Anda di halaman 1dari 9

POTENSI PEMAPARAN BAHAYA BIOLOGI

Disusun untuk memenuhi Tugas mata kuliah Higiene Lingkungan Kerja

KOLKO

Disusun Oleh: Lestari Rahmawati Adysta Putri H. Budi Ajeng H. Titis Auliya A. Mya Rosiana Ilma Rahmawati Nur Arifah Ria Novasari Meiastuti Undari Nurkalis Susi Eko S. Wahid Thoyib Rivai Mutia Dian Safitri E2A008072 E2A009009 E2A009010 E2A009022 E2A009023 E2A009028 E2A009049 E2A009064 E2A009075 E2A009096 E2A009101 E2A009116

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO 2011

POTENSI PEMAPARAN BAHAYA BIOLOGI ( BIOSAFETY IN WORK PLACE) A. Definisi Bioligical Hazard dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Faktor biologis penyakit akibat kerja banyak ragamnya, yaitu virus, bakteria, protozoa, jamur, cacing, kutu, pinjal, malahan mungkin pula hewan atau tumbuhan besar. Penyakit virus misalnya penyakit kuku dan mulut yang pindah dari ternak kepada pekerja-pekerja dalam perusahaan ternak. Atau misal vaccinia yang di derita oleh pemerah sapi yang belum mendapat sutikan vaksin lebih dahulu. Bakteri seperti anthrax sering menghinggapi pekerja-pekerja seperti di tempat pemotongan hewan, perusahaan menyamak kulit, perusahaan pengering tulang ( Sumamur,1986). Seorang dokter atau perawat oleh karena pekerjaanya seringkali dihinggapi penyakit yang berasal dari penderita-penderita yang dirawatnya, seperti tifus, difteri, gonorhea, angina oleh karena streptococcus. Sporotrichosis adalah salah satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur pada kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah, atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan dan kai di air seperti misalnya mencuci. Candida albicans biasanya tumbuh di tempat-tempat yang kadar gulanya tinggi, sehingga pekerjaan-pekerjaan seperti trjadi di perusahaan roti tau membuat manisan sering menimbulkan infeksi jamur ( Sumamur,1986). Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja lainnya, faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja kepada pekerja-pekerja lainnya. Maka dari itu, selain usaha biasa harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit menular. Antara lain denan imunisasi pemberian vaksinansi atau suntikan. Mutlak dilakukan oleh pekerja-pekerja di Indonesia dewasa ini sebagai usaha kesehatan minimum, adalah imunisasi dengan vaksin cacar terhadap variola, dan suntikan terhadap kolera (Jeyaratnam, David.2009). B. Biological agent Faktor biologi dapat berupa bakteri, jamur dan mikroorganisme lain yang dibutuhkan atau dihasilkan dari bahan baku, proses produksi dan proses

penyimpanan hasil produksi. Berikut ini beberapa pekerjaan yang bisa ditemui di pasar dan sekitarnya yang berisiko terkena paparan agen biologi. 1. Tukang ikan dan kerang-kerangan : Tukang ikan berpotensi terkena paparan biologi berupa bakteri, virus dan cacing yang terdapat pada tubuh maupun organ-organ ikan. Ikan dan kerang-kerangan dapat terkontaminasi dari lingkungan hidup ikan tersebut atau dari lingkungan pengolahan. Jika ikan tersebut diperoleh dari laut yang telah terkena polusi limbah, ikan tersebut kemungkinan terkontaminasi bakteri patogen. Saat tukang ikan membersihkan sisik dan membuang organ-organ dalam ikan, cacing dan bakteri bisa saja menempel di tangan sang penjual atau menyusup masuk ke dalam poripori kulit penjual ikan yang berkontak langsung sehingga penjual menjadi terinfeksi seperti Vibrio Parahaemolyticus. Vibrio parahaemolyticus adalah kontaminan yang umum terdapat pada ikan dan makanan laut lainnya. Bakteri ini dapat dihilangkan dengan pemanasan, akan tetapi sanitasi yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya rekontaminasi. Sedangkan dalam kerang-kerangan telah ditemukan mikroorganisme patogen seperti Salmonella, E. coli, V. parahemolyticus, clostridia dan virus ( Siagian, 2002 ). Belum lagi dengan ikan-ikan yang dirubung lalat. Lalat akan menempelkan kotoran yang mengandung banyak mikroorganisme patogen. Transaksi jual beli dengan uang yang mengandung banyak bakteri semakin menambah resiko penyebaran agen biologi. Dan biasanya untuk menghilangkan bau amis, para penjual ikan tidak mencuci tangan dengan air bersih, hanya dengan air kobokan yang sudah dipakai berulang kali. Ikan-ikan yang belum laku jika terlalu lama disimpan juga akan menimbulkan bau tak sedap karena mengalami pembusukan oleh bakteri. Hal seperti ini terus terjadi berulang-ulang dan bisa dibayangkan berapa banyak dalam setiap harinya penjual ikan di pasar terpapar oleh agen biologi.

