Anda di halaman 1dari 10

Bersikaplah Asertif, bukan Submisif atau Agresif

http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/02/bersikaplah-asertif-bukan-submisif-atau-agresif/ Sikap Submisif Ciri2 orang seperti ini adalah menghindari konflik, mengalahkan kebutuhan diri, terhambat dalam mengungkapkan diri, dikuasai rasa takut, bersalah, tertekan, cenderung bereaksi dibelakang, berusaha memperoleh persetujuan orang lain. Bahasa tubuhnya bisa terlihat dari sikap yang ragu-ragu, suara pelan, kontak mata sedikit, gerakan nervous, tangan mencari pegangan, bahu turun, lengan melintang untuk melindungi diri Kalimat-kalimat yang sering diutarakan, seperti: * Ini hanya pendapat saya, tapi * Maaf mengganggu waktu anda, tapi * Bila anda berpendapat demikian, kita akan Sikap Agresif Ciri-cirinya seperti jujur, terbuka namun cara mengungkapkan perasaan tidak tepat, cenderung memaksakan kehendak, diliputi rasa marah, menyalahkan dan menjatuhkan orang lain, menimbulkan ketegangan, rasa sakit, cemas, salah. Perilaku orang agresif seperti mengutamakan kebutuhan diri sendiri dan perasaan diri sendiri, mengabaikan hak dan perasaan orang lain, menggunakan segala cara, verbal dan non verbal, misal: sinisme, kekerasan Bahasa tubuhnya bisa dilihat dari suara keras, nada kasar, mata melotot, jari tegang. Kalimat-kalimat yang sering diutarakan, seperti: * Kerjakan saja sendiri! * Bodoh! * Pasti kamu tidak percaya! Sikap Asertif Menurut Suterlinah Sukaji (1983), perilaku asertif adalah perilaku seseorang dalam hubungan antar pribadi yang menyangkut ekspresi emosi yang tepat, jujur, relative terus terang, dan tanpa perasaan cemas terhadap orang lain. Bahasa tubuhnya bisa dilihat seperti suara sedang, namun tegas, menatap langsung, tidak mendominir ekspresi wajah dan postur relax.

Kalimat-kalimat yang sering diutarakan, seperti: * Saya berpendapat bagaimana pendapat anda? * Masalah ini akan saya hadapi dengan cara ini. Bagaimana efeknya terhadap anda? Pengamatan Karakter agresif semacam ini sering saya jumpai, terutama di jalanan ibukota Jakarta. Kalo liat mobil/motor tabrakan. Jelas-jelas kalo di bawah ke polantas, pasti yang dibelakang salah krn ga berusaha jaga jarak, tapi tetep aja ngeyel. Jd kalo di Jkt hati2 ya. Karakter submisif juga kadang saya temui, biasanya orang ini memang sering direpoti orang agresif yang ga tahu perasaan orang lain. Lalu sewaktu ketemu biasanya bercerita, Dongkol gua, disuruh ini itu, itu kan bukan pekerjaan gua, bla bla bla... Memang seharusnya kita bersikap asertif dengan berusaha mengungkapkan perasaan kita agar orang lain mengerti. Masalah dia setuju atau tidak ini urusan belakangan. Namun sikap asertif susah diterapkan, jika kita berkomunikasi sama atasan atau kita ada kepentingan/politis. Sebagai contoh, saya pernah melihat bahwa tidak semua politisi, tidak baik. Saya melihat figur politisi Golkar seperti Pak Priyo Budi Santosa yang di mata saya cukup baik dan berpotensi memimpin bangsa meskipun berasal dari partai Golkar. Beliau punya track record yaa sejauh ini cukup baik, bicara selalu tegas namun santun. Tapi gimana lagi, waktu itu ada kasus Pak Ical dengan Bu Sri Mulyani sehingga beliau harus membela Pak Ical saat konfrontasi dengan Pak Wimar Witular yang membela Bu Sri Mulyani. Kalau ada kepentingan yang lebih besar yang bisa jadi ingin menjaga citra partai Golkar tidak sekedar Pak Ical, Pak Priyo Budi Santoso berbicara seperti itu. Saya tidak tahu ini murni dari dirinya atau ada konflik of interest. Tapi sampai saat ini saya masih mengagumi beliau. Sekian bro. Sumber utama: http://indosdm.com/perilaku-agresif-submisif-dan-asertif-dalam-komunikasi
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPERILAKU ASERTIF Pertentangan dalam hubungan sosial bukan hal yang aneh, baik karena masalah pekerjaan maupun masalah pribadi. Adakalanya pertentangan tersebut segera berakhir, namun adakalanya berlarut-larut, dan semuanya terjadi karena perilaku yang ditampilkan semua pihak dalam menyikapi pertentangan tersebut. Dalam hubungan kerja, tentu sangat diharapkan agar pertentangan yang muncul bisa segera ditangani, sehingga tujuan dari masing-masing pekerjaan bisa tercapai secara optimal. Yang menjadi masalah adalah, perilaku seperti apakah yang paling dapat diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan sehingga kedua belah pihak yag bermasalah sama-sama merasa diperlakukan adil? Sebelum kita membahas materi ini lebih lanjut, kita lakukan dulu evaluasi diri untuk mengukur seberapa jauh tingkat keasertifan kita saat ini. A. Perilaku Submisif, Agresif, dan Asertif Dalam hubungan interpersonal, perilaku seseorang terhadap orang lain dapat dikelompokkan menjadi perilaku asertif, perilaku submisif, dan perilaku agresif.

