Anda di halaman 1dari 7

Ashifa Maulidya Shibly / 04011381419194

POTENSI PEMAPARAN BAHAYA BIOLOGI


( BIOSAFETY IN WORK PLACE)

A. Definisi Bioligical Hazard dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Faktor biologis penyakit akibat kerja banyak ragamnya, yaitu virus,
bakteria, protozoa, jamur, cacing, kutu, pinjal, malahan mungkin pula hewan atau
tumbuhan besar. Penyakit virus misalnya penyakit kuku dan mulut yang pindah
dari ternak kepada pekerja-pekerja dalam perusahaan ternak. Atau misal vaccinia
yang di derita oleh pemerah sapi yang belum mendapat sutikan vaksin lebih
dahulu. Bakteri seperti anthrax sering menghinggapi pekerja-pekerja seperti di
tempat pemotongan hewan, perusahaan menyamak kulit, perusahaan pengering
tulang ( Sumamur,1986).
Seorang dokter atau perawat oleh karena pekerjaanya seringkali dihinggapi
penyakit yang berasal dari penderita-penderita yang dirawatnya, seperti tifus,
difteri, gonorhea, angina oleh karena streptococcus. Sporotrichosis adalah salah
satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur
pada kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah,
atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan dan kai di air seperti misalnya
mencuci. Candida albicans biasanya tumbuh di tempat-tempat yang kadar gulanya
tinggi, sehingga pekerjaan-pekerjaan seperti trjadi di perusahaan roti tau membuat
manisan sering menimbulkan infeksi jamur ( Sumamur,1986).
Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja lainnya,
faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja kepada pekerja-pekerja
lainnya. Maka dari itu, selain usaha biasa harus pula ditempuh cara pencegahan
penyakit menular. Antara lain denan imunisasi pemberian vaksinansi atau
suntikan. Mutlak dilakukan oleh pekerja-pekerja di Indonesia dewasa ini sebagai
usaha kesehatan minimum, adalah imunisasi dengan vaksin cacar terhadap
variola, dan suntikan terhadap kolera (Jeyaratnam, David.2009).
Biohazard dapat berefek pada manusia melalui kontak langsung
dengan biological agent (e.g gigitan ular berbisa) atau lewat penularan
melalui agen perantara. Beberapa penyakit
seperti Toxoplasmosis dapat ditularkan secara langsung dan tidak
langsung.

Klasifikasi biohazard

Klasifikasi berdasarkan tipe agen

Berdasarkan definisi biological agent, bahaya faktor biologi dapat


diklasifikasikan menjadi:
1. Agen infeksius

2. Tumbuhan dan produknya

3. Hewan dan produknya

Klasifikasi berdasarkan mode transmisi

Pengetahuan tentang bagaimana biohazard menular sangat penting


untuk memutus rantai infeksi. Berdasarkan prosesnya, transmisi
dari biohazard dapat dibedakan menjadi:
1. Langsung, dimana infkesi terjadi akibat kontak fisik
dengan orang yang terinfeksi

2. Tidak langsung, dimana infeksi terjadi akibat kontak


dengan bahan atau benda yang terkontaminasi (e.g. permukaan,
makanan, udara)

Hubungan biohazard dengan pekerjaan

Para pekerja dapat mengalami kontak dengan biohazard dalam


beberapa macam keadaan:
1. Intrinsik pada pekerjaan tertentu; e.g. pekerja konstruksi pada
fasilitas pengolahan limbah beresiko terpapar infeksi bakteri)
2. Insidental pada saat bekerja (bukan bagian dari aktivitas
pekerjaan); e.g. pekerja yang menderita penyakit akibat
mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi.
3. Terjadi pada bagian tertentu dari pekerjaan; e.g. pekerja yang
berpergian dari atau ke tempat endemic penyakit tertentu
4. Tidak spesifik untuk pekerjaan; e.g. bakteri Legionella dapat
tersebar dengan mudah di air dan tanah sehingga dapat
menginfeksi beberapa macam pekerjaan, seperti
petugas maintenance sistem pengairan dan pekerja kantoran
dengan air-conditioner.

Berikut adalah tipe pekerjaan yang beresiko tinggi terpapar biohazard


1. Pekerja lapangan (outdoor)
2. Pekerja yang pekerjaannya berhubungan dengan hewan
3. Pekerja yang terpapar darah atau cairan tubuh manusia
4. Pekerja yang bekerja di lingkungan kerja tertentu

B. Biological agent
Faktor biologi dapat berupa bakteri, jamur dan mikroorganisme lain yang
dibutuhkan atau dihasilkan dari bahan baku, proses produksi dan proses
penyimpanan hasil produksi. Berikut ini beberapa pekerjaan yang bisa ditemui di
pasar dan sekitarnya yang berisiko terkena paparan agen biologi.
1. Tukang ikan dan kerang-kerangan :
Tukang ikan berpotensi terkena paparan biologi berupa bakteri,
virus dan cacing yang terdapat pada tubuh maupun organ-organ ikan. Ikan
dan kerang-kerangan dapat terkontaminasi dari lingkungan hidup ikan
tersebut atau dari lingkungan pengolahan. Jika ikan tersebut diperoleh dari
laut yang telah terkena polusi limbah, ikan tersebut kemungkinan
terkontaminasi bakteri patogen. Saat tukang ikan membersihkan sisik dan
membuang organ-organ dalam ikan, cacing dan bakteri bisa saja
menempel di tangan sang penjual atau menyusup masuk ke dalam pori-
pori kulit penjual ikan yang berkontak langsung sehingga penjual menjadi
terinfeksi seperti Vibrio Parahaemolyticus. Vibrio parahaemolyticus
adalah kontaminan yang umum terdapat pada ikan dan makanan laut
lainnya.
Bakteri ini dapat dihilangkan dengan pemanasan, akan tetapi
sanitasi yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya rekontaminasi.
Sedangkan dalam kerang-kerangan telah ditemukan mikroorganisme
patogen seperti Salmonella, E. coli, V. parahemolyticus, clostridia dan
virus ( Siagian, 2002 ). Belum lagi dengan ikan-ikan yang dirubung lalat.
Lalat akan menempelkan kotoran yang mengandung banyak
mikroorganisme patogen. Transaksi jual beli dengan uang yang
mengandung banyak bakteri semakin menambah resiko penyebaran agen
biologi. Dan biasanya untuk menghilangkan bau amis, para penjual ikan
tidak mencuci tangan dengan air bersih, hanya dengan air kobokan yang
sudah dipakai berulang kali. Ikan-ikan yang belum laku jika terlalu lama
disimpan juga akan menimbulkan bau tak sedap karena mengalami
pembusukan oleh bakteri. Hal seperti ini terus terjadi berulang-ulang dan
bisa dibayangkan berapa banyak dalam setiap harinya penjual ikan di
pasar terpapar oleh agen biologi.

2. Tukang jual ikan hias dan sebagainya


Untuk yang satu ini, sedikit berbeda dengan tukang ikan di atas.
Tukang ikan hias di pasar tradisional menjual ikan-ikan kecil yang masih
hidup untuk mainan atau hiasan, seperti peranakan ikan mas, ikan koki,
cupang, dan lain-lain. Ikan-ikan kecil akan ditampung di ember, baskom
atau sebuah wadah dari karet ban. Penularan agen biologi bisa bersumber
dari ikan itu sendiri maupun dari air kolam ikan yang sudah keruh karena
kotoran ikannya.
Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam budidaya
ikan hias seperti ini adalah masalah penyakit, yang diantaranya
disebabkan oleh infeksi bakteri. Ditemukan beberapa bakteri
pada ikan yang terkontaminasi seperti Alcaligenes sp., Kurthia
sp., histeria sp., Neisseria sp., Streptococcus sp., Eikenella sp.,
Chromobacterium lividum, Pseudomonas sp., Branhamella sp.,
Acinetobacter sp., Rothia sp., Cardiobacterium sp.,
Staphylococcus sp., Flavobacterium sp., Corynebacterium sp.
( Insani, 2002 ). Beberapa Bakteri seperti Streptococcus dan
Staphylococcus diketahui dapat membawa penyakit pada
manusia karena bersifat patogen ( Stella, 2010 ). Yang
disayangkan lagi, para penjual ikan biasanya mengambil ikan hanya
dengan tangan kosong dan setelah itu mereka juga akan memegang uang
yang penuh dengan bakteri. Bisa dibayangkan seberapa sering mereka
terpapar mikroorganisme patogen.
3. Tukang daging- pemotongan daging (pemotongan ayam)
Hampir sama dengan penjual ikan, tukang daging juga sama
berisikonya terkena paparan agen biologi di tempat kerja. Daging yang
tidak bersih dan sudah terinfeksi banyak mengandung mikroorganisme
patogen yang bisa berkontak langsung dengan manusia, seperti cacing,
bakteri bahkan virus. Contohnya seperti Salmonella, Taenia saginata,
Taenia solium dan Trichinella spiralis yang bersifat patogen pada manusia.
Proses pemotongan unggas secara kontinyu, meningkatkan penularan
mikroorganisme dari karkas yang satu ke yang lainnya ( siagian, 2002 ).
Pisau pemotongan yang sudah berkarat bisa saja mengandung banyak
bakteri dan melukai tangan penjual. Besi yang berkarat seperti pisau
diketahui terkontaminasi Clostridium tetani yang dapat menyebabkan
tetanus ( wikipedia. org ).
Tidak jarang saat tengah memotong, tangan penjual terluka dan
luka yang menganga akan semakin memudahkan jalur masuk dari para
mikroorganisme patogen menginfeksi tubuh penjual. Lain halnya dengan
tukang ikan, para tukang daging jarang mencuci tangannya dengan air,
mereka lebih sering hanya sebatas melap tangan mereka dengan kain
untuk meghilangkan noda darah. Belum lagi dengan lalat yang banyak
mengerubung dan transaksi dengan uang yang banyak mengandung
bakteri semakin memudahkan penyebaran penularan agen biologi.
4. Tukang kolang-kaling dan Tukang parutan kelapa
Rendaman air kolang-kaling yang tidak bersih mengandung
banyak sekali bakteri. Kolang-kaling akan membentuk lendir dan
menimbulkan bau asam pada air rendamannya. Biasanya air rendaman ini
dibiarkan saja di dalam baskom terbuka sehingga mudah sekali teroksidasi
dan terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen melalui lalat yang
mengerubung. Ditambah lagi para penjual kerap membuang air rendaman
langsung ke selokan di bawah tempat jualan mereka, sehingga semakin
menimbulkan bau busuk dan tempat menjadi lembap dimana tempat
lembap dan basah banyak disukai oleh berbagai macam jamur ( Anonim,
2010 ).
Pada tukang parutan kelapa, limbah kulit kelapa yang basah dan
lembap dibiarkan menumpuk di lantai jualan mereka. Sabut kulit kelapa
yang bisa digunakan sebagai media fermentasi ini banyak menjadi tempat
tinggal bakteri dan tumbuh jamur (Anonim, 2010). Disayangkan lagi
banyak para pemarut kelapa tidak menggunakan alas kaki yang memadai
untuk melindungi kaki mereka, sehingga kerap mejadi kutu air.
5. Pemulung
Tempat kerja pemulung mengais sampah di TPA sebelah pasar
merupakan sumber penularan utama agen biologi. Di tumpukan sampah
banyak terjadi penguraian dan pembusukan oleh bakteri sehingga kerap
tercium bau tak sedap. Banyaknya sampah kotor dan limbah-limbah yang
tak terurus menjadi tempat tinggal utama bagi virus, bakteri dan berbagai
macam jamur. Lalat-lalat yang beterbangan semakin menambah daya
penyebaran dan penularan dari mikroorganisme patogen yang menempel
di kaki lalat. Sangat disayangkan banyak dijumpai pemulung yang bekerja
tidak memakai APD seperti masker, sapu tangan atau sepatu yang
melindungi mereka dari kontak langsung dengan agen biologi. Bisa
dibayangkan betapa banyaknya agen biologi yang memapar dan
menginfeksi para pemulung hingga kerap mejadi sumber penularan
penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

1) Jeyaratnam, David.2009 Praktik Kedokteran Kerja.Penerbit Buku


Kedoktran. Jakarta
2) Siagian Albiner, 2002, Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber
Pencemarannya, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara, Sumatra Utara.
3) Subaris, Heru dan Haryono, Higiene Lingkungan Kerja , Mitra Cendekia
Press, Yogyakarta, 2007

Anda mungkin juga menyukai