Anda di halaman 1dari 48

BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang.

Salah satu bentuk usaha peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah ternak sapi potong, ini disebabkan karena ternak unggas sedang mengalami virus flu burung, maka sebagian masyarakat takut untuk mengkonsumsi daging unggas dan masyarakat pada saat sekarang ini lebih cenderung untuk memilih daging ternak besar terutama sapi potong. Usaha peternakan sapi potong sekarang ini sudah merupakan suatu usaha yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga ataupun suatu usaha. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu dari beberapa daerah yang potensial untuk pengembangan usaha sapi potong dimana Potensi areal untuk pengembangan ternak kurang lebih 125.100 Ha, secara umum belum termanfaatkan dengan baik, terutama untuk ternak besar (sapi dan Kerbau), sebab pad a umumn ya ma sya raka t meme liha ra te rn ak besar ma sih menggunakan halaman pekarangan atau perkebunan kelapa dan mete. Sulawesi Tenggara terdapat 7 (tujuh) kabupaten yang menjadi sentra produksi sapi yakni Kabupaten Buton, Muna, Konawe, Konawe Selatan, Bombana, Kolaka, dan Kolaka Utara. Klaster peternakan Sapi cocok dikembangkan di Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan. Distribusi populasi ternak sapi menurut Kabupaten/Kota adalah 29,48 % terdapat di Kabupaten

Konawe Selatan, 25,64 persen; Kabupaten Konawe, 15,93 persen; Kabupaten Kolaka, 14,71 persen Kabupaten Muna, 10,21 persen, Kabupaten Bombana 4,03 persen, dan sisanya tersebar di Buton, Kolaka Utara, Wakatobi, Kota Bau-Bau dan Kota Kendari, (Dinas Pertanian Sultra, 2010), ini berarti bahwa Kabupaten Konawe Selatan sangat potensial untuk pengembangan usaha sapi potong ditingkat petani. Salah satu upaya untuk mendukung program pemerintah mewujudkan swasembada daging nasional 2014 yaitu dengan

pemberian bantuan penguatan modal kepada peternak, dan melalui wadah kelompok usaha ternak sapi yang ada di Desa diharapkan bisa dimanfaatkan dengan baik, untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil ternak mereka. Oleh karena itu, ketujuh sentra produksi sapi Sultra tersebut mendapatkan alokasi bantuan penguatan modal sekitar Rp 1 miliar untuk sejumlah kelompok usaha ternak sapi yang terbentuk disetiap Desa. Berdasarkan potensi diatas bahwa Kabupaten Konawe Selatan khususnya Kecamatan Tinanggea yang memiliki

keunggulan dibanding Kecamatan lain dalam pengembagan usaha sapi potong. Namun yang menjadi pusat perhatian dengan

keunggulan tersebut apakah masyarakat Kec amatan Tinanggea dalam hal ini Rumah Tangga Peternak (RTP) dapat merasak an manfaat ekonomis secara berkelanjutan yang jika dilihat dari struktur

masyarakatnya rata-rata masih tergolong kelas ekonomi menengah kebawah. kemudian permasalahan selanjutnya adalah belum

teridentifikasinya potensi Sumber daya alam (SDA) dan potensi ekonomi untuk pengembangan usaha tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut tentu perlu menganalisis bagaimana potensi wilayah yang mendukung pengembangan usaha sapi potong serta bagaimana kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan

Manajemen Usaha tani. Dengan demikian melihat potensi Kabupaten Konawe selatan untuk pengembangan usaha sapi potong maka serta penulis

mendukung

program-program

pemerintah

menganggap penting melakukan kajian penelitian dengan judul "Analisis Potensi Wilayah Untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara". 2. Perumusan Masalah Dari urain diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai Berikut : 1. Bagaimana potensi Sumber daya Daya dukung dan Alam produksi (daya limbah air) di

dukung/ketersediaan pertanian/padang Kecamatan

lahan,

rumput/hijauan, Kabupaten

ketersediaan Selatan

Tinanggea

Konawe

untuk

pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa mendatang.

2. Bagaimana potensi Sumber Daya Manusia (potensi kemampuan pemeliharaan dan manajemen usaha rumah tangga peternak) di Kecamatan Tinanggea dalam pemeliharaan sapi potong. 3. Bagaimana kondisi kelembagaan yang mendukung dalam

pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa mendatang. 4. Bagaimana potensi ekonomi (prospek usaha masa mendatang) Rumah Tangga Peternak (RTP) sapi Potong di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk: 1. Mengetahui potensi Sumber Daya Alam di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan untuk

pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa mendatang. 2. Mengetahui potensi Sumber Daya Manusia di Kecematan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dalam pemeliharaan sapi potong. 3. Mengetahui kondisi kelembagaan yang mendukung dalam pengembangan mendatang. 4. Mengetahui prospek usaha Rumah Tangga Peternak (pasar, permintaan Sapi potong) di Kabupaten Konawe Selatan 4. Manfaat Penelitian usaha peternakan sapi potong dimasa

Penelitian

ini diharapkan

dapat

memberi kan

informasi

tentang Kecematan Tinanggea sebagai salah satu wilayah alternatif basis pengembangan usaha sapi potong dimasa mendatang, terutama bagi para pengambil keputusan dan Para pembuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah yang

bersangkutan. 5. Luaran/target yang diharapkan Adapun luaran yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tepublikasinya hasil penelitian pada jurnal nasional terakreditasi serta bahan kajian pada seminar-seminar lokal. 2. Terpublikasinya potensi suber daya dan kelompok usaha pemeliharaan sapi potong dalam rangka membangun wirausaha tani yang berkelanjutan 3. Terciptanya pemeliharaan kemandirian sapi dikalangan petani dalam utama usaha dalam

sebagai

pendukung

peningkatan pendapatan (ekonomi rumah tangga peternak) 4. Optimalnya pendampingan pemberdayaan kepada petani masyarakat sebagai melalui pola

upaya

penguatan

kapasitas SDM Peternak sapi potong di Kecamatan Tinaggea Kab. Konawe Selatan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Usaha Perkembangan Sapi Potong Menurut Sugeng (2004), Usaha ternak sapi potong merupakan usaha yang lebih menarik sehingga mudah merangsang

pertumbuhan usaha, sebaliknya hewan ternak yang punya nilai kemanfaatan dan ekonominya rendah pasti mudah terdesak mundur dengan sendirinya, hal ini dapat dilihat dari manfaat sapi yang luas dan nilai ekonomi tinggi. 1. Mutu dan Harga Daging / Kulit Menduduki Peringkat Atas. 2. Sapi Merupakan Salah Satu Sumber Daya Masyarakat. 3. Sapi Sebagai Tabungan. 4. Hasil Ikutannya Masih Berguna 5. Memberikan Kesempatan Kerja Berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak,

Soehadji dalam Anggraini (2003) mengklasifikasikan usaha peternakan menjadi empat kelompok,yaitu: 1. peternakan sebagai usaha sambilan, yaitu petani mengusahakan komoditas pertanian terutama tanaman pangan, sedangkan ternak hanya sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga (subsisten) dengan tingkat pendapatan usaha dari peternakan < 30%,

