Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL

Kolerasi antara Sanitasi Lingkungan dengan Anemia


Akibat Ankilostomiasis dan Askariasis

Kelompok A-3 Nama Anggota : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Apresi Kirana Sari Fenly Maswaty Simanjuntak Firman Wirasto Saptadi Siregar Frisky Ronald Tua Marbun Merryl Esther J. Wantah Monalisa Marcedes Michael Banhar Tambunan Evellyna Meilany 1161050001 1161050060 1161050088 1161050110 1161050125 1161050129 1161050130 1161050182

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Ada beberapa faktor penting yang memegang peran dalam dalam pembentukan sel darah merah. Proses ini disebut juga hemopoesis yang merupakan pembentukan eritrosit dengan hemoglobin (Hb) di dalamnya. Zat-zat gizi yang berperan dalam hemopoesis adalah protein,asam folat, vitamin B12, vitamin E, Fe,dan Cu. Anemia merupakan kondisi dimana tubuh manusia mengalami rendahnya konsentrasi hemoglobin atau hematokrit yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah, hemoglobin, hemolisis, dan kehilangan darah yang berlebihan. Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran eritrosit, sedangkan kromik menunjukka warnanya (kehilangan Hb). Jenis-jenis anemia yaitu anemia mikrositik hipokrom, anemia normositik normokrom, dan anemia makrositik hipokrom. Anemia Hipokromik Mikrositik merupakan akibat dari penurunun kadar hemoglobin (Hb) dalam darah yang bentuk sel darah merahnya menjadi kecil dan berwarna pucat. Anemia jenis ini termasuk dalam kategori anemia defisiensi besi yang merupakan penyebab anemia tersering di semua negara di dunia, diperkirakan 30% dari populasi. Di RS Sidowaras bagian poli klinik anak, salah satu penyakit yang paling sering ditemukan adalah anemia hipokrom mikrositik. Dalam dua minggu ini sering mendapatkan pasien dengan tanda klinis seperti badan yang kurus, perut membuncit, dan rambut berwarna merah jagung. Pada saat dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyakit dari pasien, dokter melakukan pemeriksaan pada tinja pasien tersebut, dan di temukan banyak telur ancylostoma duodenale dan ascaris lumbricoides. Infeksi cacing ancylostoma duodenale dan ascaris lumbricoides dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat besi karena terjadinya perdarahan ataupun gangguan penyerapan nutrisi. Cara infeksi cacing ancylostoma duodenale yaitu lewat larva filariform yang menembus lapisan kulit kaki sedangkan cacing ascaris lumbricoides yaitu lewat larva infektif yang tertelan. Infeksi cacing ancylostoma duodenale dan ascaris lumbricoides memang dapat menyebabkan anemia hipokromikrositik, namun masih belum diketahui secara pasti bagaimana kebiasaan yang paling sering dilakukan oleh pasien sehingga menyebabkan infeksi-infeksi ini. Dari penelitian ini, diharapkan dapat ditemukan hubungan antara perilaku tidak bersih dengan infeksi cacing ancylostoma duodenale dan ascaris lumbricoides sehingga fokus masalah dapat ditemukan dan edukasi serta perbaikan fasilitas kebutuhan sehari-hari dapat dijalankan secara efektif.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latarbelakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan dengan kebiasaan tidak menggunakan alas kaki bila menginjak tanah dengan infeksi ankylostoma duodenale dan askaris lumbricoides? Apakah terdapat hubungan dengan kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan dengan infeksi ancylostoma duodenale dan ascaris lumbricoides? C. Hipotesis Ada hubungan antara kebiasaan tidak menggunakan alas kaki bila menginjak tanah dengan infeksi ancylostoma duodenale dan ascaris lumbricoides Ada hubungan antara kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan dengan infeksi ancylostoma duodenale dan ascaris lumbricoides

D. Tujuan Tujuan Umum : Mengetahui korelasi antara sanitasi lingkungan dengan infestasi cacing pada anak di desa Sidowaras. Tujuan khusus : 1. Mengetahui ketersediaan air bersih di desa Sidowaras. 2. Mengetahu ketersediaan MCK di desa Sidowaras. 3. Mengetahui gaya hidup masyarakat di desa Sidowaras. 4. Mengetahui cara infeksi cacing ancylostoma duodenale dan ascaris lumbrocoides. 5. Mengetahui prevalensi dan insidensi infeksi cacing ancylostoma duodenale dan ascaris lumbrocoides.

