Anda di halaman 1dari 14

FENOMENA VARIETY SEEKING : TANTANGAN MENARIK BAGI PEMASAR Oleh : Titin Ekowati Abstract Consumers satisfaction isnt the

guarantee for them to loyal to the company. Especially for low involvement product, consumers tends to variety seeking activity in purchase processing. Because the products have low risk to the consumers. Or although consumers are not really nvolved, they go through a decision process in buying due to their in sufficient experiences or variety seeking behavior. Key word : variety seeking, consumers loyalty PENDAHULUAN Saat ini tingkat persaingan dimiliki. Penelitian ini penting dilakukan karena tujuan mengenai menentukan pelanggan ketika perusahaan maka mengejar informasi yang loyalitas

organisasi bisnis sangat tinggi. Untuk bisa bertahan organisasi harus bisa menghasilkan produk bernilai superior dan pelayanan yang berkualitas sehingga pelanggan akan merasa puas dan

tersebut

faktor-faktor penciptaan merupakan

permasalahan

penting yang harus dijawab. Loyalitas muncul karena adanya suatu rasa kepercayaan dari pelanggan setelah menggunakan suatu produk. Kepuasan pelanggan terjadi apabila harapan pelanggan sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakannya, bahkan melebihi harapannya (Westbrook, 1980). Pada saat perusahaan tidak mampu untuk memenuhi keinginan dan harapan

menjadi loyal. Loyalitas merupakan aset bernilai yang dapat memberikan profit besar bagi perusahaan karena dapat membantu perusahaan dalam

memperoleh keuntungan kompetitifnya. Dengan memahami konsep loyalitas maka perusahaan akan terdorong untuk secara terus menerus menciptakan dan menjaga loyalitas pelanggan yang

tersebut konsumen

maka

kemungkinan akan

besar

varied behavior (motivasi ekstrinsik). Dalam melakukan juga variety dipengaruhi seeking oleh

mengalami

ketidakpuasan sehingga mereka akan mencari alternatif lain (variety seeking) pada konsumsi berikutnya yang dirasa dapat memenuhi Faktor keinginan lain dan yang

konsumen

kebutuhan mereka akan variasi yaitu konsumen yang memiliki kebutuhan untuk variasi tinggi akan lebih mudah dalam mencari variasi (Van Trijp dalam Sivakumaran, 2002). Perbedaan kategori produk

harapannya.

mengakibatkan konsumen melakukan variety seeking adalah kebosanan

konsumen dalam mengkonsumsi produk guna memenuhi kebutuhan sehingga konsumen akan mencari variasi yang diwujudkan dengan beralih pada

mempunyai pengaruh yang berbeda pada variety seeking. Menurut Chintagunta (1998) variety keputusan seeking untuk melakukan oleh

dipengaruhi

alternatif lain, termasuk beralih merek dan menghindari perilaku yang biasanya (Orth, 2005). Beralih merek (brand switching) dapat terjadi karena variety seeking (Van Trijp et al., 1996).

pembelian individu yang telah lalu. Variety seeking menunjukkan bahwa konsumen mencari variasi selama atribut tertentu menandai suatu merek atau objek. Pembelian suatu merek akan menyebabkan kebosanan terhadap

Menurut Van Trijp et al., (1996) berdasarkan pada motivasi untuk beralih merek, variety seeking dibedakan

atribut yang dimiliki berkaitan dengan merek yang telah lalu. Konsekuensinya kemungkinan konsumen akan lebih

menjadi dua yaitu true variety seeking behavior (motivasi intrinsik) dan derived

sedikit dalam membeli produk dengan

atribut tertentu tersebut pada kesempatan pembelian berikutnya. Variety seeking merupakan bentuk ketidakterikatan

produk tersebut tidak terlalu beresiko bagi konsumen (Assael, 2001).

pilihan pada suatu item tertentu (Menon dan Kahn, 1995). Produk-produk pembeliannya bersifat rutin yang dan

VARIETY SEEKING DAN BRAND SWITCHING Menurut Raju (1980) variety seeking adalah perilaku yang tidak disebabkan oleh ketidakpuasan semata. Individu yang melakukan variety seeking tidak selalu disebabkan terhadap oleh merek

memiliki keterlibatan rendah dalam pengambilan keputusan pembelian perlu mempertimbangkan variety seeking.