2. peternakan sebagai cabang usaha, yaitu peternak mengusahakan pertanian campuran dengan ternak dan tingkat pendapatan dari usaha ternak mencapai 3070%, 3. peternakan sebagai usaha pokok, yaitu peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dengan tingkat pendapatan berkisar antara 70100%. (Suryana: 2009). Peternakan sebagai industri dengan mengusahakan ternak secara khusus (specialized farming) dan tingkat pendapatan dari usaha peternakan mencapai 100%. Usaha peternakan komersial umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki modal besar serta menerapkan teknologi modern (Mubyarto dalam Anggraini 2003) Menurut Rahardi dan Hartono (2005) Usaha Peternakan dapat dirumusakan sebagai suatu usaha yang dilakukan secara teratur dan terns menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersil, kegiatan dalam usaha ini meliputi : (1) Penghasil Temak (temak bibit/potong), telur dan susu. (2) Penggemukan suatu jenis ternak. (3) Pengumpulan, Pengedaran dan pemasaran produk-produk peternakan. Program peningkatan usaha peternakan sapi potong tradisional kearah peternakan yang lebih maju dan menguntungkan tidak lepas dari : 1. Penggunaan bibit sapi potong yang baik dan unggul 2. Perbaikan makanan, baik kuwalitas maupun kuantitasnya

3. Menerapkan cara pengelolaan dan pemeliharaan yang baik 4. Penjagaan dan perawatan temak sapi potong, terutama penjagaan kesehatan 5. Menciptakan pemasaran hasil ternak sapi potong yang

menguntungkan. (Murtidjo, 1992). Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang SULTRA:2010), merencanakan untuk mengembangkan usaha terpadu peternakan dan pertanian menjadi satu unit usaha karena dinilai sangat efektif dan menguntungkan bagi masyarakat, salah satunya adalah usaha pengembangan sapi terpadu. Dam pa k da ri f a kt o r -f a kto r ya n g m e rup a kan po t e n si u n t u k pengembangan petemakan adalah faktor sosial dan faktor ekonomi. Yang termasuk faktor sosial adalah meningkatnya (sadar gizi) jumlah penduduk, faktor pendidikan, ekonomi dan

kesehatan

sedangkan

adalah

perbaikan ekonomi dan naiknya harga daging dipasaran. Zainal Abidin (2002) menyatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk yang diikuti oleh peningkatan penghasilan perkapita menjadikan masyarakat semakin menyadari arti gizi. Hal ini membuat pergeseran pola makan masyarakat dari mengkonsumsi karbohidrat ke protein (hewani), berupa daging, telur dan susu. Di Indonesia, pemeliharaan ternak dilakukan secara ekstensif, semi intensif, dan intensif. Pada umumnya sapi-sapi dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan

diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga temak tersebut cepat gemuk. Sedangkan secara ekstensif, sapi-sapi tersebut dilepaskan dipadang pengembalaan dan digembalakan sepanjang hari, mulai dari pagi hingga sore hari (Sugeng, 1999). Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Konawe Selatan (2010) melaporkan bahwa produksi temak sapi di Kabupaten Konawe Selatan mengalami peningkatan. Kecamatan Tinanggea menempati posisi teratas produksi temak sapi menurut kecamatan di Kab. Konawe Selatan. hal ini tergambar dari tabel berikut : Tabel 2.1. Populasi Ternak menurut Kecamatan 2009
Kecamatan Sub district Sapi Cow Kerbau Buffalo 3 10 0 5 0 40 0 0 0 0 72 0 12 0 13 0 0 0 39 0 246 0 0 437 363 Kuda Horse 4 4 0 2 0 2 0 0 0 0 0 0 4 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 14 14 Kambing Domba Goat sheep 5 390 560 373 349 164 328 180 565 327 458 0 867 584 184 109 277 324 220 336 124 180 118 7.017 6.358 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Babi Pig 7 1.147 0 1.077 0 0 0 0 0 247 0 0 135 0 238 0 978 956 ` 836 889 509 0 0 7.012 6.382

1 2 1. Tinanggea 5.791 2. Lalembuu 2.639 3. Andoolo 4.618 4. Buke 4.409 5. Palangga 2.406 6. Palangga Selatan 3.186 7. Baito 1.645 8. Lainea 2.627 9. Laeya 3.676 10.Kolono 1.806 11.Laonti 785 12. Moramo 3.722 13.Moramo Utara 2.819 14. Konda 4.527 15. wolasi 3.410 16. Ranomeeto 2.082 17. Ranomeeto barat 4.181 18.Landono 3.642 19.Mowila 4.488 20.Angata 1.873 21.Benua 1.449 22. Basala 2.295 Jumlab 2009 68.076 Total 2008 166.836

Sumber : Diperta dan BPS Kab. Konawe Selatan.

Dalam meningkatkan potensi sapi potong ke arah yang lebih baik, maju dan menguntungkan, pemerintah berusaha mengenalkan program usaha peternakan yaitu 5 aspek: 1. Kegunaan dan pemilihan bibit yang berkualitas baik,

terutama bibit unggul. 2. Perbaikan makanan baik Kualitas maupun kuantitas. 3. Melaksanakan pola pemeliharaan yang baik 4. Perbaikan pola kesehatan 5. Pola pemasaran hasil peternakan dengan memperlihatkan peluang pasar dan menguntungkan 2. Sumber Daya Manusia Rahardi dan Hartono (2005), menyatakan ternak adalah sebagai subjek dalam usaha petemakan. Peternak menjadi manejer bagi Sumber Daya Peternakan lainnya, keberhasilan usaha ternak sapi potong ditentukan oleh sedikit banyaknya oleh kemampuan peternakan dalam mengelola usahanya. Oleh karena itu, pengembangun Sumber Daya Manusia menjadi sangat penting bagi usaha peternakan untuk dapat bersaing dengan usaha lainnya. Sumber Daya manusia merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembangunan peternakan, karena sumber daya manusia tidak hanya sekedar faktor produksi melainkan lebih penting lagi yaitu pelaku langsung dari pembangunan petemakan

10

Peningkatan pelaksana

kualitas

sumberdaya atau sering

manusia dikatakan

sebagai sebagai

pembangunan

pengembangan sumber daya manusia pada dasarya dapat dilakukan mulai dari program keluarga berencana dan

pembinaan keluarga, perbaikan gizi dan kesehatan, latihan kerja dan lingkungan masyarakat, dimana peningkatan kualitas masyarakat sebagai salah satu tujuan akhir pembangunan itu sendiri. Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat dicurahkan dalam kegiatan usaha tani terdiri dari bapak, ibu, anak dan tenaga kerja yang dipunyai. Satuan kerja yang dipunyai dihitung berdasarkan tenaga kerja pria (HKP) yaitu : pria dewasa umur 15-64 tahun adalah 1 HKP, wanita dewasa umur 15 -64 tahun 0,8 HKP, anak-anak umur 10 -14 tahun 0,5 HKP (Adiwilaga, 1975) sedangkan kemampuan 1 HKP tenaga pria untuk memelihara sapi potong secara intensif adalah sebesar 29 ekor dan secara extensif 67 ekor (Direktorat Bina tlsaha Tani, 1985). 3. Sumber Daya Alam Sumber Daya Alam ialah suatu sumber daya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air, dan perairan, biotis, udara, dan ruang, mineral, tentang alam (landscape), panas bumi dan gas bumi, angin, pasang surut/arus laut.

