Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIKUM VII GENETIKA Topik Tujuan : Persilangan Monohibrid dan Persilangan Dihibrid : Untuk membuktikan hukum Mendel (rasio

fenotif dan rasio genotif yang dihasilkan) Hari / tanggal : Rabu, 23 Desember 2009 Tempat : Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin

I.

ALAT DAN BAHAN Alat : 1. 2. 3. Kotak tempat kancing genetik (ember kecil) Kertas Pulpen

Bahan : Kancing genetik berwarna merah, hijau, putih, dan kuning

II.

CARA KERJA A. Persilangan Monohibrid 1. Menyiapkan 25 kancing merah dan 25 kancing putih yang bertanda (berlubang/betina) ke dalam ember kecil. 2. Menyiapkan 25 kancing merah dan 25 kancing putih yang bertanda (bertombol/jantan) ke dalam ember kecil. 3. Mengocok dan mencampurkan kedua macam gamet tadi (merah dan putih) jantan maupun betina pada masing-masing ember kecil. 4. Mengaduk sampai seluruh kancing benar-benar tercampur pada masing-masing ember kecil. 5. Mengambil kancing pada masing-masing ember kecil tersebut tanpa melihat dengan mata (secara acak) kemudian

memasangkannya satu persatu. 6. Mencatat hasil perbandingan ke dalam tabel. 7. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya.

175

B. Persilangan Dihibrid 1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan berupa kancing sebanyak 200 biji terdiri dari : 25 merah jantan dan 25 putih jantan (ember kecil 1). 25 kuning jantan dan 25 hijau jantan (ember kecil 2). 25 merah betina dan 25 putih betina (ember kecil 3). 25 kuning betina dan 25 hijau betina (ember kecil 4). Merah = bulat, putih = keriput.

2. Memasangkan masing-masing kancing sesuai ketentuan: B = bulat, b = keriput, K= kuning, dan k = hijau. 3. Memasukkan masing-masing ke dalam ember kecil dan

mengaduknya hingga rata. 4. Mengambil secara acak sepasang-sepasang dari ember kecil I dengan ember kecil III memasangkan bersamaan dengan ember kecil II dan ember kecil IV. 5. Meletakkan 2 pasang kancing yang masing-masing sudah memberi nama sesuai ketentuan. 6. Mencatat hasil persilangan kedalam tabel dari kancing yang sudah diambil. 7. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya.

III.

TEORI DASAR Salah satu aspek yang penting pada organisme hidup adalah kemampuannya untuk melakukan reproduksi dan dengan demikian dapat melestarikan jenisnya. Pada organisme yang berbiak secara seksual, individu baru adalah hasil kombinasi informasi genetis yang

disumbangkan oleh 2 gamet yang berbeda yang berasal dari kedua parentalnya. Mendel adalah seorang yang genius dan telah berhasil dalam percobaan-percobaannya pada bidang hibridasi. Mendel telah berhasil menyusun beberapa postulatnya, sebagai berikut : 176

a. Sifat materai herediter berupa benda atau partikel & bukan berupa cairan/homurai. b. Sifat tersebut berpasangan. c. Sifat yang tertutup dapat muncul kembali, artinya sifat yang resesif akan terlihat ekspresinya dalam keadaan yang tertentu. Mendel mempunyai suatu hukum yaitu hukum segregasi : sifat materai herediter (genetisnya) alel yang bersegregasi satu & yang lainnya akan nampak dalam bentuk gamet. Dan hukum Independerae Assortment segregasi dari sepasang alel tersebut bebas dalam hal penggabungannya kemudian kembali. Syarat-syarat hukum mendel : Survival gamet sama, Survival zygote sama & Survival embrio/anak sama. 1. Persilangan Monohibrid Dalam hukum mendel I yang dikenal dengan The Law of Segretation of Allelic Genes atau Hukum Pemisahan Gen yang Sealel dinyatakan bahwa dalam pembentukan gamet, pasangan alel akan memisah secara bebas. Peristiwa pemisahan ini terlihat ketika pembetukan gamet individu yang memiliki genotif heterozigot, sehingga tiap gamet mengandung salah satu alel tersebut. Dalam ini disebut juga hukum segregasi yang berdasarkan percobaan persilangan dua individu yang mempunyai satu karakter yang berbeda.

