Anda di halaman 1dari 29

BAB 7 SARANA DAN PRASARANA

Sarana dan prasarana memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung aktivitas ekonomi, sosial, budaya, serta meningkatkan kesatuan dan persatuan bangsa. Melalui pembangunan infrastruktur yang ditempuh dengan pembangunan sumber daya air, transportasi, perumahan dan permukiman, energi dan ketenagalistrikan serta jaringan komunikasi dan informatika, diharapkan pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dapat dicapai dan daya saing ekonomi nasional secara global dapat ditingkatkan.

7.1

PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Pembangunan sarana dan prasarana masih menghadapi kendala belum memadainya aksesibilitas dan jangkauan pelayanan terhadap sarana dan prasarana infrastruktur antar daerah, seperti listrik yang murah, transportasi, telekomunikasi, irigasi, serta perumahan dan permukiman. Kondisi tersebut menjadi tantangan serius dalam upaya pencapaian target MDGs pada tahun 2015, yakni untuk mengurangi separuh penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak, serta pengurangan separuh penduduk miskin yang menghuni permukiman kumuh. Pada sisi lain, kurangnya dukungan sistem jaringan infrastruktur yang mampu menghubungkan antarwilayah (domestic connectivity),

teknologi dan sistem informasi handal mengakibatkan sistem logistik nasional berjalan kurang efisien dan efektif. Hal tersebut menyebabkan tingginya disparitas harga antarwilayah dan masih menjadi hambatan utama dalam pengembangan koridor-koridor utama ekonomi yang berdaya saing, terutama di kawasan timur Indonesia. Sistem transportasi nasional belum mampu menyediakan pelayanan yang handal dan efisien. Di samping itu, perkembangan informasi dan teknologi telekomunikasi yang pesat, masih belum diimbangi dengan pengembangan infrastruktur broadband nasional, karena saat ini masih didominasi wireless broadband. Dalam upaya untuk melaksanakan prioritas pembangunan infrastruktur sesuai dengan substansi inti program aksi bidang infrastruktur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pelaksanaan pembangunan infrastruktur masih menghadapi beberapa kendala dengan karakteristik permasalahan yang berbeda-beda sesuai dengan substansi inti program aksi bidang infrastruktur. Sumber Daya Air. Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air masih menghadapi permasalahan dan tantangan, antara lain: (1) masih rendahnya tingkat keandalan tampungan air dalam rangka konservasi, dan memberikan jaminan penyediaan bagi kebutuhan air irigasi dan non-irigasi; (2) belum optimalnya layanan jaringan irigasi akibat bencana alam, dan rendahnya tingkat operasi dan pemeliharaan berkala, serta masih banyak daerah pertanian yang belum terlayani akibat minimnya kapasitas air permukaan terutama di bagian timur Indonesia; (3) tantangan peningkatan produksi pertanian dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional dan untuk mengimbangi alih fungsi lahan pertanian menuntut adanya pembukaan areal irigasi baru dan memaksimalkan fungsi rawa sebagai alternatif area pertanian beririgasi; (4) masih rendahnya kapasitas air baku dalam mendukung pencapaian target MDGs; (5) semakin meningkatnya kondisi kerawanan banjir dan erosi pantai di pusat pertumbuhan ekonomi, perkotaan, industri, dan kawasan permukiman; dan (6) masih belum optimalnya keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya air sesuai dengan amanat UU Nomor 7-2

7/2004 tentang Sumber Daya Air akibat dinamika institusi dan kewenangan. Transportasi. Permasalahan yang masih menjadi kendala dalam pembangunan transportasi, antara lain: (1) belum optimalnya pelaksanaan program pembangunan prasarana jalan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi regional maupun nasional; (2) masih terjadinya kelebihan beban kendaraan (overloading vehicles), terutama di lintas timur Sumatera, pantai utara Jawa, dan lintas selatan Kalimantan, yang mengakibatkan pada peningkatan biaya pemeliharaan jalan; (3) terhambatnya penyelesaian beberapa proyek jalan tol Trans Jawa dan Sumatera akibat dari belum tuntasnya permasalahan pembebasan lahan; (4) kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas perkotaan terutama pada kota-kota metropolitan dan ruas Pantura Jawa; (5) terbatasnya aksesibilitas pelayanan transportasi perintis baik untuk angkutan penyeberangan, angkutan laut, maupun transportasi udara bagi kawasan perbatasan, daerah terpencil dan pulau-pulau terluar, baik dari ketersediaan prasarana maupun sarananya; (6) terjadinya backlog perawatan prasarana kereta api akibat dari keterbatasan pendanaan dan sistem perawatan yang kurang efisien; serta (7) masih lemahnya dukungan lembaga keuangan dan perbankan nasional dalam industri pelayaran dan perkapalan nasional Perumahan dan Permukiman. Pembangunan perumahan dan permukiman masih dihadapkan pada tiga permasalahan pokok yaitu: (1) keterbatasan penyediaan rumah, hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk dan rumah tangga menyebabkan kebutuhan akan perumahan baru semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu, dari sisi penyediaan, jumlah rumah yang terbangun belum mampu memenuhi pertumbuhan itu sendiri. Kekurangan rumah (backlog) diperkirakan sebesar 7,4 juta pada akhir tahun 2009; (2) meningkatnya jumlah rumah tangga yang menempati rumah tidak layak huni dan tidak didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai. Pada tahun 2009, sekitar 4,8 juta unit rumah diperkirakan dalam kondisi rusak yakni rumah dengan dua dari tiga struktur dasarnya (dinding, lantai, dan atap) memerlukan 7-3

perbaikan. Tingginya jumlah masyarakat yang tinggal di rumah yang belum memenuhi standar layak huni menjadi indikasi mengenai kondisi perekonomian masyarakat yang masih lemah, sehingga tidak mampu secara swadaya melakukan perbaikan ataupun peningkatan kualitas atas kondisi rumah tempat tinggalnya. Oleh karena itu, diperlukan intervensi dari pemerintah dalam upaya peningkatan kondisi perumahan dengan mengintegrasikan aspek fisik bangunan, lingkungan dan fasilitas pendukungnya; serta (3) Permukiman kumuh yang semakin meluas. Luas lahan perkotaan yang terbatas tidak mampu menampung desakan pertumbuhan penduduk dan pada akhirnya kerap memunculkan permukiman yang tidak teratur, kumuh, dan tidak layak huni. Penanganan permukiman kumuh yang belum holistik menyebabkan kondisi kekumuhan tidak dapat diatasi bahkan cenderung mengalami peningkatan luas. Hasil penelitian United Nation Development Programme (UNDP) mengindikasikan terjadinya perluasan permukiman kumuh mencapai 1,37% setiap tahunnya. Pada tahun 2009 luas permukiman kumuh diperkirakan seluas 57.800 Ha. Sementara dalam bidang Cipta Karya, beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain terdiri dari: (1) Rendahnya cakupan pelayanan infrastruktur keciptakaryaan: (a) Pelayanan air minum baru mencapai 49,82 % di perkotaan dan 45,72% di perdesaan, (b) Sebanyak 48,81% dari total penduduk belum memiliki akses sanitasi yang layak, (c) Terdapat 49.000 ha kantong-kantong kawasan kumuh yang dihuni oleh penduduk miskin perkotaan akibat keterbatasn prasarana dan sarana, (d) Sebanyak 32.000 desa tertinggal belum memiliki akses infrastruktur dasar yang memadai; (2) Rendahnya kualitas pengelolaan pelayanan: (a) Pengelolaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kurang profesional, (b) Kelembagaan pengelola IPLT yang belum beroperasional dengan baik sehingga IPLT yang telah terbangun belum berfungsi optimal, (c) Kelembagaan Pengelola Rusunawa yang belum terbentuk/berfungsi; (3) Kapasitas Sumber Daya Manusia: Kualifikasi SDM yang kurang terlatih dan komposisi SDM yang tidak berimbang antara staf profesional dan staf non profesional. 7-4

