutamat akhir yang memuaskan, hasil dan produktivitas volumetric lebih tinggi dari
fermentasi batch dan batch berulang yang telah dilakukan.
Immobilized cell reactor yang segar dengan bakteri C. glutamicum disiapkan dan
diumpankan dengan media produksi yang mengandung total gula 100 g/Ldan fermentasi
dimulai di bawah parameter lingkungan yang disebutkan di atas. Baik penicillin
supplementasi dan laju pengenceran berubah (gambar 5). Setelah mencapai kondisi steady
state, satu dari dua parameter diubah. Sampel diambil dari masing-masing kondisi steady
state dan analisis.
Hasil yang disajikan Gambar 5 menunjukkan bahwa produksi asam glutamat
dipertahankan selama hamper dua minggu (fase A dan B, table 1) dan pada dua periode
steady state berturut-turut mencapai tingkat pengenceran dari 0,05 dan 0,1 h-1 dengan
konsentrasi akhir asam glutamat masing-masing 58,4 dan 63,2 g/L. Namun, setelah 50 jam
kultivasi ICR C. glutamicum mulai melakukan pertunjukan yang buruk. Konsentrasi asam
glutamat dalam limbah berangsur berkurang menjadi 50,2 g/L, dengan tingkat tertinggi gula
sisa dan SGB; 22,6 dan 26 g/L. Ini dapat dijelaskan oleh kemungkinan akumulasi biotin,
adanya gula tebu molase, di sekitar lingkungan mikro biomassa bergerak k tingkat
penghambatan menhilangkan sekresi asam glutamat.
Tingkat pengenceran semakin menigkat dan menghasilkan dalam keadaan steady state
baru 72,8 g/L dengan efisiensi konversi tertinggi dan produktivitas volumetric reaktor 75,75
dan 29,1 g/L .h (table 1).
Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa untk produksi asam glutamat kontinu yang
stabil dengan konsentrasi akhit yang lumayan., pertumbuhan kontnu dari biomassa bergerak
dengan reaktor yang harus bisa dipertahankan pada laju relative lambat. Seperti pertumbuhan
yang dibutuhkan untuk memasok metabolit yang diperlukan dalam memproduksi asam
glutamat dan pada waktu yang sama meminimalkan jumlah gula yang dikonsumsi dikonversi
menjadi biomassa sel. Ini tercapai dengan sempurna melalui fine tuning simultan dari kedua
konsentrasi penisilin dalam media umpan dan laju pengenceran. Sebuah penghentian lengkap
untuk sel diusulkan untuk produksi asam glutamat dengan memanfaatkan strain bakteri yang
sama, yang bertentangan dengan hasil yang diperoleh.
V. KESIMPULAN
1. Hasil akhir konsentrasi asam glutamat tinggi dengan fermentasi batch yaitu >93
g/L tetapi hanya memilki produktivitas yang rendah sebesar 3,8 g/L
2. Pada fermentasi yang diulang didapatkan sel begerak untuk menghasilkan asam
glutamat tidak memuaskan.
3. Dan hasil yang terbaik diperoleh pada immobilized cell reactor yang dioperasikan
dalam modus kontinus dan kedua laju pengenceran dan suplementasi penisilin
yang dimanipulasi. Pada D 0,4 h-1 dan dengan 20 U/ml penisilin yang diumpankan
dalam media , dan mencapai 73 g/L asam glutamat yang ditemukan dalam reakot
dengan yield 75,7% dan produktivitas ve=olumetiric reaktor 29,1 g/L .h.
DAFTAR PUSTAKA
http://ptp2007.wordpress.com/2007/10/08/fermentasi/
http://www.freepatentsonline.com/6852516.html
http://www.scribd.com/doc/24725217/L-Glutamic-Acid-Fermentation
LAMPIRAN