(aq) CrO
4
2-
(aq) + H
2
O (l) .........................(2.11)
kuning
Dalam larutan asam antara pH 2-6 terbentuk ion HCrO
4
-
dan ion Cr
2
O
7
2-
dalam kesetimbangan membentuk warna merah-jingga menurut persamaan reaksi
berikut (Cotton dan Wilkinson, 1989):
CrO
4
2-
(aq) + H
2
O (l) HCrO
4
-
(aq) + OH
(aq) ....................(2.12)
kuning merah orange
2CrO
4
2-
(aq) + H
+
(l) Cr
2
O
7
2-
(aq) + OH
(aq) ....................(2.13)
kuning merah orange
sehingga dalam kondisi asam Cr
2
O
7
2-
lebih dominan dan dalam suasana basa
CrO
4
2-
menjadi lebih dominan. Dalam larutan asam kuat dikromat direduksi
menjadi kromium Cr(III) yang berwarna hijau. Reaksinya sebagai berikut
(Sugiyarto, 2003):
Cr
2
O
7
2-
+ 14H
+
+ 6e 2Cr
3+
+ 7H
2
O .................................(2.14)
hijau
26
Spesies utama akuatik Cr(VI) adalah HCrO
4
-
, CrO
4
2-
, dan Cr
2
O
7
2-
. Pada
pH dibawah 1 spesies yang utama adalah H
2
CrO
4
(Cotton dan Wilkinson, 1989).
Pada pH lebih besar dari 6,5 kadar kromat (CrO
4
2-
) lebih dominan sedangkan
HCrO
4
-
mendominasi pada rentang pH lebih kecil dari 6,5. Pembentukan dikromat
(Cr
2
O
7
2-
) berlangsung pada kondisi asam dengan adanya konsentrasi Cr(VI) yang
tinggi (Mardiana, 1998).
Kromium banyak digunakan secara luas sebagai penyepuhan, penyamakan
kulit, pelapis kromat dan pelapis logam (Malkoc, 2006). Krom merupakan bahan
berbahaya yang banyak dijumpai dalam bentuk oksida Cr(III) dan Cr(VI). Di
dalam bahan alam, kromium berada dalam bentuk senyawa bervalensi tiga,
sedangkan kromium bervalensi enam sukar dijumpai di alam karena merupakan
oksidator yang sangat kuat. Kromium valensi tiga memiliki sifat racun yang lebih
rendah dibanding valensi enam. Logam krom memiliki toksisitas yang tinggi dan
bersifat karsinogenik. Konsentrasi Cr(VI) yang diizinkan di dalam air minum
adalah 0.05 mg L-1 (Sawitri dan Sutrisno, 2006).
2.7 Spektroskopi Ultra Violet dan Tampak (UV-VIS)
Spektroskopi UV-VIS berkaitan dengan proses transisi elektron dalam
molekul. Informasi yang didapat cenderung untuk molekul keseluruhan bukan
bagian-bagian molekulnya (Khopkar, 2003). Spektrofotometer UV-VIS
digunakan untuk penentuan konsentrasi senyawa-senyawa yang dapat menyerap
radiasi pada daerah ultraviolet (200 400 nm) atau daerah visibel (400 800 nm)
(Sastrohamidjojo, 1991).
27
Metode spektrofotometri untuk analisis kuantitatif suatu senyawa
didasarkan pada pengukuran terjadinya serapan radiasi elektromagnetik oleh
molekul pada panjang gelombang yang spesifik. Hubungan antar panjang jalan
medium yang dilewati oleh intensitas cahaya dan hubungan antar serapan radiasi
dengan konsentrasi dikenal dengan Hukum Lambert-Beer, yaitu (Vogel, 1990):
A = . b . c atau A = a . b . c .......................................................................(2.15)
Dimana : A = Absorbansi
= Absorptivitas molar (mol/L)
a = Absorptivitas (gr/L)
b = Tebal kuvet (nm)
c = Konsentrasi (ppm)
Absorpsivitas molar () dan absorpsivitas (a) adalah suatu konstanta dan
nilainya spesifik untuk jenis zat dan panjang gelombang tertentu, sedangkan tebal
media (sel) dalam prakteknya tetap. Dengan demikian absorbansi suatu spesies
akan merupakan fungsi linier dari konsentrasi, sehingga dengan mengukur
absorbansi suatu spesies konsentrasinya dapat ditentukan dengan
membandingkannya dengan konsentrasi larutan standar (Azis, 2007).
Analisa kuantitatif Cr(VI) dilakukan dengan cara spektrofotometer
menggunakan pereaksi difenilkarbazida sebagai reagen pengkompleks. Tahapan
yang dilakukan adalah larutan sampel diasamkan menggunakan H
2
SO
4
encer
kemudian ditambahkan reagen difenilkarbazida yang menghasilkan kompleks
28
warna merah tua apabila konsentrasi kromium tinggi dan menghasilkan kompleks
warna lembayung (ungu) apabila konsentrasi kromium rendah (Vogel, 1990).
Pada saat reaksi kromat direduksi menjadi Cr(II) dan kemudian terbentuk
menjadi difenilkarbazon, hasil reaksi yang terjadi menghasilkan kompleks dengan
warna yang khas. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (Vogel, 1990):
C
NH-NH-C
6
H
5
NH-NH-C
6
H
5
O
+ CrO
4
2-
C
N
O
Cr
2+
+ 4H
2
O
NC
6
H
5
+
difenilkarbazida
difenilkarbazin
NC
6
H
5
N
C
N
O
Cr
2+
NC
6
H
5
+
difenilkarbazin
NC
6
H
5
N
C
N
O
N
difenilkarbazon (lembayung)
N N C
6
H
5
C
6
H
5
Cr
2+
Gambar 2.10 Reaksi Kompleks Difenilkarbazida (Vogel, 1990)
Penelitian yang menggunakan spektrofotometer untuk menganalisis
Cr(VI) diantaranya adalah Alveira (2006), Ningsih (2006) dan Warmi (2006).
Tahapan analisis yang digunakan adalah larutan stok kromium(VI) dalam gelas
beaker ditambah H
2
SO
4
0,1 M sampai pH 1, kemudian ditambahkan
difenilkarbazida 0,5 % sebanyak 2 mL. Dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Larutan didiamkan selama 5-10 menit agar terbentuk kompleks warna lembayung.
Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.
29
2.8 Spektrofotometri Inframerah
Spektrofotometri inframerah digunakan untuk menentukan struktur,
khususnya senyawa organik. Sumber radiasi yang umum digunakan Neslert atau
lampu glower dan menggunakan detektor termal. Radiasi inframerah hanya
terbatas pada perubahan energi tingkat molekul, yang terjadi perbedaan dalam
keadaan vibrasi. Syarat terbentuknya vibrasi pada molekul harus memiliki
perubahan momen dipol (Sastrohamidjojo, 1992).
Kelebihan dari FT-IR adalah ukuran sampel yang kecil. Instrumen ini
memiliki komputer yang terdedikasi sehingga memiliki kemampuan untuk
menyimpan dan memanipulasi spektrum. Kelebihan lainya adalah spektrumnya
bisa discan, disimpan dan ditransformasikan dalam hitungan detik. Cara
penanganan sampel tergantung dari jenis cuplikan yaitu apakah berbentuk gas,
cairan dan padatan. Ada tiga cara umum untuk mengolah cuplikan yang berupa
padatan yaitu lempeng KBr, mull, dan bentuk lapian tipis (Hayati, 2007).
Secara umum digunakan diagram korelasi dalam mengidentifikasi gugus
fungsi seperti pada tabel 2.2 berikut (Socrates, 1994):
Tabel 2.2 Daftar Kolerasi Gugus Fungsi pada Spektra IR
Bilangan gelombang
(cm
-1
)
Intensitas Jenis vibrasi
3500-3200* Leber Uluran O-H
3500-3300 Lemah Uluran N-H amina sekunder
3000-2800 Kuat Uluran C-H alifatik
2500-2000 Lemah Uluran C=N alifatik nitril
1650-1550 Kuat Uluran C=O asimetri dari garam
asam karoksilat
1600-1475* Sedang-lemah Uluran C=C dari aromatik
1465-1440 Sedang CH asimetri dari CH
3
30
1450-1375* Sedang Tekukan C-H dari CH
3
1390-1370 Sedang CH asimetri dari CH
3
1320-1210* Kuat Uluran C-O dari asam karoksilat
1280-1180 Sedang Uluran C-N amina
1490-11150 Sedang Tekukan H-C-H
1310-1020 Lemah Uluran C-O-C dari eter
1290-1000 Sedang-lemah Tekukan C-H aromatik
770-650 Lemah Tekukan O-H
750-600 Sedang Tekukan N-H
850-500 Sedang Uluran C-C
455-450 Sedang-lemah Tekukan C-N-C amina sekunder
700-400** - Ikatan M-C
500-300** - Ikatan M-N
Sumber: Socrates, 1994; *Sastrohamidjojo, 1992 dan **Brisdon, 1998.
2.9 Kajian Keagamaan
Al-Quran adalah sumber utama dan pertama dari ajaran agama Islam.
Apabila kita menyimak dan mengkaji Al-Quran, kita akan menemukan dasar-
dasar keimanan, sendi-sendi peribadatan pedoman-pedoman hidup dalam
pergaulan manusia, petunjuk-petunjuk tentang akhlak mulia, undang-undang
umum, prinsip-prinsip hukum dan pelajaran kepada manusia. Tujuannya adalah
agar manusia dapat mempergunakan tenaga dan pikirannya, untuk mengambil
manfaat dari isi alam yang luas ini bagi kesejahteraan hidup manusia itu sendiri
(Gani, 1986).
Makhluk yang ada dalam lingkungan hidup satu dengan yang lainnya
mempunyai hubungan. Hal yang menarik dalam hubungan ini adalah tentang
tatanan lingkungan hidup (ekosistem) yang diciptakan Allah itu mempunyai
hukum keseimbanggan. Demi terpeliharanya keseimbangan dan kelestarian
lingkungan alam untuk kesejahteraan hidup manusia dan makhluk-makhluk yang
31
lainnya, maka jauh sebelumnya Allah telah memerintahkan kepada manusia untuk
menjaga kelestarian lingkungan (Gani, 1986).
Dalam Al-Quran surat Al Araf ayat 56 dijelaskan larangan untuk
berbuat kerusakan dimuka bumi:
#? {# / $s=) `# $z $ ) Mq !#
'=% `s9#
Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat
Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik .
Maksud Allah SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan dimuka
bumi adalah manusia tidak boleh merusak sesuatu berupa materi atau benda.
Selain itu sikap, perbuatan tercela atau maksiat serta perbuatan lainnya. Seperti
membuang limbah di perairan yang akan berdampak buruk bagi ekosistem
perairan seperti ikan, tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan dan yang lainnya
(Hadi, 2010).
Selain itu ayat Al-Quran yang mendorong manusia untuk mengendalikan
diri agar tidak membuat kerusakan di bumi, baik terhadap sumber alam maupun
lingkungan hidup diantaranya yaitu telah terjadi kerusakankerusakan alam yang
di akibatkan ulah manusia:
% %% % ! !! ! # ## # / // / ) )) ) ` `` ` 9 99 9 $ $$ $ 9 99 9 # ## # & && & M MM M 6 66 6 . .. . $ $$ $ / // / ` `` `s ss s 7 77 7 9 99 9 # ## # 9 99 9 9 99 9 # ## # $ $$ $ 9 99 9 # ## #
` `` ` _ __ _ = == = 9 99 9 # ## # = == =
32
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar) (Q.S. Ar Ruum 41).
Al-Quran surat Ar-rum ayat 41, terdapat penegasan Allah bahwa berbagai
kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan adalah akibat perbuatan manusia.
Hal tersebut hendaknya disadari oleh umat manusia dan karenanya manusia harus
segera menghentikan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan timbulnya
kerusakan di daratan dan di lautan dan menggantinya dengan perbuatan baik dan
bermanfaat untuk kelestarian alam (Syamsuri, 2004: 116).
Kata zhahara pada mulanya berarti terjadinya sesuatu dipermukaan bumi,
karena terjadi dipermukaan, maka menjadi peristiwa ini nampak dan terang serta
dapat diketahui dengan jelas. Sedangkan kata al-fasad menurut al-ashfahani
adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan, baik sedikit maupun banyak. Kata
ini menunjukkan apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain (Quraish
shihab, 2005: 76).
Surat Ar-Rum Ayat 41 tersebut menyebutkan darat dan lautan sebagai
tempat terjadinya fasad itu. Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena
kerusakan, yang mengakibatkan ketidak seimbangan lingkungan (Quraish shihab,
2005: 77). Kerusakan ini dapat berarti semakin meningkatnya pencemaran
lingkungan akibat aktifitas manusia.
Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan kepada manusia untuk
memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam rangka memperoleh manfaat
dan kemudahan bagi kehidupannya, serta untuk mengantarkannya kepada
kesadaran akan Keesaan dan Kemahakuasaan Allah SWT. Dari perintah ini
33
tersirat pengertian bahwa manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan
memanfaatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena alam tersebut.
Nampaknya dari waktu-kewaktu keberadaan teknologi tidak selalu membawa
kebaikan. Penemuan manusia harus senantiasa diimbangi oleh kesadaran lebih
tinggi tentang keseimbangan alam. Peringatan Allah dalam Al-Quran mutlak
benar, kerusakan lingkungan hidup disebut sebaagai akibat kerusakan tangan
manusia, faktanya memang demikian. Manusia adalah perusak ekosistem,
penyebab dari kerusakan ini adalah keserakahan manusia untuk mengeksploitasi
sumber daya alam demi keuntungan sesaat tanpa mengindahkan hak hidup
makhluk lain.
Penelitian terhadap keseimbangan adsorpsi kromium pada biomassa
batang kangkung air diharapkan memberikan pengaruh yang sangat besar
terhadap penanggulangan pencemaran kromium di perairan yang disebabkan oleh
perbuatan manusia.
Allah menciptakan suatu makhluk baik yang hidup di bumi, udara, dan air
mempunyai hikmah yang sangat besar, semua itu menggambarkan kebesaran dan
kekuasaan Allah. Allah tidak akan menciptakan makhluk sekecil apapun jika tidak
punya maksud dan tujuan tertentu. Sebagaimana telah dijelaskan dalam surat Al-
Imran ayat 191 yang berbunyi:
%!# `. !# $% #`% ? /``_ `6G ,=z N9#
{# $/ $ M)=z # / 7s6 $) ># $9#
34
Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka
(Q.S. Al-Imran ayat 191).
Al-Quran surat Al-Imran ayat 191 menjelaskan bahwa tiada sesuatupun yang
sia-sia dari apa yang telah diciptakan oleh Allah. Begitu pula dengan tanaman
kangkung air, banyak masyarakat yang menganggap bahwa tanaman kangkung air
tersebut lebih dari sekedar sayur-sayuran, akan tetapi Allah punya maksud lain
menumbuhkan tanaman kangkung air yaitu bisa dimanfaatkan sebagai obat-
obatan dan penjernih air (Quraish shihab, 2005 ).