Pada saat kita menampilkan perilaku manis, tidak menimbulkan masalah bagi orang lain, lemah, pasif, mengorbankan diri sendiri, tidak bisa menolak, membiarkan kebutuhan, pendapat, pikiran, penilaian orang lain mendominasi kebutuhan, pendapat, pikiran, dan penilaian diri kita sendiri, maka kita sudah menampilkan perilaku submisif. Sebagai contoh: seorang Kepala Sekolah cenderung menghindari memberi tugas yang cukup rumit kepada salah seorang guru karena guru tersebut seringkali mengajukan keberatan bila diberi tugas seperti itu. Perilaku submisif ini cepat atau lambat akan menimbulkan rasa terancam dan tersakiti, tidak puas, depresi, penyakit fisik, serta akan mengukuhkan keberadaan perilaku agresif orang lain. Perilaku submisif muncul karena didorong oleh adanya keyakinan sumbisif, yaitu keyakinan bahwa: 1. Orang lain lebih penting, lebih cerdas, atau apapun, yang semuanya lebih baik daripada saya. 2. Orang lain tidak menyukai saya karena saya tidak layak disukai 3. Pendapat saya tidak berharga dan tidak akan dihargai 4. Saya harus sempurna dalam melakukan apa pun, jika tidak, sempurnalah kegagalan saya 5. Lebih baik aman dan tak mengatakan apa pun daripada saya mengatakan apa yang saya pikirkan. Perilaku agresif adalah perilaku yang self-centered (hanya mengutamakan hak, kepentingan, pendapat, kebutuhan, dan perasaan sendiri), mengabaikan hak orang lain. Orang-orang yang agresif berasumsi bahwa hanya dirinyalah yang benar, sehingga perilakunya berisi permusuhan dan kesombongan. Mereka sering menggunakan kemarahan dan bahasa tubuh yang agresif serta perilaku mengancam lain untuk menggertak, menaklukkan, dan mendominasi orang lain. Mereka akan menggunakan bahasa yang menyakiti orang lain untuk menyimpulkan bahwa seseorang bersalah serta mempermalukannya. Sebagai contoh, saat seorang guru tidak bisa melaksanakan tugas seperti yang diharapkannya, seorang kepala sekolah berkata Masa yang begini saja tidak bisa. Saya kan sudah bilang, kerjakan saja seperti petunjuk saya, tidak perlu cari-cari cara lain. Orang-orang yang agresif biasanya mengambil keuntungan dari orang-orang yang submisif. Dari orang-orang agresif ini pulalah munculnya chauvinisme. Munculnya perilaku agresif didorong oleh adanya keyakinan bahwa: 1. Saya lebih pandai dan lebih memiliki kekuatan dibandingkan dengan orang lain. 2. Orang lain tidak bisa dipercaya mampu melaksanakan apa yang mereka katakan 3. Ini adalah dunia jeruk makan jeruk. Saya harus bertindak kepada orang lain daripada orang lain bertindak kepada saya. 4. Satu-satunya cara agar sesuatu terlaksana adalah menyuruh orang lain. Meminta merupakan tanda kelemahan. 5. Orang harus bertarung dengan keras (fight hard) untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan Perilaku asertif adalah perilaku yang merupakan ekspresi/pernyataan dari minat, kebutuhan, pendapat, pikiran, dan perasaan, yang dilakukan secara bijaksana,

