Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi atau anak yang disebut antigen. Didalam tubuh antigen akan bereaksi dengan antibody, sehingga akan terjadi kekebalan. Juga pada vaksin yang dapat langsung menjadi racun terhadap kuman yang disebut antitoksin (Depkes RI,1993). Pada tahun 2005 Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa lebih dari 10 juta balita meninggal tiap tahun, dengan perkiraan 2,5 juta meninggal (25%), akibat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang kini ada maupun yang terbaru. Oleh karena itu sangat jelas bahwa imunisasi sangat penting untuk mengurangi seluruh kematian anak. Dalam era globalisasi dan komunikasi tanpa batas, yang berdampak pada peningkatan kerentangan dalam penyebaran penyakit, membuat peran imunisasi semakin vital ( Depkes RI, 2007). Penyakit campak atau juga disebut dengan morbili adalah penyakit morbili pada waktu yang lampau dianggap penyakit anak biasa saja bahkan dikatakan lebih baik anak mendapatkannya ketika masih anak-anak daripada sudah dewasa. Tetapi sekarang termasuk penyakit yang harus dicegah karena tidak jarang menimbulkan kematian yang disebabkan komplikasinya. Campak merupakan penyakit menular dan menjadi salah satu penyebab kematian anak di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan virus campak yang dapat dicegah dengan imunisasi. Meskipun sedikit jumlah kematian akibat kasus ini, yaitu 1:1000 kasus dan sebagian dari kasus tersebut terjadi pada saat anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun atau setidaknya 15-20% sering terjadi saat anak berusia 36 bulan. Tanpa imunisasi, penyakit ini akan menyerang hampir setiap anak dan dapat mengakibatkan kematian karena komplikasi , seperti radang paru (pneumonia), diare, radang telinga, dan radang otak, terutama pada anak bergizi buruk. Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga bayi dapat morbili. Bila ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang akan dilahirkan tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita morbili setelah dilahirkan. Bila seorang wanita hamil menderita morbili ketika umur kehamilan 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami keguguran; bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka kemungkinan bayi yang lahir menderita cacat/kelainan bawaan atau seorang bayi dengan berat lahir rendah mati, atau bayi kemungkinan meninggal sebelum usia 1 tahun.

Untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan (preventif) petugas kesehatan sangat diperlukan dalam pelaksanaannya, namun cakupan yang diharapkan tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya dukungan dari masyarakat, kelompok masyarakat yang ditunjuk sebagai media penyampai langsung dalam pemberian imunisasi adalah kader atau orang yang ditunjuk untuk membantu pelaksanaan pemberian imunisasi pada bayi dan balita (Azwar,1998). Selain itu kader memiliki peranan yang sangat penting dalam mengupayakan cakupan pemberian imunisasi, dimna salah satunya adalah memberitahukan kapan waktu pelaksanaan imunisasi pada orang tua balita. Seperti diketahui bahwa didalam kegiatan posyandu kader sangat berperan terutama saat pelaksanaan posyandu yakni dari mulai pendaftaran bayi/balita dimeja 1, penimbangan bayi dimeja 2, pengisian KMS dimeja 3, memberikan penyuluhan pada ibu balita dimeja 4, sedangkan pelayanan imunisasi pada bayi balita dimeja 5 (Depkes RI,2005). 1.2 Skenario EVALUASI IMUNISASI DI POSYANDU

