Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SOSIOLOGI HUKUM Dosen Pengajar : Dra. Hj Fatimah, M.Hum

Di Susun Oleh: Kelompok I : 1. Tiara Ernita 2. Annisa Nurjanah 3. Erina Rusmita 4. Mutmainnah 5. Nur Fajrin 6. Rina Wati Nim : A1A209005 Nim : A1A209032 Nim : A1A209028 Nim : A1A209016 Nim : A1A209018 Nim : A1A209041

Program Studi pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 2010

BAB I 1.1 PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Yaitu timbulnya kebimbangan akan kebenaran dan keadilan (dalam arti kesebandingan) dari hukum yang berlaku. Lagi pula timbul pendapat-pendapat yang berisikan ketidakpuasaan terhadap hukum yang berlaku, oleh karena hukum tersebut tidak sesuai lagi dengan keadaan mastyarakat yang diaturnya. Ketidakpuasaan tersebut dapat dikembalikan pada beberapa faktor, antara lain ketegangan-ketegangan yang timbul antara kepercayaan (khususnya agama) dan hukum yang sedang berlaku. Hal ini disebabkan karena tidak jarang peraturan-peraturan kepercayaan atau agama yang dianut tidak sesuai dengan hukum yang berlaku,atau sebaliknya. Dengan demikian, maka timbul usaha-usaha untuk mengatasi kepincangan yang ada dengan jalan mencari pengertian-pengeratian tentang dasardasar hukum yang berlaku untuk disesuaikan dengan dasar-dasar agama. Timbul pula ketegangan antara hukum yang berlaku dengan filsafat, yang disebabkan karena perbedaan antara dasar-dasar hukum yang berlaku ,dengan pemikiran orang di bidang filsafat, kesangsian akan kebenaran serta keadilan (dalam arti kesebandinagan) dari hukum yang berlaku timbul pula, terlepas dari sistem suatu agama maupun filsafat. Kesangsian terutama ditujukan terhadap nilai peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Artinya adalah isi dari peraturan-peraturan yang berlaku tidak dianggap adil dan dianggap pula sebagai yang tak dapat digunakan sebagai ukuran untuk menilai perilaku orang, dalam hal ini terdapat suatu ketegangan antara peraturan-peraturan hukum yang berlaku di masyarakat dengan pendirian mengenai isi peraturan-peraturan tersebut. Lagi pula perlu di catat bahwa setiap pemikiran sistematis terhadap disiplin hukum senantiasa berhubungan dengan filsafat politik (Purnadi Purcaraka & Chidir Ali,1980:1). Dengan demikian maka filsafat hukum terutama bertujuan untuk menjelaskan niali-nilai dan dasar-dasar hukum sampai pada dasar-dasar filsafatnya, Hasil pemikiran para ahli filsafat hukum tersebut terhimpun dalam berbagai mazhab atau aliran.

1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain : 1. Memahami hasil pemikiran para ahli filsafat hukum dalam berbagai mazhab/aliran 2. Memahami hukum apa saja yang dibuat oleh umat manusia 3. Memahami hasil pemikiran para sosiolog antara lain a.Aristoteles b.Hobbes c.Spinoza d.Montesqueiu

BAB II 2.1 ISI/PEMBAHASAN

Beberapa Tokoh-Tokoh / Aliran Yang Mempengaruhi Terbentuknya Sosiologi Hukum

Menurut Aristoteles, Hobbes, Spinoza, Montesquieu Aristoteles di jaman purba (385-322 SM) dan Montesquieu di jaman modern (1689-1755) adalah yang hampir mendekati pada sosiologi hokum metodis. Aristoteles mengemukakan keseluruhan masalah-masalahyang semestinya harus di pecahkan ; Montesquiue,yang di pengaruhi oleh fisika socialdari Hobbes (1588-1677) telah menghilangkan prasangkaprasangka kesusilaan pada telaahan berdasarkan kepada pengamatan empiris secara sistematis. Dengan demikian,untuk memahami arti keadilan. Aristoteles terlebih dahulu

menggambarkan berbagai macam hukum positif, dalam hubungannya dengan Nomos (tata tertib sosial yang benar-benar efesien) Philia (sociality atau solidaritas social) dan kelompokkelompok tertentu (Kainoniai), sedang negara hanya merupakan mahkotanya, dan untuk menemukan bentuk sebaik-baiknya dari pemerintahan, Aristoteles memulai dengan menelaah semua tipe pemerintahan yang benar-benar ada dalam hubungannya dengan struktur berbagai tipe masyarakat (bahkan ia mengadakan penyelidikan perbandingan dari konstitusi-konstitusi di Yunani,yang di antaranya hanya fragmen mengenai konstitusi Athena yang sampai pada kita) Menurut Aristoteles semua hukum, baik yang diselenggarakan oleh kemauan manusia maupun diluar kemauan manusia (hingga boleh dikatkan kodrathanyalah semata-mata perumusan rasional dari tuntutan-tuntutan Nomos (Ethica Nic. 1129 dan seterusnya).