Alasan yang mendasari hal tersebut adalah ketika konsumsi dilakukan secara berulang-ulang maka kemungkinan akan mengarah kebosanan pada kejenuhan atau

ketidakpuasan

sebelumnya. Perilaku variety seeking muncul pada saat konsumen merasa terpenuhi atau bosan pada karakteristik produk yang dikonsumsi sebelumnya. Perilaku variety seeking dapat

sehingga

konsumen

cenderung untuk melakukan variety seeking (Van Trijp et al., 1996;

disebabkan oleh kebosanan pada atribut produk (McAlister,1982). Individu berbeda dalam tingkat kebosanannya, individu yang memiliki kebutuhan untuk mencari variasi akan lebih mungkin untuk berperilaku variety seeking daripada individu yang memiliki

McAlister, 1982). Di samping itu, perilaku variety seeking jarang terjadi pada produk atau service yang memiliki tingkat keterlibatan tinggi (Van Trijp et al., 1996). Variety seeking hanya terjadi pada produk keterlibatan rendah dan

kebutuhan

mencari

variasi

rendah

intra individual dan perbedaan inter individual. Teori intra individual fokus pada sifat produk. Inman (2001) dalam studinya menggunakan teori sensory spesific dengan satiety perasaan. yang Hasil berhubungan penelitian

(Steenkamp dan Baumgartner, 1992). Menurut (2002) variasi Sivakumaran konsumen disebabkan dan Kannan

yang oleh

melakukan kebutuhan

mereka untuk variasi, konsumen dengan kebutuhan yang tinggi untuk variasi akan lebih mudah dalam mencari variasi lain. Konsumen yang mencari variasi diasumsikan tidak memperoleh manfaat apapun dari kebiasaan (pengulangan) pembelian yang dilakukan (Bawa, 1990). Variety Seeking merupakan bentuk

tersebut menemukan bahwa konsumen lebih menyukai variety seeking dalam produk yang berinteraksi dengan

perasaan (sense) mereka. Van Trijp et al., (1996) menguji pengaruh tingkatan karakteristik mengidentifikasi berpengaruh pada produk faktor perilaku dan yang variety

ketidakterikatan pilihan pada suatu item tertentu (Menon dan Kahn, 1995). Konsumen terkadang membuat pilihan yang bervariasi bahkan pada saat dimana satu alternatif pilihan yang mendominasi (Ratner, 2006). Terdapat beberapa teori yang diajukan untuk menjelaskan perilaku variety seeking yang dapat dilihat dari dua perspektif berbeda yaitu perbedaan

seeking yaitu keterlibatan, frekuensi pembelian, perbedaan merek yang

dipersepsikan, fitur hedonik, kekuatan preferensi dan histori pembelian. Teori yang menjelaskan tentang perbedaan inter individual antara lain yaitu Optimal Stimulation Level (OSL) (Menon dan Kahn, 1995; Steenkamp dan Baumgartner, 1992; Van Trijp et al.,