Dari Abi Musa Radhiallahu Anhu berkata, Nabi SAW bersabda:
Perumpamaan petunjuk dan ilmu pengetahuan yang oleh karena itu Allah
mengutus aku (Muhammad) untuk menyampaikanya seperti hujan lebat jatuh ke
bumi. Bumi itu ada yang subur menyerap air menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
dan rumput-rumput yang banyak. Ada pula yang keras tidak menyerap air
sehingga tergenang maka Allah memberi manfaat dengan hal itu kepada manusia
(Al Utsaimin. 2010).
Hadits Rosullullah SAW tersebut menjelaskan bahwa tumbuh-tumbuhan yang
subur oleh air hujan akan banyak memberikan manfaat bagi kehidupan manusia
(Al Utsaimin. 2010), seperti kangkung air yang dapat tumbuh dengan subur
karena adanya genangan air. Kangkung air ini selain dikonsumsi sebagai sayuran,
juga dapat dimanfaatkan sebagai biomassa untuk menyerap logam-logam berat
yang larut dalam air (Kohar dkk, 2005). Biomassa batang kangkung air akan dapat
35
di gunakan untuk penanggulangan pencemaran limbah di perairan yang semakin
lama semakin meningkat.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji penanggulangan pencemaran logam
berat diperairan khususnya kromium yang semakin lama semakin besar dengan
menggunakan biomassa batang kangkung air. Urgensi penelitian ini adalah bahwa
penanggulangan pencemaran dengan menggunakan biomassa batang kangkung air
diharapkan tidak menimbulkan masalah lain karena biomassa batang kangkung air
merupakan senyawa organik yang mudah diuraikan oleh mikroba (Gani, 1986).
36
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia fisika jurusan kimia
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Universitas
Brawijaya Malang, pada bulan April 2010.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang dari tanaman
kangkung air. Sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah aquademineral,
NaOH 0,1 M, HCl 0,01 M, H
2
SO
4
5 M, aseton, 1,5 difenilkarbazida 0,25% dan
K
2
Cr
2
O
7
200 ppm.
3.3 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, oven,
pengaduk magnet, shaker, ayakan 120 mesh dan 150 mesh, blender, kertas saring,
pH meter, spektrofotometer IR, dan seperangkat spektroskopi UV-VIS.
3.4 Tahapan Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berkut:
a. Preparasi sampel.
b. Pembuatan larutan stok Cr(VI) 200 ppm.
c. Penentuan panjang gelombang maksimum kompleks Cr-difenilkarbazida.
37
d. Penentuan pH optimum kompleks Cr
6+
dengan difenilkarbazida.
e. Pembuatan kurva baku Cr(VI).
f. Penentuan pH optimum adsorpsi Cr(VI).
g. Pembuatan larutan kontrol Cr(VI) 6 ppm.
h. Penentuan waktu kontak optimum adsorpsi Cr(VI).
i. Penentuan banyaknya Cr(VI) yang teradsorpsi.
j. Karakterisasi biomassa batang kangkung air.
k. Analisa data.
- Penentuan persamaan isotermis adsorpsi.
- Penentuan energi adsorpsi Cr(VI).
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Preparasi Biomassa Batang Kangkung Air (Al-Ayubi, 2008)
Tanaman kangkung air yang diperoleh dari desa Corogo Kabupaten
Jombang. Kemudian dihilangkan bagian daun dan akar. Batang kangkung air yang
telah bersih dikeringkan dengan oven pada suhu 90
o
C sampai diperoleh berat
konstan. Sampel yang telah kering kemudian ditumbuk sampai halus dan disaring
dengan ayakan berukuran 120 mesh. Sampel yang lolos disaring kembali dengan
ayakan ukuran 150 mesh. Sampel yang digunakan adalah sampel yang tertinggal
pada ayakan berukuran 150 mesh. Sampel direndam dan disheker dengan HCl
0,01 M selama 1 jam untuk melarutkan logam-logam yang terikat pada biomassa.
Sampel direndam dengan aquades sampai filtrat yang diperoleh tidak terdapat ion
Cl
-
sisa rendaman. Filtrat yang diperoleh dicek dengan menggunakan reagen
38
AgNO
3
sampai tidak terbentuk endapan putih, kemudian dikeringkan dengan oven
pada suhu 50-60
o
C sampai diperoleh berat konstan.
3.5.2 Pembuatan Larutan Stok Cr(VI) 200 ppm (Puspitasari, 2005)
Padatan K
2
Cr
2
O
7
ditimbang 0,282 g untuk dimasukkan kedalam gelas
beaker 250 mL. Ditambahkan H
2
SO
4
5 M beberapa tetes untuk melarutkan
K
2
Cr
2
O
7
dan memberikan suasana asam pada pH 1 0,3. Ditambahkan
aquademineral 200 mL. Larutan K
2
Cr
2
O
7
dipindahkan kedalam labu ukur 500 mL
dan ditambahkan aquademineral yang memiliki pH 1 0,3 sampai tanda batas,
selanjutnya dikocok agar menjadi homogen. Dicek dengan pH meter sampai pH
10,3.
3.5.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kompleks Cr-
Difenilkarbazida (Cahyono, 2005)
Dipipet 1 mL larutan stok 20 mg/L. Dimasukkan kedalam gelas beaker,
kemudian ditambahkan 0,1 M H
2
SO
4
sampai pH 1 0,3. Dicek menggunakan pH
meter sampai pH 1 0,3. Ditambahkan 2 mL difenilkarbazida (0,25%) kemudian
dipindahkan kedalam labu ukur 25 mL. Ditandabataskan dengan aquademineral
yang memiliki pH 1 sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi akhir
larutan Cr(VI) 0,8 mg/L. Didiamkan selama 10 menit. Diukur adsorbansinya,
sebagai blangko digunakan aquademineral yang memiliki pH 1 0,3 dan 2 mL
larutan difenilkarbazida (0,25%). Ditentukan panjang gelombang maksimumnya
39
dengan spektrofotometri UV-VIS dengan rentang panjang gelombang 500-600
nm.
3.5.4 Penentuan pH Optimum Kompleks Cr
6+
dengan Difenilkarbazida
(Vogel, 1990)
Dipipet 1 mL larutan stok 200 mg/L. Dimasukkan kedalam gelas beaker,
kemudian ditambahkan 0,1 M H
2
SO
4
sampai pH 1 0,3. Dicek menggunakan pH
meter sampai pH 1 0,3. Ditambahkan 2 mL difenilkarbazida (0,25%) kemudian
dipindahkan kedalam labu ukur 50 mL. Ditandabataskan dengan aquademineral
yang memiliki pH 1 0,3 sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi
akhir larutan Cr(VI) 4 mg/L. Didiamkan selama 10 menit. Diukur adsorbansinya
dengan spektrofotometri UV-VIS pada = 543 nm. Perlakuan diulang dengan
prosedur yang sama untuk pH 2, 3, dan 4.
3.5.5 Penentuan Kurva Baku Cr(VI) (Vogel, 1990)
Untuk membuat kurva baku Cr(VI) dengan konsentrasi 0,2; 1; 2; 3; 4 dan
6 mg/L maka dipipet larutan Cr(VI) 10 mg/L sebanyak 0,5; 2,5; 5; 7,5; 10 dan 15
mL. Dimasukkan kedalam gelas beaker. Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH
optimum dari perlakuan (3.5.4). Dicek menggunakan pH meter sampai pH
optimum. Ditambahkan 2 mL larutan difenilkarbazida (0,25%). Dipindahkan
kedalam labu ukur 25 mL. Ditandabataskan larutan kromium tersebut dengan
aquademineral yang memiliki pH optimum dari perlakuan (3.5.4). Larutan
didiamkan 10 menit. Kemudian ditentukan adsorbansinya dengan
40
spektrofotometer UV-VIS pada = 543 nm. Dibuat kurva baku berdasarkan
regresi linear yang menyatakan hubungan antara konsentrasi Cr(VI) sebagai
sumbu x dan adsorbansi Cr(VI) sebagai sumbu y. Maka akan diperoleh persamaan
garis y = a x + b.
3.5.6 Penentuan pH Optimum Adsorpsi Cr(VI) (Puspitasari, 2005)
Dipipet 3 mL larutan kromium dengan konsentrasi 200 mg/L dimasukkan
dalam beaker gelas. Ditambahkan aquademineral 20 mL dan diatur pH larutan
dengan penambahan H
2
SO
4
0,1 M dan atau NaOH 0,1 M. Dicek menggunakan
pH meter sampai pH 2 0,3. Dipindahkan kedalam labu ukur 50 mL dan
ditandabataskan larutan kromium tersebut dengan aquademineral yang memiliki
pH 2 0,3. Selanjutnya diambil 25 mL larutan kromium 12 mg/L dan
dimasukkan erlenmeyer. Ditambahkan biomassa 0,1 g dan dikocok menggunakan
shaker selama 45 menit dengan kecepatan 150 rpm pada suhu ruang 25
o
C
kemudian suspensi disaring dengan menggunakan kertas saring. Setelah itu
supernatan yang diperoleh dipipet 10 mL dan dimasukkan kedalam gelas beaker.
Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH optimum dari perlakuan (3.5.4). Dicek
menggunakan pH meter sampai pH optimum. Ditambahkan 2 mL larutan
difenilkarbazida (0,25%). Dimasukkan labu ukur 25 mL dan diencerkan sampai
tanda batas dengan aquademineral yang memiliki pH optimum dari perlakuan
(3.5.4). Larutan didiamkan 10 menit. Kemudian ditentukan adsorbansinya dengan
spektrofotometer UV-VIS pada = 543 nm. Perlakuan diulang dengan prosedur
yang sama untuk pH 3, 4, 5 dan 6.
41
3.5.7 Pembuatan Larutan Kontrol Cr(VI) 6 ppm (Lilik, 2008)
Diambil 12,5 mL larutan Cr(VI) 12 ppm dan dimasukkan kedalam gelas
beaker. Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH optimum dari perlakuan (3.5.4).
Dicek menggunakan pH meter sampai pH optimum. Ditambahkan 2 mL larutan
difenilkarbazida (0,25%). Dipindahkan kedalam labu ukur 25 mL.
Ditandabataskan larutan kromium tersebut dengan aquademineral yang memiliki
optimum. Kemudian ditentukan adsorbansinya dengan spektrofotometer UV-VIS
pada = 543 nm. Larutan Cr(VI) diamati perubahannya setiap 4, 8, 15, 30, 45 dan
60 menit.
3.5.8 Penentuan Waktu Kontak Optimum Adsorpsi Cr(VI) (Cahyono, 2005)
Diambil 25 mL larutan Cr(VI) 12 mg/L pada pH optimum yang telah
diperoleh. Dimasukkan dalam erlenmeyer yang berisi biomassa 0,1 g. Kemudian
dikocok menggunakan shaker selama 4 menit dengan kecepatan 150 rpm pada
suhu ruang 25
o
C. Suspensi yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring,
selanjutnya supernatan yang diperoleh dipipet 10 mL dan dimasukkan kedalam
gelas beaker. Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH optimum dari perlakuan
(3.5.4). Dicek menggunakan pH meter sampai pH optimum. Ditambahkan 2 mL
larutan difenilkarbazida (0,25%). Dimasukkan labu ukur 25 mL dan diencerkan
sampai tanda batas dengan aquademineral yang memiliki pH optimum dari
perlakuan (3.5.4). Larutan didiamkan 10 menit. Kemudian ditentukan
adsorbansinya dengan spektrofotometer UV-VIS pada = 543 nm. Perlakuan
diulang dengan prosedur yang sama untuk lama pengocokan 8, 15, 30, 45 dan 60
menit.
42
3.5.9 Penentuan Banyaknya Cr(VI) yang Teradsorpsi (Cahyono, 2005)
Diambil 25 mL larutan Cr(VI) 8 mg/L pada pH optimum yang telah
diperoleh. Dimasukkan dalam erlenmeyer yang berisi biomassa 0,1 g. kemudian
dikocok menggunakan shaker selama waktu optimum dengan kecepatan 150 rpm
pada suhu 25
o
C. Suspensi yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring,
selanjutnya supernatan yang diperoleh dipipet 10 mL dan dimasukkan kedalam
gelas beaker. Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH optimum dari perlakuan
(3.5.4). Dicek menggunakan pH meter sampai pH optimum. Ditambahkan 2 mL
larutan difenilkarbazida (0,25%). Dimasukkan labu ukur 25 mL dan diencerkan
sampai tanda batas dengan aquademineral yang memiliki pH optimum dari
perlakuan (3.5.4). Larutan didiamkan 10 menit. Kemudian ditentukan
adsorbansinya dengan spektrofotometer UV-VIS pada = 543 nm. Perlakuan
diulang dengan prosedur yang sama untuk konsentrasi 12, 16, 20, 24 dan 28
mg/L.
3.5.10 Karakterisasi Biomassa Batang Kangkung Air (Lilik, 2008)
Sampel biomassa batang kangkung air sebelum dan sesudah diinteraksikan
dengan kromium dibuat dalam bentuk pelet dengan KBr. Pelet dibuat dengan
penghalus bersama biomassa batang kangkung air dengan KBr kering dan diberi
tekanan dalam kondisi hampa udara. Sampel dalam bentuk pelet kemudian
dikarakterisasi dengan spektrofotometer inframerah pada bilangan gelombang
4000-400 cm
-1
.
43
Hasil pengujian gugus fungsi dibandingkan antara biomassa batang
kangkung air sebelum diinteraksikan dengan Cr(VI) dan sesudah diinteraksikan
dengan Cr(VI). Dengan demikian dapat diketahui interaksi antara biomassa
batang kangkung air dengan Cr(VI) dari perubahan-perubahan gugus fungsi pada
kedua spektra.
3.5.11 Analisa Data
3.5.11.1 Penentuan Persamaan Isotermis Adsorpsi dan Kapasitas Adsorpsi
(Adamson, 1990)
Data yang digunakan untuk menentuka persamaan isotermis adsorpsi
diperoleh dari analisis spektroskopi UV-VIS larutan kromium yang dilakukan
pada percobaan sebelumnya. Konsentrasi awal kromium sebelum di adsorpsi
biomassa (Co) adalah 8, 12, 16, 20, 24 dan 28 mg/L dan konsentrasi Cr(VI)
(adsorbat) pada saat kesetimbangan atau setelah dilakukan adsorpsi oleh biomassa
(C
e
). Kedua variabel ini digunakan untuk menentukan nilai Q
e
yaitu banyaknya
zat yang terserap per satuan berat adsorben 0,1 g dengan persamaan barikut
(Amaria dkk, 2007):
Q
e
= ( Co C
e
) V ........................................................................................ (3.1)
W
Dimana : Q
e
= banyaknya zat yang teradsorpsi (mg/g)
Co = konsentrasi awal adsorbat (mg/L)
44
C
e
= konsentrasi akhir adsorbat (mg/L)
V = volume larutan (L)
W = berat adsorben yang digunakan (gr).
Isotermis adsorpsi Cr(VI) pada biomassa batang kangkung air diduga
memiliki salah satu persamaan isotermis adsorpsi Langmuir dan Freundlich.