Sebagai dokter baru di Puskesmas Melati, anda ingin mengevaluasi program imunisasi yang dilakukan oleh posyandu di desa Mawar. Puskesmas Melati mempunyai wilayah cakupan sebanyak 13 desa yang di setiap desa mempunyai 1 orang Bidan Desa. Desa Mawar mempunyai 4 posyandu yang didirikan berdasarkan jumlah dusun, yaitu: a. Posyandu Mangga : mencakup 5 RT, 57 balita, 2 balita umur 9 bulan, 2 orang hamil 2 bulan, 1 orang hamil 6 bulan , 1 orang hamil 9 bulan. b. Posyandu Apel : mencakup 5 RT, 51 balita, 1 balita umur 9 bulan, 1 orang ibu hamil 1 bulan, 2 orang ibu hamil 4 bulan, dan 2 orang ibu hamil 9 bulan. c. Posyandu Salak : mencakup 8 RT, 109 balita, 3 balita umur 9 bulan , 1 orang ibu hamil 1 bulan, 2 orang ibu hamil 3 bulan, 2 orang ibu hamil 9 bulan. d. Posyandu Jeruk : mencakup 8 RT, 74 balita, 2 balita umur 9 bulan, 2 orang ibu hamil 7 bulan, 1 orang hamil 9 bulan. Petugas yang melayani posyandu adalah kader dan bidan desa setempat dibantu juru imunisasi puskesmas dan kadang-kadang dihadiri Dokter dan Bidan Puskesmas. Target cakupan imunisasi menurut Dinkes Kabupaten setempat 80%, cakupan imunisasi di desa Mawar tahun 2012 : BCG 60% DPTHB 1 55% DPTHB 2 53% DPTHB 3 50% POLIO 65% CAMPAK 45%
2

Dengan pertimbangan efisiensi penggunaan vaksin, ada kemungkinan pelaksanaan imunisasi digabung di salah satu posyandu apabila jumlah balita sasaran kurang dari aturan yang ada. Sebagian besar ibu di desa Mawar bekerja sebagai buruh tani, yang masih memegang adat istiadat setempat yang menghambat pelaksanaan imunisasi. Jarak posyandu Mangga ke posyandu Apel 1,5 km jalan lurus. Jarak posyandu Apel ke posyandu Salak 1,7 km melewati wilayah kecamatan lain. Jarak posyandu Salak ke posyandu Jeruk 3 km melewati wilayah desa lain. Posyandu Mangga ke posyandu Salak , posyandu Mangga ke posyandu Jeruk tidak ada jalan langsung. 1.3 Rumusan Masalah dan Tujuan 1. Rumusan Masalah a. Apa saja kegiatan posyandu di Masyarakat b. Apa saja jenis imunisasi dan kapan diberikan pada bayi, serta bagaimana matriksnya? c. Imunisasi apa sajakah yang diberikan kepada ibu hamil? d. Apa saja masalah imunisasi posyandu di desa Mawar ? e. Apa penyebab masalah cakupan imunisasi di desa Mawar ? f. Bagaimana solusi untuk permasalah cakupan imunisasi desa Mawar ? 2. Tujuan a. Mampu menjelaskan kegiatan posyandu di masyarakat b. Mampu menjelaskan jenis imunisasi dan kapan diberikan pada bayi, sertakan matriksnya c. Mampu menjelaskan imunisasi yang diberikan kepada ibu hamil d. Mampu mengidentifikasi masalah imunisasi posyandu di desa Mawar. e. Mampu menganalisis penyebab masalah cakupan imunisasi. f. Mampu memberikan solusi permasalahan yang ada.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Posyandu Pasti kita sudah sering mendengar istilah Posyandu, sehingga tidak susah untuk mengetahui apa itu arti posyandu terutama definisi posyandu balita. Tapi untuk lebih jelasnya, berikut uraian tentang definisi atau pengertian posyandu. Pos Pelayanan Keluarga Berencana Kesehatan Terpadu (Posyandu) adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan. Jadi, Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa. A.A. Gde Muninjaya (2002:169) mengatakan : Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas. Tempat pelaksanaan pelayanan program terpadu di balai dusun, balai kelurahan, RW, dan sebagainya disebut dengan Pos pelayanan terpadu (Posyandu). Konsep Posyandu berkaitan erat dengan keterpaduan. Keterpaduan yang dimaksud meliputi keterpaduan dalam aspek sasaran, aspek lokasi kegiatan, aspek petugas penyelenggara, aspek dana dan lain sebagainya. (Departemen kesehatan, 1987:10). Posyandu dimulai terutama untuk melayani balita (imunisasi, timbang berat badan) dan orang lanjut usia (Posyandu Lansia), dan lahir melalui suatu Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri), Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Ketua Tim Penggerak (TP) Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan dicanangkan pada sekitar tahun 1986. Legitimasi keberadaan Posyandu ini diperkuat kembali melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tertanggal 13 Juni 2001 yang antara lain berisikan Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu yang antara lain meminta diaktifkannya kembali Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) Posyandu di semua tingkatan administrasi pemerintahan. Penerbitan Surat Edaran ini dilatarbelakangi oleh perubahan lingkungan strategis yang terjadi demikian cepat berbarengan dengan krisis moneter yang berkepanjangan. 2.2 Pengertian Imunisasi Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular (Theophilus, 2000; Mehl dan Madrona, 2001).
4

Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh. Kuman termasuk antigen yang masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai pengalaman. Pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, perlu dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Gordon, 2001). Di Indonesia imunisasi mempunyai pengertian sebagai tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak, agar terlindung dan terhindar dari penyakit-penyakit menular dan berbahaya bagi bayi dan anak (RSUD DR. Saiful Anwar, 2002). 2.2.1 Jenis imunisasi wajib Berdasarkan program pengembangan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang diwajibkan dan Program Imunisasi Non PPI yang dianjurkan. Wajib jika kejadian penyakitnya cukup tinggi dan menimbulkan cacat atau kematian. Sedangkan imunisasi yang dianjurkan untuk penyakit-penyakit khusus yang biasanya tidak seberat kelompok pertama. Jenis imunisasi wajib terdiri dari: (Sri Rezeki, 2005) a. BCG (Bacille Calmette Guerin) Imunisasi BCG berguna untuk mencegah penyakit tuberkulosis berat. Misalnya TB paru berat. Imunisasi ini sebaiknya diberikan sebelum bayi berusia 2 3 bulan. Dosis untuk bayi kurang setahun adalah 0,05 ml dan anak 0,10 ml. Disuntikkan secara intra dermal di bawah lengan kanan atas. BCG tidak menyebabkan demam. Tidak dianjurkan BCG ulangan. Suntikan BCG akan meninggalkan jaringan parut pada bekas suntikan. BCG tidak dapat diberikan pada pasien pengidap leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang, atau pengidap HIV. Apabila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. b. Hepatitis B Imunisasi Hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir. Pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir harus berdasarkan apakah ibu mengandung virus Hepatitis B aktif atau tidak pada saat melahirkan. Ulangan imunisasi Hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun. Apabila sampai usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B maka diberikan secepatnya.
5

Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia yang disebabkan virus Hepatitis B. Penyakit ini sangat menular dan disebabkan virus yang menimbulkan peradangan pada hati. Pada bayi respon imun alami tidak dapat membersihkan virus dari dalam tubuh. Kurang lebih 90 persen bayi dan 5 persen orang dewasa akan terus membawa virus ini dalam tubuhnya setelah masa akut penyakit ini berakhir. Seorang wanita hamil pembawa virus Hepatitis B atau menderita penyakit itu selama kehamilannya, maka dia dapat menularkan penyakit itu pada anaknya. Paling tidak 3,9 persen ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko transmisi maternal kurang lebih sebesar 45 persen. Karena itu, vaksinasi hepatitis B merupakan cara terbaik untuk memastikan bayi terlindungi dari Hepatitis B. Jika tidak dilakukan, hati akan mengeras dan menimbulkan kanker hati di kemudian hari. c. DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) Imunisasi DPT untuk mencegah bayi dari tiga penyakit, yaitu difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri Corynebacteriumdiphtheriae yang sangat menular. Dimulai dengan gangguan tenggorokan dan dengan cepat menimbulkan gangguan pernapasan dengan terhambatnya saluran pernapasan oleh karena terjadi selaput di tenggorokan dan menyumbat jalan napas, sehingga dapat menyebabkan kematian. Selain itu juga menimbulkan toksin atau racun yang berbahaya untuk jantung. Batuk rejan yang juga dikenal Pertusis atau batuk 100 hari, disebabkan bakteri Bordetella pertussis. Penyakit ini membuat penderita mengalami batuk keras secara terus menerus dan bisa berakibat gangguan pernapasan dan saraf. Bila dibiarkan berlarut-larut, pertusis bisa menyebabkan infeksi di paru-paru. Selain itu, karena si penderita mengalami batuk keras yang terus menerus, membuat ada tekanan pada pembuluh darah hingga bisa mengakibatkan kerusakan otak. Tetanus merupakan penyakit infeksi mendadak yang disebabkan toksin dari clostridium tetani, bakteri yang terdapat di tanah atau kotoran binatang dan manusia. Kuman-kuman itu masuk ke dalam tubuh melalui luka goresan atau luka bakar yang telah terkontaminasi oleh tanah, atau dari gigi yang telah busuk atau dari cairan congek. Luka kecil yang terjadi pada anak-anak pada saat bermain dapat terinfeksi kuman ini. Apabila tidak dirawat penyakit ini dapat mengakibatkan kejang dan kematian. Manusia tidak mempunyai kekebalan alami terhadap tetanus sehingga perlindungannya harus diperoleh lewat imunisasi. Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak anak umur dua bulan dengan interval 4 6 minggu. DPT 1 diberikan umur 2 4 bulan, DPT 2 umur 3 5 bulan, dan DPT 3 umur 4 6 bulan. Ulangan selanjutnya, yaitu DPT 4 diberikan satu tahun setelah DPT 3 pada usia 18 24 bulan, dan DPT 5 pada usia 5 7 tahun. Sejak tahun 1998, DPT 5 dapat diberikan
6

pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar. Ulangan DPT 6 diberikan usia 12 tahun mengingat masih dijumpai kasus difteri pada umur lebih besar dari 10 tahun. Dosis DPT adalah 0,5 ml. Imunisasi DPT pada bayi tiga kali (3 dosis) akan memberikan imunitas satu sampai 3 tahun. Ulangan DPT umur 18 24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun sampai umur 6-7 tahun. Dosis toksoid tetanus kelima (DPT/DT 5) bila diberikan pada usia masuk sekolah akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi, yaitu sampai umur 17-18 tahun. Imunisasi ini akan melindungi bayi dari tetanus apabila anak-anak tersebut sudah menjadi ibu kelak. Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan tahun berikutnya akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi. d. Polio Untuk imunisasi dasar (3 kali pemberian) vaksin diberikan 2 tetes per oral dengan interval tidak kurang dari dua minggu. Mengingat Indonesia merupakan daerah endemik polio, sesuai pedoman PPI imunisasi polio diberikan segera setelah lahir pada kunjungan pertama. Dengan demikian diperoleh daerah cakupan yang luas. Pemberian polio 1 saat bayi masih berada di rumah sakit atau rumah bersalin dianjurkan saat bayi akan dipulangkan. Maksudnya tak lain agar tidak mencemari bayi lain oleh karena virus polio hidup dapat dikeluarkan melalui tinja. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisai polio 4. Selanjutnya saat masuk sekolah usia 5-6 tahun. e. Campak Vaksin campak diberikan dalam satu dosis 0,5 ml pada usia 9 bulan. Hanya saja, mengingat kadar antibodi campak pada anak sekolah mulai berkurang, dianjurkan pemberian vaksin campak ulangan pada saat masuk sekolah dasar pada usia 5-6 tahun. Biasanya melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Kegiatan Posyandu ada 5 meja, yaitu : 1. Meja I : Pendaftaran Layanan meja 1 merupakan layanan pendaftaran. Kader melakukan pendaftaran pada ibu dan balita yang datang ke Posyandu, Memberikan kartu bantu dan memberikan informasi pada Ibu Balita untuk menuju meja II. 2. Meja II : Penimbangan Dimeja II ini penimbangan dilakukan dan dicatat. 3. Meja III : Pencatatan Setelah Balita melakukan pendaftaran dan penimbangan, Kader melakukan pencatatan pada buku KIA atau KMS. 4. Meja IV : Penyuluhan Layanan meja IV memberikan layanan penyuluhan bagi Ibu balita yang datang ke posyandu. Penyuluhan pemberian ASI eksklusif, kebiasaan hidup bersih, makanan bergizi, dan masalah kesehatan umum yang dialami bayi maupun balita saat itu. 5. Meja V : Pelayanan Di meja V dilakukan pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan setempat berupa : pemberian kapsul vitamin A, tablet tambah darah dan PMT (Pemberian Makanan Tambahan ). Pelayanan di meja V merupakan pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita yang datang ke posyandu. Kader menyiapkan nasi, lauk-pauk, sayur dan buah-buahan atau bubur kacang hijau dan biscuit yang diberikan secara bergantian dalam tiap bulannya. Berikut merupakan penjelasan detail tentang pelayanan kesehatan di posyandu : 1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) a. Ibu Hamil Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup: - Penimbangan berat badan dan pemberian tablet besi yang dilakukan oleh kader kesehatan. Jika ada petugas Puskesmas ditambah dengan pengukuran tekanan darah dan pemberian imunisasi Tetanus Toksoid. Bila tersedia ruang pemeriksaan, ditambah dengan pemeriksaan tinggi fundus/usia kehamilan. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas. - Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan Kelompok Ibu Hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan kesepakatan. Kegiatan kelompok Ibu Hamil antara lain sebagai berikut: - Penyuluhan : tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan, persiapan menyusui, KB dan gizi - Perawatan payudara dan pemberian ASI - Peragaan pola makanan ibu hamil - Peragaan perawatan bayi baru lahir - Senam ibu hamil