E. Manfaat Penelitian o Memberikan informasi tentang adanya infestasi cacing pada murid sekolah dasar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga masyarakat dapat melakukan upaya penanggulangan terhadap kecacingan. o Sebagai landasan dalam pengambilan kebijakan bagi instansi terkait untuk melakukan upaya penanggulangan terhadap kecacingan pada murid sekolah dasar di Desa Teling Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa. o Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti, karena dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang kecacingan yang pada akhirnya akan sangat membantu peneliti untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan bidang ilmu yang diminati, yakni kesehatan lingkungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

Ankilostomiasis

1. Definisi Ankilostomiasis adalah penyakit cacing tambang yang disebabkan olehAncylostoma duodenale (Pohan, 2009). 2. Etiologi Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminthyang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necator americanus danAncylostoma sp). Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia(Onggowaluyo, 2001 cit Sumanto, 2010). Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing Necator americanus, Ancylostoma duodenale, dan jarang disebabkan oleh Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma caninum, Ancylostoma malayanum. Penyakitnya disebut juga ankilostomiasis, nekatoriasis, unseriasis (Pohan, 2009). Daur hidup Ancylostoma duodenale: Telur larva rabditiform - larva filariform menembus kulit - kapiler darah jantung kanan - paru bronkus - trakea - laring - usus halus (Margono, 2006). 3. Patofisiologi Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar memalui tinja. Bila telur tersebut jatuh ke tembat yang hangat, lembab dan basah, maka telur akan berubah menjadi larva yang infektif. Dan jika larva tersebut kontak dengan kulit, bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun ke usus halus; di sini larva berkembang menjadi cacing dewasa (Pohan, 2009). Infeksi terjadi jika larva filariform menembus kulit. Infeksi A.duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform (Margono, 2006).

4.

Gejala Klinis Stadium larva:

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut grown itch. Perubahan pada paru biasanya ringan. Stadium dewasa

Gejala tergantung pada spesies, jumlah cacing, dan keadaan gizi penderita (Fe dan Protein). Tiap cacing A.duodenale menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,08-0,34 cc sehari. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun (Margono, 2006).

Rasa tidak enak pada perut, kembung, sering mengeluarkan gas (flatus), mencret-mencret merupakan gejala iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi lebih kurang dua minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke dalam kulit. Anemia akan terjadi 10-20 minggu setelah infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing dewasa untuk menimbulkan anemia tersebut tentunya tergantung pada keadaan gizi pasien (Pohan, 2009). 1. Ankilostomiasis Askariasis dan Anemia Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan dirinya pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan termasuk diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzimhemoglobinase, sedangkan sebagian lagi dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna. Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus. Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N. americanus (Keshavarz, 2000). Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing. terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka. orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia (Husaini, 1989 cit Rasmaliah, 2004). B. Askariasis
1. Definisi

Askariasis (Ascariasis) juga dikenal sebagai infeksi cacing gelang yang disebabkan oleh cacing parasit Ascaris lumbricoides. Setelah masuk ke tubuh, ova A.lumbricoides menetas dan mengeluarkan larva yang menembus dinding intestinal dan mencapai paru-paru melalui aliran darah. Setelah sekitar 10 hari berada di kapiler dan alveoli pulmoner, larva ini bermigrasi ke bronkioli, bronki, trakea dan epiglotis. Di Kapiler larva ini tertelan dan kembali ke usus dan menjadi cacing dewasa. Penyakit ini muncul di seluruh dunia, namun yang paling sering adalah di area tropis yang mempunyai sanitasi buruk, yang petaninya menggunakan tinja manusia sebagai pupuk. Di Amerika Serikat penyakit ini lebih sering menyerang anak-anak yang berusia kurang dari 12 tahun. 2. Etiologi Askariasis (Ascariasis) Ascaris lumbricoides, cacing gelang besar yang tertular dengan tercernanya tanah yang terkontaminasi tinja manusia yang mengandung ova, penularannya bisa secara langsung (dengan memakan tanah yang terkontaminasi) atau tidak langsung (dengan memakan sayuran mentah yang tumbuh di tanah yang terkontaminasi dan tidak dicuci sampai bersih dan tuntas).