Berdasarkan hal ini, persilangan dengan satu sifat beda akan menghasilkan perbandingan fenotif 12, yaitu ekspresi gen dominan: resesif = 3 : 1. Namun kadang-kadang individu hasil perkawinan tidak didominasi oleh salah satu induknya. Dengan kata lain, sifat dominasi tidak muncul secara penuh. Peristiwa ini menunjukkan adanya sifat intermedier. Dalam membicarakan satu sifat tertentu, hanya

menggambarkan pasangan kromosom dengan gen yang bersangkutan saja, bukan berarti bahwa kromosom-kromosom dari gen-gen yang lain tidak ada dalam sel itu. Ada sifat yang disebut dominan, yaitu

177

apabila kehadiran gen yang mengatasi sifat ini menutupi ekspresi gen lain yaitu resesif, sehingga sifat yang terakhir ini tidak tampak. Dalam percobaan Mendel menggunakan tanaman ercis untuk melihat adanya perbedaan dalam ukuran pohon, misalnya adanya variasi tinggi yaitu 0,45 m-1,00 m. Sifat-sifat tersebut memperlihatkan perbedaan yang kontras sehingga mudah untuk mengamatinya. Persilangan antara yang jantan dan betina pada ercis bersegregasi sehingga ratio fenotifnya adalah tinggi, sedangkan keturunan keduanya F2 akan memisah dengan perbandingan fenotif yang tinggi : pendek = 3 : 1. Sedangkan ratio genotifnya adalah TT : Tt : tt = 1 : 2 : 1 (satu tumbuhan homozigot, dua tumbuhan ercis heterozigot dan satu tumbuhan ercis pendek). Rata-rata didapat perbandingan rasio (tinggi dengan rendah) adalah 3 : 1, sedangkan genotifnya adalah 1 : 2 : 1. 2. Persilangan Dihibrid Dalam hukum mendel II atau dikenal dengan The Law of Independent assortmen of genes atau Hukum Pengelompokan Gen Secara Bebas dinyatakan bahwa selama pembentukan gamet, gen-gen sealel akan memisah secara bebas dan mengelompok dengan gen lain yang bukan alelnya. Pembuktian hukum ini dipakai pada dihibrid atau polihibrid, yaitu persilangan dari 2 individu yang memiliki satu atau lebih karakter yang berbeda. Monohibrid adalah hibrid dengan 1 sifat beda, dan Dihibrid adalah hibrid dengan 2 sifat beda. Fenotif adalah penampakan/perbedaan sifat dari suatu individu tergantung dari susunan genetiknya yang dinyatakan dengan kata-kata (misalnya mengenai ukuran, warna, bentuk, rasa, dsb). Genotif adalah susunan atau konstitusi genetik dari suatu inidividu yang ada hubungannya dengan fenotif; biasanya dinyatakan dengan simbol/tanda huruf pertama dari fenotif. Oleh karena individu itu bersifat diploid, maka genotif dinyatakan dengan huruf dobel, misalnya AA, Aa, aa, AABB, dsb. Berdasarkan hukum mendel II, persilangan dihibrid,

menghasilkan perbandingan fenotif F2, yaitu 9 : 3 : 1.

178

IV.

HASIL PENGAMATAN A. Persilangan Monohibrid No. 1 2 3 Fenotif Merah-Merah Merah-putih Putih-Putih JUMLAH Rasio Genotif = MM : Mm : mm 12 : 26 :12 1 :2,16 :1 Genotif MM Mm mm Tabulasi IIIII IIIII IIIII IIIII IIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII Jumlah 12 26 12 50

Rasio Fenotif = MM+Mm = mm 38 = 12 3,16 = 1 B. Persilangan Dihibrid No 1 Fenotif Bulat - Kuning Genotif BBKK BbKK BBKk BbKk 2 Bulat- Hijau BBkk Bbkk 3 Keriput - Kuning bbKK bbKk 4 Keriput - Hijau JUMLAH Rasio Fenotifnya : BBKK : BbKK : BBKk : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk 5 : 6 : 7 : 9 : 5 : 1 : 6 : 11 : 5 bbkk Tabulasi IIIII IIIII I IIIII II IIIII IIII IIIII I I IIIII IIIII I IIIII Jumlah 5 6 7 9 5 1 6 11 5 50

179

Rasio Fenotif : Bulat Kuning 27 9 : Bulat Hijau : Keriput Kuning : Keriput Hijau : : 6 2 : : 12 4 : : 5 1,67

V.

ANALISIS DATA 1. Persilangan Monohibrid Pada persilangan ini berlaku hukum mendel I yang menyatakan bahwa ketika berlangsung pembentukan gamet pada individu heterozigot terjadi perpisahan alel secara bebas sehingga setiap gamet hanya menerima sebuah gen saja. Oleh karena itu, setiap gamet mengandung salah satu alel yang dikandung sel induknya. Peristiwa ini dikenal dengan Persilangan Monohibrid yang dikenal pula dengan hukum segregasi. Persilangan ini menggunakan satu sifat beda. Dengan menggunakan kancing genetik warna merah

dilambangkan dengan (M) dan warna putih dilambangkan dengan (m), pada keturunan satu (F1) perkawinan dari keduanya merupakan gabungan dari kedua gen (Bb) yang dalam fenotifnya bentuk tetap bulat (percampuran kancing merah dan kancing putih). Sedangkan pada keturunan F2 mulai tampak berlakunya hukum segregasi yaitu pemisahan secara bebas gen sealel. Pada percobaan ini, persilangan antara keturunan F1 didapatkan perbandingan genotifnya dari MM : Mm : bb adalah 15 : 20 : 15 sehingga perbandingan fenotifnya adalah 35 : 15. kedua perbandingan ini tidak sesuai dengan hukum Mendel I atau hukum segregasi dimana pada persilangan antar keturunan F1 tampak bahwa perbandingan hasil perkawinan antar faktor dominan dan resesif pada genotifnya adalah 1 : 2 : 1 dan perbandingan fenotifnya adalah 3 : 1. Jadi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, di dapatkan hasil persilangan dengan perbandingan yaitu sebagai berikut:

180

Rasio Genotifnya = MM : Mm : mm 15 : 20 : 15 Rasio Fenotifnya = Merah : Putih 35 : 15 2:1 1:1:1

Genotif (MM) ini merupakan hasil interaksi dari dua faktor dominan yang berdiri sendiri-sendiri, sedangkan genotif (mm) merupakan hasil dari interaksi dua faktor resesif. Dan (M) digunakan untuk menandakan warna merah dan (m) untuk menandakan warna putih. Berdsarkan percobaan yang dilakukan mengenai hukum Mendel I atau persilangan monohibrid yang diambil secara acak berdasarkan data di atas jelas tidak sesuai dengan hukum Mendel. Padahal kalau kita menuliskan persilangannya juga akan sesuai dengan hukum Mendel tersebut, yaitu: P : MM (Merah) F1 : : Mm (Merah) >< Mm (Merah) F1>< F1 >< Meiosis Gamet F2 : M M MM (Merah) Mm (Merah) Mm (Merah) Mm (Putih) M m : M,m M,m Mm (Merah) mm (Putih)

Rasio Genotif : MM : Mm : mm Rasio Fenotif : Merah : Putih 1: 2 : 1 3 : 1

181

Pada persilangan monohibrid di atas diperoleh semua F1 homozigot berwarna merah, kemudian dilakukan persilangan antar keturunan F1 untuk mendapatkan F2 yang kemudian memperlihatkan perbandingan fenotif 3 merah : 1 putih, sedangkan perbandingan genotif 1 MM : 2 Mm : 1mm. Sifat dominan merah pada persilangan di atas menutupi sifat resesif putih secara penuh karena pada genotif Mm sifat yang muncul adalah merah. Perhitungan persilangan di atas sesuai dengan hukum Mendel. Adanya ketidaksesuaian pada percobaan ini dalam hal perbandingan yang terdapat pada percobaan dengan perhitungan pada hukum Mendel I di atas. Jadi dapat disimpulkan kalau terjadi ketidaktepatan dalam praktikum ini. Secara umum kesalahan terjadi karena pada saat pengambilan secara acak dan memasangkan kancing genetik terjadi kesalahan disebabkan oleh kurangnya ketelitian dalam pencatatan hasil persilangan, terjadi pengambilan kancing yang lebih atau kurang di dalam ember, dan kurang kompaknya para paraktikan dalam mengambil kancing, menyebutkan, dan mencatatnya sehingga terdapat perbedaan rasio fenotif dan rasio genotifnya dengan hukum Mendel.

2. Persilangan Dihibrid Hukum Mendel II dikenal pula dengan hukum asortasi atau hukum berpasangan secara bebas. Menurut hukum ini, setiap gen/sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen atau sifat lain. Meskipun demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat lain yang bukan termasuk alelnya. Hukum Mendel II ini dapat dijelaskan melalui persilangan dihibrid, yaitu persilangan dengan dua sifat beda, dengan dua alel berbeda dan memiliki perbandingan : 3 : 1. Pada percobaan yang dilakukan dengan persilangan dihibrid dengan menggunakan 2 sifat beda yaitu kancing genetik warna merah 9:3

182

dengan gamet (BB) bersifat dominan bulat terhadap kancing genetik warna putih, dan yang bersifat resesif keriput dengan gamet (bb). Serta dengan kancing genetik warna kuning dengan gamet (KK) yang bersifat dominan warna kuning terhadap warna hijau resesif dengan gamet (kk). Pada parentalnya memiliki sifat fenotif bentuk bulat berwarna kuning (BBKK) yang dominan terhadap parental lainnya yang memiliki fenotif bentuk keriput berwarna hijau (bbkk). Diagram persilangannya sebagai berikut : P : BBKK (Bulat Kuning) F1 : : BbKk >< bbkk (Keriput Hijau)