1996) dan Dynamic Attribute Satiation (DAS) (Chen dan Paliwoda, 2004). Kedua model tersebut dihubungkan

semua kemungkinan situasi dan dari waktu ke waktu (Menon dan Kahn, 1995). Menurut Chen dan Paliwoda (2004) berdasarkan pada konsep OSL maka setiap orang akan mengarah pada tingkatan ideal dari stimulus. Tingkatan stimulus ini ditentukan oleh hal-hal baru, kejutan, perubahan, ambiguitas, dan

dengan persoalan yang berbeda namun menggunakan dasar pemikiran yang sama yaitu konsumen merasa bosan atau terpenuhi tertentu (satiation) pada suatu dengan item atribut yang

mengarahkan mereka untuk mencari variasi pada item yang lain. Dasar hubungan teori antara OSL stimulasi adalah yang

kompleksitas, ketidakpastian

ketidaksesuaian yang

dihubungkan

dengan stimulus atau situasi. Pada saat stimulasi rendah (di bawah tingkatan optimal) individu merasa bosan dan berkeinginan stimulasi. Menurut McAlister (1982) model DAS menjelaskan bahwa konsumen yang merasa jenuh pada atribut dari alternatif pilihan akan memungkinkan konsumen tersebut lebih sedikit dalam melakukan pembelian kembali. Variety seeking pada atribut dilakukan untuk meningkatkan incongruity. Incongruity untuk meningkatkan

diperoleh dari lingkungan atau secara internal dan kecenderungan reaksi

individu untuk stimulasi sesuai fungsi U shaped dengan intermediate tingkatan stimulasi memuaskan yang diterima (Steenkamp sangat dan

Baumgartner, 1992). Tingkatan ideal dari stimulus menjelaskan sejumlah rangsangan yang disukai oleh konsumen secara umum, dari semua kemungkinan sumber internal dan eksternal di antara

adalah suatu keadaan dari berbagai ketidakselarasan, ketidakkonsistenan ketidakcocokan, atau kombinasi

karakteristik individu dalam mencari variasi dan karakteristik kategori produk. Brand switching merupakan pola pembelian yang ditunjukkan dengan perubahan atau pergantian dari satu merek ke merek yang lain. Disamping disebabkan oleh variety seeking, brand switching juga disebabkan oleh beberapa faktor lain, diantaranya yaitu harga, inconvinience, kegagalan pelayanan inti, kegagalan pelayanan encounter,

kesemuanya tersebut yang dirasakan oleh konsumen. Variety seeking dapat dibedakan menjadi dua yaitu true variety seeking behavior dan derived varied behavior (Van Trijp et al., 1996). True variety seeking behavior merupakan motivasi internal yaitu perilaku beralih

(switching) yang dilakukan hanya untuk mencari variasi dan disebabkan oleh faktor intrinsik, sedangkan derived

persaingan usaha dan persoalan etika (Keaveney, 1995). Hoyer dan Ridgway (1984) berpendapat bahwa keputusan konsumen untuk brand switching juga dipengaruhi oleh strategi keputusan, faktor situasional dan normatif, merek untuk

varied behavior merupakan motivasi eksternal yaitu lebih disebabkan karena faktor ekstrinsik. Menurut Van Trijp et al., (1996) variety seeking dapat

ketidakpuasan sebelumnya dan

terhadap strategi

diidentifikasi menjadi faktor penentu dalam brand switching. Brand switching yang terjadi karena variety seeking merupakan fungsi dari perbedaan

menyelesaikan masalah. Menurut (2001) Knox dan Walker tentang

dalam penelitiannya

peran loyalitas merek sebagai ukuran

utama dari keefektifan pemasaran merek dan ukuran parsial bahwa salah ekuitas variety merek seeking dari

demikian menyebabkan merek yang sama-membeli sekumpulan merek yang sama, disamping pengaruh situasi dan usaha pemasaran yang potensial perilaku Loyalitas

menemukan merupakan

satu

bentuk

beberapa tipe pembelian konsumen. Tipe pembelian konsumen yang lain adalah switcher, loyals dan habituals. Switchers terjadi pada produk dengan keterlibatan dan resiko yang rendah, sedangkan loyal terjadi pada produk dengan keterlibatan tinggi dan tingkat resiko sedang. Habit dapat didefinisikan sebagai perilaku berulang yang terjadi karena

menyebabkan (Taylor et

berubahnya al., sikap 2004).

merupakan terhadap

menguntungkan menghasilkan

merek

yang

pembelian merek secara konsisten dari waktu ke waktu (Assael, 2001).