Persamaan isotermis adsorpsi dapat diketahui dengan menggunakan persamaan
regresi linier isotermis adsorpsi Langmuir dan isotermis adsorpsi Freundlich.
Persamaan isotermis Langmuir dapat diperoleh dengan membuat hubungan antara
C
e
dengan C
e
/Q
e
. Seperti pada gambar 3.1 berikut.
Ce/Qe
1/X
m
1/X
m
K
C
e
Gambar 3.1 Grafik Persamaan Isotermis Langmuir (Adamson, 1990)
Sedangkan untuk menghitung nilai kapasitas adsorpsi maksimum (X
m
)
menggunakan persamaan 3.1 berikut.
Q
e
= X
m
KC
e
................................................................................................... (3.1)
(1 + KC
e
)
45
Dimana: Q
e
= banyaknya zat yang terserap per satuan berat adsorben (mol/g)
C
e
= Konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan (mol/L)
X
m
= Kapasitas adsorpsi maksimum (mol/g)
K = Konstanta Langmuir (L/mol)
Persamaan 3.1 tersebut dapat disusun secara linear menjadi:
C
e
= 1
+
C
e
............................................................................................ (3.2)
Q
e
X
m
K X
m
Berdasarkan grafik persamaan isotermis Langmuir pada gambar 3.1 didapatkan
sebuah persamaan garis y = ax + b dengan sumbu y = C
e
/Q
e
sedangkan sumbu x =
C
e
.
Penentuan persamaan isotermis Freundlich dapat diperoleh dengan
membuat hubungan antara log C
e
dan log Q
e
. Seperti pada gambar 3.2 berikut.
log Q
e
1/n
log K
f
log C
e
Gambar 3.2 Grafik Persamaan Isotermis Freundlich (Adamson, 1990)
46
Sedangkan untuk menghitung nilai kapasitas adsorpsi maksimum (X
m
)
menggunakan persamaan 3.3 berikut.
Q
e
= K
f
C
e
1/n
........................................................................................... (3.3)
Dimana: Q
e
= banyaknya zat yang terserap per satuan berat adsorben (mol/g)
C
e
= Konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan (mol/L)
n
= Kapasitas adsorpsi maksimum (mol/g)
K
f
= Konstanta Freundlich (L/mol)
Persamaan 3.3 tersebut dapat disusun secara linier dengan mengambil
bentuk logaritmanya:
Ce
n
Kf Qe log
1
log log + = ............................................................................... (3.4)
Berdasarkan grafik persamaan isotermis Freundlich didapatkan sebuah persamaan
garis y = ax + b dengan sumbu y = log Q
e
sedangkan sumbu x = log C
e
.
Hasil persamaan garis y = ax + b dari persamaan isotermis Langmuir dan
persamaan isotermis Freundlich dapat diketahui besarnya nilai R
2
(koefisien
regresi linier). Apabila nilai R
2
mendekati 1 maka adsorpsi isotermis Cr(VI)
terhadap biomassa batang kangkung air sesuai dengan persamaan isotermis
Langmuir atau persamaan isotermis Freundlich yang mempunyai nilai R
2
mendekati 1.
47
3.5.11.2 Penentuan Energi Adsorpsi (Adamson, 1990)
Perhitungan nilai K berdasarkan persamaan isotermis adsorpsi Langmuir
dan persamaan isotermis Freundlich. Data K tersebut digunakan untuk
menghitung energi adsorpsi dengan rumus E
ads
= RT ln K, dengan R adalah
tetapan gas ideal (8,341 KJ/mol), T adalah temperatur (dalam Kelvin), dan K
adalah konstanta keseimbangan adsorpsi.
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Adsorpsi Biomassa Batang Kangkung Air Terhadap Cr(VI)
4.1.1 Preparasi Sampel Biomassa Batang Kangkung Air
Untuk mendapatkan biomassa batang kangkung air yang dijadikan sebagai
adsorben maka batang kangkung air dipotong 5 cm, kemudian dioven pada suhu
90
0
C selama 5 jam sampai diperoleh berat konstan. Setelah itu dihaluskan dan
diayak sehingga diperoleh ukuran partikel 120-150 mesh untuk mendapatkan luas
permukaan adsorben yang optimal. Menurut Oscik dan Cooper (1982), efisiensi
adsorpsi merupakan fungsi luas permukaan adsorben. Semakin besar luas
permukaan adsorben semakin besar pula kapasitas suatu adsorben dalam
mengadsorpsi suatu adsorbat.
Sebelum digunakan, terlebih dahulu biomassa batang kangkung air
direndam dengan HCl 0,01 M sambil disheker selama 1 jam untuk melarutkan
logam-logam yang terikat pada biomassa, serta untuk mengaktifasi biomassa agar
kemampuannya dalam mengikat ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
dalam larutan
semakin besar karena pada permukaan biomassa tersebut akan banyak terdapat
ion H
+
yang terikat pada permukaan adsorben akibat ionisasi dari ion H
+
dari
molekul HCl yang terlarut dalam air (Danarto dan Artati, 2005).
Setelah itu biomassa disaring dan direndam kembali dengan aquades
selama 2 jam sambil di stirer atau di aduk. Biomassa disaring, filtrat yang
49
diperoleh direaksikan dengan AgNO
3
untuk memastikan ion Cl
-
dari hasil ionisasi
molekul HCl yang terserap pada permuakan biomassa sudah tidak ada lagi.
Perendaman dan pengadukan dengan aquades dilakukan sampai filtrat
yang dihasilkan tidak terbentuk endapan putih apabila direaksikan dengan AgNO
3
dengan reaksi sebagai berikut (Vogel, 1990):
Ag
+
+ Cl
-
AgCl (s) ........................................................................ (4.1)
Endapan putih
Dengan tidak terbentuknya endapan pada filtrat tersebut maka dapat
dipastikan bahwa biomassa batang kangkung air telah bebas dari ion Cl
-
dan yang
tersisa pada biomassa adalah ion H
+
. Apabila biomassa batang kangkung air
masih mengandung ion Cl
-
maka akan menghalangi proses adsorpsi pada
biomassa. Ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
dalam larutan tidak dapat terikat secara
maksimal pada permukaan adsorben akibat adanya ion Cl
-
yang terika pada
permukaan adsorben.
Interaksi antar ion H
+
dengan permukaan adsorben terjadi akibat adanya
ikatan hidrogen antara ion H
+
dengan gugus aktif pada permukaan adsorben.
Sedangkan interaksi antara ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
dengan permukaan
adsorben terjadi melalui gaya elektrostatik (gaya vander Walls) akibat adanya
perbedaan muatan serta melalui ikatan kovalen antara gugus aktif pada permukaan
adsorben dengan ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
.
50
Karena kondisi biomassa menjadi basah kembali oleh aquades maka
biomassa dioven kembali pada suhu 60
o
C selama 1 jam untuk menghilangkan air
sampai diperoleh berat konstan.
4.1.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kompleks Cr-
Difenilkarbazida
Penentuan panjang gelombang serapan maksimum Cr(VI) dilakukan
dengan cara mengukur larutan Cr(VI) 0,8 mg/L pada pH 1 menggunakan
spektroskopi UV-VIS dengan reagen pengompleks difenilkarbazida pada panjang
gelombang antara 500 sampai 600 nm. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa
panjang gelombang maksimum Cr(VI) dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut:
Gambar 4.1 Panjang Gelombang Maksimum Kompleks Cr-Difenilkarbazida
Berdasarkan gambar 4.1 tersebut, didapatkan bahwa panjang gelombang
maksimum dari senyawa kompleks Cr-difenilkarbazon adalah 543 nm (A =
0,518). Panjang gelombang maksimum yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan
Vogel (1985) yang menyatakan bahwa panjang gelombang senyawa kompleks Cr-
difenilkarbazon adalah 540 nm.
51
Analisa kuantitatif Cr(VI) dilakukan dengan cara spektrofotometer UV-
VIS menggunakan pereaksi difenilkarbazida sebagai reagen pengkompleks.
Tahapan yang dilakukan adalah larutan sampel diasamkan menggunakan H
2
SO
4
encer kemudian ditambahkan reagen difenilkarbazida yang menghasilkan
kompleks warna lembayung (ungu) (Vogel, 1990).
Pada saat reaksi dikromat akan direduksi menjadi Cr(II) dan kemudian
terbentuk menjadi difenilkarbazon, hasil reaksi yang terjadi menghasilkan
kompleks dengan warna ungu. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (Vogel,
1990):
C
NH-NH-C
6
H
5
NH-NH-C
6
H
5
O
+ Cr
2
O
7
2-
C
N
O
Cr
2+
+ 7H
2
O
NC
6
H
5
+
difenilkarbazida
difenilkarbazin
NC
6
H
5
N
C
N
O
Cr
2+
NC
6
H
5
+
difenilkarbazin
NC
6
H
5
N
C
N
O
N
difenilkarbazon (lembayung)
N N C
6
H
5
C
6
H
5
Cr
2+
Gambar 4.2 Reaksi Kompleks Cr-Difenilkarbazida (Vogel, 1990)
Reaksi Kompleks Cr-difenilkarbazida melibatkan reaksi reduksi, yaitu
penurunan bilangan oksidasi dari ion Cr
2
O
7
2-
menjadi ion Cr
2+
. Reaksi reduksi
tersebut dapat di lihat pada persamaan 4.1 berikut:
52
14 H
+
+ Cr
2
O
7
2-
+ 10e Cr
2+
+ 7H
2
O ........................................ (4.2)
Warna dari suatu kompleks timbul akibat adanya transisi elektron, yaitu
transisi elektron dari tingkat energi terendah (keadaan dasar) ketingkat energi
yang lebih tinggi. Kompleks akan berwarna apabila transisi elektron tersebut
memerlukan radiasi yang termasuk dalam spektrum sinar tampak (Effendy, 2006).
Transisi yang terjadi pada kompleks Cr-Difenilkarbazida adalah transfer muatan
logam ke ligan (metal to ligand charge transfers (MLCT)) dan transfer muatan
ligan ke logam (LMCT).
Warna yang tampak pada kompleks Cr-Difenilkarbazida yaitu warna
ungu merupakan warna komplementer dari warna yang diserap oleh kompleks Cr-
Difenilkarbazida. Warna yang diserap oleh spektrum sinar tampak pada kompleks
Cr-Difenilkarbazida adalah warna hijau. Hal ini dapat dilihat dari nilai panjang
gelombang maksimum kompleks Cr-Difenilkarbazida yaitu 543 nm. Warna yang
diserap oleh spektrum sinar tampak adalah hijau dan warna komplementer (yang
terlihat mata) adalah ungu (Effendy, 2006).
4.1.3 Penentuan pH Optimum Kompleks Cr
6+
dengan Difenilkarbazida
Penentuan pH optimum kompleks Cr
6+
dalam bereaksi dengan reagen
pengompleks difenilkarbazida dilakukan pada variasi pH 1, 2, 3, dan 4. Penentuan
pH optimum ini bertujuan untuk mengetahui pH optimum larutan Cr(VI) dalam
bereaksi dengan difenilkarbazida sebagai reagen pengompleks. Kemudian
53
dilakukan analisa dengan UV-VIS. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa
penentuan pH optimum spesies Cr(VI) dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut:
pH Optimum Cr(VI) dengan
Difenilkarbazida
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 1 2 3 4 5
pH Larutan
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i
Gambar 4.3 pH Optimum Cr(VI) dengan Difenilkarbazida
Berdasarkan gambar 4.3 tersebut dapat dilihat bahwa pada pH 2
merupakan pH optimum reaksi antara Cr(VI) dengan difenilkarbazida sebagai
reagen pengompleks dengan nilai absorbansi tertinggi yaitu 2,47. Pada pH 2
spesies yang utama adalah ion Cr
2
O
7
2-
(Cotton dan Wilkinson, 1989). Ion Cr
2
O
7
2-
ini akan stabil pada pH sangat asam yaitu pada pH 2 sehingga spesies Cr
2
O
7
2-
akan banyak ditemukan pada pH 2. Pada pH 1 spesies yang dominan pada larutan
adalah H
2
CrO
4
, spesies ini kurang stabil apabila bereaksi dengan difenilkarbazida
dalam pembentukan senyawa kompleks sehingga pada pH 1 konsentrasi H
2
CrO
4
yang bereaksi dengan difenilkarbazida adalah kecil.
54
Pada pH 3 dan pH 4 terjadi penurunan konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
dalam
bereaksi dengan difenilkarbazida. Pada pH ini kestabilan ion Cr
2
O
7
2-
dalam
pembentukan senyawa kompleks terjadi penurunan karena pada pH 3 dan pH 4
konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
dalam larutan berkurang akibat bertambahnya pH. Oleh
sebab itu pH optimum ion Cr
2
O
7
2-
dalam bereaksi dengan difenilkarbazida dalam
pembentukan senyawa kompleks Cr-Difenilkarbazon terjadi pada pH 2. Karena
pada pH 2 kestabilan ion Cr
2
O
7
2-
dalam bereaksi dengan defenilkarbazida serta
banyaknya konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
pada larutan yang tinggi mengakibakan
konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
dalam bereksi secara optimum dengan difenilkarbazida
terjadi pada pH 2.
4.1.4 Penentuan pH optimum Adsorpsi Cr(VI)
Penentuan pH optimum pada adsorpsi Cr(VI) menggunakan adsorben
batang kangkung air dilakukan pada variasi pH 2, 3, 4, 5 dan 6. Penentuan pH
optimum ini bertujuan untuk mengetahui pH optimum larutan Cr(VI) yang dapat
teradsorpsi secara maksimal oleh adsorben batang kangkung air. Berdasarkan
penelitian didapatkan bahwa hubungan antara pH larutan terhadap konsentrasi
Cr(VI) yang teradsorpsi dapat dilihati pada gambar 4.4 berikut:
55
pH Optimum Adsorpsi Cr(VI)
0
2
4
6
8
10
12
14
0 2 4 6 8
pH Larutan
K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i
C
r
(
V
I
)
T
e
r
a
d
s
o
r
p
s
i
(
m
g
/
L
)
Gambar 4.4 pH Optimum Adsorpsi Cr(VI)
Berdasarkan gambar 4.4 tersebut dapat dilihat bahwa adsorpsi Cr(VI) pada
pH 2 sampai 6 mengalami penurunan konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
yang teradsorpsi. Dapat dikatakan bahwa pada pH 2 merupakan pH optimum. Hal
ini dikarenakan dalam larutan asam yaitu pH 2 jumlah konsentrasi ion H
+
akan
semakin meningkat akibat adanya penambahan larutan asam. Peningkatan jumlah
konsentrasi ion H
+
dalam larutan menyebabkan permukaan adsorben akan
semakin banyak mengikat ion H
+
sehingga kemampuan adsorben dalam
mengadsorpsi ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
akan semakin besar.
Setelah pH optimum tercapai, terjadi penurunan konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
yang teradsorpsi yaitu pada pH 3 sampai 6. Hal ini dikarenakan
dalam larutan pH 3 sampai 6 jumlah konsentrasi ion H
+
dalam larutan semakin
berkurang akibat semakin meningkatnya pH larutan. Sehingga kemampuan
adsorben dalam mengadsorpsi ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
akan semakin kecil dari
pH 3 sampai pH 6.