Hukum menurut Aristoteles adalah tuntutan-tuntutan hukum yang ditetapkan dalam rumus-rumus, adalah lebih abstrak, lebih statis dari Nomos yang konkret dan dinamis, dan dalam hal ini hukum cenderung ketinggalan dan selalu harus menyesuaikan dirinya kepanya, suatu fakta yang secara jelas-jelas mensugesti masalah kenyataan social hokum. Tipe-tipe itu sendiri dapat di selenggarakan sebagai fungsi-fungsi dri berbagai philia dan koinonia, karena kenyataan hukum yang hidup dapat menegaskan dirinya sendiri dalam milieu social; sosial milieu ini tersusun dari bentuk-bentuk ikatan social dan dri kelompok-kelompok khusus. Antara Aristoteles dan Montesquieu terdapat perkembangan di jaman modern ini dari ilmu-imu eksperimental, mekanisme Descartes, dan usaha untuk membentuk suatu fisika social hukum, yang khususnya dihubungkan denga nama-nama Hobbes dan Spinoza. Kita hanya secara singkat dapat membicarakan ahli-ahli pikir ini, karena mereka tidak ada sangkut-pautnya dengan sosiologi hukum, melainkan dengan suatu filsafat hukum masyarakat alami, yang berdasarkan penggunaan ilmu pesawat terhadap fenomena sosial. Hobbes dan Spinoza memecah-belah dan membongkar masyarakat, yang dipersamakan dengan Negara, sampai kepada unsur-unsur yang paling sederhana yang menurut mereka adalah individu-individu yang terpencil yang ditempatkan ke dalam suatu Negara alam yang hipnotis. Gerak-gerak mekanis atom-atom disamakan conatos sui tuendi et conservandi dari individu-individu,yang ada bersama dengan hukum alamnya yang tidak dibedakan dari tenaga yang mereka miliki.Tetapi clach yang dengan demikian terjadi yakni clachnya individu-individu atom dan tenaga-tenaga mekanis bertentangan dengan kecendrungan mereka untuk mempertahankan diri dari akal mereka: yakni bermufakat untuk menggabungkan tenaga-tenaga individualnya menjadi suatu kekuatan yang berkuasa,yakni kekuasaan umum,Negara,dan sementara itu menciptakan suatu keseimbangan tenaga-tenaga dan menjamin ketertiban dan perdamaian ,yang identik dengan hukum positif. Dalam bukunya Esprit de Lois(1748) yang termsyhur, Montesquieu mencoba mempersatukan warisan yang maha besar dari Aristoteles (ia hanya mengambil bagian yang mengenai kelompok politik) dengan metode fisika sosial khususnya dalam bentuk yang diberikan oleh Spinoza. Nama karyanya itu dua maknanya, yang berarti bahwa ia bermaksud:

(a) mencari ke bawah kulit peraturan-peraturan formal hukum untuk mendapatkan inspirasi serta hubungannya dengan bentuk pemerintahan, dan selanjutnya dengan substuktur sosial yang dapat berubah-ubah dari kelompok yang mendasarinya ; (b) untuk menyelenggarakan hukum-hukum sebagai hal-hal yang selalu ada dengan sewajarnya (hubungan-hubungan yang perlu yang berasal dari sifat-sifat hal-hal yang sewajarnya) yang akan menerangkan terjadinya berbagai tipe-tipe poitik juridis karena sifat ketergantungan pada fenomena sosial lainnya (khususnya dengan ekologi sosial yang menyelidiki dan menelaah volume suatu masyarakat, bentuk dan bangun tanahnya, sifat-sifat khas geografisnya, dan lain-lainnya, dalam hubungannya dengan padat penduduk. Tiga bentuk pokok pemerintahan (Republic, Monarki, Despotism); akhirnya pertikaianpertikaian antara bentuk dan asas pemerintahan, Montesquieu membatasi lapangan penyelidikan dengan cara yang betul-betul tidak dapat diterima. Tetapi karena petunjukpetunjuk tidak menyebabkan adanya perbedaan antara makna-makna moral, maka