3. Tanda Dan Gejala Askariasis (Ascariasis) - Larva yang bermigrasi melalui sistem limfatik dan sirkulasi menyebabkan berbagai macam gejala, misalnya jika menyerang paru-paru maka pneumonitis bisa terjadi - Tidak ada gejala yang menandakan infeksi - Penyakit yang parah menyebabkan nyeri, muntah, gelisah, susah tidur, dan obstruksi intestinal - Ketidaknyamanan yang samar di perut - Memuntahkan cacing atau mengeluarkan cacing bersama tinja. C. Anemia 1. Definisi

Anemia adalah suatu kondisi medis di mana jumlah sel darah merah atauhemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria, anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100 ml dan pada wanita sebagai hemoglobin kurang dari 12,0 gram/100 ml. Definisi ini dapat sedikit berbeda tergantung pada sumber dan referensi laboratorium yang digunakan (Nabili, 2012). 2. a. Etiologi Anemia akibat kehilangan darah

Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan, yang dapat terjadi perlahan-lahan selama jangka waktu yang panjang, dan sering bisa tidak terdeteksi. Jenis perdarahan kronis umumnya hasil dari berikut ini: 1. Gastrointestinal kondisi seperti maag, wasir, gastritis (radang lambung), dan kanker. 2. Penggunaan obat anti-inflammatory drugs (NSAID) seperti ibuprofen, aspirin, yang dapat menyebabkan borok dan gastritis. 3. Menstruasi dan persalinan pada wanita, terutama jika perdarahan menstruasi yang berlebihan dan jika ada kehamilan kembar b. Anemia Akibat Penurunan Produksi Darah atau rusak Red Cell

Dengan jenis anemia, tubuh dapat memproduksi sel darah terlalu sedikit atau sel-sel darah tidak berfungsi dengan benar. Dalam kedua kasus, anemia dapat hasil. Sel darah merah mungkin rusak atau menurun karena kelainan sel darah merah atau kurangnya suatu mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk sel darah merah berfungsi dengan benar. Kondisi yang terkait dengan penyebab anemia adalah sebagai berikut: 1. Anemia sel sabit 2. Anemia defisiensi besi 3. Kekurangan vitamin 4. Sumsum tulang dan masalah sel induk 5. Kondisi kesehatan lainnya (Anonim, 2012).

3.

Manifestasi Klinis

Beberapa pasien dengan anemia tidak memiliki gejala. Lainnya dengan anemia mungkin merasa: a. Lelah b. Mudah lelah c. Tampak pucat d. Palpitasi (perasaan jantung berdebar-debar) e. Menjadi sesak napas Tambahan gejala termasuk: a. Rambut rontok b. Malaise (badan terasa tidak enak badan) c. Memburuknya masalah jantung Perlu dicatat bahwa jika anemia sudah ada sejak lama (anemia kronis), tubuh dapat menyesuaikan diri dengan kadar oksigen rendah dan orang tersebut mungkin tidak merasa berbeda kecuali anemia menjadi parah. Di sisi lain, jika anemia terjadi secara cepat (anemia akut), pasien mungkin mengalami gejala yang signifikan relatif cepat(Nabili, 2012).

4.

Diagnosis

Langkah pertama dalam diagnosis apapun adalah pemeriksaan fisik untukmenentukan apakah pasien memiliki gejala anemia dan komplikasi. Karena anemia bisa menjadi gejala pertama dari penyakit serius, menentukan penyebabnya sangat penting.Ini mungkin sulit, khususnya pada orang tua, kurang gizi, atau orang dengan penyakit kronis, anemia dapat disebabkan oleh satu faktor atau lebih. Sebuah riwayat kesehatan,pribadi, dan asupan makanan harus dilaporkan (Simon, 2009).

Hitung darah lengkap. Tingkat keparahan anemia dikategorikan oleh rentang konsentrasi hemoglobin berikut: a. Anemia ringan dianggap ketika hemoglobin adalah antara 9,5-13,0 g / dL b. Anemia Sedang dipertimbangkan ketika hemoglobin adalah antara 8,0-9,5 g / dL c. Anemia berat dianggap untuk konsentrasi hemoglobin di bawah 8,0 g / dL

Hematokrit. Rentang anemia untuk hematokrit umumnya jatuh di bawah: a. Anak-anak usia 6 bulan - 5 tahun: Di bawah 33% b. Anak-anak usia 5 tahun - 12 tahun: Di bawah 35% c. Anak-anak usia 12 tahun - 15 tahun: Di bawah 36% d. Dewasa pria: Di bawah 39% e. Dewasa wanita yang tidak hamil: Di bawah 36% f. Ibu hamil Dewasa: Di bawah 33%

Pengukuran hemoglobin lain seperti hemoglobin sel hidup rata-rata dan berarti konsentrasi hemoglobin sel hidup (MCHC) juga dapat dihitung. Nilai MCV (MCV) adalah pengukuran ukuran rata-rata sel darah merah. MCV meningkat ketika sel darah merah lebih besar dari normal (makrositik) dan menurun ketika sel darah merah lebih kecil dari normal (mikrositik). Sel makrositik dapat menjadi tanda anemia yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12, sedangkan sel mikrositik adalah tanda kekurangan zat besi anemia atau thalassemia (Simon, 2009). 5. Penatalaksanaan Pengobatan untuk anemia tergantung pada jenis, penyebab, dan keparahan kondisi. Perawatan mungkin termasuk perubahan diet atau suplemen, obat-obatan, prosedur, atau operasi untuk mengobati kehilangan darah (Anonim, 2012). Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan jumlah oksigen yang dapat membawa darah Anda. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan jumlah sel darah merah dan / atau tingkat hemoglobin. (Hemoglobin adalah protein kaya zat besi dalam sel darahmerah yang membawa oksigen ke tubuh.). Tujuan lain adalah untuk mengobati penyebabanemia (Anonim, 2012).

