Written by drg.Risky Aprilia Pusparatri Wednesday, 04 January 2012 10:19 - Last Updated Wednesday, 04 January 2012 10:26
[ INFORMED CONSENT ]
Pengertian
Secara etimologis Informed Consent berasal dari kata informed yang artinya sudah diberikan informasi atau sudah dijelaskan atau sudah diuraikan dan kata consent yang artinya persetujuan atau izin. Jadi I nformed Consent atau Persetujuan Tindakan Medik adalah persetujuan dari pasien atau keluarganya terhadap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya setelah mendapat penjelasan yang adekuat dari dokter.
Persetujuan Tindakan Medik telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 585 tahun 1989. Persetujuan Tindakan Medik sebenarnya lebih mengarah kepada proses komunikasi dokter psien, bukan semata-mata pengisian dan penandatanganan formulir. Oleh karena itu seorang dokter harus pandai memberikan informasi mengenai penyakit maupun tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien dengan bahasa yang mudah dipahami.
Pada dasarnya Persetujuan Tindakan Medik berasal dari hak asasi pasien dalam hubungan
1 / 27
Dari sudut pandang dokter Persetujuan Tindakan Medik ini berkaitan dengan kewajiban dokter untuk memberikan informasi kepada pasien dan kewajiban untuk melakukan tindakan medik sesuai dengan standar profesi medik.
Informasi Adekuat
1. Diagnosis
2 / 27
5. Prosedur pelaksanaan atau cara kerja dokter dalam tindakan medik tersebut
8. Konfirmasi pemahaman pasien terhadap informasi yang disampaikan sehingga mampu mengambil keputusan
10. Prognosis
Informasi tersebut harus diberikan oleh dokter kepada pasien atau keluarganya dengan bahasa yang mudah dipahami. Dokter juga marus mengkonfirmasi atau meyakinkan bahwa pasien atau keluarganya benar-benar sudah memahami informasi yang disampaikan.
Informasi sebaiknya diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan tersebut secara langsung.
3 / 27
1. Implied Consent, yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan walaupun tanpa pernyataan resmi, yaitu pada keadaan biasa dan pada keadaan darurat atau emergency . Pada keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa pasien, tindakan menyelamatkan kehidupan ( life saving ) tidak memerlukan Persetujuan Tindakan Medik.
2. Expresed Consent, yaitu Persetujuan Tindakan Medik yang diberikan secara eksplisit, baik secara lisan ( oral) maupun tertulis (written).
1. Tindakan-tindakan yang bersifat invasif dan operatif atau memerlukan pembiusan, baik untuk menegakkan diagnosis maupun tindakan yang bersifat terapetik.
2. Tindakan pengobatan khusus, misalnya terapi sitostatika atau radioterapi untuk kanker
3. Tindakan khusus yang berkaitan dengan penelitian bidang kedokteran atau uji klinik (berkaitan dengan bioetika), tidak dibahas dalam kegiatan keterampilan medik ini.
4 / 27
Berpedoman pada Permenkes No 585 tahun 1989 mengenai Persetujuan Tindakan Medik, maka yang berhak memberikan persetujuan atau menandatangani perjanjian adalah pasien yang sudah dewasa (di atas 21 tahun atau sudah menikah) dan dalam keadaan sehat mental. Sedapat mungkin Persetujuan Tindakan Medik ditandatangani sendiri oleh pasien. Namun dalam praktek di lapangan Persetujuan Tindakan Medik lebih sering ditandatangani oleh keluarga pasien. Hal ini berkaitan dengan kesiapan mental pasien untuk menjalani tindakan medik maupun untuk menandatangani Persetujuan Tindakan Medik tersebut. Untuk pasien di bawah umur 21 tahun dan pasien dengan gangguan jiwa maka yang menandatangani Persetujuan Tindakan Medik adalah orang tua atau keluarga terdekat atau walinya. Untuk pasien yang tidak sadar, pingsan atau tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis dalam keadaan gawat darurat dan perlu dilakukan tindakan segera atau yang bersifat menyelamatkan kehidupan tidak diperlukan persetujuan.
Saksi
Untuk menjaga kemanan dan kesahihan Persetujuan Tindakan Medik diperlukan saksi dari pihak keluarga maupun dari rumah sakit. Mengenai jumlahnya tidak ada pedoman khusus, namun biasanya ada 2 orang, yaitu satu mewakili pasien dan satu mewakili rumah sakit. Tetapi hal ini tidak mutlak, dapat saja dua-duanya dari pihak keluarga ataupun dari rumah sakit.