BbKk (Bulat Kuning) BbKk (Bulat Kuning)

F1>< F1

><

(Bualat Kuning) Gamet F2 : BK Bk bK Bk Rasio Genotif : BK BBKK BBKk BbKK BbKk : BK, Bk, bK, bk

Bk BBKk BBkk BbKk Bbkk

bK BbKK BbKk bbKK bbKk

bk BbKk Bbkk bbKk bbkk

BBKK : BbKK : BBKk : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk 1 : 2 : 2 : 4 : 1 : 2 : 1 : 2 : 1

Rasio Fenotif : Bulat Kuning 9 Pada : Bulat Hijau : Keriput Kuning : Keriput Hijau : 3 : 3 : secara 1 teoritis akan

persilangan

pertama

mengekspresikan sifat dominan yaitu kuning bulat yang heterozigot. Hibrid ini kemudian disilangkan dengan sesamanya dan menghasilkan

183

empat macam gamet yaitu : BK, Bk, bK, bk dalam perbandingan yang sama. Setelah disilangkan antara keturunan pertama dalam percobaan menghasilkan 100 individu yang memiliki 9 macam bentuk variasi gamet yaitu : BBKK, BBKk, BbKK, BbKk, BBkk, Bbkk, bbKK, bbKk, dan bbkk atau variasi genotifnya. Sedangkan fenotifnya terdapat 4 macam variasi yaitu : bulat kuning, keriput kuning, bulat hijau dan keriput hijau. Secara teoritis perbandingan fenotif adalah 9 : 3 : 3 :1 sehingga sesuai dengan hukum mendel II (hukum Asortasi) bahwa pasangan gen pada hasil persilangan akan berpisah kedalam gametgamet secara bebas dan tidak bergantung antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di dapatkan hasil persilangan dengan perbandingan sebagai berikut Rasio Genotif : BBKK : BbKK : BBKk : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk 3 : 3 : 10 : 9 : 2 : 8 : 6 : 7 : 2 Rasio Fenotif : Bulat Kuning 25 13 : Bulat Hijau : Keriput Kuning : Keriput Hijau : : 10 5 : : 13 7 : : 2 1

Beberapa percobaan persilangan dengan dua sifat beda atau lebih terkadang menghasilkan keturunan yang tidak sesuai dengan hukum Mendel. Pada percobaan yang telah dilakukan, dengan menyilangkan (bulat+keriput) kancing dan genetik yang mewakili bentuknya hasil

warnanya

(kuning+hijau),

didapat

perbandingan fenotifnya 25 : 10 : 13 : 2. Munculnya penyimpangan yang terjadi pada percobaan tersebut terjadi karena kurang teliti melakukan pengambilan kancing dan memasangkannnya disebabkan oleh kurangnya ketelitian dalam pencatatan hasil persilangan, terjadi pengambilan kancing yang lebih atau kurang di dalam ember, dan kurang kompaknya para paraktikan dalam mengambil, menyebutkan,

184

dan mencatatnya sehingga percobaan yang dilakukan tidak sesuai dengan rasio yang diinginkan pada hukum Mendel.

VI.

KESIMPULAN 1. Monohibrid adalah persilangan dari 2 individu yang memiliki 1 sifat beda, dan Dihibrid adalah persilangan dari 2 individu yang memiliki 2 sifat beda 2. Dalam hukum Mendel I dinyatakan dalam pembentukan gamet pada individu heterozigot, pasangan alel akan memisah secara bebas sehingga setiap gamet hanya menerima sebuah gen saja, dan dalam hukum Mendel II dinyatakan bahwa dalam pembentukan gamet, gengen sealel akan memisah secara bebas dan mengelompok dengan gen lain yang bukan alelnya, tidak berpengaruh pada gen untuk sifat lain yang bukan termasuk alelnya dan tanpa tergantung antara satu sifat dengan yang lainnya. 3. Nilai Rasio genotif dan fenotif yang diinginkan dalam persilangan monohibrid, yaitu untuk rasio genotif 1 : 2 : 1 dan rasio fenotif 3 : 1. Sedangkan nilai Rasio fenotif untuk persilangan dihibrid yang diinginkan adalah 9 : 3 : 3 : 1 menghasilkan 9 bentuk variasi gamet.

185

VII.

DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Siti Wahidah dan Noorhidayati. 2008. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Jurusan PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin. Kimball, J.W. 1992. Biologi Jilid 1. Erlangga : Jakarta. Noorhadi, Bambang. 1984. Genetika Dasar. Armico. Bandung. Suryo. 1992. Genetika Strata. Yogyakarta : UGM Press. Suryo. 1994. Genetika. Depdikbud : Jakarta. Wildan, Yatim. 1986. Genetika. Tarsitu : Bandung.

186

Anda mungkin juga menyukai