D.

Anemia Defisiensi Besi 1. Definisi Adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Terdapatnya zat Fe dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemery dan Goeffy (1713), kemudian Pierre Blaud (1831) mendapatkan bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan krorosis, anemia akibat defisiensi Fe.

2. Farmakokinetik Absorbsi fe malalui saluran cerna terutama berlangungsung di duodenum, makin ke distal absorbsinya makin berkurang. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel mukosa ke sumsum tulang tulang untuk eritropoesis. Makanan yang mengandung 6 mg fe/1000 kilokalori akan diabsorbsi 5-10% pada orang normal. Absorbsi dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin c, HCl, suksinat dan senyawa asam lain. Sebaliknya absorbsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat, alumnium hidroksida dan magnesium hidroksida. Setelah diabsorbsi fe dalam darah akan diikat oleh tranferin (suatu beta-1-globulin glikoprotein) kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam bentuk terikat sebagai feritin.

Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama dalam hati, sedangkan setelah pemberian oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Jumlah Fe yang diekskresi tiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0.5-1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui saluran sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong. Pada Wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi sehubungan denga haid diperkirakan sebanyak 0.5- 1 mg sehari. \ 3. Etiologi Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil. Penyebab lain defisiensi besi adalah:

1. Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja 2. Gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi. 3. Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid. Terjadinya anemia karena kekurangan zat besi Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium, gejalanya baru timbul pada stadium lanjut. 1 Stadium 1.Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif. 2. Stadium 2.Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit. 3. Stadium 3.Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun. 4. Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi. 5. Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.

4. Gejala

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu: Pika : suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti es batu, kotoran atau kanji Glositis : iritasi lidah Keilosis : bibir pecah-pecah Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

BAB III 4. 1. KERANGKA TEORITIS

usia

jenis kelamin

pendidikan Faktor internal pengetahuan

pola makan (Asupan) & Gizi Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Anemia Defisiensi Zat Besi Ancylostoma duodenale & ascaris lumbricoides

MCK

Ketersediaan Air Bersih Sanitasi Lingkungan Kebersihan tempat tinggal dan sekitarnya Pencemaran Lingkungan Faktor eksternal Adat & Istiadat Gaya Hidup Kebiasaan & Aktivitas kondisi ekonomi keluarga

BAB IV METEDOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol untuk menilai peran kebersihan dan kebiasaan seperti tidak cuci tangan sebelum makan dan tidak menggunakan alaskaki saat menginjak tanah terhdap terjadinnya infeksi cacing menilai peran kebersihan dan kebiasaan seperti tidak pada pasien anak di poliklinik anak RS. Sudowaras. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Poliklinik Anak RS Sidowaras Waktu : 07.00-12.00 wib C. Populasi dan Sampel Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien anak anemia hipomikrositik di bagian politik anak rs sadikin bulan januari 2013-01-29 . Ingin dipilih 20 dari 200 pasien dengan cara sampling sistematik ; berarti diperlukan 20/200 ; 1/10 bagian dari populasi yang akan diikuti sertakan sebagai sample, karena itu, setiap pasien ke 10 akan dipilih., Mula-Mula tiap Subjek diberi bernomor, dari 1 sampai dengan 200. Tiap pasien yang ke 10 diambul sebagai sample. Penentuan angka awal juga seyogyanya dilakukan secara acak, misalnnya dengan cara menjatuhkan ujung pensil ke deretan angka pada table agka random. Bila diproleh anngka awal 3, maa yang diikuti sertakan data sample adalah pasien nomor 3,13,23,33,43,53,63,73,83,93,dan seterusnnya. D. Kriteria inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi : o Usia Pasien pasien lebih dari 1 tahun dan dibawah 12 tahun. o Jenis penyakit anemia hipokrommikrositik. Kriteria eksklusi: o Pasien yang mengalami anemia hiprokrom mikrositik oleh penyebab lain, misalnya talasemia dan limbah timbal. o Subjek menolak berpartisipasi.

E. Besar Sample F. Cara Kerja

Anda mungkin juga menyukai