adil, dan efektif, sehingga hak-hak kita bisa dipertahankan dengan tetap memperhatikan penghargaan atas kesetaraan dan hak orang lain. Perilaku asertif membuat seseorang menjadi lebih percaya diri dan merasa berharga, memiliki konsep diri yang tepat, meningkatkan pengendalian diri (selfcontrol) dalam kehidupan sehari-hari, serta memperoleh hubungan yang adil dengan orang lain. Perilaku asertif ini merupakan penangkal terhadap perilaku submisif dan perilaku agresif. Munculnya perilaku asertif didorong oleh keyakinan bahwa: 1. Saya sederajat/setara dengan orang lain, dengan hak dasar yang sama 2. Saya bebas untuk berpikir, memilih, dan membuat keputusan untuk diri saya sendiri 3. Saya mampu untuk mencoba sesuatu, membuat kesalahan, belajar, dan mengembangkan diri. 4. Saya bertanggung jawab atas tindakan saya dan respons saya terhadap orang lain 5. Saya tidak perlu minta ijin untuk mengambil tindakan 6. Tidak masalah bila tidak setuju dengan orang lain. Persetujuan tidak selalu diperlukan dan tidak selalu tepat. Bila dibandingkan, maka karakteristik ketiga jenis perilaku tersebut adalah sebagaimana diuraikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.1. Perbedaan Karakteristik Perilaku Submisif, Agresif dan Aserif Sifat Perilaku Submisif Perilaku Agresif Perilaku Asertif Penghargaan kepada orang lain Tinggi Rendah Tinggi Penghargaan kepada diri sendiri Rendah (Biasanya) tinggi Tinggi Tindakan utama Tunduk kepada orang lain Saya yang terakhir Kelemahan tampak Kekuatan jadi kurang penting Selalu menyerah Menyerang orang lain Saya yang pertama Kelemahan di sembunyikan Kekuatan dibesar-besarkan Tidak tunduk Menghargai orang lain Saya dan Anda sederajat Terbuka mengenai kelemahan dan kekuatan Pertukaran yang adil Keuntungan yang dirasakan Tidak diganggu Resiko pribadi rendah Akan disukai Mendapatkan apa yang diinginkan Tidak diganggu Akan dihargai Banyak mendapatkan apa yang diinginkan Akan dihargai Hubungan yang adil/wajar Kerugian yang mungkin didapat Hubungan buruk Diabaikan Orang lain mengambil keuntungan Hubungan buruk Ada balas dendam tersembunyi