11

1. Ketersediaan Air Air merupakan salah satu fakor utama dalam usaha

pengembangan sapi potong. Air sangat penting untuk mengatur suhu tubuh, untuk distribusi zat-zat makanan keseluruh jaringan tubuh, penguapan air dari kulit dan paru-paru akan mengurangi panas badan. Aspek potensi wilayah suatu komoditas pertanian sangat diperlukan dalam program diversifikasi pertanian, sehingga lokasi yang dipilih untuk usaha pengembangan suatu komoditas pertanian adalah wilayah yang benar-benar potensial. Hal ini juga membantu dalam penentuan kebijaksanaan dalam penetapan harga output dan Input (Soekartawi, 1996). Menu rut S ire gar (20 05 ) men ga ta kan kua lita s h ijauan da pat dikelompokkan sebagai berikut : a. Kelompok hijauan berkualitas rendah, seperti jerami padi, dan jagung, pucuk tebu, dan lain-lain. b. Kelompok hijauan berkualitas sedang, seperti rumput lapangan, rumput kultur dan lain-lain. 2. Potensi Lahan dan Ketersediaan Hijauan Secara umum bahan makanan ternak Ruminansia terdiri dari hijauan dan konsentrat. Makanan hijauan adalah makanan yang memiliki serat kasar yang tinggi, sedangkan konsentrat adalah makanan yang memiliki serat kasar yang rendah dan mudah dicerna. Pakan ternak sapi berasal dari hijauan atau rumput dan

12

pakan penguat sebagai tambahan, basanya bahan pakan hijauan diberikan kurang lebih 10 % dari bobot badan serta bahan penguat cukup diberikan 1 % dari bobot badan (Sugeng, 2004). 4. Lembaga Pendukung Pengertian kelembagaan secara operasional dimengerti dan dijumpai d ila p an ga n a d a la h ya n g d ikem u ka ka n o leh W ariso (1 9 9 8 ), b a h wa kelembagaan dan dikelompokkan Institut dalam dua pada

pengertian,yaitu

institut

institusi.

merujuk

kelembagaan formal, misalnya organisasi, badan, dan yayasan mulai dari tingkat keluarga, rukun keluarga, desa sampai pusat. Sedangkan institusi merupakan suatu kumpulan normanorma atau nilai-nilai yang mengatur perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Dirjen Peternakan (2003), kelembagaan pendukung yang harus ada di suatu wilavah bagi pengembangan usaha ternak sapi potong adalah dinas peternakan, kelompok peternak, dan kelembagaan lain keuangan. pos Sedangkan keswan , kelembagaan sapronak,

pendukung

seperti

penyalur

pembibitan RPH dan pasar temak hares memiliki akses yang balk terhadap wilayah pengembangan usaha sapi potong. Lembaga memiliki Visi. Misi, tujuan dan fungsi. Untuk mengemban menjalalankan mini, mewujudkan suatu visi, mencapai tujuan dan

fungsinya

Lembaga

memerlukan

tenaga,

13

organisasi, tata kerja, dan sumber-sumber yang mendukungnya (financial maupun non financial ).Lembaga-lembaga yang

bersinergi dengan usaha peternakan berperan dalam menjamin : 1. Tersedianya fasilitas untuk menyusun prog ram dan rencana kerja penyuluhan peternakan yang tertib. 2. Tersedianya fasilitas untuk menyediakan dan menyebarkan informasi teknologi dan pasar. 3. Terselenggaranya kerjasama antara peneliti, penyuluh peternakan, petani peternak dan pelaku agribisnis lainnya. 4. Tersedianya fasilitas untuk kegiatan belajar dan forum-forum pertemuan bagi petani peternak dan bagi penyuluh pertanian. 5 . Tersedianya fasilitas untuk membuat percontohan dan

pengembangan model-model usaha tani dan kemitraan agribisnis dan kemitraan agribisnis dan ketahanan pangan. Menurut kelembagaan Dirjen Peternakan u sah a (1998), pengembangan dim a sa

p e n o pa n g

p e te rn a ka n

m e nd a ta n g me n gara h ke pa d a pemberdayaan balai penelitian ternak untuk menghasilkan bibit unggul peternak yang sesuai dengan ketersediaan lahan. ketersediaan jenis nakan ternak. dan pada tenaga kerja untuk usaha peternakan di setiap lokasi pengembangan ternak, Pemberian insentif dan kemudahan dari pihak swasta untuk melakukan investasi dalam usaha menghasilkan bibit sebar ternak unggul dan kewajiban penivalannya disertai dengan jasa

14

teknis pembinaan (teknical service) bagi pembelinya (petemak), pemberian insentif dan kemudahan bagi pihak swasta untuk menyelenggarakan jasa inseminasi buatan dan pelayanan

kesehatan hewan dengan menggunakan tenaga profesional, dan pemberdayaan kelompok petani peternak/ koperasi peternak untuk menekan biaya pemasaran dan sarana produksi serta meningkatkan posisi selling poin.

15

BAB III. METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan wilayah observasi khusus terdiri dari 3 (tiga) Desa yaitu Desa Bomba-Bomba, Desa Asingi, dan Desa Telutu Jaya. wilayah observasi ini berdasarkan luas wilayah dan jumlah populasi ternak sapi terbesar. 2. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode survey, dokumentasi dan observasi. Survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari salah satu populasi dan menggunakan wawancara langsung, atau wawancara pengumpulan terpadu data ( guide dilakukan interview ). dengan Selain itu key

menetapkan

informan (seorang informasi kunci). Simamora (2004), menyatakan bahwa survei adalah metode riset dalam pengumpulan data primer melakukan tanya jawab dengan responden. Metode survei yang dilakukan yaitu tidak mewawancarai secara langsung peternak, tetapi menetapkan key informan yang dianggap mengetahui secara jelas rumah tangga peternak setempat. 3. Populasi Penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah rumah tangga peternak (RTP) sapi potong yang ada di Kecamatan Tinanggea. Jumlah populasi tersebut tidak menetapkan sampel/responden, tetapi

16

dilakukan dengan menetapkan key informan dan sampel khusus secara Accidental (kebetulan) di setiap Desa yaitu Desa Bomba-Bomba, Desa Asingi, dan Desa Telutu Jaya. Penetapan sampel khusus ini untuk mendapatkan data primer penelitian. 4. Variabel yang di Teliti Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah Potensi Sumber Daya Alam dilihat dari ketersediaan lahan hijauan(daya dukung lahan, limbah pertanian,Produksi tanaman pangan) dan ketersediaan air, Potensi Sumber Daya Manusia kita melihat karakteristik peternak ( pengalaman peternak, jumlah sapi yang dipelihara serta kemampuan dan manajemen usaha sapi), untuk peranan dan keberadaan kelembagaan pendukung meliputi

beberapa hal yaitu harus ada dan berperan pada wilayah (Dinas Peternakan, Kelompok Peternak, Lembaga Keuangan (bank dan koperasi). Sedangkan potensi ekonomi meliputi peluang

keberlangsungan usaha, prospek pemasaran dan penjualan hasil budidaya sapi. 5. Metode Analisis Data Metode Analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan antar disiplin (inter discipline approach) adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam analisis. Untuk menjawab tujuan pertama dan kedua yaitu melihat potensi SDA dan SDM dilakukan analisa sebagai berikut :

17

1. Analisa Sumber Daya Alam Untuk menganalisa potensi pengembangan usaha sapi potong di Kecamatan Tinanggea, dengan melihat potensi geografis, kondisi kecocokan suhu udara, daya dukung lahan pertanian yaitu kontribusi padang rumput dan non padang rumput

(sawah, perkebunan, hutan, tegalan), Daya dukung tamanan pangan diperoleh dari kontribusi produksi limbah pertanian tanaman pangan (padi, jagung dan sebagainya ) 2. Analisis Potensi Sumber Daya Manusia. Potensi sumber daya manusia dalam pengembangan usaha sapi potong dilihat dari kemampuan pemeliharaan dan manajemen usaha ternak rumah tangga peternak (RTP). 3. Analisis Potensi Kelembagaan dan potensi ekonomi Sedangkan melihat untuk menjawab tujuan ketiga untuk

kondisi

kelembagaan pendukung dan potensi

ekonomi pengembangan usaha sapi potong menggunakan analisa diskriptif kualitatif yaitu menjelaskan kondisi faktual

berdasarkan kebutuhan penelitian (potensi pasar dan pemasaran sapi, potensi pendapatan petani).