2. Tukang jual ikan hias dan sebagainya Untuk yang satu ini, sedikit berbeda dengan tukang ikan di atas. Tukang ikan hias di pasar tradisional menjual ikan-ikan kecil yang masih hidup untuk mainan atau hiasan, seperti peranakan ikan mas, ikan koki, cupang, dan lain-lain. Ikan-ikan kecil akan ditampung di ember, baskom atau sebuah wadah dari karet ban. Penularan agen biologi bisa bersumber dari ikan itu sendiri maupun dari air kolam ikan yang sudah keruh karena kotoran ikannya. Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam budidaya ikan hias seperti ini adalah masalah penyakit, yang diantaranya disebabkan oleh infeksi bakteri. Ditemukan beberapa bakteri pada ikan yang terkontaminasi seperti Alcaligenes sp., Kurthia sp., histeria sp., Neisseria sp., Streptococcus sp., Eikenella sp., Chromobacterium lividum, Pseudomonas sp., Branhamella sp., Acinetobacter sp., Rothia sp., Cardiobacterium Corynebacterium sp., sp.( Staphylococcus Insani, 2002 sp., Flavobacterium Bakteri sp., seperti ). Beberapa

Streptococcus dan Staphylococcus diketahui dapat membawa penyakit pada manusia karena bersifat patogen ( Stella, 2010 ). Yang disayangkan lagi, para penjual ikan biasanya mengambil ikan hanya dengan tangan kosong dan setelah itu mereka juga akan memegang uang yang penuh dengan bakteri. Bisa dibayangkan seberapa sering mereka terpapar mikroorganisme patogen. 3. Tukang daging- pemotongan daging (pemotongan ayam) Hampir sama dengan penjual ikan, tukang daging juga sama berisikonya terkena paparan agen biologi di tempat kerja. Daging yang tidak bersih dan sudah terinfeksi banyak mengandung mikroorganisme patogen yang bisa berkontak langsung dengan manusia, seperti cacing, bakteri bahkan virus. Contohnya seperti Salmonella, Taenia saginata, Taenia solium dan Trichinella spiralis yang bersifat patogen pada manusia. Proses pemotongan unggas secara kontinyu, meningkatkan penularan mikroorganisme dari karkas yang satu ke yang lainnya ( siagian,

2002 ). Pisau pemotongan yang sudah berkarat bisa saja mengandung banyak bakteri dan melukai tangan penjual. Besi yang berkarat seperti pisau diketahui terkontaminasi Clostridium tetani yang dapat menyebabkan tetanus ( wikipedia. org ). Tidak jarang saat tengah memotong, tangan penjual terluka dan luka yang menganga akan semakin memudahkan jalur masuk dari para mikroorganisme patogen menginfeksi tubuh penjual. Lain halnya dengan tukang ikan, para tukang daging jarang mencuci tangannya dengan air, mereka lebih sering hanya sebatas melap tangan mereka dengan kain untuk meghilangkan noda darah. Belum lagi dengan lalat yang banyak mengerubung dan transaksi dengan uang yang banyak mengandung bakteri semakin memudahkan penyebaran penularan agen biologi. 4. Tukang kolang-kaling dan Tukang parutan kelapa Rendaman air kolang-kaling yang tidak bersih mengandung banyak sekali bakteri. Kolang-kaling akan membentuk lendir dan menimbulkan bau asam pada air rendamannya. Biasanya air rendaman ini dibiarkan saja di dalam baskom terbuka sehingga mudah sekali teroksidasi dan terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen melalui lalat yang mengerubung. Ditambah lagi para penjual kerap membuang air rendaman langsung ke selokan di bawah tempat jualan mereka, sehingga semakin menimbulkan bau busuk dan tempat menjadi lembap dimana tempat lembap dan basah banyak disukai oleh berbagai macam jamur ( Anonim, 2010 ). Pada tukang parutan kelapa, limbah kulit kelapa yang basah dan lembap dibiarkan menumpuk di lantai jualan mereka. Sabut kulit kelapa yang bisa digunakan sebagai media fermentasi ini banyak menjadi tempat tinggal bakteri dan tumbuh jamur (Anonim, 2010). Disayangkan lagi banyak para pemarut kelapa tidak menggunakan alas kaki yang memadai untuk melindungi kaki mereka, sehingga kerap mejadi kutu air. 5. Pemulung Tempat kerja pemulung mengais sampah di TPA sebelah pasar merupakan sumber penularan utama agen biologi. Di tumpukan sampah

