Anda di halaman 1dari 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dismenore Dismenore adalah sakit saat menstruasi sampai dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Manuaba, 2000). Dalam sebagian besar kasus dismenore primer ditandai dengan adanya nyeri yang khas yaitu nyeri pada panggul bagian bawah yang dimulai pada hari pertama sampai hari ketiga menstruasi Nyeri haid atau dismenore sering terjadi pada remaja-remaja putri dengan derajat nyeri yang berbeda-beda, ada yang sampai membutuhkan pengobatan, ada pula yang tidak (Linda French, 2008). Dismenore atau nyeri haid adalah normal, namun dapat berlebihan apabila dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis seperti stress serta pengaruh dari hormon prostaglandin dan progesteron. Selama dismenore, terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol uterin yang menyebabkan terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang rasa nyeri di saat datang bulan (Robert dan David, 2004). Pengeluaran prostaglandin F2alfa dipengaruhi oleh hormon progesteron selama fase luteal dari siklus menstruasi dan mencapai puncaknya pada saat menstruasi (Wiknjosastro,1999). Berdasarkan penelitian, M.A parker (2009) menyebutkan bahwa dismenore terjadi pada 70-91% remaja dan menunjukkan nyeri sedang sampai berat sampai mengakibatkan gangguan dalam beraktivitas. Hal ini didukung pula oleh penelitian Andrew S. Coco (1999) yang menyebutkan bahwa dismenore menjadi penyebab utama remaja putri tidak bersekolah dalam jangka pendek. Dalam situasi yang sama, sebanyak 42% mahasiswi menyatakan ketidakhadiran dan ketidakmampuan beraktifitas saat dismenore. 2.2 Faktor Resiko

Beberapa faktor telah dihubungkan dengan penyebab terjadinya dismenore termasuk merokok, depresi, paritas dan indeks massa tubuh (BMI). Selain itu, dismenore dapat meningkat karena berbagai faktor seperti : a. Usia < 20 tahun b. Berat badan yang menurun drastis c. Depresi/cemas d. Menstruasi berat e. Nulipara f. Merokok (Linda French, 2005) 2.3 Klasifikasi Manuaba (2000) menyebutkan bahwa dismenore dibagi menjadi : a. Dismenore Primer : dismenore tanpa kelainan anatomis genitalis. b. Dismenore sekunder : dismenore yang disertai kelaianan anatomis genitalis. Sedangkan untuk pembagian klinisnya, dibagi menjadi : a. Dismenore ringan : berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari-hari. b. Dismenore sedang : diperlukan obat penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya. c. Dismenore berat : perlu istirahat beberapa hari dan dapat disertai nyeri kepala, pinggang, diare dan rasa tertekan. 2.3 Latihan Dismenore Dismenore dapat diatasi diantaranya dengan melakukan hal- hal berikut : a. Latihan moderat seperti berjalan atau berenang. b. Latihan menggoyangkan panggul. c. Latihan dengan posisi lutut ditekuk ke dada, berbaring terlentang/miring. (Geri Morgan&Carole Hamilton, 2009)

Selain itu, olahraga dapat mengurangi frekuensi dan / atau tingkat keparahan dismenore. Latihan telah dikaitkan dengan penurunan prevalensi dismenore dan terkait simtomatologi dalam beberapa studi (Blakey H et al, 2009) Maryam Koushkie Jahromi, dkk (2008) dalam penelitian mereka menunjukkan latihan fisik atau olahraga, efektif dalam mengurangi gejala-gejala premenstruasi dan dismenore, dan mereka membuktikan keefektifan penelitianpenelitian sebelumnya. Penelitian ini menjelaskan pada keadaan saat

premenstruasi dan menstruasi terjadi peningkatan maksimum hormon-hormon. Gejala-gejala yang terkait dengan premenstruasi dan dismenor berhubungan dengan fungsi endorphin Olahraga atau senam dismenore merupakan salah satu teknik relaksasi. Olahraga atau latihan fisik dapat menghasilkan hormon endorphin. Endorphin adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaks/tenang. Endorphin dihasilkan di otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi. Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar bendorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Sehingga, semakin banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika seseorang melakukan olahraga/senam, maka b-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipothalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah dan pernafasan (Harry,2007). Sehingga

olahraga atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dismenore.

Sumber : Blakey H et al. 2009. Is exercise associated with primarydysmenorrhoea in young women?. BJOG An International Journal of Obstetrics and Gynaecology 2009. 222 Coco, Andrew S. 1999. Primary Dysmenorrhea. America Family Physician. Volume 60 Number 2. 489 French, Linda. 2005. Dysmenorrhea. America Family Physician. Volume 71 Number 2. 285 French, Linda. 2008. Dysmenorrhea in Adolescent Diagnosis and Treatment. Pediatri Drugs Volume 10.1 Jahromi, MK, Abbasali Gaeni dan Zahra Rahimi. 2008. Menstrual Cycle Influence Of a Physical Fitness Course On Menstrual Cycle Characteristics. Gynecologycal Endocrinology 24 (11). 660 MA Parker. 2009. The menstrual Disorder of Teenagers (MDOT)study: Dketermining Typical Menstrual Patterns and Menstrual Disturbance in a Large Population Based Study of Australian Teenagers. The Author Journal Compilation 2009. 185 Manuaba, Ida bagus Gde. 2000. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta:EGC. Morgan, Geri & Carole Hamilton. 2009. Panduan PraktikObstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Robert dan David. 2004. Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks. Jakarta : Bumi Aksara. Wiknjosastro.H . 1999. Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan bina pustaka.

http:/klikharry.files.wordpress.com/2007/02/1.doc + endorphin + dalam + tubuh. diakses tanggal ..

Anda mungkin juga menyukai