b. Ibu Nifas dan Ibu Menyusui Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup: - Penyuluhan kesehatan, KB, ASI dan gizi, ibu nifas, perawatan kebersihan jalan lahir (vagina) - Pemberian vitamin A dan tablet besi - Perawatan payudara - Senam ibu nifas - Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dan tersedia ruangan, dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi fundus dan pemeriksaan lochia. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas. c. Bayi dan Anak Balita Pelayanan Posyandu untuk balita harus dilaksanakan secara menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh kembang anak. Jika ruang pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan, anak balita sebaiknya tidak digendong melainkan dilepas bermain sesama balita dengan pengawasan orang tua di bawah bimbingan kader. Untuk itu perlu disediakan sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup: - Penimbangan berat badan - Penentuan status pertumbuhan - Penyuluhan - Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas. 2. Keluarga Berencana (KB) Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diselenggarakan oleh kader adalah pemberian kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan suntikan KB, dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang menunjang dilakukan pemasangan IUD. 3. Imunisasi Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan apabila ada petugas Puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program, baik terhadap bayi dan balita maupun terhadap ibu hamil. 4. Gizi Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Sasarannya adalah bayi, balita, ibu hamil dan WUS. Jenis Pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, pemberian PMT, pemberian vitamin A dan pemberian sirup Fe. Khusus untuk ibu hamil dan ibu nifas ditambah dengan pemberian tablet besi serta kapsul Yodium untuk yang bertempat tinggal di daerah gondok endemik. Apabila setelah 2 kali penimbangan tidak ada kenaikan berat badan, segera dirujuk ke Puskesmas. 5. Pencegahan dan Penanggulangan Diare Pencegahan diare di Posyandu dilakukan antara lain dengan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penanggulangan diare di Posyandu dilakukan antara
9