Energi dan Ketenagalistrikan. Pembangunan infrastruktur energi masih dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain: (1) keterbatasan infrastruktur energi menyebabkan belum terpenuhinya standar pelayanan minimum dan terhambatnya peningkatan daya saing ekonomi; (2) pertumbuhan dan intensitas energi yang masih tinggi; (3) keterbatasan pendanaan yang disebabkan oleh kurang menariknya iklim bisnis sektor energi bagi minat investor; (4) ketidakpastian hukum dan birokrasi, serta harga jual energi yang masih belum mencerminkan nilai keekonomiannya; (5) biaya investasi awal yang tinggi bagi pengembangan energi baru terbarukan dibandingkan energi konvensional atau fosil yang disubsidi; dan (6) masih rendahnya pemanfaatan energi baru terbarukan. Sedangkan pembangunan ketenagalistrikan masih dihadapkan pada permasalahan antara lain: (1) ketergantungan pada energi fosil untuk pembangkit listrik; (2) masih terbatasnya jangkauan pelayanan penyediaan tenaga listrik; (3) masih terbatasnya mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik; dan (4) belum optimalnya penyediaan tenaga listrik oleh badan usaha (swasta, daerah, koperasi) dan peran pemerintah daerah masih terbatas. Hal tersebut ditunjukkan oleh rendahnya rasio elektrifikasi sebesar 67,20% dan rasio desa berlistrik sebesar 92,5% pada akhir tahun 2010. Komunikasi dan Informatika. Pertumbuhan pembangunan akses telekomunikasi Indonesia sangat mengesankan dengan tingkat penetrasi total pada tahun 2009 mencapai 86,1% atau tumbuh lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2005. Pada tahun 2009, tingkat penetrasi seluler Indonesia (71,0%) bahkan sudah melebihi rata-rata dunia (68,3%). Di sisi lain, ketimpangan penyediaan infrastruktur komunikasi dan informatika masih menjadi masalah. Pada tahun 2009, lebih dari 80% infrastruktur akses terdapat di wilayah barat Indonesia dan baru dua persen desa blank spot yang menjadi target program Universal Service Obligation (USO) memiliki akses internet. Selain itu, tingkat penetrasi broadband nasional masih sangat terbatas yaitu kurang dari dua persen dan jauh tertinggal dari rata-rata dunia (7,0%), padahal 7-5

broadband merupakan infrastruktur komunikasi dan informatika masa depan yang menjadi salah satu pilar pendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing nasional. Kenaikan sepuluh persen tingkat penetrasi broadband diyakini akan memicu pertumbuhan ekonomi sebesar 1,38% di negara berkembang. Permasalahan lain yang harus dihadapi adalah meningkatnya kejahatan dunia maya (cyber crime) dan penyalahgunaan (abuse dan misuse) TIK, seperti penipuan dan pencurian identitas elektronik, terorisme, dan pornografi. Oleh karena itu, pemerataan akses komunikasi dan informatika, pengembangan infrastruktur broadband, peningkatan keamanan jaringan, dan edukasi tentang pemanfaatan TIK untuk kegiatan produktif perlu untuk terus dilaksanakan. Penanganan Luapan Lumpur Sidoarjo. Permasalahan sosial penanggulangan lumpur Sidoarjo yang masih dihadapi antara lain: (1) terhambatnya penyelesaian jual beli tanah dan bangunan milik warga; (2) munculnya bubble yang mengandung gas berbahaya dan membahayakan kesehatan masyarakat; dan (3) sulitnya warga di sekitar wilayah luapan lumpur Sidoarjo mendapatkan air bersih. Sedangkan permasalahan pengaliran Lumpur yang masih dihadapi adalah: (1) terganggunya fungsi tanggul penahan lumpur akibat deformasi geologi; dan (2) ketidakpastian menghadapi musim hujan mengingat curah hujan yang tinggi berpotensi menyebabkan meluapnya lumpur dari kolam penampungan sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan meluasnya area terdampak. Selain itu relokasi infrastruktur yang terkena dampak masih menghadapi permasalahan dalam penyelesaian pembebasan tanahnya. Kerjasama Pemerintah Swasta. Pembangunan kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) masih dihadapkan kepada beberapa permasalahan antara lain: (1) kurangnya informasi mengenai proyek baik dari sisi detail teknis maupun informasi keuangan serta analisis terhadap berbagai macam resiko dan jaminan pemerintah untuk pengelolaan resiko tersebut; (2) masih sulitnya penerapan peraturan terkait dengan KPS oleh para penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK); (3) belum optimalnya dokumen perencanaan proyek KPS bidang infrastruktur mengakibatkan pilihan strategi pelaksanaan 7-6

proyek yang kurang memihak pada KPS sehingga proyek infrastruktur yang menarik bagi pihak swasta malah dilaksanakan melalui pembiayaan APBN/APBD sementara proyek infrastruktur yang tidak menarik justru ditawarkan kepada pihak swasta; (4) masih lemahnya kelembagaan yang ada sehingga belum memberikan dampak yang signifikan dalam realisasi pengembangan KPS di Indonesia; (5) masih kurang memadainya pendanaan PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan anak perusahaannya PT. Indonesia Infrastructure Finance (IIF) serta PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) masing-masing sebagai instrumen pembiayaan dan penjaminan pembangunan infrastruktur melalui skema KPS; serta (6) belum kondusifnya mekanisme pemberian viability gap funding (VGF) bagi pembangunan proyek infrastruktur melalui skema KPS.

7.2

LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN HASIL YANG DICAPAI

DAN

HASIL-

Langkah kebijakan dan hasil yang dicapai untuk masingmasing substansi inti program aksi bidang infrastruktur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014, diuraikan sebagai berikut. Sumber Daya Air. Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh dalam mengatasi permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan dan pengembangan sumber daya air tersebut adalah: (1) percepatan penyelesaian pembangunan tampungan air; (2) mengoptimalkan dan meningkatkan fungsi layanan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya secara berkelanjutan; (3) Meningkatkan cakupan dan kapasitas layanan air baku untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, perkotaan dan industri dalam rangka pencapaian target MDGs; (4) mempercepat penyelesaian pembangunan sarana/prasarana pengendali banjir dan pengaman pantai, terutama pada daerah perkotaan dan pusat-pusat perekonomian seperti Kanal Banjir Timur (KBT) Jakarta dan penanganan secara terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo; (5) Dari sisi kelembagaan, diarahkan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sumber daya air 7-7

melalui penyelesaian peraturan perudang-undangan, meningkatkan kapasitas kelembagaan pengelolaan sumber daya air dan peningkatan pemberdayaan serta partisipasi masyarakat terutama di tingkat kabupaten/kota. Dalam upaya meningkatkan keandalan dan jaminan ketersediaan air bagi pemenuhan kebutuhan air baku, selama tahun 2010 telah diselesaikan pembangunan 32 embung dan rehabilitasi 12 waduk dan 21 embung. Selain itu dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional, pengembangan irigasi baru dan optimalisasi jaringan irigasi dan rawa, serta pengembangan jaringan irigasi air tanah terus diupayakan melalui: (1) peningkatan 115 ribu hektar layanan jaringan irigasi; (2) rehabilitasi 293 ribu hektar jaringan irigasi; (3) operasi dan pemeliharaan (O&P) jaringan irigasi seluas 2,32 juta hektar; (4) peningkatan 8,08 ribu hektar dan rehabilitasi 79 ribu hektar jaringan rawa; (5) pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi air tanah untuk mengairi lahan seluas 11,13 ribu hektar; serta (6) O&P jaringan rawa seluas 1,1 juta hektar. Selain itu untuk jaringan irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, Pemerintah memberikan bantuan untuk rehabilitasi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Dalam rangka mendukung pencapaian target MDGs untuk mengurangi separuh penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang layak, hasil yang telah dicapai selama tahun 2010 adalah: (1) pembangunan prasarana air baku dengan kapasitas layanan 6,3 m3/detik; (2) rehabilitasi prasarana air baku dengan kapasitas layanan 3,76 m3/det; serta (3) O&P prasarana air baku dengan kapasitas layanan 9,88 m3/det. Dalam upaya mengendalikan dan mengurangi dampak kerusakan akibat banjir, serta erosi dan abrasi pantai baik secara struktural maupun non struktural terutama pada wilayah berpenduduk padat, wilayah strategis dan pusat-pusat perekonomian, hasil yang telah dicapai selama tahun 2010 adalah: (1) pembangunan prasarana pengendali banjir dengan debit banjir rencana 10 tahunan pada sungai sepanjang 321 km; (2) operasi dan pemeliharaan sungai 7-8