Loyalitas muncul ketika sikap terhadap merek dinyatakan dalam perilaku

pembelian yang berulang (Anderson dan Srinivasan, 2003). Konsep loyalitas muncul pertama kali di tahun 1940an. Pada awalnya loyalitas diajukan sebagai konstruk uni-

keterbatasan atau tidak adanya pencarian informasi dan evaluasi alternatif yang dipilih (Assael, 2001).

VARIETY SEEKING DAN LOYALITAS PELANGGAN Loyalitas adalah kesanggupan untuk membeli kembali suatu produk/ jasa yang lebih disukai secara konsisten di masa yang akan datang, dengan

dimensional, yang dihubungkan dengan perspektif pengukuran yang digunakan oleh beberapa peneliti. Dua pemisahan konsep loyalitas ditingkatkan yaitu

preferensi merek yang mengarah pada attitudinal loyalty dan share of market

yang mengarah pada behavioral loyalty (Thiele, 2005). Menurut Thiele (2005) hampir 30 tahun setelah loyalitas muncul terlebih dahulu dalam literatur penelitian diajukan bahwa loyalitas menjadi lebih komplek dan menekankan pada

objek (misal: merek, toko, pelayanan atau perusahaan) ditunjukkan behavioral yang oleh atau

kecenderungan attitudinal

menguntungkan

terhadap objek tersebut (East et al., 2005). Menurut Thiele dan Mackay (2001) untuk mengukur loyalitas

attitudinal dan behavioral loyalty. Sejak saat itu konsep bi-dimensional

tersebut dapat dikelompokkan ke dalam behavioral loyalty. loyalty dan attitudinal

dikombinasikan dan mengarah pada composite loyalty. Definisi composite loyalty memperhatikan bahwa loyalitas seharusnya selalu menekankan pada perilaku menguntungkan, niat dan

Loyalitas menekankan pada

banyak dimensi dan dipelajari dengan menggunakan pendekatan behavioral, attitudinal behavioral dan composite. pada Definisi aspek

pembelian ulang. Sebelum tahun 1997 penelitian loyalitas mempertimbangkan tiga tipe loyalitas yang berbeda yaitu attitudinal loyalty, behavioral loyalty dan composite loyalty (Thiele, 2006). Terminologi loyalitas pelanggan dan loyalitas merek tidak berbeda dan dapat digunakan saling menggantikan (Darsono dan Junaedi, 2006; Thiele dan Mackay, 2001). Loyalitas terhadap suatu

didasarkan

perilaku pembelian ulang, frekuensi pembelian dan jumlah beralih merek. Sementara attitudinal dihubungkan

dengan sikap konsumen, preferensi dan disposisi terhadap merek (Day, 1969; Zins, 2001). Composite loyalty

menyatakan bahwa loyalitas sebagai kombinasi dari dimensi attitudinal dan behavioral (Day, 1969; Zins, 2001).

Pengukuran loyalitas mengarah pada beberapa hal yaitu pembelian ulang, preferensi, komitmen, ingatan (retention) dan kesetiaan. Terdapat tiga perspektif konseptual yang digunakan untuk mendefinisikan loyalitas

adalah kecenderungan konsumen ke arah suatu merek sebagai fungsi dari psikologis. Loyalitas ini meliputi pilihan dan komitmen pada suatu merek (Fitzgibbon dan White, 2005). Konsep attitudinal bahwa loyalty konsumen

pelanggan yaitu (Dimitriades, 2006): 1. Perspektif perspective). merupakan perilaku (behavioral perilaku pembelian,

menyimpulkan

terlibat dalam penyelesaian masalah perilaku keterlibatan merek yang luas dan perbandingan atribut,

Perspektif loyalitas

meneliti tentang perilaku pembelian ulang dan didasarkan pada sejarah pembelian pelanggan. Perspektif ini menekankan pada pembelian yang telah lalu daripada pembelian yang akan datang. Menurut Fitzgibbon dan White (2005) behavioral loyalty terjadi ketika konsumen membeli ulang produk atau service, tetapi tidak perlu memiliki sikap yang menguntungkan terhadap merek. 2. Perspektif perspective). sikap (attitudinal loyalty

mengarah pada preferensi merek yang kuat (Bennett dan Thiele, 2002). 3. Kombinasi (composite perspective). Perspektif definisi ini mengkombinasikan dan

loyalitas attitudinal

behavioral. Konsep kombinasi loyalitas dan sebagai attitude.

behavioral

Loyalitas sebagai kombinasi relative attitude dan behavioral loyalty dapat dibagi ke dalam empat kategori yaitu

Attitudinal

meliputi

(Dick

dan

Basu

dalam

penentuan informasi atau kepercayaan merek), 2) fase affective (sikap 3)

Huddleston et al., 2004): 1. No loyalty (tidak loyal) merupakan kombinasi relative attitude yang rendah dan tidak ada loyalitas. 2. Spurious loyalty terjadi pada saat

menguntungkan terhadap merek), fase conative (pelanggan

memiliki

komitmen yang kuat untuk memiliki niat melakukan menghindari pembelian setiap kembali bujukan dan dari

loyalitas

tidak

di

dukung

oleh alternatif lain) dan 4) action (realisasi

attitudinal. Konsep ini untuk kasus niat membeli kembali). pembelian ulang tanpa sikap yang kuat. 3. Latent loyalty terjadi pada saat digunakan relative attitude tinggi dan loyalitas kecenderungan konsumen yang loyal rendah atau tidak ada sama sekali. yaitu: 4. Loyalitas merupakan hasil dari 1. Konsumen relative attitude yang kuat dan merek cenderung lebih percaya diri loyalitas yang tinggi. terhadap pilihannya. Loyalitas terbentuk melalui 2. Konsumen langkah-langkah yang hirarkis. Menurut merek juga lebih mungkin loyal McMullan dan Gilmore (2003) terdapat terhadap toko. empat langkah dalam mengembangkan loyalitas cognitive pelanggan yaitu 1) fase 3. Konsumen yang loyal lebih yang loyal terhadap yang loyal terhadap untuk menunjukkan Menurut Assael (2001) terdapat beberapa karakteristik yang dapat

(berhubungan

dengan

memungkinkan merasakan tingkat

10

rentang yang lebih tinggi dalam pembeliannya. 4. Kelompok konsumen yang minoritas cenderung merek. SIMPULAN lebih loyal terhadap

konsumen dalam proses pembelian dan tingkat resiko juga rendah, seperti rumah makan, sabun mandi, shampoo, dan pasta gigi. Implikasi bagi pemasar sebaiknya membiarkan konsumen

memilih. Pemasar yang baik seharusnya menawarkan Pilihan terhadap produk yang konsumen, bukan menjual produk dan berulang akan mengurangi stimulus memaksa konsumen untuk membelinya. potensial konsumen dalam melakukan pembelian karena pilihan tidak lagi baru DAFTAR PUSTAKA atau komplek bagi konsumen. Hal ini mengarah pada persepsi kebosanan dan konsumen akan berusaha untuk Andaleeb, S.S. and Conway, C. (2006), Customer Satisfaction in The Restaurant Industry: An Examination of the TransactionSpecific Model, Journal of Services Marketing, Vol. 20, No. 1, pp. 3-11. Assael, berbeda. Beralihnya pada merek lain merupakan hasil dari kebutuhan H. (2001), Consumer Behaviour & Marketing Action, 6thed. Singapore: Thompson Learning. alternatif pilihan bagi

meningkatkan stimulus dengan beralih pada beberapa pilihan produk yang

konsumen untuk mengurangi kebosanan atau kebutuhan untuk stimulus sensorik dengan mencari variasi. Produk-produk yang rentan dengan variety seeking adalah produk-produk yang mempunyai tingkat keterlibatan rendah bagi

Aydin, S., Ozer, Gokhan and Omer, A. (2005), Customer Loyalty and The Effect of Switching Costs as A Moderator Variable. Vol. 23, No. 1, pp. 89-103.