Kehilangan komunikasi Tidak selalu mendapatkan apa yang diinginkan Membingungkan/ membuat cemburu orang lain B. Melatih Diri Berperilaku Asertif Ada beberapa asumsi yang mendasari, mengapa kita perlu melatih diri untuk berperilaku asertif. Pertama, setiap orang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Kedua, setiap orang memiliki hak yang sama. Ketiga, setiap orang bisa memberikan kontribusi terhadap apa yang dibicarakan. Selain itu, perilaku asertif juga berguna sebagai penangkal terhadap rasa takut, malu, kepasifan, bahkan kemarahan. Berdasarkan penelitian, Schimmel (1976) menyatakan bahwa beberapa jenis perilaku asertif yang perlu dilatihkan terutama adalah: 1. Berani mengemukakan pendapat, permintaan, kesukaan, dsb, yang menjadikan seseorang dihargai sebagai manusia yang sederajat dengan manusia lain. 2. Mengekspresikan emosi-emosi negatif (keluhan, kebencian, kritik, ketidaksetujuan, rasa tertekan, kebutuhan untuk dibiarkan sendirian) dan menolak permintaan. 3. Memperlihatkan emosi-emosi positif (senang, menghargai, menyukai seseorang, merasa tertarik), memberikan pujian, dan menerima pujian dengan mengucapkan terima kasih. 4. Memulai, melaksanakan, mengubah, atau menghentikan percakapan secara menyenangkan, berbagi perasaan, pendapat, dan pengalaman dengan orang lain. 5. Mengatasi ketersinggungan sebelum kemarahan makin meningkat dan meledak menjadi agresi. Untuk melatihkan dan menerapkan perilaku asertif, ada dua tahap yang perlu dilakukan, yaitu: 1. Mengenali dan menyadari dimana perubahan perlu dilakukan, dan kita harus yakin dengan hak kita. Mengisi buku diary bisa membantu kita menilai seberapa jauh kita terintimidasi, pasif, malu, atau seberapa jauh orang lain menuntut, memaksa, atau agresif terhadap kita. Ambillah contoh, dimana kita pasif atau agresif. Beberapa dari kita masih memiliki kelemahan untuk berkata tidak terhadap teman yang meminta bantuan, kita tidak bisa memberikan atau menerima pujian, kita membiarkan pasangan atau anak kita menguasai kehidupan kita, kita tidak berani berbicara di depan forum tentang ketidaksetujuan kita, kita malu meminta tolong, kita takut membuat orang lain merasa terhina, dsb. Tanyakanlah pada diri sendiri, maukah kita terus menerus dalam kelemahan ini? Selain itu, pertimbangkan pula, darimana nilai-nilai yang kita miliki berasal. Pada masa kecil, kita biasa dijejali dengan aturan-aturan jangan emosional, jangan berbuat salah, jangan mementingkan diri sendiri, jangan bilang pada orang kalau kita tidak menyukainya, jangan membantah, dan banyak lagi aturan lain yang berlawanan dengan apa yang kita inginkan. Aturan-aturan tersebut menjadikan anak, bahkan setelah dewasa, sebagai seorang yang selalu tunduk (submisif). Mungkin beberapa aturan tersebut ada benarnya untuk anak-anak, tetapi selaku orang dewasa, seharusnya tidak membabi buta menerapkan aturan tersebut. Perlu pula kita sadari, betapa perilaku asertif akan membawa kita menjadi seseorang yang menghargai diri sendiri dan bahagia, dan di sisi lain, betapa

tidaknyamannya diri kita menjadi seorang yang submisif, misalnya: 1) kita menipu diri sendiri dan kehilangan harga diri karena didominasi orang lain dan tidak bisa melakukan perubahan, 2) kita dituntut untuk tidak jujur, menyangkal perasaan yang sebenarnya, 3) ketidaksetaraan dan submisif mengancam, jika tidak merusak, rasa cinta dan penghargaan, 4) hubungan yang terjalin dengan orang lain didasarkan pada keberadaan kita sebagai budak, yes man, pelayan, 5) karena harus menutupi perasaan yang sesungguhnya, maka kita harus selalu melakukan manipulasi untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan, dan ini menciptakan kebencian, 6) ketundukan kita membuat penindasan terhadap kita makin menjadi-jadi. Kesadaran tentang kelemahan, ke-submisifan, dan ketidaknyamanan akibat submisif akan mendorong kita untuk mau mengubah diri menjadi seorang yang asertif. Tapi tentu saja, setiap perubahan biasanya memunculkan kecemasan, dan ini harus diatasi. Kita pun harus meredam konflik dalam diri kita karena melawan nilai-nilai yang selama ini kita anut. Selain itu, juga perlu berbicara dengan orang lain, yang mungkin akan merasa kaget dengan perubahan perilaku yang kita tampilkan. Jelaskan kepada mereka alasan kita menjadi asertif sehingga mereka bisa memahami dan menerima, atau bahkan pada akhirnya, menghargai kita karena menjadi seseorang yang mempertimbangkan mereka, orang lain, dan diri sendiri. 2. Memperhitungkan cara-cara yang sesuai untuk menyatakan diri sendiri dalam setiap situasi khusus yang berkaitan dengan diri kita. Ada banyak cara untuk mencari respons-respons asertif yang efektif, bijaksana, dan adil. Kita bisa mengamati model/contoh yang baik, mendiskusikan situasi yang bermasalah dengan seorang teman, kolega, konselor, atau orang lain, mencatat dengan teliti bagaimana orang-orang berespons terhadap situasi yang mirip dengan situasi yang sesungguhnya kita hadapi, lalu mempertimbangkan apakah mereka tergolong asertif, submisif, atau agresif. Agar respons kita asertif, maka perlu kita pahami bahwa respons-respons yang asertif terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1) Menjelaskan (kepada orang lain yang terlibat) situasi bermasalah sebagaimana kita melihatnya. Khususkan pada waktu dan tindakannya, bukan memberikan pernyataan yang bersifat umum/ general, seperti Anda selalu memusuhi membingungkan sibuk. Kita harus objektif, jangan menilai seseorang sebagai orang yang buruk secara keseluruhan. Kita juga harus memfokuskan pada perilakunya, bukan pada alasannya. 2) Menjelaskan perasaan kita dengan menggunakan pernyataan Saya yang menunjukkan bahwa kita memang bertanggung jawab terhadap perasaan kita sendiri. Kita harus tegar dan menguatkan diri, yakin, menatap mereka, dan tidak emosional. Juga memfokuskan pada perasaan positif yang berhubungan dengan tujuan kita, bukan pada kebencian orang lain. Kadang-kadang bisa sangat membantu bagi kita apabila menjelaskan alasan, mengapa kita memiliki perasaan tertentu, misalnya Saya merasa.. karena.. 3) Menjelaskan perubahan yang ingin kita buat, mengkhususkan pada tindakan apa yang seharusnya dihentikan dan dimulai. Kita harus meyakin diri kira bahwa perubahan yang diharapkan tersebut masuk akal, kita pun mempertimbangkan kebutuhan orang lain, dan sebaliknya merelakan bahwa kita pun harus berubah.