yang secara 611 km; serta (3) pembangunan pengamanan pantai sepanjang 25 km. Sesuai amanat Undang-undang (UU) Nomor 7/2004 bahwa pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai, sampai saat ini telah dibentuk 33 balai pengelolaan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pada level provinsi juga telah terbentuk balai pengelolaan sumber daya air (Balai PSDA), seperti Balai PSDA Musi-Sugihan di Sumatera Selatan, Balai PSDA Probolo di Jawa Tengah, dan Balai PSDA Bango-Gedangan di Jawa Timur. Selain itu telah dilakukan penyusunan norma, standar, pedoman, dan manual bidang sumber daya air. Di tahun 2010 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tentang Bendungan sebagai bagian dari dari 7 (tujuh) Peraturan Pemerintah (PP) yang diamanatkan dalam UU Nomor 7/2004 tentang Sumber Daya Air. Transportasi. Berdasarkan berbagai permasalahan yang dihadapi, langkah kebijakan dalam pembangunan transportasi tahun 2011 adalah: (1) preservasi jalan dan jembatan pada ruas jalan nasional yang mencakup pemeliharaan rutin dan berkala, serta peningkatan struktur jalan untuk mengembalikan pada kondisi awal; (2) pemberian subsidi terhadap angkutan penyeberangan perintis tersebut maka diharapkan pelayanan transportasi melalui keperintisan angkutan penyeberangan, peningkatan perekonomian dan pembukaan akses transportasi penyeberangan pada pulaupulau/daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan dapat segera diwujudkan; (3) peningkatan kapasitas perawatan/perbaikan sarana KA; (4) pengadaan sarana KA baru serta modifikasi/repowering; (5) pembentukan Eco Airport; (6) Pembangunan dan pengembangan bandar udara strategis dan pelabuhan-pelabuhan utama/strategis; (7) terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 8/2011 tentang Angkutan Multimoda; (8) pembangunan MRT dan angkutan umum perkotaan. Selain itu, pemerintah juga telah menyusun Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan dalam rangka penurunan tingkat kecelakaan transportasi sehingga pada 2014 lebih kecil dari 50% keadaan tahun 2010 sesuai dengan arah kebijakan RPJMN 7-9

2010-2014. Rencana umum tersebut didukung oleh 5 pilar kebijakan meliputi Manajemen Keselamatan Jalan, Jalan yang Berkeselamatan, Kendaraan yang Berkeselamatan, Perilaku Pengguna Jalan yang Berkeselamatan, dan Penanganan Korban Pasca Kecelakaan. Capaian pembangunan prasarana transportasi yang telah dilaksanakan sampai tahun 2010 antara lain: (1) pemeliharaan 30.854 km jalan nasional dan 100.824 m jembatan; (2) pembangunan 33 km jalan dan 3.904 m jembatan; (3) peningkatan kapasitas 2.047 km jalan pada lintas timur Sumatera, pantai utara Jawa, lintas selatan Kalimantan, lintas barat Sulawesi, dan lintas lainnya serta non lintas; (4) pembangunan flyover/underpass sepanjang 3.766 m; (5) pembangunan 245 km jalan dan 1.180 m jembatan pada jalan strategis di lintas Selatan Jawa, kawasana perbatasan, daerah terpencil dan pulau-pulau terluar; (6) pembangunan prasarana dan fasilitas LLAJ (termasuk manajemen rekayasa lalu lintas) di 32 Propinsi; (7) pembangunan terminal penumpang di 15 lokasi di seluruh Indonesia; (8) penyelesaian pembangunan 19 dermaga penyeberangan lanjutan; (9) penyelesaian pembangunan 10 unit kapal penyeberangan perintis lanjutan; (10) penyelesaian pembangunan 7 unit dermaga sungai lanjutan; (11) rehabilitasi 5 dermaga penyeberangan; (12) pemberian subsidi perintis untuk 49 kapal angkutan penyeberangan di 111 lintas; (13) pembangunan/peningkatan sarana perkeretaapian; (14) pengoperasian/peresmian kereta api penumpang dan kereta api barang; (15) penerbitan surat izin usaha dan operasi bagi angkutan laut; (16) lanjutan pembangunan/pengembangan pelabuhan lebih dari 100 lokasi; (17) pengoperasian kapal type coaster sebanyak 28 unit kapal yang melayani 61 trayek untuk jalur perintis; (18) pembangunan fasilitas landasan; serta (19) pembangunan fasilitas terminal dan fasilitas bangunan serta fasilitas untuk peningkatan keselamatan penerbangan. Saat ini total panjang jalan nasional mencapai 38.570 km dan sampai dengan akhir 2010 telah mencapai kondisi 87% mantap (baik dan sedang). Untuk mencapai kondisi 88,5% mantap pada akhir tahun 2011, telah direncanakan beberapa kegiatan antara lain: (1) 7 - 10

peningkatan kapasitas jalan sepanjang 3.304 km; (2) pembangunan jalan baru sepanjang 80 km; (3) pembangunan jembatan sepanjang 8.315 m; (4) pembangunan flyover/underpass sepanjang 5.353 m; (5) pembangunan jalan strategis di lintas selatan Jawa, perbatasan, terpencil dan terluar sepanjang 324 km dan 505 m jembatan; (6) pembangunan tol sepanjang 49 km; serta (7) preservasi jalan sepanjang 36.240 km dan jembatan sepanjang 209.232 m. Perumahan dan Permukiman. Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman adalah: (1) Pengembangan regulasi dan kebijakan untuk menciptakan iklim yang kondusif, serta koordinasi pelaksanaan kebijakan di tingkat Pusat dan Daerah dalam rangka pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman; (2) Peningkatan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni yang didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) serta kepastian bermukim bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, melalui: (a) Pembangunan rumah layak huni melalui pasar formal maupun secara swadaya masyarakat baik untuk pembangunan baru maupun peningkatan kualitas, (b) Pembangunan rumah susun (rusun) baik sewa maupun milik, (c) Penyediaan PSU perumahan dan kawasan permukiman yang memadai untuk pengembangan kawasan perumahan dan permukiman serta PSU perumahan swadaya, (d) Penataan lingkungan perumahan dan permukiman kumuh, (e) Pembangunan rumah khusus, (f) Fasilitasi pra-sertipikasi dan pendampingan pasca sertipikasi tanah bagi MBR; (3) Pengembangan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman bagi MBR melalui: (a) Pemberian kemudahan dan pengembangan bantuan pembiayaan perumahan melalui dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), (b) Peningkatan pengerahan dan pemupukan dana, baik dana masyarakat, dana tabungan perumahan maupun dana lainnya sesuai peraturan perundang-undangan, dan (c) Peningkatan pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; (4) Peningkatan pendayagunaan sumberdaya pembangunan perumahan dan kawasan permukiman serta pengembangan dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan 7 - 11

pengembangan teknologi maupun sumber daya dan kearifan lokal; (5) Peningkatan sinergi pusat-daerah dan pemberdayaan pemangku kepentingan lainnya dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Pencapaian pembangunan perumahan hingga pertengahan tahun 2011 adalah sebagai berikut: (1) Pengembangan Kebijakan melalui penetapan UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagai perubahan atas UU Nomor 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman telah disahkan pada awal tahun 2011; proses sinkronisasi revisi UU Nomor 16/1985 tentang Rumah Susun; penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai amanat UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang terdiri dari RPP Pembinaan Perumahan dan Kawasan Permukiman, RPP Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan RPP Pendanaan Perumahan dan Kawasan Permukiman; serta Pengajuan penyusunan Undang-Undang Tabungan Perumahan sebagai salah satu amanat UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk Prolegnas 2012; (2) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pembangunan perumahan di daerah, Kemenpera menjalankan program Dekonsentrasi Lingkup Kemenpera sejak tahun 2010 di seluruh provinsi. Pada tahun 2011, kegiatan Dekonsentrasi Lingkup Kementerian Perumahan Rakyat meliputi: (a) Sosialisasi Kebijakan Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman; dan (b) Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam hal perencanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; (3) Terkait dengan operasionalisasi kebijakan, pada tahun 2011 Pemerintah telah menargetkan: (a) Pembangunan 143 TB rumah susun dan infrastruktur pendukungnya dengan rincian yaitu Rusunawa TNI sebanyak 60 TB, Rusunawa Polri sebanyak 26 TB, Rusunawa Pekerja sebanyak 23 TB, Rusunawa Mahasiswa sebanyak 19 TB, dan Rusunawa Ponpes sebanyak 15 TB; (b) Fasilitasi perumahan swadaya/rumah sangat murah berupa 12.500 unit pembangunan baru, 12.500 unit peningkatan kualitas yang didukung dengan PSU. Pemberian bantuan kepada masyarakat disalurkan melalui LKM/LKNB (Lembaga Keuangan Mikro/Lembaga Keuangan Non7 - 12

Bank) yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Selain itu, juga ditargetkan pendampingan pra dan pasca sertipikasi hak atas tanah sebanyak 7.500 unit; (c) Fasilitasi PSU kawasan perumahan dan permukiman berupa bantuan stimulan PSU rumah sejahtera susun sebanyak 4.046 unit dan bantuan stimulan PSU rumah sejahtera tapak sebanyak 112.964 unit yang dilaksanakan di 33 propinsi; (d) Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan (PLP2K-BK) yang dilaksanakan di 25 propinsi dengan luasan sebesar 100 hektar; (e) Pembangunan rumah khusus sebanyak 750 unit yang terdiri dari 450 unit untuk rumah wilayah perbatasan dan 300 unit untuk rumah nelayan; (f) Selain itu, Pemerintah juga memberikan bantuan Fasilitas Likuditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sehingga masyarakat akan menerima manfaat yang lebih besar. Pertama, MBR akan lebih meningkat daya belinya karena suku bunga KPR akan jauh lebih rendah dari bunga komersial. Kedua, MBR dapat merencanakan pemenuhan kebutuhan rumahnya lebih pasti karena suku bunga KPR Bersubsidi tetap sepanjang masa kredit. Untuk tahun 2011, sasaran pembiayaan melalui FLPP tersebut adalah sebanyak 338.815 unit. Langkah-langkah kebijakan dalam melakukan percepatan pembangunan serta mengatasi persoalan-persoalan pelayanan infrastruktur bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut: (1) Perubahan Paradigma Pembangunan dari Project Approach menjadi Program Approach, yang diawali dengan penyiapan strategi pengembangan kota/kabupaten berbasis RTR Kab/Kota dan RPJM Daerah; (2) Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang bersifat multi-sektor, multi-tahun dan multi-pendanaan sebagai penjabaran RPJM daerah; (3) Menggalang pendanaan dari berbagai sumber APBNAPBD ProvinsiAPBD Kabupaten/KotaSwasta (CSR)InvestorMasyarakat; (4) Penyiapan model percontohan pembangunan bidang ke-Cipta Karya-an (kawasan binaan) sesuai visi Ditjen Cipta Karya, sehingga Pemda lebih mudah memahami dan mereplikasikan ke kawasan lain; (5) Peningkatan kemampuan aparat Pemda (Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk profesionalisme dalam melaksanakan kegiatan di bidang keCipta Karya-an ke Kementerian. 7 - 13

Pencapaian program Ditjen Cipta Karya hingga pertengahan tahun 2011 adalah sebagai berikut: (1) pembangunan 6 TPA regional yang melayani 17 kabupaten kota dengan capaian fisik rata-rata 7,47%; (2) pengembangan sistem drainase kota besar/metropolitan dan Drainase Primer Perkotaan di 33 kabupaten/kota dan fasilitasi pembangunan prasarana sanitasi di 11 kabupaten/kota dengan progress fisik rata-rata 13,42%; (3) pembangunan air limbah dengan sistem on-site di 15 propinsi (35 kawasan); (4) pembangunan 37 TB rusunawa di kawasan kumuh mencapai 40% (di 22 lokasi) dan penyelesaian pembangunan 3 TB rusunawa, dengan kemajuan pelaksanaan 2 TB di Padang progress fisiknya sudah mencapai 27%, sedangkan 1 TB di Kupang masih dalam proses negosiasi; (5). Pelaksanaan PNPM di 8.218 kelurahan dengan capaian pencairan bantuan langsung masyarakat (BLM) di 1.417 kelurahan; (6). Pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan di 237 kecamatan dengan progress fisik rata-rata mencapai 34,79%; (7). Pembangunan SPAM berbasis masyarakat di 1.717 desa; (8). Fasilitasi pembangunan/penyediaan air minum untuk mendukung kesehatan masyarakat dengan capaian penandatanganan kontrak di 204 lokasi (68%) dan pembangunan fisik mencapai 42,60% pada 173 lokasi. Energi dan Ketenagalistrikan. Dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur energi, dilakukan langkah-langkah kebijakan yaitu meningkatkan kemampuan pasokan energi, mengoptimalkan produksi energi, serta melakukan efisiensi dan konservasi sumber daya energi di sisi penyediaan. Sedangkan dari sisi pemanfaatan energi, kebijakan penggunaan energi diarahkan kepada peningkatan efisiensi pemanfaatan energi dan diversifikasi energi. Langkah kebijakan secara umum diarahkan, antara lain: (1) Meningkatkan pemanfaatan gas bumi nasional melalui pembangunan infrastrukur energi yang mencakup fasilitas processing, seperti pembangkit tenaga listrik, fasilitas transmisi dan distribusi (gas dan BBM). Pembangunan infrastruktur tersebut disesuaikan juga dengan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN); (2) Melanjutkan program konversi 7 - 14

(diversifikasi) energi, melalui pengalihan pemanfaatan minyak tanah (mitan) ke LPG, pengembangan bahan bakar gas untuk transportasi dan pengembangan jaringan gas kota untuk rumah tangga serta upaya percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap dua dengan mengoptimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk panas bumi; (3) Meningkatkan koordinasi lintas sektor dalam pengelolaan energi, meliputi penyediaan energi dari sumber energi terbarukan dan penerapan konservasi di sisi pengguna (demand side management); (4) Menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga Migas serta hasil olahan lainnya guna peningkatan pelayanan kebutuhan masyarakat. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM ke seluruh wilayah sesuai standar dan mutu yang telah ditetapkan; (5) Pelaksanaan kebijaksanaan harga tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu khususnya kaum dhuafa. Pencapaian pembangunan infrastruktur energi hingga pertengahan tahun 2011 antara lain: (1) pelaksanaan Pengawasan Pembangunan Floating Storage Regasification Terminal (FSRT) untuk daerah Jawa Bagian Barat, Sumatera Utara dan Jawa Timur; (2) Pelaksanaan pembangunan gas kota sampai dengan akhir 2010 untuk : (a) Tarakan sebesar 3.400 sambungan rumah/SR; (b) Depok sebesar 3.366 SR; (c) Sidoarjo sebesar 1.750 SR; (e) Bekasi sebesar 1.800 SR. Sedangkan konstruksi gas kota di tahun anggaran 2011 akan dilaksanakan untuk Bontang, Sengkang, Rusun JABODETABEK, Sidoardo (lanjutan), Bekasi (Lanjutan); (3) penghematan energi dari sisi pengguna atau demand side management (DSM) merupakan program yang dilakukan guna mempengaruhi pola konsumsi energi di sisi konsumen, terutama pada saat beban puncak; (4) pelaksanaan program konservasi energi, antara lain melalui sosialisasi dan kerja sama lintas sektor, Demand Side Management (DSM), Progam Kemitraan Konservasi Energi, Standardisasi dan Labelisasi Tingkat Hemat Energi, promosi manajemen energi dengan penunjukan manajer energi, dan pengembangan information clearing house mengenai konservasi 7 - 15

energi; serta mendukung dan fasilitasi pendirian asosiasi usaha konservasi energi; (5) pemanfaatan energi biomassa untuk rumah tangga melalui program biogas untuk rumah tangga di beberapa provinsi di P. Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Riau, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan;(6) pengembangan desa mandiri energi (DME) pada tahun anggaran 2010 sebesar 50 desa dan tahun anggaran 2011 sebesar 50 desa baik bahan bakar nabati (BBN) maupun non BBN; serta (7) penetapan Mandatori pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) sesuai Permen ESDM Nomor 32/2008 telah mewajibkan untuk secara bertahap pemanfaatan BBN pada sektor utama konsumen BBM yaitu transportasi, industri dan pembangkit listrik. Terkait pembangunan ketenagalistrikan, pencapaian hingga pertengahan tahun 2011 antara lain : (1) penyelesaian pembangunan beberapa pembangkit listrik yaitu : (a) PLTU Labuan Unit 1-Banten (300 MW); (b) PLTU Labuhan Angin Sumut (2x115 MW); (c) PLTG Belawan Sumut (105 MW); PLTA Asahan 1 Sumut (2x90 MW); (2) penerbitan beberapa regulasi yaitu : (a) Perpres Nomor 4/2010 tentang Penugasan Kepada PT. PLN (Persero) untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, dan Gas; (b) Perpres Nomor 8/2011 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara; (c) Permen ESDM Nomor 15/2010 tenntang Daftar Proyek Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, dan Gas serta Transmisi Terkait; (d) Permen ESDM Nomor 2/2011 tentang Penugasan kepada PLN untuk melakukan pembelian tenaga listrik dari PLTP dan harga patokan pembelian tenaga listrik oleh PLN dari PLTP; (3) penetapan sejumlah 481 SNI oleh BSN dan beberapa SNI untuk produk peralatan dan peranti listrik, serta instalasi ketenagalistrikan yang ditetapkan melalui Acuan Wajib berdasarkan Permen ESDM; serta (4) sebagai bentuk fasilitasi pemerintah dalam penurunan emisi karbon pada bidang ketenagalistrikan oleh pihak swasta, maka telah dilaksanakan Perhitungan Faktor Emisi pada Grid Ketenagalistrikan yang akan menjadi baseline dalam perhitungan CERs (Certificate 7 - 16

Emission Reduction) pada Proyek CDM (Clean Development Mechanism). Komunikasi dan Informatika. Dalam rangka mewujudkan masyarakat informasi Indonesia tahun 2015, sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJMN 2010-2104 dan dengan memperhatikan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, pembangunan komunikasi dan informatika tahun 2010-2014 diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional berbasis virtual (Indonesia connected) melalui (1) pengurangan kesenjangan digital dan wilayah blank spot, di antaranya melalui program Public Service Obligation (PSO) dan Universal Service Obligation (USO); (2) peningkatan ketersediaan infrastruktur dan layanan komunikasi dan informatika yang aman (secured) dan modern dengan kualitas baik dan harga terjangkau, di antaranya melalui pengembangan infrastruktur broadband dan TV digital; serta (3) peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan informasi, serta penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara efektif dan bijak dalam seluruh aspek kehidupan, di antaranya melalui pengembangan e-government. Pembangunan komunikasi dan informatika sejak pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II hingga Juni 2011 telah menghasilkan berbagai pencapaian program prioritas dan strategis di antaranya adalah (1) penyediaan layanan pos di 2.363 kantor pos cabang luar kota (kpclk) melalui program PSO; (2) pengoperasian akses telekomunikasi di 28.288 desa, Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) di 5.037 desa ibukota kecamatan, Nusantara Internet Exchange (NIX) di 5 kota, serta Desa Informasi di 16 kabupaten melalui program USO; (3) pengoperasian jaringan tulang punggung (backbone) serat optik berkualitas broadband oleh PT. Telkom yang pada tahun 2010 sudah menjangkau 323 ibukota kabupaten/kota atau sekitar 65% dari total ibukota kabupaten/kota serta pembangunan link Mataram-Kupang sebagai bagian dari Palapa Ring; (4) penyelesaian model bisnis Information and Communications Technology (ICT) Fund sebagai salah satu sumber pembiayaan pengembangan TIK secara umum dan jaringan broadband serat optik 7 - 17

Palapa Ring pada khususnya; (5) pemberian izin penyelenggaraan akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access) secara kompetitif untuk 15 zona di Indonesia; (6) pengoperasian (on air) pemancar TVRI di 30 lokasi non komersial; (7) penetapan Digital Video Broadcasting (DVB) sebagai standar TV digital serta pembangunan pemancar TV digital di Jakarta, Surabaya, dan Batam; (8) dimulainya pembangunan community access point (CAP) di 56 kecamatan dari target 112 kecamatan di Jawa Barat dan Banten, dan 29 kecamatan dari target 110 kecamatan di Lampung; (9) selesainya pengembangan sistem e-pendidikan di 110 sekolah di provinsi DIY yang akan dilanjutkan ke 390 sekolah lainnya; (10) pencapaian indeks e-government sebesar 2,3 (kategori kurang), pengembangan 15 aplikasi e-government, serta penyediaan bimbingan teknis dan pendampingan untuk pemerintah daerah; (11) fasilitasi pemanfaatan open source software di antaranya untuk Pemkot Makassar, Pemkab Jayapura, Pemkab Klungkung, Pemkot Pekalongan, dan Pemkot Bogor; serta (12) pengoperasian pusat pendidikan dan pelatihan TIK (ICT Training Center) di Tangerang Selatan bekerjasama dengan UIN Syarif Hidayatullah dan Jababeka. Melalui pengembangan berbagai kebijakan di sektor telekomunikasi, tingkat penetrasi total akses telekomunikasi hingga akhir tahun 2010 tumbuh sekitar 27% dari tahun 2009 atau mencapai 105,9% (melebihi jumlah populasi Indonesia) yang terdiri dari tingkat penetrasi akses kabel (PSTN) dan nirkabel (FWA dan seluler) masing-masing sebesar 3,5% dan 102,4%. Selain itu, pada periode yang sama pembangunan di bidang regulasi menghasilkan antara lain (1) pengesahan UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pengesahan UU Nomor 38/2009 tentang Pos, penyusunan RUU Konvergensi Telematika sebagai pembaharuan UU Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi dan UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran untuk disesuaikan dengan konvergensi, penyusunan RUU Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime); (2) penetapan perhitungan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi berbasis pita; (3) berbagai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika di antaranya tentang pengamanan pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol 7 - 18

internet, penyelenggaraan televisi berbasis protokol internet (IPTV), alokasi spektrum frekuensi radio Indonesia. Penanganan Luapan Lumpur Sidoarjo. Dalam rangka mengemban misi nasional untuk penyelamatan penduduk, penanganan masalah sosial dan infrastruktur di sekitar bencana akibat luapan lumpur di Sidoarjo, Pemerintah terus mengupayakan penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan dan percepatan penyelesaian relokasi infrastruktur akibat dari luapan lumpur Sidoarjo. Selama tahun 2010 telah dicapai: (1) dipertahankannya tanggul penahan lumpur sesuai Peta Area Terdampak (PAT) 22 Maret 2007; (2) terjaganya fungsi Kali Porong sebagai wahana pengalir lumpur ke laut; (3) dilaksanakannya pembayaran Perjanjian Ikatan Jual Beli (PIJB) tahap III untuk 3 desa (Pejarakan, Besuki, Kedungcangkring) diluar Peta Area Terdampak (PAT); dan (4) terealisasinya pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan warga mencapai 78.54% dari total 123.77 ha luas lahan yang diperlukan untuk pembangunan relokasi infrastruktur. Sebagai bagian dari penanganan masalah sosial, sampai dengan triwulan I tahun 2011 telah dilaksanakan penyaluran bantuan air bersih kepada warga korban lumpur di 3 Kecamatan, Tanggulangin, Porong dan Jabon sebesar 1.205 m3. Dalam rangka penanggulangan semburan dan penanganan luapan lumpur, sampai dengan April 2011 telah dilakukan pengaliran lumpur ke Kali Porong sebanyak 7,2 juta m3 atau 22% dari target pengaliran pada tahun 2011. Selain itu, pemantauan terhadap penurunan elevasi di daerah sekitar semburan dan pemantauan bawah permukaan terus dilakukan untuk mengantisipasi kejadian buruk yang mungkin terjadi. Kerjasama Pemerintah Swasta. Capaian pembangunan infrastruktur melalui skema KPS hingga Juni 2011 antara lain: (1) hampir diselesaikannya proses transaksi pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Jawa Tengah berkapasitas 2 x 1.000 MW dengan perkiraan investasi sebesar US$ 3 Miliar, dimana rencana penandatangan perjanjian kerjasamanya pada Agustus 2011; (2) diterbitkannya Buku Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta 2011 (Buku RPKPS 2011) sebagai media informasi bagi 7 - 19

pihak swasta tentang status masing-masing proyek KPS serta alat monitoring perkembangan proyek KPS di bidang infrastruktur; (3) diterbitkannya Perpres Nomor 13/2010 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang merupakan revisi terhadap Perpres Nomor 67/2005 yang dimaksudkan untuk lebih menarik investor swasta dalam pelaksanaan proyek KPS; (4) diterbitkannya Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 4/2010 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur yang merupakan pedoman teknis pelaksanaan Perpres Nomor 13/2010 untuk tingkat pusat dan daerah; (5) direvitalisasinya Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) melalui Peraturan Presiden Nomor 12/2011; serta (6) Penetapan Perpres Nomor 78/2010 serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 260/2010 yang merupakan landasan hukum operasional PT PII; (7) tersedianya land revolving fund serta land capping fund sebagai fasilitasi pemerintah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur melalui skema KPS; serta (8) diberikannya fasilitas penyiapan proyek (Project Development Facility/PDF) oleh beberapa lembaga donor (ADB, JICA, dan AusAID).

7.3

TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai dan mempertimbangkan permasalahan yang dihadapi, maka Pemerintah berupaya merumuskan berbagai kebijakan dan program/kegiatan pembangunan infrastruktur. Tindak lanjut yang akan dilakukan diuraikan sebagai berikut. Sumber Daya Air. Dalam rangka mengatasi permasalahan serta menindaklanjuti hasil yang telah dicapai, program pengelolaan sumber daya air diarahkan pada upaya meningkatkan cakupan dan kapasitas layanan untuk pemenuhan kebutuhan air baku rumah tangga, perkotaan dan industri. Upaya tersebut ditempuh dengan memprioritaskan kegiatan rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan 7 - 20

prasarana air baku untuk memulihkan serta mengoptimalkan fungsi prasarana air baku. Selain itu, pembangunan prasarana air baku yang berupa tampungan-tampungan air baku dan saluran pembawa air baku juga dilakukan untuk meningkatkan kapasitas layanan. Sasaran yang akan dicapai di tahun 2012 adalah: (1) peningkatan kapasitas air baku dengan kapasitas layanan sebesar 13,76 m3/det; dan (2) rehabilitasi prasarana air baku dengan kapasitas layanan sebesar 3,97 m3/det, penyediaan dan optimalisasi prasarana air baku untuk masyarakat di wilayah perbatasan dan daerah terpencil; serta sinkronisasi antara penyediaan air baku dan kegiatan pengolahan dan distribusi. Dalam rangka menjaga ketersediaan air secara memadai baik kuantitas maupun kualitas, pengelolaan Sumber Daya Air melalui kegiatan Pengelolaan dan Konservasi Waduk, Embung, Situ serta Bangunan Penampung Air Lainnya diarahkan pada peningkatan jumlah tampungan-tampungan air baik skala besar, menengah, maupun kecil. Sasaran yang akan dicapai di tahun 2012 adalah: (1) melanjutkan pelaksanaan pembangunan 9 buah waduk; (2) penyelesaian pembangunan 82 embung/situ dan rehabilitasi 27 waduk, serta 62 embung/situ; dan (3) operasi dan pemeliharaan 389 waduk/embung/situ, serta konservasi di 36 kawasan sumber air. Dalam rangka mengoptimalkan dan meningkatkan fungsi layanan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya secara berkelanjutan, sasaran yang akan dicapai di tahun 2012 adalah: (1) meningkatnya luas layanan jaringan irigasi dan rawa masing-masing seluas 86,46 ribu hektar dan 25,90 ribu hektar; (2) terehabilitasinya jaringan irigasi dan rawa masing-masing seluas 430,74 ribu hektar dan 105,00 ribu hektar; (3) beroperasi dan terpeliharanya jaringan irigasi dan rawa masing-masing seluas 2,32 juta hektar dan 1 juta hektar; (4) peningkatan daerah layanan irigasi air tanah melalui pembangunan 136 sumur air tanah, rehabilitasi 390 sumur air tanah, dan operasi dan pemeliharaan 421 sumur air tanah; dan (5) meningkatnya keandalan dan layanan jaringan tata air tambak seluas 6,25 ribu hektar melalui peningkatan dan rehabilitasi. 7 - 21

Dalam rangka melanjutkan upaya mengendalikan dan mengurangi dampak kerusakan akibat banjir baik, abrasi pantai dan lahar/sedimen secara struktural maupun non struktural terutama pada wilayah berpenduduk padat, wilayah strategis dan pusat-pusat perekenomian, kebijakan yang dilakukan adalah mempercepat penyelesaian pembangunan sarana/prasarana pengendali banjir, pengaman pantai dan pengendali lahar/sedimen terutama pada daerah perkotaan dan pusat-pusat perekonomian dengan sasaran yang akan dicapai di tahun 2012 adalah: (1) penyelesaian bangunan pelengkap Kanal Banjir Timur; (2) pelaksanaan penanganan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo secara terpadu sesuai tahapan yang direncanakan; (3) pembangunan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan prasarana pengendali banjir masing-masing sepanjang 195,90 km, 200,12 km, dan 1.354,15 km; (4) pembangunan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengaman pantai masing-masing sepanjang 43,51 km, 11,38 km dan 25,96 km; dan (5) pembangunan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen pada masing-masing sebanyak 57 buah, 30 buah dan 47 buah. Transportasi. Langkah tindak lanjut pembangunan transportasi tahun 2012 dalam rangka pencapaian sasaran yang ditetapkan antara lain: (1) preservasi jalan sepanjang 36.319 km dan jembatan sepanjang 217.076 m; (2) peningkatan kapasitas jalan sepanjang 3.586 km pada jalan nasional lintas dan non lintas, terutama pada ruas-ruas utama perekonomian seperti Pantura Jawa, Lintas Timur Sumatera, Lintas Barat Sulawesi, Lintas Selatan Kalimantan, dan jalan non lintas di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Bali, Kepulauan Nusa Tenggara serta Pulau Papua; (3) pembangunan jalan baru sepanjang 127 km dan jembatan baru sepanjang 7.682 m antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Papua; (4) pembangunan flyover/ underpass sepanjang 2.256 m pada beberapa kota metropolitan seperti FO. Peterongan, FO. Akses Bandara Kualanamu, FO.Jombor, dll, serta pembangunan jalan akses antara lain di jalan akses ke Bandara Kuala Namu, Jalan Akses ke Pelabuhan Tanjung Priok, dan Jalan Akses Tol Cimanggis Nagrag; (5) pembangunan jalan strategis sepanjang 292 km antara lain di 7 - 22