Bawa, K. (1990), Modeling Inertia and Variety Seeking Tendencies in Brand Choice Behavior,

11

Marketing Science, Vol. 9, No. 3, pp. 263-278. Chen, J. and Paliwoda, S. (2004), The Influence of Company Name in Consumer Variety Seeking, Brand Management, Vol. 11, No. 3, pp. 219-231. Chintagunta, P.K. (1998), Inertia and Variety Seeking in a Model of Brand Purchase Timing, Marketing Science, Vol. 17, No. 3, pp. 253-270. East, R., Gendall, P., Hammond, K. and Lomax, W. (2005), Consumer Loyalty: Singular, Additive or Interactive, Australasian Marketing Journal, Vol. 13, No. 2, pp.10-26. Evans, G. (2002), Measuring and Managing Customer Value, Work Study, Vol. 51, No. 3, pp.134-139. Fitzgibbon, C. and White, L. (2005), The Role of Attitudinal Loyalty in The Development of Customer Relationship Management Strategy Within Service Firms, Journal of Financial Service Marketing, Vol. 9, No. 3, pp. 214-230. Fornell, C. (1992), A National Customer Satisfaction Barometer: The Swedish Experience, Journal of Marketing, Vol. 56, pp. 6-21. Fornell, C., Johnson, M.D., Anderson, E.W., Cha, J. and Bryant, B.E. (1996), The American Customer Satisfaction Index: Nature,

Purpose, and Findings, Journal of Marketing, Vol. 60, No. 4, pp. 7-18. Huddleston, P., Whipple, J. and VanAuken, A. (2004), Food Store Loyalty: Application of A Consumer Loyalty Framework, Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing, Vol.12, No. 3, pp. 213-230. Inman, J.J. (2001), The Role of Sensory-Spesific Satiety in Attribute-Level Variety Seeking, Journal of Consumer Research, Vol. 28, pp. 105-120. Iwasaki, Y., and Havitz, M.E. (2004), Examining Relationships Between Leisure Involvement, Psychological Commitment and Loyalty to a Recreation Agency, Journal of Leisure Research, Vol. 36, No. 1, pp. 45-72. Jensen, J.M and Hansen, T. (2006), An Empirical Examination of Brand Loyalty, Journal of Product and Brand Management, Vol. 15, No.7, pp. 442-449. Johnson, M.D., Herrmann, A. and Huber, F. (2006), The Evolution of Loyalty Intentions, Journal of Marketing, Vol. 70, pp. 122132. Joseph Yu, C.M., Wu, L.Y., Chiao, Y.C. and Tai, H.S. (2005), Perceived Quality, Customer Satisfaction, and Customer Loyalty: The Case of Lexus in Taiwan, Total Quality Management, Vol. 16, No. 6, pp. 707-719. 12

Kantamneni, S.P. and Coulson, K.R. (1996), Measuring Perceived Value: Scale Development and Research Findings From Consumer Survey, The Journal of Marketing Management, Vol. 6, No. 2, pp. 72-86. Keaveney, M.S. (1995), Switching Behavior Industries: An Study, Journal of Vol. 59, pp. 71-82. Consumer in Service Exploratory Marketing,