Montesquieu, dalam usahanya membatasi objek sosiologi hukum terpaksa menyandarkan diri pada ukuran lainnya: dalam karyanya itu, hukum muncul karena: diselenggarakan oleh pembuat undang-undang, yang ditetapkan terlebih dahulu dari atas dalam rumusan-rumusan yang kaku pendeknya, dan diperintahkan oleh Negara. Dalam hal ini ia jauh lebih kurang dari Aristoteles : ketidaktahuan tentang masalahmasalah mikro sosiologi, pemutusan perhatiannya kepada sosiologi hukum genetis yang semata-mata dipakainya di lapangan politik , dan selain itu, semata-mata kepada strukturstruktur Negara terorganisasi, jelek sekali akibatnya bagi hasil-hasil penyelidikannya. Montesquieu, ia tidak menghindarkan dirinya dari pengejaran suatu tujuan yang praktis, yakni pembenaran liberalisme, individualistis, Maka kita akan menyadari bahwa meskipun kemajuan methodologis yang dicapainya, namun dengan tertibnya esprit des lois itu sama sekali tidak berarti bahwa telah tersusun pula suatu sosiologi hukum.

A. HASIL PEMIKIRAN PARA AHLI FILSAFAT HUKUM DAN ILMU HUKUM Hasil pemikiran para ahli filsafat hukum tersebut terhimpun dalam berbagai mazhab atau aliran, antara lain sebagai berikut: 1. Mazhab Formalistis Beberapa ahli filsafat hukum menekankan, betapa pentingnya hubungan antara hukum dengan prinsip-prinsip moral (yaitu etika dalam arti sempit) yang berlaku umum. Salah seorang tokoh terkemuka dari mazhab iini adalah ahli filsafat hukum dari inggris john Austin (1790-1859). Austin terkenal dengan pahamnya yang menyatakan, Bahwa hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan. Menurut Austin, hukum adalah perintah yang di bebankan untuk mengatur makhluk berpikir yang memegan dan mempunyai kekuasaan. Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup, dan oleh karena itu ajarannya dinamakan abalytical jurisfrudence. Jadi hukum secara tegas dipisahkan dari keadilan (dalam arti kesebandingan) dan hukum tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik atau buruk, melainkan di dasarkan pada kekuasaan dari penguasa. Menurut austiin, hukum-hukum di bagi dalam dua bagian, yaitu hukum yang di buat oleh Tuhan dan hukum yang disusun oleh umat Manusia. Hukum yang dibuat manusia dapat di bedakan dalam: a. Hukum Yang Sebenarnya b. Hukum Yang Tidak Sebenarnya Hukum yang sebenarnya terdiri atas hukum yang dibuat oleh penguasa bagi pengikut-

pengikutnya dan hukum yang disusun oleh individu-individu guna melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Austin beranggapan bahwa hukum yang sebenarnya mengandung 4 unsur, yaitu: Perintah, Sanksi, Kewajiban dan Kedaulatan. Hukum merupakan hasil dari perintah-perintah yang artinya adalah bahwa ada satu pihak yang menghendaki bahwa pihak lain melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.

Kelemahan-kelemahan ajaran analitikal jurisprudence tersebut diatas adalah antara lain bahwa suatu sistem hukum tidak mungkin untuk sepenuhnya bersifat tertutup. Sistem yang tertutup secara mutlak akan menyulitkan dan menghalang-halangi penyesuaian kaidah-kaidah hukum terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru. Seorang tokoh dari mazhab formalitas adalah Hans Kelsen yang terkenal dengan teori murni tentang hukum (pure secery of law) Hans Kelsen (1934:474-535), kelsen mengganggap suatu sistem hukum sebagai suatu sistem pertanggapan dari kaidah-kaidah dimana suatu kaidah hukum yang lebih tinggi derajatnya. Jadi, menurut kelsen setiap sistem hukum merupakan stufenbau dari pada kaidah-kaidah. Kelemahan utama dari teori kelsen tersebut terletak pada kaidah-kaidah dasar apakah yang menjadi dasar sah nya kaidah dasar tersebut. Kelsen menganggap persoalan tadi tidak penting karena pertanyaan tadi bersifat meta yuridis. Secara priori dia menganggap bahwa kaidah dasar adalah sah.

2.