56
Menurut Lestari (2007) derajad keasaman (pH) dapat mempengaruhi
proses adsorpsi. pH larutan dapat menyebabkan perubahan sifat permukaan
adsorben, sifat molekul adsorbat dan perubahan komposisi larutan. Selain itu pH
juga akan mempengaruhi spesies logam yang ada dalam larutan sehingga akan
mempengaruhi terjadinya interaksi ion logam dengan adsorben. pH larutan akan
menentukan banyaknya konsentrasi ion H
+
dari suatu larutan. Pada pH rendah
konsentrasi ion H
+
akan semakin banyak karena pada larutan tersebut bersifat
asam sehingga konsentrasi ion H
+
pada larutan akan semakin besar. Sedangkan
semakin tinggi pH larutan maka tingkat keasaman suatu larutan akan semakin
kecil. Maka konsentrasi ion H
+
pada larutan akan semakin berkurang.
Hal serupa juga dikatakan Cotton dan Wilkinson (1989) bahwa dalam
larutan asam antara pH 2-6 terbentuk ion HCrO
4
-
dan ion Cr
2
O
7
2-
dalam
kesetimbangan membentuk warna orange menurut persamaan reaksi berikut:
CrO
4
2-
(aq) + H
2
O (l) HCrO
4
-
(aq) + OH
(aq) ....................(4.3)
kuning orange
2CrO
4
2-
(aq) + H
+
(l) Cr
2
O
7
2-
(aq) + OH
(aq) ....................(4.4)
kuning orange
Semakin tinggi pH suatu larutan maka disekitar adsorben batang kangkung
air jumlah konsentrasi ion H
+
akan semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan
interaksi ion H
+
dengan ion HCrO
4
-
dan ion Cr
2
O
7
2-
semakin kecil. Semakin
sedikitnya konsentrasi ion H
+
pada permukaan adsorben mengakibatkan efisiensi
57
penyerapan ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
yang teradsorpsi pada permukaan
adsorben akan turun.
Pada pH 2 sampai 6 terjadi penurunan konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
dan ion
HCrO
4
-
yang teradsorpsi. Semakin rendah pH suatu larutan maka konsentrasi ion
H
+
akan banyak disekitar adsorben. Dengan kelimpahan konsentrasi ion H
+
dalam
larutan dan pada permukaan adsorben serta adanya kestabilan ion Cr
2
O
7
2-
dalam
bereaksi dengan difenilkarbazida pada larutan asam pH 2 mengakibatkan interaksi
ion H
+
dengan ion Cr
2
O
7
2-
semakin besar. Sehingga efisiensi penyerapan ion
Cr
2
O
7
2-
pada permukaan adsorben akan besar pada pH 2.
4.1.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum Adsorpsi Cr(VI)
Penentuan waktu kontak optimum pada proses adsorpsi Cr(VI) oleh
biomassa batang kangkung air dilakukan pada kondisi pH 2 dengan beberapa
variasi waktu kontak yaitu 4, 8, 15, 30, 45 dan 60 menit. Penentuan waktu kontak
optimum ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan waktu Cr(VI) dapat
teradsorpsi secara maksimal oleh biomassa batang kangkung air. Waktu kontak
optimum adsorpsi tercapai ketika terjadi keseimbangan antara fasa permukaan
(adsorbat yang diserap oleh adsorben) dengan fasa ruah (adsorbat yang tersisa
dalam larutan). Pada kondisi ini jumlah adsorbat yang teradsorpsi oleh adsorben
relatif tetap terhadap waktu kontak (Herawati, 2009). Berdasarkan penelitian
didapatkan bahwa hubungan antara waktu kontak dengan konsentrasi Cr(VI) yang
teradsorpsi dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut:
58
Variasi Waktu Kontak
0
2
4
6
8
10
12
14
0 20 40 60 80
Waktu Kontak (menit)
K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i
C
r
(
V
I
)
T
e
r
a
d
s
o
r
p
s
i
(
m
g
/
L
)
Gambar 4.5 Variasi Waktu Kontak Adsorpsi Cr(VI)
Berdasarkan gambar 4.5 tersebut menunjukkan bahwa lama pengocokan
dari 4 menit sampai 60 menit mengalami peningkatan adsorpsi ion Cr
2
O
7
2-
. Hal
ini disebabkan karena semakin lama waktu kontak antara adsorbat dengan
permukaan adsorben maka semakin besar kemungkinan adsorbat untuk masuk
kedalam rongga pori akibat adanya tumbukan yang terjadi antara adsorbat dengan
permukaan adsorben, sehingga mengakibatkan semakin besar ion Cr
2
O
7
2-
yang
teradsorpsi pada permukaan adsorben (Agung, 2007).
Kenaikan konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
yang teradsorpsi dari waktu 4 ke 30
menit adalah sedikit. Hal ini disebabkan karena waktu pengocokan dari 4 ke 30
menit rongga pori adsorben masih kosong sehingga memudahkan adsorbat masuk
kepermukaan meskipun jumlahnya sedikit. Sedangkan dari 30 ke 60 menit
merupakan waktu adsorpsi yang cukup lama untuk ion Cr
2
O
7
2-
teradsorpsi pada
permukaan adsorben sehingga diperkirakan adsorben sudah terisi lebih banyak ion
ion Cr
2
O
7
2-
.
59
Waktu adsorpsi optimum tercapai apabila terjadi keseimbangan antara
adsorbat yang diserap oleh adsorben (pada fasa permukaan) dengan adsorbat yang
tersisa dalam larutan (pada fasa ruah). Pada saat tercapai kesetimbangan adsorpsi
jumlah adsorbat yang teradsorpsi relatif tetap terhadap waktu pengocokan
(Agung, 2007).
Waktu kontak optimum tercapai pada 45 menit. Pada waktu 45 menit
diperkirakan sudah terjadi kesetimbangan antara adsorbat yang diserap oleh
adsorben (fasa permukaan) dengan adsorbat yang tersisa dalam larutan (fasa
ruah). Hal ini dapat dilihat pada jumlah adsorbat yang teradsorpsi relatif tetap
terhadap waktu pengocokan yaitu pada waktu 45-60 menit. Karena pada waktu 60
menit, konsentrasi adsorbat yang teradsorpsi hampir sama jumlahnya dengan
konsentrasi yang terserap pada biomassa pada 45 menit.
4.1.6 Penentuan Stabilitas Kompleks Cr-difenilkarbazon
Penentuan stabilitas kompleks Cr(VI) dilakukan melalui pengukuran
absorbansi larutan kompleks Cr(VI) pada panjang gelombang 543 nm. Larutan
Cr(VI) 3 mg/L ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH 2 dan ditambahkan 2 mL
larutan difenilkarbazida (0,25%). Diamati perubahannya setiap 4, 8, 15, 30, 45
dan 60 menit. Penentuan stabilitas kompleks Cr(VI) bertujuan untuk mengetahui
kestabilan Cr(VI) dalam bereaksi dengan difenilkarbazida dalam rentang waktu 0-
60 menit. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa penentuan stabilitas kompleks
Cr(VI) terhadap waktu reaksi dengan difenilkarbazida dapat dilihat pada gambar
4.6 berikut:
60
Kestabilan Cr(VI) Terhadap Waktu
0
0.5
1
1.5
2
0 20 40 60 80
Waktu (menit)
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i
Gambar 4.6 Kestabilan Cr(VI) Terhadap Waktu Reaksi
Berdasarkan gambar 4.6 tersebut menunjukkan bahwa kestabilan ion
Cr
2
O
7
2-
dalam bereaksi dengan difenilkarbazida dalam rentang waktu 0-60 menit
relatif stabil. Kestabilan tersebut dapat dilihat dari nilai absorbansi yang
dihasilkan perubahannya tidak terlalu jauh yaitu antara 1,83-1,81.
4.1.7 Persamaan Isotermis Adsorpsi
4.1.7.1 Penentuan Banyaknya Cr(VI) yang Teradsorpsi
Penentuan banyaknya Cr(VI) yang teradsorpsi oleh biomassa batang
kangkung air dilakukan pada berbagai variasi konsentrasi yaitu 8, 12, 16, 20, 24
dan 28 mg/L. Adsorpsi Cr(VI) dilakukan pada pH 2 dengan waktu kontak 45
menit pada suhu 25
o
C. Variasi konsentrasi ini bertujuan untuk mengetahui
kapasitas adsorpsi maksimum pada tiap gram biomassa batang kangkung air.
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa data hasil analisa variasi konsentrasi
61
Cr(VI) terhadap banyaknya Cr(VI) yang teradsorpsi dapat dilihat pada gambar 4.7
berikut:
Variasi Konsentrasi Cr(VI)
0
5
10
15
20
25
30
0 10 20 30
Konsentrasi Cr(VI) (mg/L)
K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i
C
r
(
V
I
)
T
e
r
a
d
s
o
r
p
s
i
(
m
g
/
L
)
Gambar 4.7 Variasi Konsentrasi Adsorpsi Cr(VI)
Pada gambar 4.7 tersebut menunjukkan terjadi peningkatan jumlah
konsentrasi adsorpsi Cr(VI) pada biomassa batang kangkung air dari 8-28 ppm.
Semakin besar konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
yang terlarut dalam larutan maka semakin
banyak jumlah konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
yang teradsorpsi pada permukaan
adsorben. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antara permukaan adsorben
dengan adsorbat semakin besar akibat kelimpahan ion Cr
2
O
7
2-
pada larutan,
sehingga apabila konsentrasi ion Cr
2
O
7
2-
yang terlarut dalam larutan semakin
banyak maka gaya tarik menarik antar ion Cr
2
O
7
2-
dengan permukaan adsorben
juga semakin besar.
62
4.1.7.2 Persamaan Isotermis Adsorpsi dan Kapasitas Adsorpsi
Jenis adsorpsi yang terjadi pada biomassa batang kangkung air terhadap
ion Cr(VI) dapat diketahui dengan menguji persamaan regresi linier isotermis
adsorpsi Langmuir dan persamaan isotermis Freundlich. Isotermis adsorpsi
Langmuir memiliki asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
homogen. Setiap molekul adsorben hanya dapat mengadsorpsi satu molekul
adsorbat (monolayer). Dan teori isotermis adsorpsi Langmuir ini juga berlaku
untuk adsorpsi kimia yaitu membentuk lapisan monolayer (Perez-Marn, 2007).
Asumsi Isotermis adsorpsi Freundlich adalah adsorben mempunyai permukaan
yang heterogen. Setiap molekul adsorben mempunyai potensi penyerapan yang
berbeda-beda (multilayer). Dan teori isotermis adsorpsi Freundlich ini berlaku
untuk adsorpsi fisika yaitu membentuk lapisan multilayer (Kriswiyanti dan
Danarto, 2007).
Penentuan isotermis adsorpsi Langmuir dapat diperoleh dengan mencari
nilai konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan (C
e
) serta banyaknya zat yang
terserap per satuan berat adsorben (Q
e
). Nilai perhitungan isotermis adsorpsi
Langmuir tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Perhitungan Isotermis Adsorpsi Langmuir
Cr(VI) Awal (Co) Cr(VI) Stabil (C
e
) Cr(VI) Teradsorpsi (Q
e
) C
e
/Q
e
Mg/L Mol/L Mg/L Mol/L Mg/L Mg/g Mol/g g/L
8 0,000154 0,02 0,0000004 4,02 1,01 0,000019 0,02
12 0,000231 0,25 0,0000048 11,75 2,94 0,000056 0,09
16 0,000308 0,75 0,0000144 15,25 3,81 0,000073 0,20
20 0,000385 1,50 0,0000288 18,50 4,62 0,000089 0,32
24 0,000461 2,00 0,0000385 22,00 5,50 0,000106 0,36
28 0,000538 3,50 0,0000673 24,50 6,12 0,000118 0,57
63
Setelah didapatkan nilai C
e
dan C
e
/Q
e
maka dapat dibuat grafik persamaan
isotermis adsorpsi Langmuir yang ditunjukkan pada gambar 4.8 berikut:
Isotermis Adsorpsi Langmuir
y = 7970.6x + 0.0565
R
2
= 0.9795
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 0.00002 0.00004 0.00006 0.00008
Ce (mol/L)
C
e
/
Q
e
(
g
r
/
L
)
Gambar 4.8 Grafik Persamaan Isotermis Adsorpsi Langmuir
Penentuan persamaan isotermis adsorpsi Freundlich dapat diperoleh
dengan mencari nilai konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan (C
e
). Dan
banyaknya zat yang terserap per satuan berat adsorben (Q
e
). Nilai perhitungan
isotermis adsorpsi Freundlich dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Perhitungan Isotermis Adsorpsi Freundlich
Cr(VI) Awal (Co) Cr(VI) Stabil (C
e
) Cr(VI) Teradsorpsi (Q
e
)
Mg/L Mol/L Mg/L Log C
e
Mg/L Mg/g Log Q
e
8 0,000154 0,02 -1,70 4,02 1,01 0,004
12 0,000231 0,25 -0,60 11,75 2,94 0,468
16 0,000308 0,75 -0,12 15,25 3,81 0,581
20 0,000385 1,50 0,18 18,50 4,62 0,665
24 0,000461 2,00 0,30 22,00 5,50 0,740
28 0,000538 3,50 0,54 24,50 6,12 0,787
64
Setelah didapatkan nilai log Ce dan log Qe maka dapat dibuat grafik
persamaan isotermis adsorpsi Freundlich yang ditunjukkan pada gambar 4.9
berikut:
Isotermis Adsorpsi Freundlich
y = 0.3548x + 0.6449
R
2
= 0.9688
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1
Log Ce
L
o
g
Q
e
Gambar 4.9 Grafik Persamaan Isotermis Adsorpsi Freundlich
Penentuan persamaan isotermis adsorpsi Langmuir dan Freundlich dapat
diketahui dengan cara melihat nilai R
2
. Isotermis adsorpsi Cr(VI) pada biomassa
batang kangkung air mengikuti persamaan yang mempunyai nilai R
2
mendekati 1.
Hasil perbandingan nilai R
2
dari persamaan isotermis adsorpsi Langmuir dan
Freundlich menunjukkan bahwa persamaan isotermis adsorpsi Langmuir memiliki
nilai R
2
mendekati 1 yaitu 0.9795.
