Anda di halaman 1dari 3

Selama ini yang menjadi korban Pornografi dan Pornoaksi adalah perempuan, mereka terjebak pada sistem kapitalisme

global, hampir seluruh iklan tidak ketinggalan menampilkan perempuan, mereka diekspos untuk dijadikan daya tarik konsumen. Begitu pula halnya dengan media-media yang menampilkan perempuan dengan liukan tubuh. Semua itu tentunya menyangkut kepentingan bisnis. Seorang artis, penyanyi, model, pekerja seks, atau bahkan perempuan biasa sekalipun hampir tak mampu untuk menolak pencitraan perempuan seperti diatas. Mereka sebenarnya tak lebih dari sekedar boneka yang diatur pemodal, sistem dan budaya. Tubuh perempuan bukan lagi milik perempuan itu sendiri, sebab mereka tak mampu menentukan citra dirinya sendiri. Perempuan yang seharusnya menjadi perhatian utama dan dikedepankan kepentingannya selalu diabaikan. Tidakkah ini semakin menyulitkan bangsa kita yang sebagian besar rakyatnya adalah perempuan. Meskipun semua pihak telah berupaya dan berperan dalam membimbing dan membina anak bagi terbentuknya generasi muda yang berkualitas, namun akhir-akhir ini terdapat penyimpangan perilaku dikalangan generasi muda yang sudah mengarah pada tindakan kriminal seperti : pemerkosaan, pembunuhan dan penyalahgunaan narkoba. Peningkatan penyimpangan ini, dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : 1. Banyaknya beredar sumber bacaan yang tidak sesuai dengan norma-norma, hukum dan agama yang berlaku di lingkungan masyarakat. Mudahnya diperoleh VCD porno, situs porno melalui Internet dan premiun call yang dapat merusak moral generasi muda dan masyarakat. Beberapa tayangan televisi menyajikan program yang dapat membelokan karakter generasi muda/masyarakat.

2.

3.

Bagaimanakah kita sebagai umat Buddha menyikapi dan memberikan pandangan terhadap persoalan ini dan bagaimanakah kita mewaspadai akibat buruk dari faktor diatas, bahkan dengan kemajuan teknologi, Pornografi lebih mudah diakses oleh anak-anak hingga Remaja. Dorongan seks adalah kekuatan paling dinamik dalam sifat manusia. Begitu kuatnya, sehingga aturan pengendalian diri diperlukan. Dalam hal spiritual, siapa pun yang ingin membawa pikirannya ke dalam kendali penuh, diperlukan disiplin diri yang lebih besar. Kekuatan yang demikian besar dalam sifat manusia dapat diatasi, hanya jika orang mengendalikan pikirannya dan mempraktekkan meditasi. Sang Buddha bersabda, Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki sapi yang menariknya. Sebuah kisah Zen mengungkapkan, dua orang Bhiksu bernama Tanzan dan Ekido, bertemu dengan seorang wanita muda yang memerlukan pertolongan untuk menyeberangi sungai yang deras arusnya. Tanzan menggendong wanita itu hingga ke tepi seberang. Lalu kedua Bhiksu tersebut melanjutkan perjalanannya. Lewat tengah hari kemudian, Ekido yang tak dapat menahan dirinya, menegur temannya, Engkau telah melanggar Peraturan! Bukankah seorang Bhiksu tidak boleh menyentuh wanita? Tanzan menjawab, Aku telah meninggalkan wanita itu segera setiba di seberang sungai. Tetapi mengapa engkau sendiri masih membawanya? Yang menggendong wanita itu ke seberang sungai tidak menyentuh dengan nafsu. Ia berlaku spontan dan tidak terpengaruh olehnya. Sedangkan Bhiksu yang satu lagi malah membawa serta nafsu sepanjang jalan.

Pornografi dan Pornoaksi akan mendatangkan bahaya bagi seseorang yang tidak dapat mengendalikan pikirannya dan yang tidak memiliki Sila atau moral. Berbeda dari binatang yang bertindak mengikuti desakan naluri, di dalam banyak hal manusia justru harus menekan nalurinya. Manusia memiliki kesadaran etis tentang apa yang benar dan apa yang salah, apa yang baik dan apa

yang jahat, apa yang tepat dan apa yang tidak tepat. Dalam kitab suci Angguttara Nikaya II. 7, Sang Buddha Bersabda : Ada Dua hal sebagai Dhamma Pelindung Dunia yaitu Rasa Malu (Hiri) dan Rasa Takut (Ottapa). Hiri tumbuh dari hati nurani dalam diri seseorang sedangkan Ottapa datang dari pengalaman menghadapi dunia luar. Bila kedua Dhamma ini tidak menjadi Pelindung Dunia, maka seseorang tidak akan menghargai kakak iparnya, tidak menghargai istri gurunya. Melaksanakan disiplin pada dasarnya adalah menguasai atau menaklukkan diri sendiri. Sesungguhnya menaklukan diri sendiri lebih baik daripada menaklukan orang lain; Orang yang telah menaklukan dirinya sendiri selalu hidup terkendali. Orang yang penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai Dhamma dan selalu waspada, maka kebahagian akan bertambah. Umat Buddha wajib melaksanakan Sila, bagi umat awam adalah Pancasila Buddhis dan Panca Dhamma. Pancasila Buddhis adalah Lima moral tahap pertama memasuki kehidupan beragama Buddha, Sila ini bila dilaksanakan dengan baik akan membawa kemajuan, kemakmuran, kehidupan surga. Pancasila Buddhis tersebut adalah : 1. 2. 3. 4. 5. Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup Aku bertekad akan melatih diri menghindari pengambilan barang yang tidak diberikan Aku bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan perzinahan (Asusila) Aku bertekad akan melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar Aku bertekad akan melatih diri menghindari segala minuman keras atau barang madat yang dapat melemahkan kesadaran.

Untuk Sila ketiga, Zinah atau perbuatan seksual yang salah (maksudnya di luar perkawinan yang dibenarkan) terjadi menyangkut 4 faktor :

1. 2. 3. 4.

Orang yang tidak patut disetubuhi Ada niat untuk menyetubuhinya Melakukan usaha untuk menyetubuhinya Berhasil menyetubuhinya

Berat ringannya akibat buruk dari perbuatan seksual yang salah tergantung pada kekuatan niat, cara (misalnya perkosaan), status orang yang disetubuhi. Panca Dhamma adalah lima kebenaran yang harus dilaksanakan oleh Siswa Buddha:

1. Metta-Karuna, artinya cinta kasih dan welas asih terhadap semua makhluk hidup. Semua
orang akan mengakui hidup ini tiada arti tanpa cinta, dalam hal ini Metta bukan sekedar perasaan sentimental emosi, melainkan cinta kasih yang mengandung pengertian Sesuatu yang melembutkan hati. Ia muncul sebagai dorongan atau niat yang suci, tidak dilandasi nafsu. Welas asih yaitu sesuatu yang mengetarkan hati, Ia muncul sebagai kehendak dan usaha untuk meringankan atau melenyapkan penderitaan orang lain. Samma Ajiva, artinya bermata pencaharian benar, tidak mengakibatkan pembunuhan, bukan karena pencurian, penipuan, tidak berdasarkan ilmu-ilmu rendah, tidak berdagang manusia, dll.

2.

3. Santtutthi, artinya puas dengan apa yang dimiliki, puas dalam hal memiliki satu istri/suami. 4. 5.
Bagi yang belum beristri/suami harus puas dengan keadaaan yang dialami (sebagai bujangan/hidup selibat). Sacca, artinya kebenaran atau kejujuran. Jujur dalam perkataan yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari, menjauhi ucapan bohong yang merugikan orang banyak. Sati Sampajanna, kewaspadaan atau sadar mengacu kepada kemampuan mengendalikan diri untuk tidak melakukan kejahatan dari pancasila Buddhis, selalu ingat dan waspada, tidak akan tergiur oleh lingkungan atau bujukan orang-orang untuk melakukan perbuatan salah.

Pancasila Buddhis dan Panca Dhamma ini menjadi pondasi yang utama dalam pengamalan ajaran Buddha, merupakan langkah yang sangat penting untuk mengantisipasi Pornografi dan Pornoaksi yang dapat merusak dan menggangu perkembangan batin umat awam. Dia yang telah memasuki jalan tidak akan terpengaruh oleh Pornografi dan Pornoaksi. Sang Buddha Gautama, selama tujuh minggu setelah penerangan agung menikmati keadaan Nibbana, yaitu keadaan yang terbebas dari noda-noda kekotoran batin, sehingga batin-Nya tenang sekali dan penuh kedamaian. Pada saat minggu ke lima Sang Buddha bermeditasi di bawah pohon Ajapala Nogrodha (pohon beringin). Beliau yang telah sempurna masih diganggu oleh tiga anak mara yang menjelma sebagai gadis penggoda. Mereka menampakan dirinya sebagai gadis yang cantik dan menggiurkan tanpa mengenakan sehelai benang ditubuhnya dengan berbagai macam tarian erotis (penuh, nafsu birahi) diiringi nyanyian merdu dan bisikan berdesis yang memabukkan yang berusaha untuk merayu dan menarik perhatian Sang Buddha. Tetapi Sang Buddha tidak menghiraukan mereka sehingga gadis penggoda itupun meninggalkan Sang Buddha. Dapat disimpulkan Pornografi dan Pornoaksi menurut pandangan agama Buddha sebagai berikut:

1. Harus segera diantisipasi sebab bila tidak, tindak kejahatan akan terus berkembang, dan 2.
moralitas Remaja akan terancam. Harus segera dicari pemecahannya, bila kita hanya melarang dan melarang terus, namun tidak memberikan pemecahan maka kondisi ini akan lebih berkembang, agama Buddha memberikan solusi dengan menganjurkan umatnya berpedoman pada ajaran Sang Buddha dan berupaya dengan sekuat tenaga untuk mengamalkan Pancasila Buddhis dan Panca Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengantisipasi bahaya ini perlu ditingkatkan pembinaan mental dan spiritual seperti mengikuti Pabajja (pelatihan pembinaan mental dan prilaku), mengikuti kegiatan meditasi (pelatihan peningkatan kesadaran dan kewaspadaan diri), mengikuti aktivitas vihara lainnya.

3.

Semoga semuanya memandang persoalan ini dengan pikiran jernih, semoga sinar Dhamma menuntun kita dari kegelapan menuju cahaya terang, semoga semua makhluk berbahagia. SadhuSadhuSadhu.

Oleh: M.D. Tinageren

Anda mungkin juga menyukai