lain penyuluhan, pemberian larutan gula garam yang dapat dibuat sendiri oleh masyarakat atau pemberian Oralit yang disediakan. 3.2 Jenis Imunisasi dan Matriksnya 1. B C G ( BACILLUS CALMETTE-GUERIN ) Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil," maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam. Pemberian Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberkulosis ( TBC ), imunisasi ini diberikan hanya sekali sebelum bayi berumur dua bulan. Reaksi yang akan nampak setelah penyuntikan imunisasi ini adalah berupa perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan yang akan berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8 12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi lainnya adalah berupa pembesaran kelenjar ketiak atau daerah leher, bila diraba akan terasa padat dan bila ditekan tidak terasa sakit. Komplikasi yang dapat terjadi adalah berupa pembengkakan pada daerah tempat suntikan yang berisi cairan tetapi akan sembuh spontan. 2. Hepatitis B Imunisasi Hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir. Pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir harus berdasarkan apakah ibu mengandung virus Hepatitis B aktif atau tidak pada saat melahirkan. Ulangan imunisasi Hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun. Apabila sampai usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B maka diberikan secepatnya. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia yang disebabkan virus Hepatitis B. Penyakit ini sangat menular dan disebabkan virus yang menimbulkan peradangan pada hati. Pada bayi respon imun alami tidak dapat membersihkan virus dari dalam tubuh. Kurang lebih 90 persen bayi dan 5 persen orang dewasa akan terus membawa virus ini dalam tubuhnya setelah masa akut penyakit ini berakhir. Seorang wanita hamil pembawa virus Hepatitis B atau menderita penyakit itu selama kehamilannya, maka dia dapat menularkan penyakit itu pada anaknya. Paling tidak 3,9 persen ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko transmisi maternal kurang lebih sebesar 45 persen. Karena itu, vaksinasi hepatitis B merupakan cara terbaik untuk memastikan bayi terlindungi dari Hepatitis B. Jika tidak dilakukan, hati akan mengeras dan menimbulkan kanker hati di kemudian hari.
10

3. D P T (Difteri Pertusis Tetanus) Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel ( tonsil ) dan terlihat selaput puith kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara ( betuk / bersin ) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi. Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas . Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan Batuk Seratus Hari adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking. Penularan umumnya terjadi melalui udara ( batuk/bersin ). Pencegahan paling efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan. Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negaranegara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju, tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut. Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat
11

hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteria tetanus. Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya. 4. Polio Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Di beberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT. Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan. Imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah ( 56 tahun ) dan saat meninggalkan sekolah dasar ( 12 tahun ). Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis. Imunisasi ini jangan diberikan pada anak yang lagi diare berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat berupa kejang-kejang. 5. Campak Vaksin campak diberikan dalam satu dosis 0,5 ml pada usia 9 bulan. Hanya saja, mengingat kadar antibodi campak pada anak sekolah mulai berkurang, dianjurkan pemberian vaksin campak ulangan pada saat masuk sekolah dasar pada usia 5-6 tahun. Biasanya melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Matriks pemberian imunisasi pada bayi JENIS IMUNISASI USIA BAYI BCG 0-3 bulan DPTHB 1 1 Bulan DPTHB 2 2 Bulan DPTHB 3 3 4 bulan POLIO 1-7 bulan CAMPAK 9 bulan

CARA PEMBERIAN Intrakutan Intramuskular Intramuskular Intramuskular Vaksin Oral Subkutan

12

3.3 Jenis Imunisasi yang Diberikan pada Ibu Hamil Jenis imunisasi Yang Dibutuhkan Wanita Hamil :
Tetanus

(Tetanus Toksoid)

Hepatitis

Influenza (inaktif)