Penolakan Tindakan atau Pulang Paksa atau Pulang Atas Permintaan Sendiri
Pasien yang menolak dilakukan tindakan medik yang direncanakan atau sudah dilakukan oleh dokter meskipun sudah mendapatkan penjelasan yang cukup harus memberikan pernyataan secara tertulis. Biasanya di bagian depan rekam medik tersedia format penolakan tindakan atau pulang paksa atau pulang atas permintaan sendiri (APS). Pernyataan tertulis ini penting untuk
5 / 27
menghindari tuntutan hukum terhadap dokter apabila terjadi akibat buruk pada pasien yang menolak dilakukan tindakan medik pada dirinya.
Petunjuk Pelaksanaan Latihan Keterampilan Medik 1. Simulasikan antar mahasiswa dan perankan hubungan dokter pasien yang memerlukan Persetujuan Tindakan Medik. 2. Berlatihlah memberikan informasi yang adekuat sesuai dengan kriteria informasi adekuat yang telah diberikan di atas. 3. Berlatihlah memberikan informasi mengenai berbagai macam tindakan medik yang telah Anda ketahui. 4. Buatlah atau isilah format Persetujuan Tindakan Medik sesuai dengan kasus yang dilatihkan.
6 / 27
No
Item
Nilai
7 / 27
Memperkenalkan diri sebagai dokter penanggung jawab tindakan medik yang akan dilakukan
8 / 27
Mengkonfirmasi identitas pasien atau keluarganya dan hubungan kekeluargaannya dengan pasien
Menjelaskan jenis tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien dan keuntungan atau manfaatnya ba
9 / 27
10 / 27
Menjelaskan risiko dan efek samping tindakan medik tersebut dan cara antisipasi atau penanggulanga
Menjelaskan alternatif lain dari tindakan bila ada dan untung ruginya
11 / 27
10
11
Mengkonfirmasi tingkat pemahaman pasien atau keluarganya terhadap informasi yang diberikan
12 / 27
12
Memberi kesempatan (waktu) pada pasien atau keluarganya untuk mempertimbangkan keputusan per
13
Menanyakan kesediaan atau persetujuan pasien atau keluarganya terhadap tindakan medik tersebut d
14
13 / 27
Mengisi format Persetujuan Tindakan Medik dan menandatangani bersama dengan pasien atau keluar
Jumlah Skor
14 / 27
No
Item
Nilai
a.
b.
c.
Berpenampilan Islami
15 / 27
Memperkenalkan diri sebagai dokter penanggung jawab tindakan medik yang akan dilakukan
a.
b.
Hanya 1 item
16 / 27
Mengkonfirmasi identitas pasien atau keluarganya dan hubungan kekeluargaannya dengan pasien
a.
b.
Hanya 1 item atau tidak lengkap dalam menanyakan nama, alamat, umur
17 / 27
empati
Menjelaskan jenis tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien dan keuntungan atau manfaatnya b
a.
b.
18 / 27
c.
Tidak melakukan atau salah dalam menjelaskan atau terlalu banyak menggunakan istilah medis yang
dengan benar
19 / 27
a.
b.
Tidak menjelaskan
20 / 27
Menjelaskan risiko dan efek samping tindakan medik tersebut dengan benar
a.
b.
c.
Tidak menjelaskan
21 / 27
Menjelaskan alternatif lain dari tindakan bila ada dan untung ruginya
a.
b.
Hanya 1 item
Tidak melakukan
10
Menjelaskan prognosis pasien dengan atau tanpa tindakan medik dengan benar
22 / 27
11
Mengkonfirmasi tingkat pemahaman pasien atau keluarganya terhadap informasi yang diberikan
Tidak melakukan konfirmasi pemahaman pasien atau keluarga terhadap informasi yang diberikan
12
Memberi kesempatan (waktu) pada pasien atau keluarganya untuk mempertimbangkan keputusan pe
23 / 27
Tidak memberi waktu untuk berpikir atau mempertimbangkan atau bermusyawarah dengan anggota k
13
Menanyakan kesediaan atau persetujuan pasien atau keluarganya terhadap tindakan medik tersebut
a.
b.
Hanya 1 poin
Tidak melakukan
24 / 27
14
Mengisi format Persetujuan Tindakan Medik dan menandatangani bersama dengan pasien atau kelua
Menulis isian format Persetujuan Tindakan Medik dengan benar dan lengkap
Tidak mengisi
23
25 / 27
23
Referensi :
1. Amir, A., 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta.
2. Achadiat, 1996. Pernik-Pernik Hukum Kedokteran Melindungi Pasien dan Dokter, Widya Medika, Jakarta.
3. Guwandi, J., 1995. Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent), Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Univesrsitas Indonesia, Jakarta.
4. Guwandi, J., 2004. Hukum Medik (Medical Law), Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
26 / 27
5. Hanafiah, M.J.& Amir, A., 1999. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
27 / 27