18

BAB IV. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN Jadwal kegiatan penelitian terdiri dari tahap persiapan,

pelaksanaan sampai pelaporan direncanakan selama 10 (bulan) bulan, Adapun tahapan-tahapan kegiatan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap I : Tahap pra-survey dan identifikasi yaitu tahap uji coba pengenalan instrument dan lokasi penelitian yang telah ditetapkan sebagai penyempurnaan instrument. 2. Tahap II : tahap survey dan pelaksanaan penelitian sesuai dengan kepentingan penelitian. Hasilnya adalah perolehan data primer dan data sekunder untuk bahan analisis 3. Tahap III : analisis dan penyusunan laporan penelitian. Hasilnya adalah informasi lengkap mengenai potensi wilayah da potensi ekonomi untuk pengembangan usaha sapi potong Di

Kecamatan Tinanggea Kab. Konawe Selatan. 4. Tahap IV : Pelaporan yaitu pelaporan hasil penelitian dan publikasi ilmiah.

19

Adapun jadwal kegiatannya adalah sebagai berikut: Tabel : 4.1. jadwal kegiatan Penelitian. Uraian Kegiatan Bulan Ke I II III IV V VI VII VIII IX X Persiapann ( Assessment): survey lokasi & Koordinasi di 3 desa Sosialisasi dan Pemetaan Lokasi Penetapan Sumber Informasi Penelitian. Pelaksanaan Penelitian: Analisa Kelompok KK RTP di 3 desa Pengambilan Data, Wawancara KK RTP melalui Key informan Analisa SDM & Kelembagaan Pendukung Perampungan Data dan pemutakhiran data penelitian Penuyusunan Hasil & Pelaporan: Penyusunan laporan hasil penelitian Seminar Hasil Penelitian Perbaikan Hasil Laporan Laporan Akhir Catatan : KK RTP = Kepala Keluarga Rumah Tangga Peternak

20

BAB V. 4.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kecamatan Tinanggea. 4.1.1. Kondisi Geografis. Tinanggea dengan Ibukota Kelurahan Tinanggea

Kecamatan

sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Andoolo dan Kecamatan Lalembuu ,sebelah selatan berbatasan dengan selat Tiworo sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Palangga dan Palangga Selatan dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bombana. Luas wilayah Kecamatan Tinanggea adalah 37,904 Ha atau 354,74 km2 atau 7,04 Persen dari luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Kecamatan Tinaggea merupakan daerah terluas se Kabupaten Konawe Selatan. Untuk data Ketinggian desa di atas permukaan laut (dpl). Kecamatan Tinanggea dilihat dari letak Geografisnya dan topografisnya sebagian besar desanya adalah bukan Pantai dan Bukit. Letak Geografisnya dan Topografisnya untuk masingmasing desa/kelurahan dapat dilihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1. Persentase Wilayah Desa/Kelurahan Menurut Letak Topografis 2011
23.08%

11.54% 65.38%

Dataran Lereng/Punggung Bukit Pesisir/Tepi laut

21

4.1.2. Kondisi Penduduk dan Mata Pencaharian Komposisi penduduk Kecamatan Tinanggea didominasi oleh penduduk muda/dewasa. Hal menarik yang dapat diamati pada piramida penduduk adalah adanya perubahan arah perkembangan penduduk yang ditandai dengan jumlah penduduk usia 0-4 tahun yang cukup besar. Untuk itu pemerintah perlu menekan laju pertumbuhan penduduk dengan memperhatikan kebijakan kependudukan. Jumlah penduduk Kecamatan Tinanggea pada tahun 2010 sebesar 21.320 jiwa, kemudian meningkat di tahun 2011 menjadi 21.772 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk Kecamatan Tinanggea pada tahun 2011 sebesar 2,12% per tahun. penduduk usia kerja yang didefinisikan sebagai penduduk berumur 10 tahun ke atas, yang bekerja sebanyak 8.384 orang, yang terdiri atas 5.563 laki-laki dan 2.821 perempuan.Penduduk yang tidak bekerja dirinci lagi menjadi penduduk yang sedang mencari pekerjaan atau mempersiapkan suatu usaha dan yang sedang tidak mencari pekerjaan atau mempersiapkan suatu usaha. jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang mencari pekerjaan sebanyak 272 orang, yang terdiri atas 112 laki-laki dan 160 perempuan. Rata-rata penduduk Kabupaten Konawe Selatan bekerja pada sektor pertanian, peternakan dan perikanan sebesar 64,28% dari jumlah penduduk Kabupaten Konawe selatan.

22

4.2.

Deskripsi Populasi Ternak Sapi Kecamatan Tinanggea. Perkembangan populasi ternak sapi di Kecamatan Tinanggea masih tergolong tinggi dibandingkan dengan populasi ternak sapi di Kecamatan lainnya. Yaitu sebanyak 3.577 ekor pada tahun 2011. Pada tahun 2009- 2010 populasi ternak sapi di Kecamatan Tinanggea merupakan populasi sapi terbanyak di Kabupaten Konawe Selatan. Kondisi ini dapat dikatakan bahwa secara umum usaha

pengembangan sapi potong wilayah Kabupaten Konawe Selatan cukup potensial dikembangkan di Kecamatan Tinanggea. 4.3. Deskripsi Hasil Penelitian. Hasil sesus yang dilaksanakan BPS tahun 2011 menghasilkan populasi sapi di sultra mencapai 213.736 ekor. Ini merupakan angka yang harus diterima oleh seluruh jajaran perternakan di sultra. (BPS SULTRA, 2011). Data BPS mencatat, dari hampir 250 ribu populasi ternak sapi di Sultra, sekitar 52 ribu lebih ada di Konawe Selatan atau merupakan populasi tertinggi dari 12 kabupaten/kota di Sultra. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi terbesar dari total PDRB Konawe Selatan. Distribusi persentase PDRB untuk sektor pertanian mencapai 36,22 persen yang mencakup bidang pertanian,

peternakan, kehutanan dan perikanan. peternakan cukup memberikan kontribusi pada peningkatan PDRB di Konawe Selatan.