Kita juga harus siap dengan konsekuensi, yaitu bila orang lain ternyata berubah sesuai dengan yang kita harapkan, atau justru tidak berubah. Kita harus menjaga jangan sampai mengancam bila mereka tidak berubah sebagaimana kita inginkan. http://www.rosyid.info/2010/06/berperilaku-asertif.html

Sifat Submisif & Sifat Agresif


1. Sifat Submisif Contoh kasus : Atasan memanggil anda masuk dan ia tampak amat tidak senang. Ia baru saja menerima laporan dari salah satu manajer bahwa anda ternyata terlambat setengah jam saat menghadiri pertemuan penting antar departemen kemarin. Mereka amat kecewa karena anda telah menjatuhkan seluruh tim. Anda mulai menjelaskan duduk perkaranya, namun mereka menyatakan tak ada dispensasi untuk perilaku semacam itu. Anda menggumamkan permintaan maaf dan keluar secepat mungkin. Dari contoh kasus di atas adalah prilaku submisif yang klasik. Daripada berisiko melakukan konfrontasi, kita menyerah pada godaan untuk mengambil jalan mudah. Jangan menjawab balik, jangan menentang atasan anda, malah sebaiknya dukunglah mereka. Perilaku submisif berarti mengambil upaya yang termudah, sehingga itu mencakup : Menyembunyikan perasaan anda Mengatakan hal-hal yangAnda pikir orang lain dengar Meminta maaf terhadap hal yang bukan kesalahan anda Lebih cenderung menerima tugas lebih banyak daripada mengatakan tidak Membiarkan orang lain memanfaatkan anda

Dampak buruk sikap submisif ; - Memedam perasaan dapat mengarah pada ketidak puasan, kemunduran motivasi, dan stres akibat pekerjaan - Pada sebagian orang, mereka memendam persaan begitu lama. Suatu saat, perasaan itu dapat meledak dalam bentuk agresif yang membawa kerugian tersendiri - Menekan perasaan akan membawa kita pada rasa benci dan sakit hati terhadapnya kita bersikap submisif - Kalau kita tidak pernah secara terbuka menyatakan ketidaksetujuan, akan banyak gagasan terbaik kita yang tidak diketahui oran banyak. - Selalu mengalah kan membuat anda amat kesulitan mengambil resiko atau mengajukan gagasan kontroversial yang bisa menghasilkan rasa hormat, penghargaan, dan promosi. - Meminta maaf terhadap sesuatu yang bukan kesalahan anda akan memberi kesan bahwa anda memang bersalah - Kita bisa menghindari beban kerja yang terlalu banyak dengan mampu mengatakan tidak, dan dengan tidak mengizinkan orang lain memanfatkan

sikap baik kita yang berlebihan.