: Vaksin ini dianjurkan pada wanita hamil untuk mencegah tetanus neonatorum (tetanus pada bayi) dan sebaiknya diberikan pada wanita yang tidak melengkapi 3 kali imunisasi dasar atau 10 tahun boster. : Walau imunisasi ini dikatakan aman bagi ibu hamil, sebaiknya hanya diberikan bila ia berisiko tinggi terjangkit Hepatitis B. Misalnya, ibu hamil merupakan pekerja kesehatan yang punya kemungkinan terpapar atau tertusuk jarum suntik yang bisa menularkan virus Hepatitis B, dll. : Vaksin ini dapat mencegah penyakit serius pada ibu hamil namun sebaiknya diberikan setelah minggu ke-14. Secara umum, imunisasi ini aman diberikan pada ibu hamil. Bahkan, berdasarkan Panduan Pemberian Imunisasi bagi Wanita Hamil dan Menyusui yang dikeluarkan Centers for Disease Control andPrevention, sebuah studi yang dilakukan terhadap 2.000 ibu hamil yang diimunisasi influenza menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap janin akibat imunisasi tersebut. Hasil serupa diperoleh terhadap 252 ibu yang mendapat imunisasi influenza enam bulan setelah melahirkan.

Jenis imunisasi yang dipertimbangkan diberikan pada wanita hamil dengan pajanan infeksi spesifik :
Pneumokokus :

Diberikan pada triwulan kedua atau ketiga pada wanita dengan risiko tinggi infeksi pneumokokus atau dengan penyakit kronik (wanita dengan gangguan jantung, paru, atau penyakit hati; penurunan kekebalan tubuh; diabetes) Rabies : Direkomendasikan bagi mereka yang terpajan dengan rabies Hepatitis A : Dalam Panduan Pemberian Imunisasi bagi Wanita Hamil dan Menyusui (dikeluarkan CDC) disebutkan, keamanan pemberian imunisasi Hepatitis A masih belum bisa dipastikan. Namun, karena vaksin ini dibuat dari virus mati atau tidak aktif, secara teoritis risiko janin terpengaruh sangat rendah. Jadi, imunisasi ini bisa diberikan pada ibu hamil, jika ada indikasi berisiko tinggi terkena penyakit tersebut. Misalnya,memiliki kelainan hati, hidup di lingkungan yang berisiko terinfeksi Hepatitis A, sering berada di Tempat Penitipan Anak (TPA), atau akan bepergian ke negara dimana penyakit ini menjadi endemis. Vaksin Polio Oral & Vaksin Polio Inaktif Tabel 1. Imunisasi pada Wanita Hamil

13

Agen Imunobiologi

Tipe Agen Indikasi Kontra Jadwal Imunisasi Imunisasi indikasi Dosis Keterangan selama Kehamilan Tetanus Toksoid X Diberikan Toksoid 3 kali, 2 terakhir ketika hamil Hepatitis A Vaksin virus Dua dosis Direkomendasikan inaktif pada wanita dengan risiko tinggi Hepatitis B Hepatitis B X Tergantung Umumnya imunoglobulin pajanan diberikan dengan vaksin virus Hepatitis B, bayi baru lahir yang terpajan membutuhkan profilaksis Influenza Vaksin virus X (musim Dosis (inaktif) inaktif influenza) tunggal IM MMR(campak, Vaksin virus X Dosis Vaksinasi gondong, hidup tunggal, terhadap wanita rubella) Subkutan risiko tinggi sebaiknya dilakukan setelah melahirkan, imunisasi sebelum kehamilan Varisela (cacar VariselaX Dosis Imunisasi sebelum air) zoster tunggal IM kehamilan imunoglobulin dalam 96 jam setelah pajanan Pneumokokus Vaksin Dosis Direkomendasikan polivalen tunggal SC pada wanita polisakarida atau IM dengan risiko tinggi Rabies Vaksin virus Direkomendasikan mati pada wanita dengan risiko tinggi Polio Virus hidup X Oral dan Direkomendasikan (oral) dan subkutan untuk wanita vaksin virus hamil yang inaktif (SK) bepergian ke daerah endemis
14