23

Peternakan sapi potong di Konawe Selatan cukup besar. Hal ini diketahui melalui Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau yang dilakukan pada bulan Juni 2011. Hasilnya menunjukkan jumlah rumah tangga pemelihara sapi potong cukup banyak, yaitu 15.089 rumah tangga dan ada 28 rumah tangga yang berprofesi sebagai pedagang sapi potong. Adapun jumlah sapi potong keseluruhan yang terdata yaitu 52.401 ekor. 1. Potensi Wilayah Sumber Daya Alam Kec. Tinanggea Kondisi geografis Kabupaten Konawe Selatan sangat cocok untuk pengembangan ternak sapi potong. Hal ini didukung dengan ketersediaan lahan padang rumput, kontribusi limbah produksi pertanian, maupun hutan produksi masyarakat. Kecamatan Tinanggea memiliki luas wilayah 37.904 Ha (8%) dari luas Wilayah kabupaten Konawe Selatan, 76 persen dari 25 Desa adalah daratan dan 24 persen adalah wilayah pesisir/tepi pantai. Apabila dilihat dari segi klasifikasi wilayah daratan tersebut maka dapat dikelompokan atas hutan rakyat (29,64%), lahan perkebunan (19,89%), lahan sawah (4,55) lahan tegal (9,25%) dan lahan lainnya (9,12%). Berdasarkan data tersebut bahwa masyarakat Kecamatan Tinanggea (terutama desa Telutu Jaya) memanfaatkan hutan rakyat sekitar kawasan sebagai ternak sapi lepas, dimana jumlah sapi milik warga sekitar 400 ekor dilepas di wilayah tersebut (wawancara, informan Desa Telutu Jaya,2011).

24

Suhu udara di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan merupakan suhu yang cocok untuk pengembangan usaha

penggemukan sapi potong, dimana suhu udara rata-rata Kecamatan Tinaggea adalah sebesar 21C - 32C. hal ini dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3. Suhu Udara Maksimum Dan Minimum Dikecamatan Tinanggea Tahun 2010 2011
BULAN (1) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember RATA RATA 2010 Maks. Min. ( 0C ) ( 0C ) (2) 34 34 33 32 32 31 31 30 32 33 33 34 32 (3) 21 22 21 22 21 20 18 20 19 20 20 22 21 2011 Maks. Min. ( 0C ) ( 0C ) (4) 32 34 32 32 34 31 31 35 32 32 32 31 32 (5) 21 22 21 23 20 20 18 20 20 20 21 22 21

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Sumber : Kantor Kecamata Tinanggea (KCDA), 2012

Berdasarkan

tabel

diatas

bahwa

kecamatan

Tinaggea

merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan usaha sapi potong baik pengembang biakan maupun penggemukan dengan suhu rata-rata tersebut diatas. Apabila dibandingkan dengan Kabupaten Muna Misalnya yang telah menjadi pulau penyangga swasembada daging nasional 2014 banyak tempat-tempat penggemukan sapi yang mengalami kematian karena suhu udara panas.

25

Kontribusi limbah produksi hasil pertanian (padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan sejenisnya) memberikan kontribusi besar dalam pengembangan usaha sapi bagi RTP di Kecamatan Tinanggea. Produksi limbah pertanian berdasarkan luas panen di Kecamatan Tinaggea dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.3.1. Produksi limbah pertanian berdasarkan luas panen di Kecamatan Tinaggea tahun 2011. No. Jenis Luas Panen Persentase Kontribusi Tanaman (Ha) Kontribusi (%) 1 Padi sawah 2.196 0,23 ton/ha/thn 5,05 2 Jagung 140 10,9 ton/ha/thn 15,26 3 Ubi kayu 86 5,05 ton/ha/thn 4,34 4 Ubi jalar 23 1,2 ton/ha/thn 0,27 5 Kacang tanah 85 1,44 ton/ha/thn 1,22 6 Kacang kedelai 53 1,07 ton/ha/thn 0,56 Jumlah (ton) 2.583 26,7 Sumber : Data Sekunder (diolah,2012) Berdasarkan tabel diatas dikatakan bahwa tanaman pangan dapat menghasilkan limbah pertanian yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk pengembangan sapi potong di Kecamatan Tinanggea adalah sebanyak 26,7 ton/tahun. Produksi limbah

pertanian paling banyak adalah limbah pertanian dari jerami padi sawah (hijauan) sebanyak 5,05 ton/tahun dan jerami jagung (hijauan) sebanyak 15,26 ton/tahun. Hasil Tinanggea survey (Lapoa, menunjukan bahwa dan masyarakat Telutu Kecamatan selain

Bomba-bomba

Jaya)

memproduksi padi sawah juga memproduksi jagung dengan bantuan bibit dari PT. Pertani Cab. Kendari, sehingga dapat menghasilkan 26

produksi limbah pertanian yang cukup untuk pakan ternak sapi potong. Sedangkan ketersediaan air Kabupaten Konawe selatan pada umumnya dan Kecamatan Tinanggea pada khususnya memiliki ketersediaan air yang cukup dan mendukung pengembangan usaha ternak sapi (baik pengembang biakan maupun penggemukan). Hal ini didukung dengan rata-rata ketinggian Kecamatan Tinanggea diatas 1,5 4 m diatas permukaan laut dan curah hujan rata-rata 121,2 466,4 mm/tahun dengan jumlah 204 242 hari/pertahun sepanjang tahun 2010 2011 (Data KCDA Tinanggea, 2012). Kondisi ini menunjukan bahwa ketersediaan air tanah dan air hujan yang dapat mengalir di irigasi adalah dalam kondisi cukup. Selain itu,

ketersediaan air merupakan kontribusi dari air irigasi sawah dan sumur rumah tangga dan kali. 2. Potensi Sumber Daya Manusia Jenis rumpun sapi potong yang dipelihara rumah tangga (RTP) sebagian besar berasal dari jenis Sapi Bali (99,5 %), jenis rumpun lain yang dipelihara diantaranya sapi Ongole/PO dan Sapi Aceh. Adapun cara pemeliharaan sapi potong mayoritas dengan cara dikandangkan dan dilepas (49,96 %) dengan tujuan pemeliharaan mayoritas untuk pengembangbiakan. Ternak sapi potong yang dipelihara sebagian besar milik sendiri (65,2%), dan 34, 2% berasal dari pihak lain yang dipelihara. Mayoritas sumber perolehan jenis ternak yang dipelihara

27

berasal dari dalam kabupaten Konawe Selatan (99,67%) dan sisanya berasal dari luar kabupaten maupun luar propinsi. Ini menunjukan bahwa kepemilikan sapi Di Kecamatan Tinanggea sebagian Besar adalan milik sendiri. Berdasarkan data tersebut diatas maka dapat disajikan

klasifikasi rumah tangga peternak berdasarkan jenis dan tujuan pemeliharaan sapi sebagai berikut: Tabel 4.3.2. Klasifikasi RTP menurut Kecamatan dan tujuan Pemeliharaan.

Sumber: BPS Konawe Selatan, 2012. Pengalaman ternak berdasarkan hasil survey dan observasi bahwa rata-rata masyarakat Kecamatan Tinanggea terutama Desa Telutu Jaya memiliki pengalaman ternak yang lama rata-rata diatas 2 tahun. Dimana usaha atau ternak sapi terutama pengembangbiakan merupakan tradisi masyarakat setempat.