lintas selatan Jawa, daerah terpencil dan terluar seperti di Nias, Alor, Morotai, Sangihe, Talaud, Wetar, serta daerah perbatasan dengan negara tetangga, seperti di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, NTT, dan Papua; (6) Pembangunan jembatan strategis seperti Jembatan Kelok Sembilan di Sumatera Barat, Jembatan Kapuas II di Kalbar, dan Jembatan Tayan di Kalbar (7) pembangunan jalan tol sepanjang 158 km yang dibangun oleh pemerintah dan swasta, serta pemberian dukungan Pemerintah melalui penyediaan biaya pengadaan tanah, pembangunan sebagian oleh Pemerintah sebagai bentuk dukungan pada ruas-ruas seperti Solo-Ngawi 340 Ha, NgawiKertosono 285 Ha, Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi 42 Ha, Cileunyi-Sumedang-Dawuan 115 Ha; (8) Peningkatan standarisasi dan kelaikan sarana transportasi; (9) pelaksanaan perawatan prasarana KA eksisting, diperlukan optimalisasi mekanisme IMO; (10) Pelaksanaan asas cabotage; (11) Pelaksanaan National Single Window (NSW); (12) Percepatan proses penyusunan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Tatanan Kepelabuhan Nasional; serta (13) Peningkatan sarana dan prasarana transportasi khususnya di Indonesia Bagian Timur, daerah rawan bencana, perbatasan dan pulau-pulau terluar. Perumahan dan Permukiman. Tindaklanjut yang diperlukan dalam rangka mencapai target pembangunan perumahan dalam RPJMN 2010-2014 adalah mendorong penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan melalui hunian berimbang; mendorong sinergi program dengan Pemerintah Daerah dalam rangka percepatan proses perijinan dan keringan retribusi pembangunan perumahan; mendorong pemberian insentif perpajakan bagi pembangunan perumahan, meningkatkan sinergitas pusat daerah yang ditujukan untuk mendorong kemampuan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani urusan pembangunan perumahan melalui pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dekonsentrasi; serta mengembangkan sumber pembiayaan murah jangka panjang melalui pemantapan operasionalisasi Fasilitas Likuiditas dan pengembangan tabungan perumahan nasional.

7 - 23

Terkait dengan pelaksanaan direktif Presiden untuk penyediaan rumah murah dan rumah sangat murah serta penyediaan rumah di kawasan perbatasan NTT dengan Timor Leste, diperlukan beberapa tindak lanjut antara lain : (1) payung hukum untuk hibah tanah Pemda/BUMN untuk pembangunan rumah murah; (2) pematangan lahan Pemda yang diperuntukkan bagi pembangunan rumah murah melalui alokasi DAK bidang perumahan dan kawasan permukiman; (3) Peningkatan Sosialisasi mengenai mengenai program Pembangunan Rumah sangat Murah dan Rumah Murah baik melalui Media maupun kegiatan dekonsentrasi; serta (4) Pembentukan Satker Vertikal yang berkedudukan di Provinsi NTT. Sebagai tindak lanjut pembangunan infrastruktur ke-Cipta Karya-an dan menuju pencapaian target-target pembangunan, pada tahun 2012 Ditjen Cipta Karya memiliki tugas dalam pencapaian sasaran-sasaran pembangunan sebagai berikut: (1) Bidang Perumahan: (a) tersusunnya NSPK bidang permukiman di 1 kab/kota; (b) tersusunnya Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIK) di 50 kab/kota; (c) tersusunnya Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman (RPKP) Perkotaan dan Perdesaan di 45 kab/kota; (d) tersusunnya rencana tindak penanganan kawasan kumuh perkotaan di 112 kawasan; (e) penanganan kawasan kumuh perkotaan di 170 kawasan; (f) terbangunnya 48 twin blok Rumah Susun dan infrastruktur pendukungnya; (g) penyediaan infrastruktur kawasan perumahan bagi MBR di 73 kawasan; (h) penyediaan infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana di 25 kawasan; (i) tertanganinya 86 kawasan perdesaan potensial/agropolitan; (j) terlayaninya 237 kawasan oleh infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial; (k) terbangunnya prasarana dan sarana lingkungan permukiman di 3.000 Desa Tertinggal; (l) meningkatnya kualitas lingkungan di 21 kawasan perbatasan dan pulau kecil terluar; (2) Bidang Lingkungan Permukiman: (a) tersusunnya 6 NSPK Nasional bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan; (b) tersusunnya 104 laporan pembinaan penataan bangunan lingkungan dan gedung negara; (c) tersusunnya 32 laporan pengawasan penataan bangunan lingkungan dan gedung negara; (d) pemeliharaan bangunan gedung negara dan bersejarah di 7 - 24

90 kab/kota; (e) Meningkatnya sarana dan prasarana lingkungan di 143 kawasan; (f) pendampingan pemberdayaan sosial (P2KP/PNPM) di 10.948 desa/kelurahan; (3) Bidang Sanitasi dan Persampahan: (a) tersusunnya 18 NSPK peraturan pengembangan PPLP; (b) tersusunnya 100 laporan pembinaan pelaksanaan PPLP; (c) tersusunnya 86 laporan pengawasan pelaksanaan PPLP; (d) terlayaninya 11 kab/kota oleh infrastruktur air limbah dengan sistem off-site; (e) terlayaninya 40 kab/kota oleh infrastruktur air limbah dengan sistem on-site; (f) pembangunan drainase perkotaan di 34 kab/kota; (g) meningkatnya TPA di 70 kab/kota; (h) tersedianya 22 unit prasarana pengumpulan sampah dan prasarana persampahan terpadu 3R di 143 lokasi; (4) Bidang Penyediaan Air Minum: (a) tersusunnya 5 NSPK air minum; (b) tersusunnya 152 laporan pembinaan pelaksanaan SPAM; (c) tersusunnya 173 laporan pengawasan pelaksanaan pengembangan SPAM dan 25 laporan pembinaan dukungan penyelenggaraan SPAM; (d) tersusunnya 9 laporan pemantauan dan evaluasi penerapan NSPK; (e) pembinaan kepada 90 PDAM; (f) tersusunnya 3 laporan pra studi kelayakan KPS PDAM; (g) terfasilitasinya 17PDAM untuk mendapatkan pinjaman bank; (h) terfasilitasinya 2 lokasi alternatif pembiayaan; (i) terfasilitasinya prasarana dan sarana air minum di 249 kawasan MBR Perkotaan, 124 IKK, 894 desa, 3 kawasan regional dan 140 kawasan khusus termasuk memberikan dukungan prasarana dan sarana air minum untuk program pro-rakyat, yaitu terhadap 250 lokasi bagi masyarakat nelayan rawan air dan desa tertinggal, termasuk 15 lokasi untuk kawasan pelabuhan perikanan. Energi dan Ketenagalistrikan. Tindak lanjut yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan pembangunan infrastruktur energi dan untuk mencapai sasaran yang diinginkan antara lain : (1) peningkatan infrastruktur jaringan transmisi dan distribusi gas bumi khususnya untuk memperluas jaringan gas kota di berbagai daerah; (2) pengembangan SPBG guna upaya peningkatan pemanfaatan gas untuk sektor transportasi dan pengurangan subsidi BBM; (3) pengaturan konsumsi BBM secara lebih efisien, mengingat keterbatasan kemampuan penyediaan pasokan dan subsidinya. Untuk itu diperlukan produk hukum yang mengatur penggunaan BBM 7 - 25