Persamaan isotermis adsorpsi Freundlich juga meniliki nilai R
2
mendekati
1 yaitu 0,9688. Sehingga dapat diasumsikan bahwa adsorpsi Cr(VI) pada
biomassa batang kangkung air mengikuti persamaan isotermis adsorpsi Langmuir
dan persamaan isotermis adsorpsi Freundlich dengan memiliki nilai R
2
(koefisien
65
regresi linier) mendekati 1. Perbandingan antara hasil persamaan isotermis
adsorpsi Langmuir dengan isotermis adsorpsi Freundlich dapat dilihat pada tabel
4.3 berikut:
Tabel 4.3 Perbandingan Isotermis Adsorpsi Langmuir dengan Freundlich
Isotermis Adsorpsi Langmuir Isotermis Adsorpsi Freundlich
K
(L/mol)
E
(kJ/mol)
R
2
Xm
(mol/g)
K
(L/mol)
E
(kJ/mol)
R
2
n
(mol/g)
141143,26 29,38 0,9795 12,54 x
10
-5
4,41 3,67 0,9688 2,82
Kapasitas Cr(VI) yang teradsorpsi biomassa batang kangkung air dari
persamaan Isotermis Adsorpsi Langmuir sebesar 12,54 x 10
-5
mol/g. Untuk
persamaan Isotermis Adsorpsi Freundlich sebesar 2,82 mol/g. Isotermis Adsorpsi
Freundlich memiliki nilai kapasitas yang lebih besar dari Isotermis Adsorpsi
Langmuir. Hal ini disebabkan karena proses adsorpsi untuk persamaan Isotermis
Adsorpsi Freundlich terjadi secara fisika. Sehingga permukaan adsorben memiliki
kapasitas penyerapan yang lebih besar dari Isotermis Adsorpsi Langmuir yang
proses adsorpsinya terjadi secara kimia.
4.1.7.3 Energi Adsorpsi
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa energi yang diperoleh dari
persamaan isotermis adsorpsi Langmuir pada proses adsorpsi biomassa batang
kangkung air sebesar 29,38 kJ/mol dan untuk persamaan isotermis adsorpsi
Freundlich sebesar 3,67 kJ/mol. Menurut Adamson (1990) terdapat dua jenis
66
energi adsorpsi yang menyertai proses adsorpsi yaitu energi adsorpsi fisika dan
energi adsorpsi kimia. Besarnya energi pada adsorpsi fisika adalah 10 kJ/mol.
Sedangkan pada adsorpsi kimia energi adsorpsinya adalah 20,92 kJ/mol.
Persamaan isotermis adsorpsi Langmuir dan persamaan isotermis adsorpsi
Freundlich merupakan dua persamaan yang sesuai dengan proses adsorpsi
biomassa batang kangkung air, sehingga dapat diasumsikan bahwa proses
adsorpsi Cr(VI) pada biomassa batang kangkung air terjadi secara kimia dan
fisika. Menurut Kriswiyanti (2007), persamaan isotermis adsorpsi Langmuir
berlaku untuk adsorpsi kimia. Untuk persamaan isotermis adsorpsi Freundlich
terjadi secara fisika.
Adsorpsi kimia memerlukan energi yang lebih besar dari pada adsorpsi
fisika karena pada adsorpsi kimia terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan
baru. Selain itu molekul adsorbat terikat melalui ikatan kovalen pada permukaan
adsorben, sehingga diperlukan energi yang besar untuk pembentukan ikatan antara
adsorbat dengan permukaan adsorben. Sedangkan adsorpsi fisika tidak terjadi
pemutusan dan pembentukan ikatan baru. Molekul terikat melalui gaya
intermolekul (gaya Van der Walls dan ikatan hidrogen) antara adsorbat dan
substrat (adsorben) (Atkins, 1999).
Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan adsorben dengan
membentuk ikatan kovalen. Dimana ikatan tersebut terjadi sebagai hasil dari
pemakaian bersama elektron oleh adsorben (biomassa) dan adsorbat (Cr(VI)).
Ikatan ini sangat kuat sehingga energi yang diperlukan dalam proses adsorpsi
biomassa batang kangkung air besar yaitu 29,38 kJ/mol. Sedangkan pada adsorpsi
67
fisika adsorbat tidak terikat kuat pada permukaan adsorben sehingga dapat
bergerak dari satu bagian kebagian lain dalam adsorben oleh karena itu
membutuhkan energi yang kecil yaitu 2,82 kJ/mol.
Sifat adsorpsi kimia adalah irreversible dan membentuk lapisan monolayer
yaitu setiap molekul adsorben hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat
karena adsorben mempunyai permukaan yang bersifat homogen (Atkins, 1999).
Akibatnya ikatan menjadi kuat antara adsorben dengan adsorbat sehingga molekul
adsorbat yang berikatan dengan adsorben akan sulit terlepas kembali. Proses
menempelnya adsorbat pada permukaan adsorben dapat dilihat pada gambar 4.10
berikut:
Gambar 4.10 Penempelan Molekul pada Permukaan Adsorben Membentuk
Lapisan Monolayer (Deny, 2010)
Adsorpsi kimia (kemisorpsi) terjadi melalui ikatan kovalen yaitu melalui
penggunaan pasangan elektron secara bersama-sama antara ion HCrO
4
-
dan ion
Cr
2
O
7
2-
dengan permukaan adsorben (Khoirunnisa, 2005).
Selain adsorpsi kimia, proses adsorpsi biomassa batang kangkung air juga
terjadi secara fisika. Adsorpsi fisika adalah adsorpsi yang melibatkan gaya
intermolekul (gaya Van der Walls dan ikatan hidrogen) antara adsorbat dengan
adsorben (Atkins, 1999). Pada adsorpsi ini adsorbat tidak terikat kuat pada
lapisan adsorbat monolayer
adsorben
68
permukaan adsorben. Molekul terikat pada permukaan adsorben melalui gaya
Van der Walls dan ikatan hidrogen sehingga molekul adsorbat dapat bergerak dari
satu bagian kebagian lain dalam adsorben. Sifat adsorpsinya adalah reversible
yaitu dapat dilepaskan kembali dan berlangsung sangat cepat sehingga
membutuhkan energi yang kecil yaitu 3,67 kJ/mol.
Setiap molekul adsorben mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-
beda (multilayer) karena adsorben mempunyai permukaan yang bersifat
heterogen. Proses menempelnya adsorbat pada permukaan adsorben dapat dilihat
pada gambar 4.11 berikut:
Gambar 4.11 Penempelan Molekul pada Permukaan Adsorben Membentuk
Lapisan Multilayer (Deny, 2010)
Gugus aktif yang berpengaruh pada proses adsorpsi fisika adalah gugus
amina (NH
2
) dan hidroksil (OH
-
). Kedua gugus tersebut akan mengakibatkan
terjadinya gaya elektrostatik (Van der Walls) dan ikatan hidrogen (Nimah, 2007).
Mekanisme dugaan gaya elektrostatik (Van der Walls) antara biomassa dengan
Cr(VI) dapat dilihat pada gambar 4.12 berikut:
lapisan adsorbat multilayer
adsorben
69
R CH C
NH
3
+
HO
O
+ HCrO
4
-
R CH C
NH
3
+
HCrO
4
-
HO
O
R CH C
NH
3
+
HO
O
+ Cr
2
O
7
2-
R CH C
NH
3
+
Cr
2
O
7
2-
HO
O
Gambar 4.12 Mekanisme Gaya Elektrostatik (Van der Walls) Antara Biomassa
dengan Cr(VI) (Puspitasari, 2005)
Mekanisme gaya elektrostatik (Van der Walls) pada biomassa batang
kangkung air terjadi ketika gugus amina (NH
2
) pada asam amino yang
terprotonasi akibat hadirnya ion-ion H
+
dalam larutan, sehingga gugus amina
berubah menjadi NH
3
+
yang mengakibatkan terjadinya gaya elektrostatik. Gaya
ini timbul akibat adanya dipol-dipol yang muatannya berlawanan yaitu ion NH
3
+
dengan ion HCrO
4
-
dan ion Cr
2
O
7
2-
, sehingga menyebabkan adanya tarikan antara
dengan ion HCrO
4
-
dan ion Cr
2
O
7
2-
dengan molekul adsoben yaitu ion NH
3
+
(Puspitasari, 2005).
Senyawa asam amino yang apabila terlarut dalam larutan dapat
membentuk ion yang bermuatan positif dan negatif (zwiterion) atau ion amfoter.
Larutan asam amino dalam air ketika ditambahkan basa maka asam amino akan
membentuk ion COO
-
karena konsentrasi ion OH
-
yang tinggi mampu mengikat
ion-ion H
+
yang terdapat pada gugus NH
3
+
. Apabila larutan asam amino
ditambahkan asam, maka konsentrasi ion H
+
yang tinggi mampu berikatan dengan
70
ion COO
-
sehingga terbentuk gugus COOH (Poedjiadi, 2007). Perubahan
muatan pada asam amino dapat dilihat pada gambar 4.13 berikut:
+
H
3
N CH C
R
O
-
O
+ H
+ +
H
3
N CH C
R
OH
O
Gambar 4.13 Perubahan Muatan pada Asam Amino (Poedjiadi, 2007)
Perubahan muatan pada asam amino yaitu gugus NH
2
menjadi NH
3
+
yang mengakibatkan terjadinya gaya elektrostatik dengan ion HCrO
4
-
dan ion
Cr
2
O
7
2-
. Gugus inilah yang dimungkinkan terjadinya reaksi antara biomassa
batang kangkung air dengan ion HCrO
4
-
dan ion Cr
2
O
7
2-
.
Selain itu interaksi antara adsorbat dengan permukaan adsorben juga
terjadi melalui ikatan hidrogen antara atom hidrogen pada selulosa dengan atom O
pada ion HCrO
4
-
dan ion Cr
2
O
7
2-
. Ikatan hidrogen terjadi apabila atom hidrogen
terikat oleh dua atau lebih atom lain yang memiliki keelektronegatifan tinggi
seperti atom N, O, dan F (Effendy, 2006).
4.2 Karakterisasi Biomassa Batang Kangkung Air
Biomassa yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang kangkung air
yang sudah diaktifasi dengan pengasaman menggunakan HCl 0,01 M. Biomassa
yang diperoleh dianalisa dengan spektroskopi FTIR. Hasil spektra FTIR biomassa
batang kangkung air sebelum diinteraksikan dengan Cr(VI) dibandingkan dengan
71
spektra biomassa batang kangkung air yang sesudah diinteraksikan dengan
Cr(VI).
Spektra biomassa batang kangkung air sebelum diinteraksikan dengan
Cr(VI), jika dibandingkan dengan spektra biomassa batang kangkung air yang
sesudah diinteraksikan dengan Cr(VI) dapat dilihat pada gambar 4.14 dan 4.15
berikut:
500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000
1/cm
0
1.5
3
4.5
6
7.5
9
%T
3
4
4
0
.
7
7
3
3
0
2
.
8
7
2
9
2
1
.
9
6
2
8
5
2
.
5
2
2
3
6
3
.
6
0
2
1
2
9
.
2
7
1
7
4
0
.
6
4
1
6
3
7
.
4
5
1
5
3
3
.
3
0
1
4
2
7
.
2
3
1
3
7
5
.
1
5
1
3
2
0
.
1
8
1
2
5
5
.
5
7
1
1
6
0
.
1
0
1
1
0
5
.
1
4
1
0
6
0
.
7
8
1
0
3
4
.
7
4
8
9
6
.
8
4
7
6
0
.
8
7
6
6
8
.
2
9
6
2
2
.
0
0
5
3
8
.
1
0
Bio massa
Gambar 4.14 Spektra FTIR Biomassa Batang Kangkung Air Sebelum
Diinteraksikan dengan Cr(VI)
72
500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000
1/cm
-0.75
0
0.75
1.5
2.25
3
3.75
4.5
5.25
6
%T
3
4
5
8
.
1
3
3
3
4
0
.
4
8
3
2
9
6
.
1
2 2
9
2
1
.
9
6
2
8
5
4
.
4
5
2
3
3
8
.
5
3
2
1
7
0
.
7
3
1
7
3
5
.
8
1
1
6
4
1
.
3
1
1
5
4
1
.
0
2
1
4
3
8
.
8
0
1
3
7
5
.
1
5
1
3
3
3
.
6
8
1
2
6
0
.
3
9
1
1
5
9
.
1
4
1
1
0
6
.
1
0
1
0
6
0
.
7
8
1
0
3
2
.
8
1
8
9
6
.
8
4
8
3
1
.
2
6
6
6
8
.
2
9
6
2
0
.
0
7
5
3
4
.
2
5
4
7
5
.
4
2
14 ppm
Gambar 4.15 Spektra FTIR Biomassa Batang Kangkung Air Sesudah
Diinteraksikan dengan Cr(VI)
Secara umum digunakan diagram korelasi dalam mengidentifikasi gugus
fungsi pada spektra IR seperti pada tabel 4.4 berikut (Socrates, 1994):
Tabel 4.4 Daftar Kolerasi Gugus Fungsi pada Spektra IR
No Bilangan Gelombang (cm
-1
)
Biomassa Batang Kangkung
Air
Bilanga
Gelombang
Referensi
(cm
-1
)
Intensitas
Referensi
Vibrasi Referensi
Sebelum
mengadsorp
si Cr(VI)
Setelah
mengadsorpsi
Cr(VI)
1 3440,77 3458,13 3500-3200* Lebar Uluran O-H
2 3302,87 3340,48 3500-3300 Lemah Uluran N-H amina
sekunder
3 2921,96 2921,96 3000-2800 Kuat Uluran C-H alifatik
4 2852,52 2854,45
5 2363,6 2338,53 2500-2000 Lemah Uluran C=N alifatik
73
6 2129,27 2170,73 nitril
7 1637,45 1641,31 1650-1550 Kuat Uluran C=O asimetri
dari garam asam
karoksilat
8 1533,3 1541,02 1600-1475* Sedang-
lemah
Uluran C=C dari
aromatik
9 1427,23 1438,8 1450-1375* Sedang Tekukan C-H dari
CH
3
10 1375,15 1375,15 1390-1370 Sedang CH asimetri dari CH
3
11 1320,18 1333,68 1320-1210* Kuat Uluran C-O dari
asam karoksilat
12 1255,57 1260,39 1280-1180 Sedang Uluran C-N amina
13 1160,1 1159,14 1490-11150 Sedang Tekukan H-C-H
14 1105,14 1106,1 1310-1020 Lemah Uluran C-O-C dari
eter
15 1060,78 1060,78 1290-1000 Sedang-
lemah
Tekukan C-H
aromatik 16 1034,74 1032,81
17 896,84 896,84 900-600 lemah Tekukan =C-H keluar
bidang dari aromatik 18 - 831,26
19 760,87 - 770-650 Lemah Tekukan O-H
20 668,29 668,29
21 622 620,07 750-600 Sedang Tekukan N-H
22 538,1 534,25 850-500 Sedang Uluran C-C
Sumber: Socrates, 1994; *Sastrohamidjojo, 1992 dan **Brisdon, 1998.
Berdasarkan spektra FTIR gambar 4.14 pada biomassa batang kangkung
air sebelum diinteraksikan dengan Cr(VI) terdapat pita serapan lebar pada
bilangan 3440,77 cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi ulur O-H. Pita serapan lemah
pada bilangan gelombang 3302,87 cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi uluran N-H
dari amina sekunder. Pita serapan kuat pada bilangan gelombang 2921,96 dan
2852,52 cm
-1
merupakan vibrasi ulur C-H alifatik. Pita serapan kuat pada bilangan
gelombang 1637,45 cm
-1
merupakan vibrasi ulur C=O dari garam asam
karboksilat. Pita serapan sedang sampai lemah pada bilangan gelombang 1533,3
cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi uluran C=C dari senyawa aromatik.