Mazhab Sejarah dan kebudayaan

Mazhab sejarah dan kebudayaan, mempunyai pendirian yang sangat berlawanan dengan mazhab formalitas. Mazhab ini justru menjelaskan bahwa hukum hanya dapat di mengerti dengan cara menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan dimana hukum tersebut timbul. Seorang tokoh terkemuka dari mazhab ini adalah Friendrich Karl Von Savigny (1779-1861) yang dianggap sebagai permukaan ilmu sejarah hokum. Von Savigny berpendapat, bahwa hukum merupakan perwujudan dan kesadaran hukum masyarakat (volksgeist). Dia berpendapat, bahwa semua hukum berasal adri adat istiadat dan kepercayaan, bukan berasal dari pembentuk undang-undang Von Savigny, seorang jerman, waktu itu menentang kodifikasi hukum jerman. Keputusankeputusan badan legislative dapat membahayakan masyarakat karena tidak selalu sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat.

Von Savigny selannjutnya mengemukakan, betapa pentingnya untuk meneliti hubungan antara hokum dengan struktur masyarakat beserta system nilai-nilainya. Kelemahan pokok dari teori von savigny terletak pada konsepnya mengenai kesadaran hukum yang sangat abstrak.

Seorang tokoh lain dari mazhab ini adalah Sir Henry Maine (1822-1888) yang terkenal sebagai penulis buku ancient law. Teori yang terkenal adalah perihal perkembangan hukum dari status ke kontrak yang sejalan dengan perkembangan masyarakat yang sederhana ke masyarakat yang modern and kompleks. Menurut maine, hubungan-hubungan hokum yang didasarkan pada status warga masyarakat yang masih sederhana, berangsur-angsur akan hilang apabila masyarakat tadi berkembang menjadi masyarakat modern dan kompleks. Pembedaan antara masyarakat sederhana dengan yang modern dan kompleks adalah sejalan dengan pembedaan yang di lakukan oleh para sosiologi atas masyarakat sederhana yang secara relative bersifat statis dan homogeny, dengan masyarakat yang kompleks, dinamis dan heterogen.

Kiranya telah jelas, betapa pentingnya hasil hasil pemikiran tokoh-tokoh mazhab sejarah dan kebudayaan tersebut, bagi perkembangan sosiologi hukum. Hal ini pun di akui oleh tokohtokoh teori sosiologi seperti Emile Durkheim dan Max Weber yang menyadari betapa pentingnya aspek-aspek kebudayaan sejarah untuk memahami gejala hokum dan masyarakat.

3.

Aliran Utilitarianism

Jeremy Bentham (1748-1832) dapat di anggap sebagai salah seorang tokoh yang terkemuka dari aliran ini. Bentham adalah seorang ahli filsafat hukum yang sangat menekankan pada apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem hukum. Dalam teori tentang hukum, Bentham mempergunakan salah satu prinsip dari aliran utilitarianism, bahwa manusia bertindah untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan.

Tokoh lain dari aliran ini adalah Rudolph Von Lhering (1818-1892) yang ajarannya biasanya disebut sebagai social utilitarianism. Von lhering menganggap bahwa hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya.Dia menganggap hukum sebagai sarana untuk mengendalikan individu, agar tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakat dimana mereka menjadi wargannya.Bagi lhering, hukum juga merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk melakukan perubahan perubahan sosial. Ajaran ajaran lhering banyak memperngaruhi jalan pikiran para sarjana sosiologi hukum Amerika, antara lain Roscoe Pound.

4.

Aliran Sociological Jurisprudence

Seorang ahli hukum dari Austria yaitu Eugen Ehrlich dianggap sebagai pelopor dari aliran sociological jurisprudence berdasarkan hasil karyanya yang berjudul fundamental principles of the sociologi of law.

Ajaran-ajaran aliran sociological jurisprudence berkembang dan menjadi popular di Amerika Serikat terutama atas jasa Roscoe (1870-1964). Roscoe pound berpendapat bahwa hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfunsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial dan tugas dari ilmu hukum untuk mengembangkan suatu kerangka yang mana kebutuhan-kebutuhan social dapat terpenuhi secara maksimal. Selanjutnya, Pound menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action) yang dibedakannya dengan hokum tertulis (law in the book). Perbedaan ini dapat dibedakan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantife maupun hukum ajektif.