28

Dilihat dari rata-rata penduduk per rumah tangga menurut desa di Kecamatan Tinanggea adalah berkisar 3-5 0rang, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 4.890 KK. khusus untuk desa Asingi (304 KK/rumah tangga), Telutu Jaya (481 KK) dan Bomba-bomba memiliki 174 rumah tangga (BPS Konawe Selatan, 2011). Karena memelihara sapi bagi masyarakat setempat merupakan tradisi sehingga rata-rata penduduk per rumah tangga memiliki minimal 2 ekor sapi peliharaan. Sapi peliharaan tersebut dengan cara kandang dan lepas dan beranggapan setelah musim panen selesai dilepas disawah dan limbah produksi pertanian lainnya. Dengan demikian, rumah tangga peternak (RTP) di Kecamatan Tinanggea dalam pengembangan usaha sapi potong pada umumnya telah berpengalaman walaupun rata-rata pendidikan SMU dan Sederajat serta manajemen usaha masih sederhana atau alamiah. Rata-rata tujuan pemeliaharaan sapi potong adalah

pengembangbiakan (sebagaimana pada tabel 4.3.2 diatas), sehingga populasi ternak di Kecamatan Tinanggea masih memiliki potensi strategis. 3. Pontensi Lembaga Pendukung. Salah satu kriteria suatu daerah dikatakan berkembang apabila diwilayah tersebut terdapat lembaga keuangan (Bank dan Non bank). Berdasarkan observasi Kabupaten Konawe Selatan memiliki potensi kelembagaan yang cukup dalam pengembangan usaha UMKM

29

termasuk pengembangan usaha sapi. Potensi tersebut meliputi keberadaan lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan lainnya, keberadaan lembaga Bank dan koperasi sebagian besar berada di Kecamatan Konawe Selatan. Jumlah lembaga bank di Kabupaten Konawe Selatan berada diurutan ke 7 (tujuh) dari 12 kabupaten/Kota yaitu Kendari (41 bank), Kolaka (21 bank), Muna (15 bank), Bau-bau (13 Bank), Konawe (11 bank), Kolut (7 bank) dan Kabupaten Konawe selatan memiliki 6 bank yang terdiri dari BRI (3), BPD (1) dan BPR (2). Dari beberapa kecamatan, Kecamatan Tinaggea terdapat bank BRI dan BPR sehingga merupakan lembaga pendukung dalam pengembangan usaha sapi potong yang dapat diakses masyarakat melalui dana KUR, kredit mikro dan sebagainya. Sedangan untuk jumlah koperasi di Kecamatan Konawe Selatan menduduki posisi ke empat dari 12 Kabupaten/Kota Se Sultra. Dimana perkembangan Jumlah Koperasi Menurut

Kabupaten/Kota adalah Kota Kendari (16%), Kolaka (15%), Konawe (12%), Konawe Selatan (9%), Muna (8%), Bau-bau (7%), Buton dan Bombana (6%), Waakatobi (5%), Kolut (3%), Butur (2%), Konut (1%). Apabila dilihat dari segi perkembangan profit rata-rata Kabupaten Konawe Selatan menduduki posisi ke tiga dengan profit rata-rata 8,184 (Milion Rupiah), setelah Kab. Kolaka sebesar 33,122 (Milion Rupiah) dan Kota Kendari sebesar 10,312 (Milion

30

Rupiah), sedangkan Kab. Konawe Hanya sebesar 3,934 (Milion Rupiah). Berdasarkan kondisi diatas menunjukan bahwa kontribusi kelompok usaha koperasi di Kabupaten Konawe Selatan cukup besar sehingga mendukung kegiatan usaha lainnya termasuk pengembangan usaha sapi potong. Dari persentase tersebut keberadaan koperasi sebagian besar beada di Kecamatan Tinanggea karena Kecamatan Tinanggea adalah pasar yang paling strategis di Kabupaten Konawe Selatan. Selain itu Kecamatan Tinanggea memiliki 1 (satu) unit Kantor Peternakan Kecamatan yang memberikan penyuluhan dan

pendampingan kepada rumah tangga peternak (RTP) maupun kelompok usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tinanggea. 4. Potensi Jangka Panjang (Pasar & pemasaran). Potensi jangka panjang merupakan potensi ekonomi dalam mengembangkan usaha sapi potong yang meliputi potensi pasar (nilai jual tinggi) serta pemasaran hasil ternak sapi potong baik hasil penggemukan maupun hasil ternak peliharaan/pengembangbiakan. Potensi besar pada produk ternak sapi adalah semua dimanfaatkan secara ekonomis dan bernilai guna yang tinggi (daging, kulit dan kotoran). Ketiga potensi ini yang memiliki peluang besar dalam mengembangkan sapi potong di wilayah yang memiliki

31

ketersediaan

lahan,

padang

rumput,

hijauan

lainnya

dan

ketersediaan air. Untuk potensi daging sapi akan semakin tinggi seiring tingginya permintaan pasar terhadap sapi potong pada saat hari raya dan musim qurban, dimana pada musim tersebut lebih banyak melirik dan membeli sapi di pedesaan termasuk Konawe Selatan karena harga rata-rata sapi berkisar Rp 7 jutaan lebih murah dari harga sapi di Kota. (informan, Desa Bomba-Bomba dan Telutu Jaya). Kemudian potensi lainnya adalah dimungkinkan nilai tukar peernak sapi akan meningkat pada tahun 2014 seiring dengan program pemerintah Swasembada daging Nasional dimana

Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Muna dijadikan sebagai pulau penyangga Swasembada Daging Nasional 2014). Potensi Kulit sapi sangat menjanjikan dalam usaha kerajinan kulit maupun bahan makanan jadi. Dimana telah banyak lembaga usaha mikro yang menekuni usaha kerupuk yang berasal dari kulit sapi. Khusus kotoran sapi juga memiliki multi guna sebagai pupuk alami dan biogas rumah tangga. Potensi penggunaan kotoran sapi sebagai biogas sebagai bahan bakar alternatif sangat besar dimana pasar dan

pemasarannya adalah lokal, dimana Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan telah mengembangkan usaha pembuatan Biogas dari kotoran sapi sebagai bahan bakar alternatif dan murah bagi

32

rumah tangga. Oleh karena itu, salah satu strategi dalam mengembangkan usaha sapi di Kecamatan Tinanggea adalah membuat usaha pemotongan sapi potong sehingga dapat meraih nilai ekonomi multi profit dengan tiga produk utama dari sapi (daging, kulit dan kotoran). 4.4. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian diatas dengan menganalisa potensi ketersediaan lahan, limbah produksi hasil pertanian, ketersediaan air, potensi sumber daya, pengalaman ternak, lembaga pendukung dan potensi ekonomi (pasar dan pemasaran) maka dapat dikatakan bahwa Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan memiliki potensi yang besar untuk pengembangan usaha sapi potong, walaupun secara geografis masih ada 3 (tiga) Kecamatan yang memiliki potensi pengembangan usaha sapi baik penggemukan maupun pengembangbiakan yaitu Kecamatan

Konda, Kecamatan Andoolo dan Kecamatan Mowila, akan tetapi masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Misalnya Dinas Pertanian Sultra tahun 2012 menjadikan Kecamatan Mowila sebagai sentra Penggemukan Sapi, tetapi Kecamatan Tinanggea masih unggul dari segi keberadaan lembaga pendukung. Hasil penelitian menunjukan bahwa tujuan pemeliharaan sapi di Kecamatan Tinanggea adalah sekitar 79,22 persen adalah pengembangbiakan, dan sekitar 65,20 persen milik sendiri serta

33

metode

yang

digunakan

adalah

dengan

cara

lepas

dan

dikandangkan. Kemudian didukung dengan kontribusi ketersediaan padang rumput dan limbah produksi hasil pertanian adalah sebesar 26,7 ton/tahun. Potensi Sumber daya alam tersebut ditopang dengan potensi Sumber daya manusia dan potensi daya dukung lembaga keuangan bank dan usaha koperasi, serta pengalaman usaha ternak sapi potong yang rata-rata telah diatas 2 tahun, dimana memelihara atau mengembangbiakan sapi merupakan kegiatan sampingan bagi masyarakat setempat. Namun yang perlu dicatat bahwa keberadaan lembaga/kelompok usaha sapi dan jual beli sapi belum teridentifkasi secara detail. Berdasarkan potensi dan keunggulan tersebut maka

Kecamatan Tinanggea merupakan daerah yang potensial dan strategis dalam mengembangkan usaha ternak sapi baik

penggemukan

maupun

pengembangbiakan.