2. Sifat Agresif Contoh kasus : Atasan memanggil anda masuk dan ia tampak amat tidak senang. Ia baru saja menerima laporan dari salah satu manajer bahwa anda ternyata terlambat setengah jam saat menghadiri pertemuan penting antar departemen kemarin. Mereka amat kecewa karena anda telah menjatuhkan seluruh tim. Saat mendengar ini, Anda marah karena itu bukan kesalahan anda. Manajer yang mengundang rapat mengubah jadwal tanpa alasan da pesan itu tak pernah sampai kepada anda. Anda menghadap atasan dan mengeluhkan tingkah manajer itu, juga menyesalkan sikap atasan yang menganggap anda melakukan hal tersebut tanpa alasan kuat. Lalu, anda marah-marah. Dari contoh kasus diatas, sebagian dari kita berlaku agresif karena mersa hal itu akan membuat kita mendapatkan apa yang diinginkan. Sebagian dari kita melkuakannya saat katup tekanan akhirnya meledak, akibat terlalu lama bersikap submisif. Lalu apa yang membuat kita mendapatkan apa yang diinginkan ? - Mngatakan secara jujur pada orang lain apa yang kita pikirkan dan bukan memendam perasaan - Mengajukan gagasan kita, kalu perlu dengan mengorbankan perasaan orang lain - Menyuruh orang lain pergi ketika mereka mencoba memanfaatkan kita - Mengintimidasi orang lain dengan menaikan nada suara kita dan menggunakan bahasa yang menyerang atau mengancam Sekali menampilkan perlaku demikian, orang dapat terus khawatir akan adanya sncaman sikap agresif, seperti yang pernah kita tunjukan. Akibat dari sikap Agresif terhadap anda : - orang lain mungkin enggap memberitahuakan banyak hal pada anda karena khawatir denagn tanggapa agresif. - Anda akan mendapatkan reputasi yang tak menyenangkan di kalangan rekan kerja, bawahan, atasan, ataupun manajer lain. - Jika anda terlalu memaksakan gagasan sendiri, orang yang merasa kesal mungkin akan menolak gagasan itu karena sentimen pribadi, tanpa memedulikan kualitas gagasan anda. - Jika kita bersikap ofensif atau menyakiti orang lain, mereka pun akan cenderung ofansif terhadap kita. - Berbicara dengan intonasi mengintimidasi atau tak menyenagkan saat berurusan dengan orang lain sama artinya denagn lebih sering berdebat dan berkonflik. http://mylutu.blogspot.com/2011/01/sifat-submisif-sifat-agresif.html

Berpikir Kritis Bersikap Asertif


Febri Zulhenda

Demi Masa. Sesungguhnya manusia itu berada dalam keadaan merugi. Melainkan orang yang beriman dan yang beramal shaleh dan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran (Q.S. Al-ashr ayat 1-3) Dalam realitas kehidupan sosial, kita tidak bisa melepaskan diri dari berbagai macam kekhilafan dan kesalahan terhadap orang lain. Akan selalu muncul perbedaan persepsi yang kemudian tidak jarang melahirkan konflik dan perselisihan. Keadaan seperti ini juga sering ditemukan dalam sebuah kepemimpinan. Tidak selalu kebijakan dari seorang pemimpin bisa diterima baik oleh anggota. Ketika segala benturan pendapat terjadi, tentunya perlu tindakan penyelesaian agar tidak menyimpan masalah yang berkelanjutan. Sayangnya, dewasa ini langkah yang ditempuh dalam penyelesaian suatu problema seringkali mengalami krisis moral. Pada prinsipnya, hal yang disampaikan adalah kebenaran, namun tidak dikemas secara baik dan benar, sehingga menimbulkan paradigma yang sebaliknya. Esensi dari pesan benar tersebut tidak sampai. Ali bin Abi Thalib Radhiyallahuanhu menyampaikan sebuah syair; Alhaqqu bilanizham yaghlibu bilbathil binnizham (kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh keburukan yang terorganisir). Artinya, perlu strategi yang rapi dalam menyampaikan sebuah kebenaran, sehingga makna pesan yang disampaikan dapat dihantar dan diterima dengan baik. Dalam terapan ilmu sosial, terdapat tiga bentuk komunikasi, yaitu submisif, asertif dan agresif. Submisif adalah bentuk komunikasi negatif yang lebih merugikan si pengantar pesan karena lebih memilih untuk menahan, sehingga pesan tidak tersampaikan. Agresif adalah sebaliknya. Agresif merupakan perilaku komunikasi yang sampai melakukan tekanan pada komunikan. Diantara dua bentuk komukasi tersebut, adalah asertif yang menjadi penyeimbangnya. Asertif merupakan bentuk komunikasi yang memperhatikan cara penyampaian. Untuk memahami perbedaan submisif, asertif dan agresif bisa dicontohkan ketika suatu saat di dalam keramaian kaki anda diinjak. Jika yang dilakukan hanyalah diam menahan sakit, berarti anda menunjukkan sikap submisif. Ketika sebaliknya, anda marah-marah kepada orang yang menginjak, bahkan hingga melontarkan kata-kata kasar, maka perilaku tersebut adalah sebuah bentuk agresi karena dapat menyakiti orang lain. Bisa saja orang tersebut menginjak kaki anda dengan tidak sengaja. Jadi, solusinya ialah mencoba komunikasi asertif. Dengan memberitahu bahwa kaki anda terinjak, maka dengan kesadarannya orang tersebut akan meminta maaf sehingga akan saling merasa diharagai. Komunikasi seperti inilah yang tentunya diharapkan. Setiap orang sangat mungkin melakukan kesalahan dan pada saat itulah dibutuhkan ada figur yang mengingatkan. Hanya saja yang dibutuhkan ialah penyampaian yang baik, komunikasi yang lembut (Qoulan Layinan). Dalam sejarah kenabian, Baginda Rasulullah SAW pernah menegur tindakan seorang panglima perang handal bahkan sampai dijuluki pedang Allah yang terhunus. Dialah Khalid ibn Al Walid. Seorang panglima perang yang menuntaskan kemenangan pasukan kaum muslimin dalam perang mutah dengan menjadi pemegang amanah setelah syahidnya tiga panglima sebelumnya, Zaid ibn Haritsah, Jafar ibn Abi Thalib dan Abdullah ibn Rawahah. Dia yang lebih menyukai bangun di dinginnya malam demi tugas