Aliran sociological juris frudence telah meninggalkan pengaruh yang mendalam, terutama pada pemikiran hukum Amerika Serikat. Walaupun aliran tersebut belum sepenuhnya dapat dinamakan sosiologi hukum, karena usahanya untuk menetapkan kerangka normatife bagi ketertiban hukum belum tercapai, akan tetapi aliran tersebut memperkenalkan teori-teori dan metode sosiologi pada ilmu hukum.

5.

Aliran Realisme Hukum

Aliran realism hokum diprakarsai oleh Karl Llewellyn (1893-1962), Jerome frank (1889-1957), dan Justice Oliver Wendelll Holmes(1841-1935) ketiga-tiganya orang Amerika. Ahli-ahli pemikir dari aliran ini menaruh perhatian yang sangat besar terhadap keadilan, walaupun mereka berpendapat bahwa secara ilmiah tidak dapat ditentukan apa yang dinamakan hukum yang adil.

B. HASIL-HASIL PEMIKIRAN PARA SOSIOLOG

1.

Emile Durkheim (1858-1917)

Emile Durkheim dari perancis adalah seorang tokoh penting yang mengembangkan sosiologi dengan ajaran-ajaran yang klasik. Didalam masyarakat dapat ditemukan dua macam kaidah hukum, yaitu Represif dan Restitutif.

Didalam masyarakat dapat dijumpai kaidah-kaidah hukum yang sangksinya mendatangkan penderitaan bagi mereka yang melanggar kaidah-kaidah hukum yang bersangkutan. Sanksi kaidah hukum tersebut menyangkut hari depan dan kehormatan seorang warga masyarakat atau bahkan merampas kemerdekaan dan kenikmatan hidupnya. Kaidah-kaidah hukum tersebut merupakan kaidah-kaidah hukum yang refresif yang merupakan hukum pidana. Dijumpai pula kaidah-kaidah hukum yang bersifat sanksi berbeda dengan kaidah-kaidah hukum yang refresif. Tujuan utama dari sanksi-sanksi kaidah hukum jenis yang kedua ini tidak perlu semata-mata mendatangkan penderitaan bagi mereka yang melanggarnya. Tujuan utama kaidah-kaidah hukum ini adalah untuk mengembalikan kaidah pada situasi semula, sebelum terjadi kegoncangan sebagi akibat dilanggarnya suatu kaidah hukum, kaidah tersebut adalah kaidah yang restitutif. Kaidah tersebut antara lain mencakup hukum perdata, hukum dagang, hukum acara, hukum administrasi, dan hukum tata Negara setelah dikurangi dengan unsur-unsur pidananya.

Menurut Durkheim dapat di bedakan dua macam solidaritas positif yang dapat di tandai oleh ciriciri berikut: a. Pada solidaritas pertama, seorang warga masyarakat secara langsung terikat kepada masyarakat. Didalam hal solidaritas yang kedua, seorang warga masyarakat tergantung kepada masyarakat, karena dia tergantung pada bagian-bagian masyarakat yang bersangkutan. b. Dalam hal solidaritas kedua tersebut, masyarakat tidak dilihat dari aspek yang sama. Dalam hal pertama, masyarakat merupakan kesatuan kolektif dimana terdapat kepercayaan dan perasaan yang sama. Sebaliknya, pada hal kedua masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari bermacam-macam fungsi yang merupakan hubungan-hubungan yang tetap, sebetulnya keduanya merupakan suatu gabungan, akan tetapi dilihat dari sudut-sudut yang berbeda. c. Dari kedua perbedaan tersebut timbullah perbedaan yang lain dapat menentukan karakteristik dan nama dua macam solidaritas di atas.

2. Max Weber (1864-1920)

Ajaran-ajaran Max Weber (seorang jerman yang mempunyai latar belakang pendidikan dibidang hukum) yang memberi saham dalam perkembangan ilmu sosiologi sangat banyak dan bersifat klasik khususnya tentang sosiologi hukum, dibahasnya dengan luas terutama dalam bab7 dari buku wirtschaft and gesellschaft yang merupakan pembukuan kembali dari karangan tentang ekonomi dan masyarakat.

Praktikus hukum maupun yang dinamakannya para honoratioren. Para honoratioren adalah orangorang yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Oleh karena kedudukan ekonominya, orang-orang yang bersangkutan secara langsung berhasil menduduki posisi kepemimpinan tanpa ganti rugi atau hanya dengan ganti rugi secara nominal. 2. Mereka menempati kedudukan social terpandang yang sedemikian rupa sehingga hal tersebut akhirnya menjadi suatu tradisi (M. Rheinstein 1967:52) Maka suatu alat pemaksa menentukan bagi adanya hukum. Alat pemaksa tersebut tidak perlu berbentuk badan peradilan sebagaimana yang dikenal di dalam masyarakat yang modern dan komplek. Alat tersebut dapt berwujud suatu keluarga. Konvensi sebagai mana dijelaskan diatas, juga meliputi kewajiban-kewajiban akan tetapi tanpa suatu alat pemaksa. Konvensi-konvensi tersebut harus dibedakan dari Usage ( Kebiasaan) merupakan kemungkinan-kemungkinan adanya unifornitas di dalam orientasi suatu aksi sosial, sedangkan Custom ( Adap Istiadat), terjadi apabila suatu perbuatan telah menjadi kebiasaan. Usage merupakan suatu bentuk perbuatan, sedangkan Custom adalah perbuatan yang diulang-ulang didalam bentuk yang sama. Baik usage maupun custom tidak bersifat memaksa dan orang tidak wajib untuk mengikutinya. Menurut Julien Freund, bentuk-bentuk yang di kemukakan oleh Max Weber tersebut merupakan bentuk-bentuk ideal (J.Freund 1969:248) Selanjutnya didalam teori Max Weber tentang hukum dikemukakan empat type ideal dari hukum, yaitu masing-masing sebagai berikut : 1. Hukum irrasional dan materiil yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusannya semata-mata pada nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidah pun. 2. Hukum irrasional dan formil yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah diluar akal, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan.

3.

Hukum rasional dan materiil yaitu dimana keputusan-keputusan para pembentuk uundangundang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan penguasa atau ideology.

4.

Hukum rasional dan formil yaitu dimana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum. Dengan demikian, hukum formal cenderung untuk menyusun sistematika kaidah-kaidah hukum,

sedangkan hukum material lebih bersifat empiris. Namun demikian, kedua macam hukum tersebut dapat di rasionalisasikan yaitu pada hukum formal di dasarkan pada logika murni, sedangkan hukum material pada kegunaannya.Walaupun demikian, mungkin masih dapat di temukan unsur yang irasional, seperti adanya lembaga sumpah. Juga lembaga juri di Negara-negara anglo saxon yang merupakan unsur irasional dalam hukum.

BAB III 3.1 PENUTUP 3.2 Kesimpulan


Emile Durkheim dari perancis adalah seorang tokoh penting yang mengembangkan sosiologi dengan ajaran-ajaran yang klasik. Didalam masyarakat dapat ditemukan dua macam kaidah hukum, yaitu Represif dan Restitutif. Tujuan utama kaidah-kaidah hukum ini adalah untuk mengembalikan kaidah pada situasi semula, sebelum terjadi kegoncangan sebagi akibat dilanggarnya suatu kaidah hukum, kaidah tersebut adalah kaidah yang restitutif. Kaidah tersebut antara lain mencakup hukum perdata, hukum dagang, hukum acara, hukum administrasi, dan hukum tata Negara setelah dikurangi dengan unsur-unsur pidananya.

Sosiologi hukum timbul dalam pemikiran-pemikiran sejarah dan, etnografi yang berkenaan dengan hukum, dan juga dalam penyelidikan-penyelidikan di lapangan hukum yaitu mencari maksud-maksud lainnya seperti menciptakan suasana idaman sosial atau berupa filsafat teknis mengenai sumber-sumber, hukum adalah tuntunan-tuntunan hukum yang ditetapkan dalam rumus-rumus adalah lebih abstrak lebih statis dan dinamis. Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari fenomena hukum dengan mencoba keluar dari batas-batas peraturan hukum dan mengamati hukum sebagaimana dijalankan oleh orang-orang dalam bermasyarakat dan sosiologi hukum itu berkembang berdasarkan suatu proses hukum yang berlangsung dalam suatu sistem sosial yang dinamakan masyarakat, dan hukum muncul karena di selenggarakan oleh pembuat undang-undang. 3.3 Saran Dengan mempelajari Sosiologi Hukum Diharapkan agar kita dapat memahami secara mendalam, menelaah Beberapa Tokoh-Tokoh Yang Mempengaruhi Terbentuknya Sosiologi Hukum dalam konteks yang benar. Sehingga kita bisa memahaminya dengan mudah.

Daftar Pustaka
Soekanto, Prof, Dr. Soerjono, S.H, M.A. 1980. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Berry David. 2003. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada www.google.co.id

Anda mungkin juga menyukai