Bahkan

memiliki

potensi untuk menembangkan usaha pemotongan sapi di daerah tersebut yang sebelumnya telah dikembangkan di Desa Telutu Jaya. Sehingga dengan demikian Kecamatan Tinanggea memiliki keunggulan dalam mengembangkan, memasarkan produk sapi (daging, kulit dan kotoran) yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan dan mengangkat taraf hidup rumah tangga.

34

BAB VI.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1.

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Secara umum Kecamatan Tinanggea merupakan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup untuk

pengembangan sapi potong di Kabupaten Konawe Selatan yang berasal dari kontribusi lahan hutan rakyat dan limbah produksi hasil pertanian sebesar 26,7 ton/tahun, serta suhu udara antara 21C - 32C. 2. Rumah tangga peternak (RTP) rata-rata memiliki pengalaman ternak diatas 2 (dua) tahun dan sekitar 65,20 persen sapi peliharaan adalah milik sendiri. 3. Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan memiliki lembaga pendukung dalam pengembangan usaha sapi yaitu Bank, Koperasi, lembaga Penyuluh (Kantor Peternakan

Kecamatan) dan memiliki potensi pasar yang luas (lokal dan regional) serta pemasaran yang jelas, sehingga memberikan jaminan jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat.

35

5.2.

Rekomendasi Berdasarkan hasil penelian dan kesimpulan tersebut diatas maka perlu beberapa rekomendasi strategis: 1. Bagi masyarakat Kecamatan Tinanggea dan RTP pada

umumnya agar mengembangkan usaha sapi potong tidak sekedar usaha sambilan dan/atau naturalistik. 2. Agar kembali mengembangkan usaha pemotongan sapi di Kecamatan Tinanggea untuk mendapatkan multi benefit dari usaha sapi melalui pemanfaatan nilai ekonomis daging, kulit dan kotoran sapi. 3. Pemerintah sedapat mungkin menetapkan rencana strategis untuk pengembangan usaha sapi dengan memperhatikan keunggunan potensi sumber daya demi tumbuhnya UMKM di Kabupaten Konawe Selatan dan tercapainya swasembada daging nasional 2014 karena penduduk Kec. Tinanggea sekitar 62,28 persen bekerja pada sektor pertanian, perikanan dan peternakan. 4. Untuk peneliti selanjutnya dapat mengkaji pola-pola

pengembangan usaha sapi baik pengembangbiakan maupun penggemukan sapi dengan menggunakan teknologi tepat guna.

36

DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zainal . 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta. BPS Kabupaten Konawe Selatan. 2010. Kab. Konawe Selatan dalam Angka. BPS, Kabupaten Konawe Selatan. BPS Kabupaten Konawe Selatan. 2011. Kab. Konawe Selatan dalam Angka. BPS, Kabupaten Konawe Selatan Direktorat Jenderal Peternakan. 1992. Petunjuk Tanis Pelaksanaan Panca Usaha Ternak potong Direktorat Jendral Peternakan. Proyek Usaha Sapi potong, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 1998. Kajian Pola Pengembangan Peternakan Rakyat Berwawasan Agribisnis. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Direktorat Jenderal Peternakan. 2003. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Bina Penyebaran Peternakan, Jakarta. Dwiyanto, K. 2002. Pemanfaatan sumber daya lokal dan inovasi teknologi dalam Mendukung usaha agribisnis yang berdaya saing, Berkelanjutan, dan berkarakyatan. Wartozoa 12 (1) : 1-8. Murtidjo, B.A. 1992. Beternak Sapi Potong, Penerbit Kanisius, Jakarta. Nell, A.J dan D.H.I. Rollinson. 1974. The requirent and availability of live Stock Feed In Indonesia. UNDP Projed INS/72/009. Rahardi, F dan Rudi Hartono. 2005. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta. Rahardi, F, Imam, S dan R.N. Styowati.1999. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta. Sim!amora, B. 2004. Riset Pemasaran. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Singarimbun, M dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta. Siregar, S.B. 2005. Penggemukan Sapi , Penebar Swadaya, Jakarta.

37

Soekartawi. 1996. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers, Jakarta. Sugeng. 2004. Sapi Potong, Penebar Swadaya, Jakarta. Suriana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak sapi Potong Berorientasi Agribisnis dengan Pola Kemitraan . Jurnal Litbang Pertanian. Kalimantan Timur. Wariso, R.M.1998. Penelitian Pemberdayaan Kerja S a m a K e l e m b a g a a n . Integrated Swamp Development Project, Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

38

Lampiran 1. Rincian Anggaran Biayan (RAB) Penelitian Usulan Anggaran kegiatan yang diusulkan dalam penelitian ini dengan term waktu selama 10 bulan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
No 1. Uraian kegiatan Honorarium Peneliti a. Ketua Peneliti b. Anggota c. Anggota Jumlah. Biaya Bahan Habis Pakai & Prlt. a. Biaya Administrasi Penelitian: - ATK (Kertas, Amplop, Tinta, Id Card, surat-menyurat, ketris printer dll) - Dokumentasi Keg. Penelitian camera digital), cetak foto lokasi) - Foto Copy & perjilidan sampai pelaporan b. Biaya Operasional: Biaya pengambilan data sekunder - Pengambilan data primer di 3 Desa - Konsumsi & Akomodasi (seminar) - Biaya perampungan dan pemutakhiran data - Peralatan pendukung (Baterai kamera, tape recorder, dll) Jumlah Transportasi: - Transportasi pra- Survey & Identifikasi Lokasi di 3 Desa. - Transportasi Survey, Pengambilan & Pengumpulan Data. Jumlah Hasil penelitian &Pelaporan dan lain-lain: - By. Penggandaan hasil penelitian - By. Publikasi jurnal nasioal terakreditasi - By. Laporan kemajuan & Akhir Jumlah Total Rekapitulasi 1 + 2 + 3 + 4 Unit Satuan Satuan Harga 1.000.000 800.000 800.000 Total (Rp)

1 1 1

Paket Paket Paket

1.000.000 800.000 800.000 2.600.000

2.

1 1 1 1 3 1 1 1

Paket Paket Paket paket Lokasi Paket paket paket

750.000 250.000 600.000 250.000 250.000 750.000 150.000 250.000

750.000 250.000 600.000 250.000 1.250.000 750.000 150.000 250.000 4.250.000

3.

1 1 5

Paket Kali

250.000 75.000

250.000 1.225.000 1.475.000

4.

1 1 1

paket paket paket

300.000 750.000 300.000

300.000 750.000 300.000 1.350.000 9.675.000

Terbilang: Sembilan Juta Enam Ratus Tujuh puluh Lima Ribu Rupiah

39

Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian tugas No Nama NIDN Bidang Ilmu Alokasi Waktu Jam/Minggu Manajem 12 en jam/Minggu Uraian Tugas

La Ode Alimusa, 09030784 SE 02

Siti Zakiah M, SE

09240471 01

IESP

8 jam/Minggu

Murini, SE

Akuntans 12 i jam/Minggu

- Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penelitian - Melakukan survey, pengambilan data - Koordinasi denga RTP Peternak - Melakukan proses pubikasi - Bertanggung jawab pada pelaporan hasil penelitian. - Pengolahan data, penulisan dan Pengimputan dan administrasi - Bertanggung jawab terhadap adm. Keuangan - Membuat laporan penggunaan anggaran dan hasil - Memabantu ketua dan kegiatan lapangan - Melakukan wawancara - Pengambilan data sekunder - Membantu membuat laporan penelitian

40

Lampiran 3. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Kondisi sarana dan prasarana yang tersedia sebagai pendukung kegiatan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Sarana perlengkapan berupa fasilitas komputer beserta printer sebagai fasilitas utama dalam melakukan kegiatan penelitian. 2. Sarana transportasi berupa motor 1 (satu) unit. 3. Prasarana data sekunder (peta lokasi, profil wilayah) serta prasarana pendukung penelitian lainnya.

41

Lampiran 4. Biodata Tim Peneliti 2. Biodata Ketua Tim Peneliti

CURRICULUM VITAE 1. Nama : La Ode Ali Musa, SE 2. NIP/NIDN : 0903078402 3. Tempat tanggal lahir : Masara, 3 Juli 1984 4. Program Studi : Manajemen Fakultas : Ekonomi Perguruan tinggi : Universitas Muhammadiyah Kendari 5. Alat kantor : Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 10 Kendari Alamat rumah : Jl. K.H. Ahmad Dahlan Lorong Cendana II Kel. Bonggoeya Kec. Wua-Wua Kendari 93117 6. Mata Kuliah Yang Diampu: 1. Bisnis & Lembaga Ek. Islam 3. Manajemen Pemasaran 4. Manajemen Koperasi & UMKM 7. Pendidikan No. 1. Nama Perguruan Gelar Tinggi Universitas Haluoleo SE Kendari Tahun Selesai 2009 Bidang Studi Manajemen

8. Pengalaman Penelitian Yang Terkait (3 Tahun Terakhir) No. 1. Judul Tahun Analisis Alur Distribusi dan Volume Penjualan Beras 2009 di Kota Kendari Prov. Sulawesi Tenggara Kedudukan Peneliti

9. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat yang terkait (3 tahun terakhir) No. Judul Tahun Kedudu kan Fasilitat

Program Penguatan Kapasitas dan pendampingan Kasus 2009

42

Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Anak Kota Kendari 10. Pengalaman Profesional serta kedudukan saat ini No. 1. Institusi Jabatan

or

Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Potensi Direktur Ekonomi Masyarakat Sultra (Lekppem-Sultra) 11. Publikasi ilmiah yang terkait (3 tahun terakhir)

Periode Kerja 2010sekarang

No. 1.

Judul Publikasi

Nama Jurnal

Analisis Alur Distribusi dan Volume Penjualan Mega Aktiva Beras di Kota Kendari Prov. Sulawesi Tenggara Kendari, 19 Maret 2012 Ketua Peneliti,

Tahun Terbit 2009

La Ode Ali Musa, SE. NIDN. 0903078402

43

2. Anggota Peneliti CURRICULUM VITAE : Siti Zakiah Mamun, SE. : 0924047102 : Bau-Bau, 24 April 1971. : Manajemen : Ekonomi : Universitas Muhammadiyah Kendari : Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 10 Kendari. : Jl. Bunga Tanjung No. 132 C Kendari.

1. 2. 3. 4.

Nama NIP Tempat tanggal lahir Program Studi Fakultas Perguruan tinggi 5. Alat kantor Alamat rumah

6. Mata Kuliah yang Diampu: 1. Studi Kelayakan Bisnis 2. Ekonomi Manajerial 3. Perpajakan 7. Pendidikan No. Nama Perguruan Gelar Tinggi 1. Universitas Haluoleo SE Kendari

Tahun Selesai 1994

Bidang Studi IESP

8. Pengalaman Penelitian Yang Terkait (3 Tahun Terakhir) No. Judul Tahun 1 Analisis Hubungan & Produksi dengan Produktivitas 2010 Usaha Tani Di Kecamatan Pondidaha

Kedudukan Peneliti

9. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat yang terkait (3 tahun terakhir) No. Judul Tahun Kedudukan

10. Pengalaman Profesional serta kedudukan saat ini No. 1. Judul Tahun Analisis Hubungan & Produksi dengan 2010 Produktivitas Usaha Tani Di Kecamatan Pondidaha Kedudukan Peneliti

44

11. Publikasi ilmiah yang terkait (3 tahun terakhir) No. 1 Kendari, 19 Maret 2012 Anggota Peneliti, Judul Publikasi Nama Jurnal Tahun Terbit

Siti Zakiah Mamun, SE NIDN. 0924047102

45

3. Anggota Peneliti CURRICULUM VITAE : Murini, SE. : 0917038102 : Sempa-Sempa, 17 Maret 1981. : Manajemen : Ekonomi : Universitas Muhammadiyah Kendari : Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 10 Kendari. :

1. 2. 3. 4.

Nama NIP Tempat tanggal lahir Program Studi Fakultas Perguruan tinggi 5. Alat kantor Alamat rumah

6. Mata Kuliah Yang diampu: 1. Akuntansi Manajemen 2. Pengantar Akuntansi 3. Manajemen Keuangan 7. Pendidikan No. 1. Nama Perguruan Gelar Tinggi Universitas Haluoleo SE Kendari Tahun Selesai 2004 Bidang Studi Akuntansi

8. Pengalaman Penelitian Yang Terkait (3 Tahun Terakhir) No. Judul Tahun Hubungan system penggajian dan Kepuasan Kerja 2010 Karyawan pada PT. Nusantara Surya Sakti Kendari Kedudukan Anggota Peneliti

9. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat yang terkait (3 tahun terakhir) No. 1 Judul Tahun Program Pembangunan sarana Air Bersih, Sanitasi 2010dan Mikro Kredit di 7 Desa/ Kel. Kec. Puriala Kab. 2012 Konawe Kedudukan Co. Field Officier

46

10. Pengalaman Profesional serta kedudukan saat ini No. 1 Judul Tahun Kedudukan Lembaga Swadaya Masyarakat Pemberdayaan 2010Co. Field Perempuan Dan Anak (LSM-Perak) sekarang Officier

11. Publikasi ilmiah yang terkait (3 tahun terakhir) No. Judul Publikasi Nama Jurnal Tahun Terbit

Kendari,19 Maret 2012 Anggota Peneliti,

M u r i n i , SE NIDN. 0917038102

47

48

Anda mungkin juga menyukai