Loyalty-An Integrative Research of Financial Services Industry in Taiwan, Journal of Services Research, Vol. 4, No. 1, pp. 5791. Luarn, P. and Lin, H.S. (2003), A Customer Loyalty Model For EService Context, Journal of Electronic Commerce Research, Vol. 4, No. 4, pp. 156-167. McAlister, L. (1982), A Dynamic Attribute Satiation Model of Variety Seeking Behavior, Journal of Consumer Reearch, Vol. 9, pp. 141-150. McMullan, R. and Gilmore, A. (2003), The Conceptual Development of Customer Loyalty Measurement: A Proposed Scale, Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing, Vol. 11, No. 3, pp. 230-243. Menon, S. and Kahn, B.E. (1995), The Impact of Context on Variety Seeking in Product Choices, Journal of Consumer Research, Vol. 22, pp. 285-295. Pura, Minna (2005), Linking Perceived Value and Loyalty in LocationBased Mobile Services, Managing Service Quality, Vol. 15, No. 6, pp. 509-538. Raju, P.S. (1980), Optimum Stimulation Level: Its Relationship to Personality, Demographic, and Exploratory Behavior, Journal of Consumer Research, Vol. 12, No. 7, pp. 272-281. 13

Keiningham, T.L., Aksoy, L., Andreassen, T.W., Bruce, C. and Barry, J.W. (2006), Call Center Satisfaction and Customer Retention in a Co-Branded Service Context, Managing Service Quality, Vol. 16, No. 3, pp. 269-289. Kotler, P. and K. Keller (2006), Marketing Management, 12 th ed. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education, Inc.

Lai, T.L. (2004), Service Quality and Perceived Values Impact on Satisfaction, Intention and Usage of Short Message Service (SMS), Information System Frontiers, Vol. 6, No. 4, pp. 353368. Lewis, B.R. and Soureli, M. (2006), The Antecedents of Consumer Loyalty in Retail Banking, Journal of Consumer Behavior, Vol. 5, pp. 15-31. Liang C.J. and Wang W.H. (2004), Attributes, Benefits, Customer Satisfaction and Behavioral

Ratner, R.R (2006), A Variety Of Explanations for Variety Seeking Behaviors: Physiological Needs, Memory Processe, and Primed Rules, Advances in Consumer Research, Vol. 33, pp. 529-531. Rauyruen, P. and Miller, K.E. (2007), Relationship Quality as A Predictor of B2B Customer Loyalty, Journal of Business Research, Vol. 60, pp. 21-31. Roehm, J.R., Harper, A. and Roehm, M.L. (2005), Revisiting The Effect of Positive Mood on Variety Seeking, Journal of Consumer Research, Vol. 32, pp. 330-336. Roig, J.C.F., Garcia J.S., Tena, M.A.M. and Monzonis, J.L. (2006), Customer Perceived Value in Banking Services, International Journal of Bank Marketing, Vol. 24. No. 5, pp 266-283. Sivakumaran, B. and Kannan, P. K. (2002), Consideration Sets Under Variety Seeking Conditions: An Experimental Investigation, Advances in Consumer Research, Vol. 29, pp. 209-210. Taylor, S.A., Celuch, K. and Stephen G. (2004), The Importance of Brand Equity To Customer Loyalty, Journal of Product and

Brand Management, Vol. 13, No.4, pp. 217-227. Thiele, S.R. (2005), Exploring Loyal Qualities: Assesing SurveyBased Loyalty Measures, Journal of Services Marketing, Vol.19, No. 7, pp. 492-500. Thiele, S.R. and Mackay, M.M. (2001), Assesing the Performance of Brand Loyalty Measures, Journal of Services Marketing, Vol. 15, No. 7, pp. 529-546. Van Trijp, H.C.M., W.D. Hoyer and J.J. Inman (1996), Why Switch? Product Category-Level Explanations For True Variety Seeking Behavior, Journal of Marketing Research, Vol.XXXIII, August, pp.281292. Yu, T.T.and Dean, A. (2001), The Contribution of Emotional Satisfaction To Consumer Loyalty, International Journal of Service Industry Management, Vol. 12, No. 3, pp. 234-250. Zins, A.H. (2001), Relatives Attitudes and Commitment in Customer Loyalty Models-Some Experiences in The Commercial Airline Industry, International Journal of Service Industry Management, Vol. 12, No. 3, pp. 269-294.

14

Anda mungkin juga menyukai