banyak terjadi penguraian dan pembusukan oleh bakteri sehingga kerap tercium bau tak sedap. Banyaknya sampah kotor dan limbah-limbah yang tak terurus menjadi tempat tinggal utama bagi virus, bakteri dan berbagai macam jamur. Lalat-lalat yang beterbangan semakin menambah daya penyebaran dan penularan dari mikroorganisme patogen yang menempel di kaki lalat. Sangat disayangkan banyak dijumpai pemulung yang bekerja tidak memakai APD seperti masker, sapu tangan atau sepatu yang melindungi mereka dari kontak langsung dengan agen biologi. Bisa dibayangkan betapa banyaknya agen biologi yang memapar dan menginfeksi para pemulung hingga kerap mejadi sumber penularan penyakit. 6. Penjual burung Para penjual burung berisiko sekali terkena agen biologi yang berasal dari burung-burung jualan mereka. Para penjual akan sering berinteraksi dan berkontak langsung untuk memelihara burung, memberi makan, memandikan termasuk membersihkan kotoran-kotoran di kandang burung. Kotoran burung yang mengandung banyak mikroorganisme patogen bisa menempel dan menginfeksi tangan atau anggota tubuh lain yang berinteraksi bila setelahnya tidak dicuci bersih. Seperti yang kita ketahui, burung yang termasuk unggas ini juga pernah menjadi perantara untuk virus H5NI alias virus flu burung. Selain virus, burung-burung yang sakit juga mengandung berbagai macam bakteri dan jamur. Contohnya saja seperti Salmonellosis yang disebabkan oleh bakteri Salmonella spp., yang merupakan kontaminan umum makanan. Bakteri patogen seperti ini dapat ditularkan ke orang dengan asupan makanan terkontaminasi dengan kotoran burung yang terinfeksi atau dengan pengangkutan bakteri Salmonella di kaki mereka. Lain halnya dengan Histoplasmosis yang merupakan penyakit pernapasan pada manusia yang disebabkan oleh menghirup spora dari Histoplasma capsulatum jamur. Kotoran burung juga semakin memperkaya tanah dan mendorong pertumbuhan jamur. Infeksi oleh satu atau beberapa spora umumnya menghasilkan satu kasus yang ringan pada manusia. Infeksi oleh satu atau

beberapa spora umumnya menghasilkan satu kasus yang ringan pada manusia. Infeksi yang paling serius biasanya akibat dari inhalasi spora besar yang mungkin melibatkan dispersi melalui aliran darah. Kasus-kasus ini bisa menjadi kronis, dan berulang setelahnya ( Anonim, 2010 ). Bulu yang rontok dan beterbangan mudah sekali terhirup oleh manusia khususnya sang penjual yang paling sering berkontak langsung tanpa APD apapun.

DAFTAR PUSTAKA

1) Anonim,

2010,

Tipe

berbeda

dari

jenis

penyakit

burung,

http://epizootics.com/id/2010/10/different-types-of-bird-diseases/, diakses tanggal 13 maret 2011. 2) Anonim, 2010, Bab II Tinjauan pustaka: Jamur dan Fermentasi http://www.scribd.com/doc/49582366/Chapter-II, Maret 2011
3) http://id.wikipedia.org/wiki/Bakteri

diakses

tanggal

13

4) Jeyaratnam,

David.2009

Praktik

Kedokteran

Kerja.Penerbit

Buku

Kedoktran. Jakarta 5) Siagian Albiner, 2002, Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Sumatra Utara. 6) Stella Valentina A., 2010, Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Kolonisasi dan Pola Resistensi Staphylococcus aureus pada siswa SD Penelitian di Tiga SD di Kota Semarang, artikel ilmiah, Program

Pendidikan

Sarjana

Kedokteran

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Diponegoro, Semarang 7) Subaris, Heru dan Haryono, Higiene Lingkungan Kerja , Mitra Cendekia Press, Yogyakarta, 2007 8) Surya Insani.D, 2002, Inventarisasi Bakteri pada Ikan Hias Mas Koki ( Carassius auratus ), Maanvis ( Pterophyllum scalare ), Black Ghost ( Apteronotus albifrons ) dan Cupang ( Betta splendens ) di Jakarta Timur, skripsi, Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai