Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

Halaman Judul Daftar Isi


ii

Daftar Gambar

iii

DAFTAR ISI........................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR................................................................................................ ii PENDAHULUAN................................................................................................... 1 Latar Belakang................................................................................................ 1 Maksud Dan Tujuan Penelitian........................................................................2 Ruang Lingkup Dan Batasan Penelitian...........................................................2 Sistematika Penulisan..................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 4 Pengertian .................................................................................................. 4 Model Kebijakan Publik............................................................................... 5 Hak Penguasaan Atas Tanah.......................................................................6 2.3.1 Penguasaan Fisik Atas Tanah.............................................................6 2.3.2 Penguasaan Yuridis Atas Tanah........................................................7 METODE PENELITIAN.......................................................................................... 8 Metode Penelitian........................................................................................... 8 Metode Kajian................................................................................................. 8 Gambar 3.1 Diagram Proses Metode Kajian...................................................9 Metode Pengumpulan Data............................................................................9 ANALISA DAN PEMBAHASAN............................................................................. 10 4.1.Sistem Pemerintahan di RRC..................................................................10 Kebijakan Manajemen Lahan di RRC............................................................11 Perubahan Kebijakan Kepemilikan Lahan dan Pendapatan Bagi Pemerintah ..................................................................................................................... 12 Perubahan Kebijakan Kepemilikan Lahan Dan Penggusuran Lahan.............13 KESIMPULAN..................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Proses Metode Kajian 9

ii

TUGAS PENYUSUNAN MAKALAH MATA KULIAH MANAJEMEN ASET DAN PROPERTI

KEBIJAKAN MANAJEMEN KEPEMILIKAN LAHAN


Studi Kasus : Republik Rakyat Cina

MUHAMMAD AMIN CAKRAWIJAYA, ST NIM 21010111400049

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

iii

PENDAHULUAN

Latar Belakang Cina merupakan salah satu negara yang dianggap berhasil dalam pertumbuhan ekonomi dan wilayah yang berkembang pesat dalam beberapa dekade ini. Bahkan, dengan model ekonomi pasar yang dijalankannya, diperkirakan pertumbuhan ekonomi negara Cina pada tahun 2030 dapat menguasai 40% perekonomian dunia. Model ekonomi pasar tersebut menjadi salah satu titik balik perubahan sistem yang dilakukan di cina, yang sebelumnya menggunakan model ekonomi sosialis yang dianggap gagal meskipun sampai dengan saat ini tetap digunakan dua pendekatan model ekonomi di cina pada beberapa sektor. Namun meskipun demikian, manajemen kepemilikan lahan di Cina masih menggunakan pendekatan sosialis. Hal tersebut dilakukan sejak tahun 1978 dimana pemerintah mengambil hak atas kepemilikan tanah di kota, serta memberlakukan Sistem Kontrak Tanggung Jawab terhadap petani di wilayah perdesaan. Sistem kontrak tersebut membagi kuota tanah terhadap petani oleh pemerintah. Hal tersebut juga tergambar dalam peraturan perundang-undangannya yang menyebutkan Tanah Rakyat Republik China adalah milik negara. Pada tahap ini, maka diatur bahwa setiap lahan diperbolehkan untuk dimanfaatkan namun tidak untuk dimiliki (sumber: http://erabaru.net; Yu Shan: 10 Desember 2011) Manajemen kepemilikan tersebut dikatakan sebagai yang pertamakali di dunia dimana pada suatu masa negara mengambil alih kepemilikan hak atas tanah. Dikatakan demikian sebab sebelum tahun 1978, selama ribuan tahun baik pada era kaisar, pemerintah nasionalis setelah feodalisme, maupun selama pemerintahan komunis sebelum tahun 1978, tanah diakui sebagai milik pribadi. Dan manajemen kepemilikan lahan yang dilakukan pemerintah cina tersebut ternyata memberikan dampak positif sekaligus negatif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Adapun makalah ini adalah mencoba membedah lebih lanjut manajemen kepemilikan lahan di cina beserta dampak yang ditimbulkannya sehingga dapat menjadi pembelajaran terhadap perencanaan manajemen kepemilikan lahan di Indonesia.

Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.2.1. Maksud Penelitian Maksud dari penyusunan makalah ini adalah melakukan penelaahan secara umum terhadap manajemen kepemilikan lahan di Negara Republik Rakyat Cina (RRC). 1.2.2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi proses dan kebijakan manajemen kepemilikan lahan di RRC. Ruang Lingkup Dan Batasan Penelitian 1.4.1. Batasan Lokasi Lokasi penelitian meliputi wilayah administratif negara Republik Rakyat Cina. 1.4.2. Batasan Substansi / Ruang Lingkup Lingkup substansi kajian dalam pembahasan ini adalah : 1. Pembahasan terhadap manajemen kepemilikan lahan di RRC adalah dalam skala yang general dengan mengesampingkan kasus-kasus khusus, dan 2. Makalah hanya dibuat berdasarkan data-data sekunder yang terdapat pada press release yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga pemerintah RRC melalui website resmi/media massa, hasil-hasil penelitian terkait, serta artikel, kajian, dan hasil wawancara pada sumber-sumber media massa.

Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan makalah manajemen kepemilikan lahan dengan studi kasus di negara Republik Rakyat Cina (RRC) ini terdiri dari 5 bab dengan rincian sebagai berikut: A. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang dan rumusan permasalahan yang memunculkan pertanyaan penelitian. Selain itu bab ini memuat maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, serta sistematika penulisan.

B. Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka memuat dasar-dasar teori dan penelitian yang digunakan sebagai referensi dasar penelaahan. Daftar pustaka tersebut dibagi dalam beberapa subbab yang dikelompokkan berdasarkan karakteristik topik-topik yang sama. Hal tersebut untuk memudahkan pembaca menemukan dasar teori yang relevan yang digunakan dalam penelitian. C. Bab III Metode Pembahasan Bab III Metode Pembahasan memuat metode yang digunakan, metode pengumpulan data, serta langkah-langkah yang dilakukan. D. Bab IV Pembahasan Bab IV Pembahasan meliputi gambaran umum, sejarah manajemen kepemilikan lahan, gambaran manajemen kepemilikan lahan saat ini, serta dampak-dampak yang ditimbulkan. E. Bab V Kesimpulan Meliputi kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan, berdasarkan penelaahan dan identifikasi dampak yang dibahas dalam makalah ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Menurut Thomas R. Dye dalam Putrajaya (2010), kebijakan atau yang dalam hal ini adalah kebijakan publik secara prinsip dapat diartikan sebagai Whatever government choose to do or not to do . Hal tersebut diperkuat oleh Hogwood dan Gunn dalam Putrajaya (2010) yang menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu. Dan sebagai suatu instrumen yang dibuat oleh pemerintah, kebijakan publik dapat berbentuk aturan-aturan umum dan atau khusus baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang berisi pilihan-pilihan tindakan yang merupakan keharusan, larangan dan atau kebolehan yang dilakukan untuk mengatur seluruh warga masyarakat, pemerintah dan dunia usaha dengan tujuan tertentu. Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang terdiri dari kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengendalian (controlling). Manajemen sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengelolaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi dengan memanfaatkan sumberdaya secara efektif dan efisien (Suwatno, 2003). Sedangkan menurut Siswanto (2005), Manajemen diartikan sebagai ilmu dan seni untuk melakukan tindakan guna mencapai tujuan. Manajemen sebagai suatu ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan atau kesatuan pengetahuan yang terorganisasi. Selain itu manajemen sebagai suatu ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu pendekatan (approach) terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh indera manusia. Dan dalam ini, manajemen terkait dengan kebijakan terhadap publik. Adapun terkait dengan hak milik atas tanah / lahan, Saleh (1985) memberikan pengertian dimana hak milik atas tanah merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu gugat yang juga memiliki fungsi sosial. Ini berarti hak atas tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Namun dalam hal ini, tidak berarti bahwa kepentingan seorang pemilik akan terdesak sama sekali melainkan harus seimbang.

Dan berdasarkan pengertian dan definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen kepemilikan lahan merupakan kebijakan terkait perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap aset-aset kepemilikan lahan yang melekat padanya yaitu terkait dengan hak-hak penguasaan dan pemanfaatan atas lahan yang dimiliki. Model Kebijakan Publik Kebijakan publik meliputi proses dan produk dari kebijakan itu sendiri. Proses kebijakan publik terdiri dari tahapan-tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan kebijakan. Sedangkan produk dari kebijakan berupa pedoman dan peraturan perundang-undangan dalam berbagai bentuk dan tingkatan. Kebijakan publik atau pemerintah pada prinsipnya berupa pedoman dan peraturan perundang-undangan yang telah disahkan. Dalam pelaksanannya, ada beberapa model pendekatan kebijakan publik: 1. Top-down approach Model ini dikembangkan oleh Hogwood dan Gunn dimana kebijakan

diterapkan dengan pendekatan kontrol dan komando (The command and control approach). Dalam pendekatan Top down, implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan Top Down bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur-administratur atau birokratbirokrat pada level bawahnya (Leo Agustino, 2006). Dalam perkembangannya, kebijakan dengan pendekatan top down juga dilakukan pada kebijakan-kebijakan publik. Pada beberapa dekade lalu, sebagian besar kebijakan publik merupakan proses top-down akibat dari sentralisasi pemerintahan. Namun saat ini pendekatan tersebut mulai ditinggalkan seiring dengan perubahan politik yang terjadi. Meskipun demikian, proses top down tetap dibutuhkan terutama pada kebijakan-kebijakan yang bersifat struktural.

2. Bottom-up approach
5

Berbeda halnya dengan pendekatan top-down, kebijakan yang menggunakan pendekatan bottom-up mengandalkan aktor-aktor grass-root sebagai inisiator kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang didesain dengan model bottom-up dapat terlihat pada program-program PNPM Mandiri Perdesaan. Pada PNPM, program dan kegiatan yang dibuat berdasarkan masukan dari masyarakat / stakeholder terkait yang difasilitasi oleh seorang fasilitator sebagai seorang ahli. Fasilitator tersebut mengarahkan ide dan konsep yang berkembang dalam prioritas-prioritas dan bahasa program.

Hak Penguasaan Atas Tanah 2.3.1 Penguasaan Fisik Atas Tanah Dalam Siswotomo (2010) penguasaan fisik atas tanah terkait dengan konsep yang terkandung pada pengertian istilah hukum: occupation, possesion, seizin dan bezit. Adapun pengertian occupation, possesion, seizin dan bezit adalah sebagai berikut: 1. Occupation Tindakan atau proses dimana benda riil (misalnya tanah) dikuasai dan dinikmati. 2. Possesion Mengontrol (melakukan kendali secara fisik terhadap) suatu benda dengan tujuan memiliki benda tersebut dan berbuat sesuatu atas benda itu kendali fisik tersebut. 3. Seizin Penguasaan atas benda riill dibawah klaim freehold estate atau hak untuk menguasai dan menggunakan tanah milik raja dengan jangka waktu yang tidak terbatas. 4. Bezit Bezit diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda, baik sendiri maupun melalui perantara orang lain, seolah-olah benda itu miliknya sendiri.
6

2.3.2 Penguasaan Yuridis Atas Tanah Penguasaan yuridis atas tanah dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi wewenang untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Namun ada juga model penguasaan yang walaupun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain yaitu: 1. ketika tanah disewakan, maka penyewalah yang menguasai tanah secara fisik; dan 2. ketika tanah dikuasai pihak lain tanpa hak (diokupasi). Dimana dalam kondisi (2) tersebut, pemilik tanah berdasarkan penguasaan yuridisnya, berhak untuk menuntut kembali tanah yang bersangkutan secara fisik kepadanya. Sedangkan dalam hal (1) penguasaan fisik itu akan kembali ketika hubungan sewamenyewa sudah berakhir. (Siswotomo, 2011)

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian Moleong (2006) dalam Cakrawijaya (2008) menyebutkan bahwa dalam sebuah penelitian ada dua metode yang dapat digunakan, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode penelitian yang didasarkan pada analisa perhitungan secara statistikal. Sedangkan metode kualitatif adalah metode penelitian yang analisanya didasarkan pada olah data, ditambah pengamatan, dan wawancara yang outputnya berupa data diskriptif. Pembahasan ini menggunakan metode kualitatif sederhana berdasarkan interpretasi data-data sekunder yang terdapat pada press release yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga pemerintah RRC melalui website resmi/media massa, hasil-hasil penelitian terkait, serta artikel, kajian, dan hasil wawancara pada sumber-sumber media massa dalam rangka mendapatkan analisa yang lebih mendalam mengenai realita yang terjadi di lapangan. Metode kualitatif dipilih karena lebih mudah dalam melakukan penyesuaian apabila dihadapkan pada kenyataan ganda, dan dapat menyajikan secara langsung interpretasi peneliti serta peka lebih peka dan adaptif dengan berbagai pengaruh yang terjadi terhadap pola, aspek, atau nilai yang dihadapi secara empirik (Moleong, 2006 dalam Cakrawijaya, 2008). Metode Kajian Metode kajian dalam kajian penelaahan terhadap manajemen kepemilikan lahan di RRC meliputi 4 tahapan yang saling terkait yaitu diawali dengan pengumpulan data, penelaahan data, analisa dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. Pengumpulan data dilakukan dengan menghimpun data-data sekunder terkait dan dilakukan penelaahan berdasarkan karakteristik data yang dimiliki. Setelah dilakukan penelaahan data,
8

selanjutnya dilakukan analisa dan pembahasan dengan mengacu terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Apabila terdapat kekurangan data pada saat dilakukan analisa, maka dilakukan pengumpulan data kembali sesuai kebutuhan. Dan berdasarkan analisa serta pembahasan tersebut, diangkat sebuah kesimpulan. Dan apabila dalam merumuskan kesimpulan terdapat penelahaan atau data yang kurang maka proses dilaksanakan berulang.

Pengumpulan Data Penelahaan Data Analisa dan Pembahasan Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Proses Metode Kajian

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah penelitian. Dengan metode yang tepat, diharapkan data yang diperoleh dapat mendukung proses analisa sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih baik. Metode pengumpulan data terkait dengan data yang diperlukan, sumber data, dan sumberdaya yang dimiliki. Sedangkan penelitian ini sendiri akan menggunakan kedua jenis data tersebut untuk mendukung penelitian. Berdasarkan sumbernya, data penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia seperti misalnya laporan-laporan, profil daerah dalam angka, data program dan kebijakan, dan data lainnya yang umumnya disajikan dalam kurun waktu tertentu. Cara memperolehnya pun bermacam-macam, yaitu dapat menggunakan media on-line apabila data yang dibutuhkan telah ter up-load, atau mengumpulkan data yang ada dalam dokumentasi instansi / lembaga / organisasi tertentu. Mengingat terbatasnya kemampuan yang dimiliki, maka data yang digunakan hanya meliputi data-data sekunder yang diperoleh dari sumber-sumber terkait baik media online maupun media cetak, serta penelitian-penelitian terkait.
9

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Sistem Pemerintahan di RRC Republik Rakyat Cina (RRC) atau yang lebih sering disebut dengan cina merupakan negara terbesar di daratan asia dengan bentuk pemerintahan demokrasi komunis. Sedangkan kepala negaranya adalah seorang presiden, dengan kepala pemerintahan seorang perdana menteri. Presiden tersebut dipilih oleh Konggres Rakyat Nasional dengan masa jabatan 5 tahun, dan perdana menteri diusulkan oleh presiden dengan persetujuan Konggres Rakyat Nasional. Dalam bidang politik dan pemerintahan, Cina menerapkan kontrol yang ketat terhadap warganya. Keberadaan Konggres Rakyat Nasional sebagai badan Legislatif menegaskan sistem unikameral yang digunakan oleh sistem pemerintahan di Cina. Anggotanya merupakan perwakilan dari wilayah, daerah, kota, dan provinsi untuk masa jabatan 5 tahun. Namun anggota perwakilan tersebut merupakan orang-orang dari partai komunis. Sedangkan lembaga yudikatifnya terdiri dari 4 komponen yaitu (1) lembaga Pengadilan, (2) Lembaga Keamanan Administrasi Publik / Kepolisian (3) Lembaga Kejaksaan, (4) Lembaga Tahanan / Penjara. Pengadilan Tinggi Rakyat merupakan badan peradilan tertinggi yang berada dibawah naungan Standding Committee dari Konggres Rakyat Cina. Sehingga dapat dikatakan bahwa Konggres Rakyat Cina mempunyai kekuasaan yang besar dan penting. Untuk lembaga eksekutifnya, terdiri dari beberapa menteri yang membantu presiden dan kepala pemerintahan daerah. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam mengelola lahan yang ada. Dan dengan sistem pemerintahan yang sosialis, maka dapat disimpulkan bahwa Cina menjalankan pemerintahan yang diktatur dengan pola top-down

10

yang sangat kuat, dimana negara juga mengatur/mengontrol penuh perekonomian dan sumberdaya yang ada.

Kebijakan Manajemen Lahan di RRC Republik Rakyat China merupakan negara terbesar ketiga di dunia dengan luas wilayah sekitar 3,7 juta mil persegi. China juga merupakan sebuah negara yang berpenduduk paling padat di dunia. Sekitar 85% penduduknya tinggal di wilayah pedesaan dan 90% daripadanya menempati seperenam wilayah China. Dari seluruh luas wilayah China, hanya 15% tanahnya yang cocok untuk pertanian. Hal tersebut menimbulkan permasalahan tersendiri bagi Cina. Ketika Mao Zedong memproklamirkan negara Republik Rakyat China pada tanggal 1 Oktober 1949, perekonomian China berada pada keadaan yang buruk. Perang China Jepang dan perang saudara menimbulkan inflasi mencapai 85.000%. Oleh sebab itu selama beberapa tahun pertama kaum komunis memusatkan perhatian pada perbaikan pabrikpabrik, produksi, dan fasilitas-fasilitas transportasi serta mengendalikan inflasi dan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Setelah komunis berkuasa pada tahun 1949, maka diadakan kebijakan ekonomi nasional yang didasarkan pada pembaruan agraria. Gurley (John G. Gurley, 1976:30) mengkategorikan kebijakan ekonomi nasional menjadi: 1. masa landreform tahun 19491952, 2. masa kolektivisasi-komunisasi tahun 1955-1959, 3. pembentukan modal (capital formation) untuk pertanian tahun 1960-1972, serta 4. perubahan secara gradual dari nilai tukar (terms of trade) di antara pertanian dan industri bagi kepentingan sektor pertanian dan kaum tani (Darini, 2010) Land-reform di bidang agraria tersebut dilakukan menggunakan peraturan 28 juni 1950 tentang hukum penertiban tanah. Dengan membagi penduduk cina dalam golongan tuan tanah (pemilik banyak tanah tetapi tidak menggarapnya sendiri), petani kaya (pemilik tanah/ lintah darat), petani menengah (pemilik tanah yang menggarapnya sendiri), dan petani miskin, pemerintah membagi hak atas pemilikan dan pengelolaan tanah dengan kuota-kuota yang telah ditetapkan. Hal tersebut dilakukan oleh partai komunis dalam
11

rangka menarik dukungan petani yang saat ini mencapai 70% jumlah penduduk. Namun belakangan, sejak tahun 1978 hak atas pemilikan tanah dihapus dengan sisipan peraturan pada konstitusinya yaitu semua tanah di RRC aadalah milik negara. Sedangkan petani dberikan hak pengelolaan atas tanah melalui kontrak kerjasama. Dengan munculnya peraturan tersebut, maka dapat dipastikan bahwa kepemilikan atas lahan untuk pribadi telah di hapus di Cina. Meskipun demikian, masih banyak persepsi dan pemikiran yang berkembang pada masyarakat bahwa masyarakat perdesaan memiliki hak atas tanahnya, sedangkan orang yang tinggal di kota tidak. Namun hal tersebut dibantah oleh seorang ahli ekonomi dan ahli hubungan Cina, Cheng Xianong dalam sebuah wawancara di Radio Sound of Hope yang dirilis di http://erabaru.net. Namun perubahan status kepemilikan lahan dari lahan privat menjadi milik negara berdasarkan konstitusi tersebut merujuk pada pemerintah daerah dan bukan pemerintah pusat. Ini berarti bahwa lahan dalam yuridiksi pemerintah daerah menjadi milik pemerintah daerah. Akibatnya pemerintah daerah bebas melakukan perencanaan dan pengelolaan lahan. Sebab terkait dengan perubahan peraturan tersebut, masyarakat tidak diberikan kompensasi sama sekali. Maka pada saat ini yang ada hanyalah hak atas pengelolaan atau pemanfaatan lahan yang telah diberikan. Hak atas pemanfaatan tersebut juga dilakukan menggunakan batas tempo waktu. Seperti halnya apabila memiliki rumah, maka batas waktu tempo penggunaannya adalah 70 tahun meskipun terkadang pemerintah tidak menaati waktu tersebut. Misalnya adalah kegiatan revitalisasi lahan dimana sebagian lahan dihancurkan untuk dibangun infrastruktur lain melalui peraturan dari kementerian konstruksi yang menyebutkan bahwa semua rumah di Cina yang dibangun sebelum tahun 1995 berkualitas buruk dan harus dirobohkan. Perubahan Kebijakan Kepemilikan Lahan dan Pendapatan Bagi Pemerintah Perubahan kebijakan kepemilikan lahan tersebut memiliki dampak secara ekonomi maupun sosial baik kepada pemerintah maupun masyarakat. Kebijakan perubahan kepemilikan lahan tersebut digunakan oleh pemerintah untuk dijual kepada pihak real estate dengan nilai lahan yang tinggi. Dengan margin yang tinggi antara kompensasi yang dibayar terhadap masyarakat dan nilai penjualan lahan tersebut mengakibatkan tingginya pendapatan pemerintah daerah. Hal tersebut mengakibatkan Beijing dan Shanghai dalam beberapa tahun terakhir pendapatan daerahnya didominasi oleh penjualan tanah (50-60%).
12

Namun tidak hanya itu, penjualan tanah kepada pihak real estate yang menaikkan nilai lahan juga memberikan keuntungan tidak langsung dalam bentuk naiknya nilai pajak. Selain itu, ada keuntungan tidak langsung yang diperoleh oleh pemerintah. Yaitu pengaturan lahan yang efisien untuk kepentingan daerah. Sempitnya lahan yang ada dapat diatasi dengan pembangunan bangunan tinggi baik berupa rumah susun maupun pemanfaatan lain yang sebelumnya tersebar. Dan dengan berkumpulnya kegiatan yang sama dalam satu kawasan, maka juga didapatkan efisiensi pembangunan infrastruktur dasar pendukungnya. Dan dengan pengembangan model Bank Tanah oleh Pemerintah Cina tersebut menjamin pendapatan pemerintah dari sisi pajak dan pengembangan wilayah akibat pengelolaan aset yang dilakukan. Perubahan Kebijakan Kepemilikan Lahan Dan Penggusuran Lahan Dengan berpindahnya status kepemilikan atas lahan kepada pemerintah, maka pemerintah berusaha memaksimalkan pengelolaannya untuk pengembangan ekonomi dan wilayah. Akibatnya setiap lahan diupayakan agar mempunyai nilai dan diefisienkan. Akibatnya, terjadi revitalisasi besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi penggusuran illegal besar-besaran. Hal tersebut memicu konflik sosial di masyarakat. Pada praktek pembangunan Kota Beijing, menurut narasumber terkait dilakukan pembongkaran terhadap bangunan-bangunan yang dianggap tidak layak, dan penghuni diminta pindah sementara dilakukan pembongkaran dan pembangunan rumah tinggal susun yang nantinya diberikan kepada warganya kembali dengan harga sewa dan hak tinggal 70 tahun. Hak tinggal tersebut tidak dapat diwariskan dan dapat diambil setiap saat oleh pemerintah. Sehingga apabila terdapat investor / penduduk yang membeli bangunan yang seharusnya memiliki hak tinggal 70 tahun, tidak ada kompensasi apabila bangunan tersebut diputuskan untuk dirobohkan meskipun belum 70 tahun dipakai.

13

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah sebagai berikut: 1. Pada saat ini tidak ada kepemilikan lahan pribadi di Cina, adapun berdasarkan perubahan konstitusi ditetapkan bahwa setiap tanah di Cina adalah milik negara. 2. Tidak ada kompensasi atas perubahan kepemilikan lahan yang dilakukan 3. Kepemilikan lahan yang penuh oleh Pemerintah menyebabkan proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang lebih mudah terhadap penggunaan lahan. 4. Pembangunan oleh pemerintah terjamin dengan penguasaan atas tanah yang dimiliki dan dimanfaatkan untuk mendapatkan nilai manfaat sebesar-besarnya dari lahan yang ada. 5. Berkaca pada sistem pemerintahan yang berbeda dengan di Indonesia, model pembangungunan yang dilaksanakan di Cina tidak dapat dilakukan di Indonesia dimana hak milik atas tanah diakui secara hukum.

14

DAFTAR PUSTAKA Penelitian dan Makalah : 1. Cakrawijaya, M.A .2008. Tipologi Ruang Publik di Kauman Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2. Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik.Bandung : CV.Alfabeta 3. Darini, Ririn. 2010. Garis Besar Sejarah China Era Mao. Universitas Negeri Yogyakarta 4. Siswotomo. 2010. Permasalahan Kepemilikan Hak Atas Tanah. 5. Putrajaya, Geseng. 2010. Peran Positif Modal Sosial Nyambang Sebagai Alat Untuk Mengatasi Peningkatan Kemiskinan Masyarakat Nelayan Pulau Lancang Kel. Pulau Pari, Kec. Kep. Seribu Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Universitas Indonesia. 6. Suwatno. 2003. Azaz-azaz Sumber Daya Manusia. Bandung : UPI Press 7. Bejo, Siswanto. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional. Jakarta : Bumi Aksara 8. Al- Hadi, Syed Alwi Saleh. 1985. Adat Resam dan Adat Istiadat Melayu

Artikel online : 1. Yu Shan. 2011. Mengapa Rumah Digusur di China (1). Erabaru.net
2. Ministry of Land and Resources of the Peoples Republic of China official Website

: www.mlr.gov.cn 3. Forum Manajemen. Berguru Dari Raksasa Negeri Timur : www.managementupdate.org

15

Anda mungkin juga menyukai