3.4 Masalah Imunisasi di Desa Mawar Masalah yang terjadi Desa Mawar adalah rendahnya cakupan imunisasi. Target cakupan imunisasi menurut Dinkes Kabupaten setempat 80%, cakupan imunisasi di desa Mawar tahun 2012 : BCG 60% DPTHB 1 55% DPTHB 2 53% DPTHB 3 50% POLIO 65% CAMPAK 45% 3.5 Penyebab Masalah Cakupan Imunisasi Cakupan imunisasi yang rendah di Desa Mawar diakibatkan oleh adanya berbagai hambatan, yaitu : 1. 1 vial vaksin untuk 9 balita dan untuk efisiensi harus 1 vial vaksin BCG untuk 9 bayi, vaksin BCG hanya boleh digunakan tidak lebih dari 3 jam setelah dilarutkan, dan 15 menit setelah dimasukkan spuit, 1 ampul vaksin Campak untuk 9 dan 18 orang, dan hanya boleh digunakan tidak lebih dari 6 jam setelah dilarutkan. 2. Lokasi antar posayandu yang jauh. 3. Sebagian besar ibu bekerja sebagai buruh tani. 4. Adat setempat yang menghambat pelaksanaan imunisasi. 3.6 Solusi 1. Untuk imunisasi BCG bulan depan, pada 6 bayi yang baru lahir, imunisasi dilakukan oleh bidan desa pada jadwal terakhir posyandu dengan mendatangi rumah bayi sasaran. (1 vial vaksin BCG untuk 9 bayi, vaksin BCG hanya boleh digunakan tidak lebih dari 3 jam setelah dilarutkan, dan 15 menit setelah dimasukkan spuit.). Imunisasi campak juga dilakukan dengan kunjungan rumah mengingat jumlah bayi yang berumur 9 bulan hanya 8 orang (1 vial vaksin campak untuk 9 dan 18 orang, dan hanya boleh digunakan tidak lebih dari 6 jam setelah dilarutkan). 2. Lokasi antar posyandu yang berjauhan sulit untuk diatasi kecuali dengan jalan turunnya petugas imunisasi langsung ke lapangan. 3. Mencari peluang yang memungkinkan tersedianya waktu untuk ke posyandu dengan menyesuaikan jadwal waktu luang ibu. 4. Memberikan pemahaman melalui berbagai pendekatan promosi kesehatan melalui peningkatan kemampuan kader (TOT penyuluhan) dengan metode persuasive dan fact finding. 5. Program imunisasi dituntut untuk melaksanakan ketentuan program secara efektif dan efisien. Untuk itu pengelola program imunisasi harus dapat menjalankan fungsi koordinasi dengan baik. Salah satunya adalah dengan kerjasama lintas program dan kerjasama lintas sektoral. Kerjasama lintas program dan kerjasama lintas sektoral dapat dikembangkan melalui mekanisme kerjasama yang positif antara staf dengan staf lainnya di Puskesmas (lintas program), antara staf puskesmas dengan

15

masyarakat, dan antara staf puskesmas dengan pimpinan instansi atau dinas-dinas sektoral di tingkat kecamatan (lintas sektoral). 6. Melakukan pendekatan pada tokoh masyarakat di desa Mawar. Mengingat masyarakat setempat masih memegang teguh adat istiadatnya, ada kemungkinan peran dari tokoh masyarakat masih dianggap penting. Diharapkan dengan bantuan penjelasan dari tokoh tersebut, masyarakat mau bekerjasama.

16

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan Cakupan imunisasi di Desa Mawar masih rendah. Hal ini dikarenakan adanya berbagai hambatan. Seperti efisiensi penggunaan vaksin, jarak posyandu yang berjauhan, pekerjaan ibu, dan adat istiadat desa setempat. 4.2 Saran Untuk mengatasi masalah di atas, perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak. Baik petugas kesehatan, perangkat desa, tokoh-tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat itu sendiri.

17

BAB V DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.infoposyandu.info/pengertian-posyandu.html 2. http://ekaakbidbup.blogspot.com/2009/05/imunisasi-dan-jenis-jenisnya.html 3. http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/176/imunisasi-selamakehamilan 4. http://www.parenting.co.id/article/hamil/imunisasi.vs.kehamilan/001/001/38

18

Anda mungkin juga menyukai