74
Pita serapan sedang pada bilangan gelombang 1427,23 cm
-1
menunjukkan
adanya vibrasi tekukan CH
3
. Pita serapan sedang juga terjadi pada bilangan
gelombang 1375,15 cm
-1
yang menunjukkan adanya vibrasi CH asimetri dari CH
3
.
Serapan dengan intensitas kuat pada bilangan gelombang 1320,18 cm
-1
menunjukkan adanya vibrasi uluran C-O dari asam karboksilat. Adanya uluran C-
N amina dengan serapan sedang ditunjukkan pada bilangan gelombang 1255,57
cm
-1
.
Pita serapan sedang sampai lemah pada bilangan gelombang 1060,78 dan
1034,74 cm
-1
menunjukkan adanya tekukan C-H aromatik. Pada bilangan
gelombang 668,29 cm
-1
dengan serapan lemah menunjukkan adanya tekukan O-
H. Adanya tekukan N-H ditunjukkan dengan serapan lemah pada bilangan
gelombang 622 cm
-1
.
Pada spektra FTIR biomassa batang kangkung air sesudah diinteraksikan
dengan Cr(VI) seperti pada gambar 4.15, terlihat bahwa sebagian besar serapan
mengalami pergeseran bilangan gelombang. Hal ini dapat dilihat pada serapan
3340,48 cm
-1
dan 2170,73. Pada serapan tersebut mengalami selisih pergeseran
bilangan gelombang yang besar dibandingkan serapan yang lain. Pergeseran
serapan pada bilangan gelombang tersebut dimungkinkan karena adanya interaksi
antara gugus N-H (amina sekunder) dan gugus C=N dari alifatik nitril dengan
ion Cr(VI).
Peningkatan intensitas spektra pada serapan 3340,48 cm
-1
menunjukkan
terjadinya penurunan serapan N-H (amina) yang menyebabkan konsentrasi N-H
75
(amina) semakin berkurang. Hal ini diperkirakan sebagian gugus N-H dalam
biomassa pada pH 2 terprotonasi saat pengocokan berlangsung selama 45 menit.
Spektra FTIR biomassa batang kangkung air sesudah diinteraksikan
dengan Cr(VI) juga memperlihatkan adanya pengurangan puncak serapan. Hal ini
dapat dilihat pada serapan 760,87 cm
-1
. Lemahnya puncak serapan pada bilangan
gelombang 760,87 cm
-1
diperkirakan konsentrasi O-H sedikit sehingga pada saat
proses adsorpsi berlangsung serapan tersebut tidak terdeteksi lagi pada spektra
biomassa batang kangkung air sesudah diinteraksikan dengan Cr(VI).
4.3 Analisa Hasil Penelitian Dalam Pespektif Islam
Manusia diciptakan Allah SWT untuk beribadah kepada Allah, selain itu
manusia juga diciptakan sebagai khalifah dimuka bumi. Sebagai khalifah,
manusia memiliki tugas untuk memanfaatkan, mengelola dan memelihara alam
semesta. Allah telah menciptakan alam semesta untuk kepentingan dan
kesejahteraan semua makhluk Nya, khususnya manusia.
Allah SWT menciptakan segala sesuatu di bumi ini tidak lain sebagai
penunjuk kehidupan umat manusia. Allah SWT menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
yang baik dan memberikan banyak manfaat serta kenikmatan kepada manusia
agar manusia dapat berfikir. Salah satunya adalah surat A'basa ayat 27-32 berikut:
$K7' $ $'7m $6 $7% $G ,#n $6=
3 $/& $G /39 /3{
76
Artinya: Lalu kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, Anggur dan sayur-
sayuran, Zaitun dan kurma, Kebun-kebun (yang) lebat, Dan buah-buahan serta
rumput-rumputan, Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu
(Q.S. A'basa: 27-32).
Al-Quran surat A'basa ayat 27-32 menjelaskan tentang macam-macam
tumbuhan yang dapat di makan oleh makhluk hidup salah satunya adalah sayuran.
Kangkung air merupakan salah satu sayuran yang di sebutkan didalam Al-Quran.
Selain dapat dikonsumsi sebagai sayuran, kangkung air dapat dimanfaatkan
sebagai pengolah limbah industri. Kangkung air tersebut dapat dijadikan adsorben
untuk mengolah limbah industri terutama limbah yang mengandung logam
kromium.
Dalam penelitian ini kangkung air dapat dijadikan sebagai biomassa
khususnya pada bagian batang. Biomassa ini dapat digunakan untuk menyerap
logam-logam berat yang terdapat di perairan akibat dari pembuangan limbah
industri. Kemampuan biomassa batang kangkung air sebagai adsorben dalam
menyerap Cr(VI) tersebut disebabkan adanya interaksi antara situs aktif biomassa
batang kangkung air dengan ion Cr(VI). Peran dari situs-situs aktif ini dapat
menunjukkan dan mengingatkan kepada kita akan adanya kebesaran dan
kekuasaan Allah, salah satunya adalah melalui tumbuh-tumbuhan. Sebagaimana
yang telah tercantum dalam Al-quran Surat Al-Syuara ayat 7 yang berbunyi:
9& # <) {# /. $G;& $ . l .
77
Artinya: Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah
banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
baik. (Q.S Al-Syuara :7).
Hasil penelitian membuktikan bahwa batang kangkung air dapat menyerap
ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
secara fisika dan kimia. Secara fisika batang
kangkung air dapat menyerap ion Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
sebesar 2,82 (mol/g)
dan secara kimia sebesar 12,54 x 10
-5
mol/gr. Kangkung air dapat menyerap ion
Cr
2
O
7
2-
dan ion HCrO
4
-
karena mengandun protein dan selulosa tinggi yang
memiliki gugus aktif sebagai pengikat ion-ion logam yang terlarut. Kromium ini
dapat membahayakan kesehatan manusia. Apabila Cr(VI) ini terakumulasi
didalam tubuh akan menyebabkan kanker. Oleh sebab itu manusia harus berhati-
hati dalam mengkonsumsi kangkung air. Apabila kangkung air ini tumbuh
diperairan yang tercemar limbah maka jika dikonsumsi akan menyebabkan
penyakit dan membahayakan bagi kesehatan tubuh, sebagaimana anjuran Allah
SWT kepada hambanya untuk selalu mengkonsumsi makanan-makanan yang
tidak hanya halal tapi juga harus baik.
Anjuran memakan yang halal dan baik telah dijelaskan dalam Al-Quran
surat Al-Maidah ayat 88 yang berbunyi:
#=. $ `3% !# =m $7 #)?# !# %!# F& / ``
Artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepada-Nya (QS. Al-Maidah ayat 88).
Al-Quran surat Al-Maidah ayat 88 menjelaskan tentang anjuran memakan
makanan yang halal. Maksut dari makanan yang halal ini adalah makanan yang
78
baik dan dapat menyehatkan tubuh. Apabila kita memakan kangkung air yang
tumbuh di perairan yang tercemar limbah, besar kemungkinan kangkung tersebut
mengandung logam-logam berat yang membahayakan bagi kesehatan.
Penelitian Prasetyawati (2007) di perairan taman wisata Wendet Malang,
menunjukkan bahwa kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk) mampu menyerap
logam berat yaitu merkuri (Hg) pada batang 0,69 ppm, daun tua 0,61 ppm dan
daun muda 0,1 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan kangkung air
dalam menyerap logam berat yang terdapat diperairan sangat besar.
Para ilmuan muslim selain berwawasan luas, sudah sepatutnya memiliki
kepribadian yang baik serta mencerminkan sifat Ulil-albab. Ulil-albab merupakan
orang-orang yang berakal, punya nalar untuk berfikir serta mampu mengambil
pelajaran dari kisah para nabi dan mampu mengaplikasikan keilmuannya kepada
masyarakat.
Dalam Al-Quran Allah menjelaskan tentang Ulil Albab sebanyak 16 kali.
Ulil Albab merupakan seseorang yang menggunakan karunia akal untuk
merenungkan setiap kejadian di alam semesta yang luas ini. Orang-orang yang
melihat sesuatu melalui petunjuk yang diberikan Allah SWT, sehingga mereka
mampu mempelajari dan memanfaatkan segala sesuatu yang diciptakan oleh
Allah dengan baik.
Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa jalan untuk mengenal Allah
(marifatullah) dan mengagungkanNya itu adalah dengan cara memikirkan setiap
mahlukNya, merenungkan keajaiban-keajaiban dan memahamkan hikmah-hikmah
yang terkandung dalam seluruh ciptaanNya. Oleh sebab itu sepatutnya kita
79
sebagai hamba yang diberi keistimewaan oleh Allah berupa akal mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi umat manusia seperti
pemanfaatan batang kangkung air yang di jadikan sebagai biomassa untuk
menyerap logam-logam berat yang dapat membahayakan kesehatan.
Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah yang
bersungguh-sungguh mencari ilmu, mengembangkannya dan bersedia
menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki masyarakat.
Mereka tidak hanya duduk berpangku tangan di labolatorium, hanya membaca
buku-buku di perpustakaan. Namun mereka mampu mengamalkan ilmunya
kepada masyarakat. Itulah ciri-ciri seorang Ulil Albab yang mampu mempelajari
ilmu, memahami, dan tetap berpegang teguh pada keyakinan Allah sebagai Tuhan
pemilik alam semesta.
80
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1) pH optimum adsorpsi Cr(VI) pada biomassa batang kangkung air adalah pH 2
dan waktu kontak optimumnya adalah 45 menit.
2) Adsorpsi Cr(VI) pada biomassa batang kangkung air mengikuti persamaan
isotermis adsorpsi Langmuir dan persamaan isotermis adsorpsi Freundlich.
3) Kapasitas adsorpsi (Xm) untuk persamaan isotermis adsorpsi Langmuir
sebesar 12,54 x 10
-5
(mol/g). Energi adsorpsi (Eads) 29,39 (kJ/mol) dan
konstanta adsorpsi (K) 141143,26 (L/mol). Sedangkan untuk persamaan
isotermis adsorpsi Freundlich Kapasitas adsorpsi (n) 2,82 (mol/g). Energi
adsorpsi (Eads) 3,67 (kJ/mol) dan konstanta adsorpsi (K) 4,41 (L/mol).
5.2 Saran
1) Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang proses desorpsi ion Cr(VI) pada
biomassa batang kangkung air.
2) Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang kinetika adsorpsi Cr(VI) pada
biomassa batang kangkung air.
81
DAFTAR PUSTAKA
Adamson. 1990. Physical Chemistry of Surface. New York. John Wiley and Sons
Inc.
Agung, Desak Putu. 2007. Studi Kemampuan Adsorpsi Biomassa Daun Rumput
Gajah (penissetum purpureum) terhadap Cr(VI). Tugas Akhir Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas
Brawijaya Malang. Malang.
Al Ayubi. 2008. Study Keseimbangan Adsorpsi Merkuri(II) pada Biomassa Daun
Enceng gondok (Eichhornia crassipes). Skripsi Jurusan Kimia
Fakultas SAINTEK. Universitas Islam Negeri Malang. Malang.
Ansari, R. 2005. Aplication of Polyaniline and its Composites for Adsorption
Recovery of Chromium(VI) from Aquous Solution. Scientific Paper.
Chemistry Department. Faculty of Science. Guilan University. Iran. Pp
53-94.
Atkins. 1999. Kimia Fisika Jilid Dua, Erlangga. Jakarta.
Azis. 2007. Analisis Kandungan Sn, Zn, dan Pb dalam Susu Kental Manis
Kemasan Kaleng Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Islam Indonesia Jogjakarta. Tahun 2007. Jogjakarta.
Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Alih Bahasa Suharto,
Sahati. UI-Press. Jakarta.
Darmono. 2008. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI Press, Jakarta.
Dasuki. 1991. Klasifikasi Kangkung Air. http://eyesbeam.wordpress.
com/2009/03/ 11/ pengetahuan-umum-tentang-kangkung-air. Diakses
tanggal 09 September 2009.
Deman, John M. 1997. Kimia Makanan, edisi dua. ITB. Bandung.
Diantariani, Sudiarta, dan N. K. Elantiani. 2008. Proses Biosorpsi dan Desorpsi
ion Cr(VI) pada Biosorben Rumput Laut (Eucheuma spinosum). Bukit
Jimbaran. Jurnal Kimia 2 (1), Januari 2008 : Vol 45-52. Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Udayana.
Dokken, G. Gamez, I. Herrera, K.J. Tiemann, N.E. Pingitore, R.R. Chianelli, and
J.L. Gardea-Torresdey. Characterization of Chromium(VI)
82
Bioreduction and Chromium(III) Binding To Alfalfa Biomass.
Proceedings of the 1999 Conference on Hazardous Waste Research,
pp. 101-113.
Effendy. 2006. Teori VSEPR Kepolaran dan Gaya Antar Molekul. Bayumedia.
Malang Jawa Timur.
Gamez, Dokken, J. Tiemann, Herrera, J. Yacaman, W. Renner, R. Furenlid, and
L. Gardea-Torresdey. Spectroscopic Studies of Gold(III) Binding to
Alfalfa Biomass. Proceedings of the 1999 Conference on Hazardous
Waste Research, pp. 78-90.
Hameed dan R. Krishni. 2009. A Novel Agricultural Waste Adsorbent for the
Removal of Cationic Dye from Aqueous Solutions. Journal of
Hazardous Materials 162 (2009), pp. 305311.
Hassler, J.W. 1963. Activated Carbon. Chemical Publishing Co. Inc., New York,
pp. 174-176.
Hawab. 2004. Pengantar Biokimia. Bayumedia. Malang Jawa Timur.
Hayati, Elok kamilah. 2007. Dasar-Dasar Analisis Spektroskopi. Universitas
Islam Negeri Malang. Malang.
Herawati, Melly. Desi Runti Asmuni, dan Puguh Priyo Widodo. 2009. Produksi
Isopropil Alkohol Murni untuk Aditif Bensin yang Ramah Lingkungan
Sebagai Wujud Pemanfaatan Produk Samping Pada Industri Gas
Alam. Jurnal Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahian Alam
Universitas Negeri Malang. Malang.
Kartohardjono, Sutrasno. Ali Lukman dan G.P. Manik. 2008. Pemanfaatan Kulit
Batang Jambu Biji (Psidium Guajava) Untuk Adsorpsi Cr(VI) dari
Larutan. Jurnal Kimia Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Indonesia. Tahun 2008. Jakarta.
Kasir, Ibnu. Penerjemah Bahrun Abu Bakar. 2001. Tafsir Ibnu Kasir Juz 7. Sinar
Baru Algesindo. Bandung.
Kasir, Ibnu. Penerjemah Bahrun Abu Bakar. 2001. Tafsir Ibnu Kasir Juz 19. Sinar
Baru Algesindo. Bandung.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press.
Jakarta.
Khoirunnisa, Fitri. 2005. Kajian Adsorpsi dan Desorpsi Ag(S
2
O
3
)
2
3-
dalam
Limbah Fotografi pada dan dari Adsorben Kitin dan Asam Humat
83
Terimobilisasi pada Kitin. Tesis Jurusan Ilmu Kimia Fakultas
Matematika dan Pengetahuan Alam Program Pasca Sarjana
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.