jihad ketimbang berhubungan dengan isterinya. Namun, segenap ketangkasan Khalid bin Walid, tak lantas menjadikan Rasul membiarkannya dikala khilaf. Ialah dalam insiden Bani Jadzimah. Peristiwa yang dikenang Khalid dalam hidupnya. Setelah penghancuran berhala Uzza di Wadi Nakhlah, Khalid diutus oleh Rasulullah SAW kepada Bani Jadzimah. Kali ini sebagai Dai, bukan sebagai pemimpin perang. Tapi yang terjadi adalah, Khalid melakukan pembunuhan. Maka sampailah berita ini kepada Baginda Rasul SAW yang sangat membuat beliau berduka. Kemudian, demi membayar kesalahan Khalid, Rasul SAW mengirim Ali bin Abi Thalib ke Bani Jadzimah dengan maksud membayar luka yang ditorehkan oleh Sang Pedang yang Terhunus, Khalid bin Walid. Setelah itu seorang sahabat mencoba menasehati Khalid, yaitu Abdurrahman bin Auf. Seorang yang mengulurkan jiwa dan hartanya ketika semua orang menahannya. Seorang yang sangat kokoh mempertahankan keyakinannya demi menegakkan risalah islam. Ketika itu Khalid jengkel terhadap perdebatannya dengan Abdurrahman bin Auf, hingga Rasulullah SAW menegur Khalid yang akhirnya membuat ia sadar(Salim A. Fillah dalam, 2008 Jalan Cinta Para Pejuang). Inilah contoh begitu pentingya mengingatkan. Seorang Khalid bin Walid terlalu terlena dengan gelar Pedang Allah yang Terhunus yang diberikan terhadapnya, sehingga menyebabkan lupa diri. Banyak hal yang dapat dijumpai dalam realita kehidupan zaman sekarang. Tak jarang dengan prestasi, jabatan atau kedudukan menjadikan manusia lupa diri, lupa untuk bersyukur, tak ingat lagi untuk berterima kasih. Ibarat pepatah kacang lupa akan kulitnya. Mungkin banyak dijumpai pelatihan yang menuntut berkembangnya mental dan pemikiran yang kritis. Sebenarnya hal ini sangat diperlukan, karena pada hakikatnya manusia sering khilaf. Tapi, tentunya yang diharapkan bukan hanya sekadar kritik, tapi juga mampu memberikan solusi yang baik. Dan yang terpenting adalah cara penyampaian kritik dilakukan dengan komunikasi yang memperhatikan etika. Mengingatkan dengan komunikasi yang sampai kepada pikiran dan menyentuh hati (Qoulan Balighan).
http://dkm.paramadina.ac.id/index.php? option=com_content&view=article&id=79:akhir-sebuahawalbag1&catid=42:anak-dkm&Itemid=73

Anda mungkin juga menyukai