secara efisien; (4) insentif investasi dalam pembangunan kilang minyak bumi dan infrastruktur penyediaan BBM lainnya; (5) pengembangan perangkat insentif perpajakan untuk pengembangan sumber energi baru dan terbarukan (EBT); (6) perangkat peraturan perbankan nasional yang memberi kemudahan bagi pendanaan infrastruktur energi; (7) penataan hubungan kelembagaan agar lebih harmonis sehingga memberikan kepastian hukum dan aturan main guna menarik investasi; (8) sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah; serta (9) penyelesaian regulasi terkait RPP Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan, dan RPP Penyediaan dan Pemanfaatan Energi. Sedangkan tindak lanjut pembangunan ketenagalistrikan antara lain : (1) melanjutkan program percepatan pembangunan PLTU 10.000 MW termasuk jaringan transmisinya serta antisipasi persiapan penyediaan batubaranya; (2) mempercepat pembangunan berbagai pembangkit listrik yang baru terutama yang menggunakan energi terbarukan khusunya panas bumi; (3) melanjutkan pengembangan jaringan transmisi serta mengembangkan dan memperluas jaringan distribusi; (4) penyempurnaan struktur, organisasi, dan budaya korporat pengelola sistem ketenagalistrikan nasional yang semakin efektif dan efisien; (5) meningkatkan peran swasta dengan meningkatkan iklim investasi serta pengembangan model transaksi bagi Independent Power Producers (IPP); (6) mengidentifikasi program percepatan pembangunan pembangkit listrik tahap selanjutnya untuk menjaga kesinambungan penyediaan listrik yang diprioritaskan pada pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan.; (7) melaksanakan upaya penghematan pemakaian listrik di sisi pengguna (demand side management) melalui penurunan losses, penerapan tarif non subsidi untuk pelanggan tertentu; serta (8) melaksanakan program diversifikasi energi primer di pembangkitan tenaga listrik di supply side melalui optimalisasi penggunaan gas bumi, pengembangan dan pemanfaatan coal bed methane/CBM, penggantian HSD menjadi MFO, peningkatan penggunaan batubara, dan pemanfaatan bio-fuel.

7 - 26

Komunikasi dan Informatika. Pembangunan komunikasi dan informatika hingga tahun 2014 akan difokuskan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014 serta Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 yaitu antara lain kepada (1) menyelesaikan penyediaan jasa akses dan memastikan keberlanjutan penyediaan layanan telekomunikasi di 33.184 desa dan internet di 5.748 desa ibukota kecamatan target wilayah USO; (2) pembangunan infrastruktur broadband hingga mencapai tingkat penetrasi terhadap populasi sebesar 30%; (3) pembangunan Palapa Ring yang menghubungkan seluruh pulau besar Indonesia dan menjangkau 88% ibukota kabupaten/kota; (4) melanjutkan migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital hingga tingkat penetrasi siaran TV digital terhadap populasi mencapai 35%; (5) melanjutkan pengembangan egovernment hingga mencapai indeks sebesar 3,4 (kategori baik); (6) melakukan reformasi di sektor penyiaran termasuk merestukturisasi kelembagaan TVRI dan RRI untuk memperkuat fungsinya sebagai lembaga penyiaran publik yang diharapkan akan mempunyai jangkauan siaran terhadap populasi sebesar 88% pada akhir tahun 2014. Penanganan Luapan Lumpur Sidoarjo. Pulihnya sendi kehidupan yang dinamis dari dampak fenomena gunung lumpur di Sidoarjo 2014 merupakan visi Badan Pelaksana BPLS lima tahun ke depan dalam melakukan upaya penanganan semburan lumpur panas di Sidoarjo. Visi tersebut akan terus diterjemahkan ke dalam program dan kegiatan penanganan luapan lumpur Sidoarjo secara berkelanjutan setiap tahun sampai dengan tahun 2014. Hal ini mengandung maksud meskipun semburan lumpur masih tetap berlangsung tetapi diharapkan sendi kehidupan Porong Sidoarjo yang dinamis sebagai urat nadi perekonomian Jawa Timur harus sudah dapat pulih kembali lebih dini. Fenomena semburan lumpur panas di Sidoarjo yang oleh para ahli geologi dinyatakan sebagai mud volcano, diperhitungkan mempunyai potensi aktif setidaknya selama 23-35 tahun. Mengingat kemungkinan semburan akan berlangsung lebih dari 20 tahun, serta 7 - 27

munculnya dampak yang nyata dan begitu luas mempengaruhi berbagai sendi kehidupan masyarakat terdampak dan masyarakat dan sekitarnya, maka diperlukan solusi permanen agar lumpur dapat dikendalikan. Solusi tersebut dibutuhkan sehingga masyarakat merasa aman untuk menjalankan aktivitasnya tanpa harus memikirkan adanya gangguan/bahaya dari luapan lumpur dan semua prasarana publik terdampak dapat berfungsi kembali. Berdasarkan prediksi tersebut maka penanganan yang dilakukan dalam rangka penanggulangan luapan lumpur Sidoarjo adalah membatasi wilayah genangan dengan membangun tanggul penahan lumpur dan mengalirkannya ke laut melalui Kali Porong dengan system mekanisasi untuk menjaga agar lumpur tidak melimpas keluar kolam. Sebagai upaya tindak lanjut penanganan luapan lumpur Sidoarjo, maka pada tahun 2012 direncanakan upaya penanganan yang antara lain sebagai berikut: (1) penanganan masalah sosial yang diantaranya ditempuh melalui pemberian bantuan air bersih sebesar 5.000 liter; bantuan kontrak rumah kepada 6.866 KK; pembayaran jual beli tanah dan bangunan di 3 desa terdampak sebanyak 1.800 bidang, serta pendidikan dan pelatihan teknis/keterampilan bagi warga sebanyak 400 orang; (2) Pengaliran Lumpur melalui pengoperasian kapal keruk untuk mengalirkan 48 juta m3 lumpur serta pembuatan 3 km tanggul dan 7,8 km drainase; (3) relokasi infrastruktur yang ditempuh melalui: pembangunan relokasi pipa air baku PDAM Surabaya sepanjang 7,1 km; penanaman pohon pelindung di relokasi infrastruktur seluas 25 ha; dan melanjutkan pembangunan relokasi jalan arteri. Kerjasama Pemerintah Swasta. Langkah yang perlu dilakukan dalam pengembangan KPS antara lain: (1) meningkatkan kemampuan dan kapasitas kelembagaan PJPK sehingga memiliki pemahaman skema KPS dan proses pengadaannya sehingga penyiapan proyek bisa dilakukan dengan baik; (2) meningkatkan kemampuan keuangan dari PT. SMI dan anak perusahaannya PT. IIF serta PT. PII masing-masing sebagai instrumen pembiayaan dan penjaminan pembangunan infrastruktur melalui skema KPS agar 7 - 28

lebih mampu menyediakan sumber pembiayaan dan penjaminan proyek KPS; (3) memutakhirkan dan menyempurnakan mekanisme penyusunan daftar proyek pemerintah yang dapat dikerjasamakan dengan swasta untuk mensinergikan rencana kerja pemerintah dengan potensi partisipasi swasta serta menciptakan mekanisme penyiapan proyek yang lebih terintegrasi dengan siklus anggaran pemerintah, transparan dan akuntabel; (4) melakukan revisi kedua terhadap Perpres Nomor 67/2005 jo. Perpres Nomor 13/2010 terkait dengan penentuan batas akhir penyelesaian pengadaan lahan, penggunaan bahasa yang digunakan dalam kontrak, perubahan mekanisme penawaran tunggal, penyusunan daftar rencana proyek infrastruktur, penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh penanggung jawab proyek kerjasama serta penambahan penjelasan dan lampiran terkait proyek atas prakarsa badan usaha (unsolicited project) agar semakin banyak proyek KPS yang bisa ditransaksikan, memperoleh pemenuhan pembiayaan (financial close) serta dapat dioperasikan; (5) mengembangkan skema pendanaan yang bergulir (revolving fund) dalam penyiapan proyek KPS agar ketersediaan dana penyiapan proyek berkelanjutan dengan tidak memberatkan keuangan pemerintah; serta (6) menyempurnakan mekanisme pemberian viability gap funding (VGF) bagi pembangunan proyek infrastruktur melalui skema KPS.

7 - 29

Anda mungkin juga menyukai