Kohar, Indrajati. Poppy Hartatie Hardjo, dan Imelda Inge Lika. 2004. Studi
Kandungan Logam Pb dalam Batang dan Daun Kangkung (Ipomoea
reptans) yang Direbus dengan Penmahan NaCl dan Asam Asetat.
Jurnal Kimia Sains, vol. 8, no. 3, desember 2004: 85-88.
Kriswiyanti, Enny A dan Danarto, Y.C. 2007. Model Kesetimbangan Adsorpsi Cr
Dengan Rumput Laut. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNS.
Ekuilibrium Vol. 6 No. 2 Juli 2007: 47-52. Semarang.
Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia, jilid 1. Alih Bahasa Thenawidjadja. M.
Erlangga. Jakarta.
Lestari, Sri. Eko Sugiarto dan Mudasir. 2007. Studi Kemampuan Adsorpsi
Biomassa Sacharoyices Cerevisiae Yang Terimibilkan Pada Silika Gel
Terhadap Tembaga(II). Tesis Jurusan Ilmu Kimia Fakultas
Matematika dan Pengetahuan Alam Program Pasca Sarjana
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Lilik, R. 2008. Studi Kinetika Adsorpsi Merkuri(II) pada Biomassa Daun Enceng
Gondok (Eichhornia crassipes). Skripsi Jurusan Kimia Fakultas
SAINTEK. Universitas Islam Negeri Malang. Malang.
Mahran, Jamaludin dan Abdul Azhim Hanfa Mubasyir. 2006. Al-Quran Bertutur
Tentang Makanan dan Obat-obatan. Mitra Pustaka. Yogyakarta.
Malkoc, Emine dan Yasar Nuhoglu. 2007. Potential of Tea Factory Waste for
Chomium(VI) Removal from Aqueous Solution, Thermodynamic and
Kinetic Studies. Jurnal Separation and Purification Technology, Pp.
54 (2007) 291298.
Marianto, Lukito Adi. 2009. Tanaman Air. http://www.plantamor.com/index.
php?plant=710. Diakses tanggal 09 September 2009.
Mardiana, D. Ismuyanto dan T. Setianingsih. 1998. Kajian Mekanisme dan
Kinetika reaksi reduksi Limbah di Lingkungan Industri Elektroplating.
Universitas Brawijaya. Malang.
Mukarromah, Lailatul. 2008. Efektifitas Bioflokulan Biji Kelor (Moringa Oleifera
Lamk) dengan Mengurangi Kadar Cr(VI). Skripsi Jurusan Kimia
Fakultas SAINTEK. Universitas Islam Negeri Malang. Malang.
84
Mustafa, A. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 7. CV. Toha Putra. Semarang.
Nimah, Yatim Lailun dan Ita Ulfin. 2007. Penurunan Kadar Tembaga Dalam
Larutan dengan Menggunakan Biomassa Bulu Ayam. Jurnal Kimia
Vol. 2 No. 1 Oktober 2007: 57 66. Laboratorium Kimia Analitik
Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS
Keputih. Surabaya.
Oscik, J dan Cooper, L. 1982. Adsorptionz. Ellis Horwoo Limited John Wiley and
Sons. Newyork.
Perez-Marn, V. Meseguer Zapata , J.F. Ortuno, M. Aguilar, J. Saez, dan M.
Llorens. 2007. Removal of Cadmium from Aqueous Solutions by
Adsorption Onto Orange Waste. Journal of Hazardous Materials B139
(2007), pp. 122131.
Prasetyawati, Reni. 2007. Uji Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) dan
Kadmium (Cd) pada Kangkung Air (Ipomea aquatica Forsk) di Taman
Wisata Wendet Malang. Skripsi Jurusan Biologi Fakultas SAINTEK.
Universitas Islam Negeri Malang. Malang.
Poedjiadi, Ana. 2007. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.
Puspitasari, Novita. 2005. Adsorpsi Kromium (VI) dalam Larutan oleh Biomassa
Akar Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum Schumach). Tugas
Akhir Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Universitas Brawijaya Malang. Malang.
Rousseaus, R. W. 1987. Handbook of Separation Process Technology. John
Wiley and Sons Inc. United States. Pp. 67.
Sastrohamidjojo. 1992. Spektroskopi Inframerah. Liberty. Jakarta.
Sawitri, Dewi Erina dan Sutrisno, Tri. 2006. Adsorpsi Khrom (VI) dari Limbah
Cair Industri Pelapisan Logam dengan Arang Eceng Gondok
(Eichornia crossipes). Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro Semarang.
Setiawan, Hendri. 2005. Adsorpsi Kromium(III) dalam Larutan oleh Biomassa
Akar Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum Schumach). Tugas
Akhir Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Universitas Brawijaya Malang. Malang.
Socrates. 1994. Infrared Characteristic Group Frequencies Tobles and Charts
Second Edition, New York. John Wiley and Sons Inc.
85
Sugiyarto, K. 2003. Kimia Anorganik II. Jica. Jurusan Kimia Fakultas Pendidikan
MIPA UNY. Yogyakarta.
Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro
Edisi Kelima. PT Kalman Media Pusaka. Jakarta.
86
Lampiran 1. Kerangka Konsep Penelitian
Isotermis Langmuir
Isotermis Freundlich
Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk)
Biomassa
Adsorpsi Cr(VI)
pH Optimum Waktu Kontak Optimum Karakterisasi IR
Penentuan Cr(VI) yang teradsorpsi
Model Isotermis Adsorpsi
Energi Adsorpsi Energi Adsorpsi
Fisisorpsi
10 kJ/mol
Kimisorpsi
20,90-420 kJ/mol
Fisisorpsi
10 kJ/mol
Kimisorpsi
20,90-420 KJ/mol
Perubahan Gugus
Fungsi Biomassa
Kapasitas Adsorpsi Maksimum Kapasitas Adsorpsi Maksimum
87
Lampiran 2. Preparasi Larutan
L.2.1 Perhitungan Preparasi Larutan
L.2.1.1 Larutan HCl 0,01 M
Untuk membuat larutan HCl 0,01 M sebanyak 500 mL adalah:
Mol HCl (n) = m x V
= 0,01 M x 0,5 L
= 0,005 mol
Massa HCl = n x Mr
= 0,005 mol x 36,45 g/mol
= 0,182 gram
Volume HCl = massa = 0,182 = 0,41 mL
% x bj 0,37 x 1,19
L.2.1.2 Larutan H
2
SO
4
5 M
Untuk membuat larutan H
2
SO
4
5 M sebanyak 100 mL adalah:
Mol H
2
SO
4
(n) = m x V
= 5 M x 0,1 L
= 0,5 mol
Massa H
2
SO
4
= n x Mr
= 0,5 mol x 98 g/mol
= 49 gram
Volume H
2
SO
4
= massa = 49 = 27,85 mL
% x bj 0,96 x 1,8325
88
L.2.1.3 Larutan NaOH 0,1 M
Untuk membuat larutan NaOH 0,1 M sebanyak 500 mL adalah:
Mol NaOH (n) = m x V
= 0,1 M x 0,5 L
= 0,05 mol
Massa NaOH = n x Mr
= 0,05 mol x 40 g/mol
= 2 gram
L.2.1.4 Larutan Baku Cr (VI) 200 ppm (mg/L)
Untuk membuat larutan Cr (VI) 200 ppm sebanyak 500 mL dari K
2
Cr
2
O
7
adalah:
200 ppm Cr (VI) = mg/L jika volume 0,5 L maka
200 ppm Cr (VI) = X mg
0,5 L
X (Berat Cr VI ) = 100 mg
Sehingga K
2
Cr
2
O
7
yang ditimbang adalah:
Berat Cr (VI) = 2 BA Cr x berat K
2
Cr
2
O
7
BM K
2
Cr
2
O
7
100 mg = 2 x 52 x berat K
2
Cr
2
O
7
294
Berat K
2
Cr
2
O
7
= 29400 = 282,69 mg = 0,282 gram
104
Contoh perhitungan larutan baku Cr
6+
2 ppm sebanyak 100 mL dibuat dari larutan
standar Cr (VI) 200 ppm, menggunakan rumus:
89
M
1
x V
1
= M
2
x V
2
2 ppm x 50 mL = V
2
x 200 ppm
V
2
= 0,5 mL
L.2.2 Pembuatan Larutan
L.2.2.1 Larutan HCl 0,01 M
HCl pekat (37%, bj = 1,19 g/mL) dipipet 0,414 mL dan dimasukkan dalam
labu takar 500 mL yang telah diisi aquades seperempat bagian, kemudian
diencerkan dengan aquades sampai tanda batas.
L.2.2.2 Larutan H
2
SO
4
5 M
H
2
SO
4
5 M pekat (96%, bj = 1,8325 g/mL) dipipet 27,85 mL dan
dimasukkan dalam labu takar 100 mL yang telah diisi aquademineral seperempat
bagian, kemudian diencerkan dengan aquademineral sampai tanda batas.
L.2.2.3 Larutan NaOH 0,1 M
NaOH ditimbang 2 gram dalam gelas beaker, dimasukkan dalam labu
takar 500 mL. Kemudian diencerkan dengan aquademin sampai tanda batas.
L.2.2.4 Pembuatan Reagen 1.5 Difenilkarbazida (Puspitasari, 2005)
1,5 Difenilkarbazid ditimbang 0,25 g. Larutkan dalam gelas beaker dengan
50 mL aseton dan akuades 50 mL. Larutan dipindahkan kedalam labu ukur 100
mL. Diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Larutan disimpan dalam
botol berwarna gelap.
90
Lampiran 3 Diagram Alir
L.3.1 Preparasi Biomassa Batang Kangkung Air
Kangkung Air
Batang Kangkung Air
Serbuk Batang Kangkung
air
Biomassa
Dihilangkan bagian daun dan akarnya
Dikeringkan dengan oven pada suhu 90
o
C sampai diperoleh berat konstan
Diblender sampai halus
Disaring dengan ayakan berukuran 120 mesh
Disaring kembali sampel yang lolos dengan ayakan ukuran 150 mesh
Direndam dengan HCl 0,01 M satu jam
Direndam dengan aquades
Dikeringkan dengan oven pada suhu 50-60
o
C sampai diperoleh berat konstan
Dishaker untuk melarutkan logam-logam
Direaksikan dengan reagen AgNO
3
sampai filtrat tidak terbentuk endapan putih
91
L.3.2 Pembuatan Larutan Stok Cr(VI) 200 ppm
Ditambahkan H
2
SO
4
5 M beberapa tetes sampai pH 10,3
Padatan K
2
Cr
2
O
7
Ditimbang 0,282 g
Dimasukkan kedalam gelas beaker 250 mL
Ditambahkan aquademineral 200 mL
Dipindahkan kedalam labu ukur 500 mL
Ditambahkan aquademineral yang memiliki pH 10,3 sampai tanda batas
Dikocok agar menjadi homogen
Hasil
Dicek dengan pH meter sampai pH 10,3
92
L.3.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kompleks Cr-
Difenilkarbazida
Larutan Cr(VI) 20 mg/L
Dipipet 1 mL
Dimasukkan kedalam gelas beaker
Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH 10,3
Dicek menggunakan pH meter sampai pH 10,3
Ditambahkan 2 mL larutan difenilkarbazida
Ditandabataskan dengan aquademineral yang memiliki pH 10,3
Didiamkan 10 menit
Dianalisa dengan spektroskopi UV-VIS pada = 500-600
nm
Dibuat blangko aquademineral pH 10,3 dan 2 mL difenilkarbazida
Hasil
Dipindahkan kedalam labu ukur 25 mL
93
L.3.4 Penentuan pH Optimum Kompleks Cr
6+
dengan Difenilkarbazida
Larutan Cr(VI) 200 mg/L
Dipipet 1 mL
Dimasukkan kedalam gelas beaker
Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH 10,3
Dicek menggunakan pH meter sampai pH 10,3
Ditambahkan 2 mL larutan difenilkarbazida
Ditandabataskan dengan aquademineral yang memiliki pH 10,3
Didiamkan 10 menit
Dianalisa dengan spektroskopi UV-VIS pada = 543
nm
Diulang dengan prosedur yang sama untuk pH 2, 3, dan 4
Hasil
Dipindahkan kedalam labu ukur 50 mL
94
L.3.5 Penentuan Kurva Baku Cr(VI)
Larutan Cr(VI) 10 mg/L
Dipipet 0,5 mL
Dianalisa dengan spektroskopi UV-VIS pada = 543
nm
Dibuat kurva baku berdasarkan regresi linear
Hasil
Dimasukkan kedalam gelas beaker
Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH optimum
Dicek menggunakan pH meter sampai pH optimum
Ditambahkan 2 mL larutan difenilkarbazida
Ditandabataskan dengan aquademineral yang memiliki pH optimum
Didiamkan 10 menit
Dipindahkan kedalam labu ukur 25 mL
Diulang dengan prosedur yang sama untuk volume 2,5; 5; 7,5; 10, dan 15 mL
95
L.3.6 Penentuan pH optimum Adsorpsi Cr(VI)
Diulang dengan prosedur yang sama untuk pH 3; 4; 5 dan 6
Hasil
Diambil 3 mL
Diambil 10 mL dan dimasukkan kedalam gelas beaker
Larutan Kromium(VI) 200 ppm
Dimasukkan dalam labu ukur 50 mL
Ditambahkan aquademineral sekitar 20 mL
Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M dan atau NaOH 0,1 M
Dicek dengan pH meter sampai pH 20,3
Dikocok menggunakan shaker selama 45 menit kecepatan 150 rpm suhu 25
o
C
Disaring dengan menggunakan kertas saring
Filtrat Endapan
Ditandabataskan dengan aquademineral yang memiliki pH 20,3
Diambil 25 mL larutan kromium 12 ppm
Dimasukkan erlenmeyar
Ditambahkan biomassa 0,1 g
Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH optimum dan
2 mL larutan difenilkarbazida dan dimasukkan labu ukur 25 mL
Didiamkan 10 menit
Dianalisa dengan spektroskopi UV-VIS pada = 543
nm
96
L.3.7 Pembuatan Larutan Kontrol Cr(VI)
Larutan Cr(VI) 12 ppm
Diambil 12,5 mL dan dimasukkan kedalam gelas beaker
mesh
Dimasukkan kedalam kuvet
Diamati perubahannya tiap 4, 8, 15, 30, 45 dan 60 menit
Hasil
Ditambahkan 2 mL larutan difenilkarbazida
Dianalisa dengan spektroskopi UV-VIS pada = 543
nm
Ditambahkan H
2
SO
4
0,1M sampai pH optimum
Dipindahkan kedalam labu ukur 25 mL
Ditandabataskan dengan aquademineral yang memiliki pH optimum
97
L.3.8 Penentuan Waktu Kontak Optimum Terhadap Adsorpsi Cr(VI)
Dimasukkan dalam erlenmeyer yang berisi biomassa 0,1 g
Dikocok menggunakan shaker selama 4 menit
dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 25
o
C
Disaring dengan menggunakan kertas saring
25 mL larutan kromium 12 mg/L pada pH optimum
Diulang dengan prosedur yang sama untuk lama
pengocokan 8, 15, 30, 45 dan 60 menit.
Hasil
Diambil 10 mL dan dimasukkan kedalam gelas beaker
Filtrat Endapan
Ditambahkan 2 mL larutan difenilkarbazida
Didiamkan 10 menit
Dianalisa dengan spektroskopi UV-VIS pada = 543
nm
Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH optimum
Dipindahkan kedalam labu ukur 25 mL
Ditandabataskan dengan aquademineral yang memiliki pH optimum
98
L.3.9 Penentuan Banyaknya Cr(VI) yang Teradsorpsi
Dimasukkan dalam erlenmeyer yang berisi biomassa 0,1 g
25 mL larutan kromium 8 mg/L pada pH optimum
Dikocok menggunakan shaker selama waktu optimum
dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 25
o
C
Disaring dengan menggunakan kertas saring
Diulang dengan prosedur yang sama untuk
konsentrasi 12, 16, 20, 24 dan 28 mg/L.
Hasil
Diambil 10 mL dan dimasukkan kedalam gelas beaker
Filtrat Endapan
Ditambahkan 2 mL larutan difenilkarbazida
Didiamkan 10 menit
Dianalisa dengan spektroskopi UV-VIS pada = 543
nm
Ditambahkan H
2
SO
4
0,1 M sampai pH optimum
Dipindahkan kedalam labu ukur 25 mL
Ditandabataskan dengan aquademineral yang memiliki pH optimum
99
L.3.10 Karakterisasi Biomassa Batang Kangkung Air
Ditimbang 0,1 g
Dikarakterisasi dengan spektrofotometer inframerah
pada bilangan gelombang 4000-400 cm
-1
Hasil
Biomassa Batang Kangkung Air
Diinteraksikan dengan Cr(VI)
Dibuat dalam bentuk pelet dengan KBr
Dibuat dengan penghalus bersama biomassa
batang kangkung air dengan KBr kering
Diberi tekanan dalam kondisi hampa udara
Diulang dengan prosedur yang sama tetapi
biomassa tidak di interaksikan dengan Cr(VI)
Dibandingkan hasil antara biomassa batang kangkung air
sebelum dan sesudah diinteraksikan dengan Cr(VI)
100
Lampiran 4. Perhitungan Analisa Data
1. Perhitungan Isotermis Adsorpsi Langmuir.
Cr(VI) Awal (Co) Cr(VI) Stabil (Ce) Cr(VI) Teradsorpsi (Qe) Ce/Qe
Mg/L Mol/L Mg/L Mol/L Mg/L Mg/g Mol/g g/L
8 0,000154 0,02 0,0000004 4,02 1,01 0,000019 0,02
12 0,000231 0,25 0,0000048 11,75 2,94 0,000056 0,09
16 0,000308 0,75 0,0000144 15,25 3,81 0,000073 0,20
20 0,000385 1,50 0,0000288 18,50 4,62 0,000089 0,32
24 0,000461 2,00 0,0000385 22,00 5,50 0,000106 0,36
28 0,000538 3,50 0,0000673 24,50 6,12 0,000118 0,57
Isotermis Adsorpsi Langmuir
y = 7970.6x + 0.0565
R
2
= 0.9795
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 0.00002 0.00004 0.00006 0.00008
Ce (mol/L)
C
e
/
Q
e
(
g
r
/
L
)
Y
Linear (Y)
C
e
= 1
+
1 C
e
Q
e
X
m
K X
m
Y = 7970,6x + 0,0565
ax (slop) = 1 b (intersep) = 1
X
m
X
m
K
1 = 7970,6 ; X
m
= 12,54 x 10
-5
mol/g
X
m
1 = 0,0565 ; K = 1 = 141143,26 L/mol
X
m
K 0,0565 x 12,54 x 10
-5
101
E = RT ln K
= 8,314 J/K x 298 K ln 141143,26 L/mol
= 29,38 kJ/mol
2. Perhitungan Isotermis Adsorpsi Freundlich.
Cr(VI) Awal (Co) Cr(VI) Stabil (Ce) Cr(VI) Teradsorpsi (Qe)
Mg/L Mol/L Mg/L Log Ce Mg/L Mg/g Log Qe
8 0,000154 0,02 -1,70 4,02 1,01 0,004
12 0,000231 0,25 -0,60 11,75 2,94 0,468
16 0,000308 0,75 -0,12 15,25 3,81 0,581
20 0,000385 1,50 0,18 18,50 4,62 0,665
24 0,000461 2,00 0,30 22,00 5,50 0,740
28 0,000538 3,50 0,54 24,50 6,12 0,787
Isotermis Adsorpsi Freundlich
y = 0.3548x + 0.6449
R
2
= 0.9688
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1
Log Ce
L
o
g
Q
e
Y
Linear (Y)
Ce
n
Kf Qe log
1
log log + =
Y = 0,3548x + 0,6449
ax (slop) = 1 b (intersep) = log K
n
1 = 1 ; n = 2,82 mol/g
n 0,3548
log K = 0,6449; K = 4,41 mol/L
E = RT ln K
= 8,314 J/K x 298 K ln 4,41 mol/L
= 3,67 kJ/mol
102
3. Perhitungan Analisa UV-VIS.
a. Penentuan pH Optimum Adsorpsi Cr(VI) 12 ppm.
pH M
1
(ppm) M
2
(ppm) V
1
(mL) V
2
(mL) Konsentrasi yang
Teradsorpsi (ppm)
2 0,10 0,25 25 10 11,75
3 1,60 4,00 25 10 8,00
4 2,00 5,00 25 10 7,00
5 2,10 5,25 25 10 6,75
b. Penentuan Waktu Kontak Optimum Adsorpsi Cr(VI) 12 ppm.
Waktu Kontak
(menit)
M
1
(ppm) M
2
(ppm) V
1
(mL) V
2
(mL) Konsentrasi yang
Teradsorpsi (ppm)
4 1,100 2,750 25 10 9,25
8 0,800 2,000 25 10 10,00
15 0,400 1,000 25 10 11,00
30 0,035 0,087 25 10 11,91
45 0,001 0,002 25 10 11,99
60 0,005 0,013 25 10 11,99
c. Penentuan Banyaknya Cr(VI) yang Teradsorpsi.
Konsentrasi
(ppm)
M
1
(ppm) M
2
(ppm) V
1
(mL) V
2
(mL) Konsentrasi yang
Teradsorpsi (ppm)
8 0,01 0,02 25 10 7,98
12 0,10 0,25 25 10 11,75
16 0,30 0,75 25 10 15,25
20 0,60 1,50 25 10 18,50
24 0,80 2,00 25 10 22,00
28 1,40 3,50 25 10 24,50
103
Lampiran 5. Foto Penelitian
Gambar 1. Kangkung air
Gambar 2. Batang kangkung air
Gambar 3. Batang kangkung air hasil oven
Gambar 4. Batang setelah diayak
Gambar 5. biomassa setelah dioven
Gambar 6. Biomassa
Gambar 7. Sebelum disheker
Gambar 8. Sheker
104
Gambar 9. filtrat pH 2
Gambar 10. filtrat pH 3
Gambar 11. filtrat + difenilkarbazid pH 2
Gambar 12. filtrat + difenilkarbazid pH 3
Gambar 13. pH 2, waktu 45 menit
Gambar 14. 45 menit + difenilkarbazid
Gambar 15. 4 ppm, 45 menit, pH 2
Gambar 16. filtrat + difenilkarbazid 4ppm
105
Gambar 17. 14 ppm, 45 menit, pH 2
Gambar 18. 14 ppm, 45 menit, pH 2
106
Lampiran 6. Data Analisa Spektroskopi UV-VIS
1. Panjang Gelombang Maksimum Kompleks Cr-Difenilkarbazida
Scan Analysis Report
Report Time : Sat 17 Apr 10:21:33 PM 2010
Method:
Batch: D:\Zahroh 2006\Cr(VI) pH 1.DSW
Software version: 3.00(339)
Operator: Nia
Sample Name: Cr(VI) pH1
Collection Time 4/17/2010 10:21:51 PM
Peak Table
Peak Style Peaks
Peak Threshold 0.0100
Range 800.1nm to 400.0nm
Wavelength (nm) Abs
________________________________
543.0 0.518
2. Penentuan pH Optimum Kompleks Cr
6+
dengan Difenilkarbazida
Advanced Reads Report
Report time 4/20/2010 2:59:30 AM
Method
Batch name D:\Zahroh 2006\pH optimum konsentrasi 2ppm
Application Advanced Reads 3.00(339)
Operator Nia
Instrument Settings
Instrument Cary 50
Instrument version no. 3.00
Wavelength (nm) 543.0
Ordinate Mode Abs
Ave Time (sec) 0.1000
Replicates 3
Sample averaging OFF
107
Comments:
Sampel 2 ppm Cr(VI)
Zero Report
Read Abs nm
________________________________________________
Zero (0.0839) 543.0
Analysis
Collection time 4/20/2010 2:59:30 AM
Sample F Mean SD %RSD Readings
____________________________________________________________
pH 4 2.2717
2.2670
2.3211 0.0897 3.87 2.4247
pH 3 2.3395
2.4553
2.4235 0.0734 3.03 2.4755
pH 2 2.4998
2.4275
2.4716 0.0387 1.56 2.4876
pH 1 1.7378
1.7366
1.7397 0.0044 0.25 1.7447
3. Penentuan Kurva Baku Cr(VI)
Concentration Analysis Report
Report time 4/23/2010 1:32:50 AM
Method
Batch name D:\Zahroh 2006\ variasi pH adsorbsi Cr(VI) tgl 22
april\variasi konsentrasi.BCN
Application Concentration 3.00(339)
Operator Nia
Instrument Settings
Instrument Cary 50
Instrument version no. 3.00
Wavelength (nm) 543.0
Ordinate Mode Abs
Ave Time (sec) 0.1000
Replicates 3
Standard/Sample averaging OFF
Weight and volume corrections OFF
Fit type Linear Direct
Min R 0.95000
Concentration units mg/L
108
Zero Report
Read Abs nm
________________________________________________
Zero (0.0908) 543.0
Calibration
Collection time 4/30/2010 11:21:45 PM
Standard Concentration F Mean SD %RSD Readings
mg/L
______________________________________________________________________
Std 1 0.0956
0.0956
0.1 0.0956 0.0001 0.06 0.0955
Std 2 0.5544
0.5544
0.5 0.5546 0.0003 0.06 0.5549
Std 3 1.1338
1.1352
1.0 1.1358 0.0023 0.20 1.1384
Std 4 1.6360
1.6354
1.5 1.6336 0.0036 0.22 1.6294
Std 5 2.1746
2.1708
2.0 2.1690 0.0067 0.31 2.1616
Std 6 2.9854
3.0170
3.0 3.0459 0.0791 2.60 3.1354
Calibration eqn Abs = 1.05080*Conc
Correlation Coefficient 0.99706
Calibration time 4/23/2010 1:32:50 AM
4. pH Optimum Adsorpsi Cr(VI)
Analysis
Collection time 4/25/2010 2:45:48 AM
Sample Concentration F Mean SD %RSD Readings
mg/L
______________________________________________________________________
A2 0.1127
0.1125
0.1 R 0.1126 0.0001 0.06 0.1125
A3 1.8631
1.8691
1.6 R 1.8672 0.0035 0.19 1.8693
A4 2.3074
2.3458
2.0 R 2.3302 0.0202 0.87 2.3372
A5 2.1157
2.1144
2.1 R 2.1141 0.0074 0.33 2.1123
109
A6 2.0808
2.0549
2.2 R 2.0701 0.0136 0.65 2.0746
5. Larutan Kontrol Cr(VI) 1,5 ppm
Advanced Reads Report
Report time 4/28/2010 2:50:12 AM
Method
Batch name D:\Zahroh 2006\stabilisasi tgl
27April\stabilisasi.BAB
Application Advanced Reads 3.00(339)
Operator Nia
Instrument Settings
Instrument Cary 50
Instrument version no. 3.00
Wavelength (nm) 543.0
Ordinate Mode Abs
Ave Time (sec) 0.1000
Replicates 3
Sample averaging OFF
Comments:
pengaruh stabilisasi
Zero Report
Read Abs nm
________________________________________________
Zero (0.0906) 543.0
Analysis
Collection time 4/28/2010 2:50:12 AM
Sample F Mean SD %RSD Readings
____________________________________________________________
4 menit 1.8327
1.8318
1.8316 0.0011 0.06 1.8304
8 menit 1.8314
1.8207
1.8262 0.0053 0.29 1.8265
15 menit 1.8314
1.8358
1.8291 0.0081 0.44 1.8202
30 menit 1.8223
1.8171
1.8226 0.0056 0.31 1.8284
45 menit 1.8043
1.8194
1.8138 0.0083 0.46 1.8177
60 menit 1.8175
1.8149
1.8154 0.0020 0.11 1.8137
110
6. Waktu Kontak Optimum Adsorpsi Cr(VI)
Concentration Analysis Report
Report time 4/29/2010 2:49:00 AM
Method
Batch name
Application Concentration 3.00(339)
Operator Nia
Instrument Settings
Instrument Cary 50
Instrument version no. 3.00
Wavelength (nm) 543.0
Ordinate Mode Abs
Ave Time (sec) 0.1000
Replicates 3
Standard/Sample averaging OFF
Weight and volume corrections OFF
Fit type Linear Direct
Min R 0.95000
Concentration units mg/L
Zero Report
Read Abs nm
________________________________________________
Zero (0.0892) 543.0
Analysis
Collection time 4/29/2010 2:49:00 AM
Sample Concentration F Mean SD %RSD Readings
mg/L
______________________________________________________________________
60 menit 0.0054
0.0054
0.0 R 0.0054 0.0000 0.22 0.0054
45 menit 0.0010
0.0011
0.0 R 0.0010 0.0001 6.67 0.0010
30 menit 0.0359
0.0359
0.0 R 0.0359 0.0000 0.08 0.0358
15 menit 0.4456
0.4458
0.4 R 0.4456 0.0003 0.06 0.4453
8 menit 0.8360
0.8301
0.8 R 0.8341 0.0035 0.41 0.8362
4 menit 1.1481
1.1504
1.1 R 1.1493 0.0011 0.10 1.1494
Read sequence cancelled
Results Flags Legend
U = Uncalibrated O = Overrange
N = Not used in calibration R = Repeat reading
111
7. Banyaknya Cr(VI) yang Teradsorpsi
Analysis
Collection time 4/30/2010 11:27:29 PM
Sample Concentration F Mean SD %RSD Readings
mg/L
______________________________________________________________________
4 ppm 0.0092
0.0093
0.0 0.0093 0.0002 1.75 0.0095
6 ppm 0.0913
0.0912
0.1 0.0912 0.0001 0.07 0.0912
8 ppm 0.3267
0.3267
0.3 0.3267 0.0001 0.02 0.3266
10 ppm 0.6305
0.6311
0.6 R 0.6306 0.0004 0.06 0.6304
12 ppm 0.4436
0.4438
0.4 0.4438 0.0002 0.05 0.4440
14 ppm 0.7417
0.7446
0.7 0.7443 0.0025 0.33 0.7466
112