Anda di halaman 1dari 23

10 BABII TINJAUNPUSTAKA Seperti disebutkan di awal Bab Pendahuluan, manusia adalah tokoh kunci dalam kehidupan.

an. Ia bertanggung jawab akan baikburuknya kehidupan di dunia ini, dan hal itu merupakan perwujudan pengabdiannya kepada Tuhan. Maka dalam tinjauan pustaka ini berturutturut disajikan, konsepsi ManusiadanKehidupan,Pendidikan,danPesantren(sebagaiobjekstudi). 1. ManusiadanKehidupan Pertanyaan (Si) Apakah manusia itu, telah menjadi tema sentral dan zaman ke zaman, dan tidak pernah dapat dijawab secara final. Kalau memang pertanyaan ini tidak pernah dapat dijawab secara tuntas, mengapa manusia tidak berhenti bertanya dan kemudian menyerahkan did kepada nasib saja? Inilah suatu pertanda bahwa manusia itu penuh rahasia dan sesungguhnya mampu menciptakan dunia kehidupannya sendiri. Ada suatu pengibaratan terkenal yang mengatakan bahwa keledai tidak mau tersandung dua kali pada batu yang sama, tetapi manusia sering man tersandung berulang kali pada batu yang sama tersebut. 1 Apakah dengan demikian hal mi berarti manusia lebih bodoh daripada keledai? Tidak, justru sebaliknya, hal tersebut menunjukkan bahwa manusia lebih pandaidaripadakeledai. Hewan hidup sebatas pada insting atau naluri menyesuaikan din dengan lingkungan fisik yang mengitarinya, ia tidak mampu mengubah atau mengolah lingkungannya, tetapi Ia mampu dengan sempurna menyesuaikan diri dengan lingkungan alamnya. Karena inilah maka Jacques Maritain mengatakan bahwa binatang adalah makhluk spesialis yang paling sempurna. 2 Daun kehidupan binatang mantap, masa hidupnya kronologis dan hanya berorientasi kekinian. Ia tidak mampu mengingat masa lalunya dan membayangkan masa depannya, karena itu ia disebut bukan makhluk sejarah. Bagi hewan sejarah tidak berperan sama sekali, meskipun ia mampu meninggalkan pengalaman negatif dan mengulang pengalaman positif, akan tetapi kemampuannya itu tidak berperan untuk menjadikannya memiliki wawasan kesejarahan, karena hewan tidak mampu belajar danpengalaman. Sebaliknya, manusia hidup tidak sebatas insting atau nalurinya saja. Dengan akal, perasaan, kemauan,dankemampuankemampuannyayanglainiamampumengubahdanmengolahlingkungan yang mengitarinya dan menciptakan kehidupan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai cita citanya.Jikaamauberulangkalitersandungpadabatuyangsama,halitudisebabkan ia ingin mengetahui dan meneliti mengapa ia sampai tersandung, dan kemudian memperbaiki dan mengembangkan kehidupannya. Dalam konteks inilah dikatakan bahwa orientasi manusia menjangkau tiga dimensi waktu: lampau, kini, dan mendatang, sehingga ia memiliki predikat sebagai makhluk sejarah. Salah satu sifat kodrati manusia adalah selalu ingin menciptakan dunia kehidupannya sendiri dan mengatasi dunia realitasnya. Sebagaimana dikatakan oleh A. Vloemans, salahsatusifatkodratimanusiaadalahselaluberusahamelampauidinsendirisecaraterusmenerus. 3 Dengan kata lain, manusia di samping sebagai makhluk sejarah, ia juga dikuasai oleh sejarah. Oleh
Fuad Hassan, Respondeo ErgosumPersepsi Filsafat tentang Manusia, dalam Islam dan Pendidikan Nasional,LembagaPenelitianIAINJakarta,1983,hlm.3034. 2 Jacques Maritain, Education at the Crossroads, New Haven and London Yale University Press, 25 the printing,1975hlm.19. 3 FuadHassan,Loc.Cit.
1

11 karena itu, ia tidak hanya berada dalam dunianya tetapi ia hidup bersama dan berdialog dengan kehidupan. 4 Menurut Imam alGhazali, salah satu sifat kodrati manusia ialah: tidak pernah berhenti bertanya dalam mencari kebenaran. 5 Manusia selalu ingin mengetahui rahasia alam. Makin jauh rahasia alam yang dapat diselidiki, makin banyak daerah misteri yang tidak diketahui, dan makin tinggi kekagumannya kepada Penciptanya, sebagaimana dikatakan oleh Joachim Wach dalam bukunya Sociology of Religion: Mysterium, tremendum et fascinosum. 6 Sadar akan kodratnya yang tidak mau berhenti mencari kebenaran, sedang selalu ada tabir rahasia yang tidak terungkap, maka manusiadalammengembangkankehidupannyaselaluberadadalamdanmodalitas:kebebasanuntuk mandiri dan ketergantungan dengan alam dan masyarakatnya; maka terjadilah pertentangan yang terusmenerusantaraindividudanmasyarakat. Tetapi bagaimanapun individu path akhirnya barns dapat menemukan identitas kepribadiannya sendiri, yang berbeda dengan orang lain. Ia harus menyadari dan mengetahui akan tugas dan tanggungjawabnyadalamkehidupan,danmaksudTuhanmenciptakanmakhlukatausemuayangada ini. DalamkonsepIslam,manusiaterdiriatas3unsur:tubuh,hayat,danjiwa. 7 Tubuhbersifatmateri, tidak kekal dan dapat hancur. Hayat artinya hidup, dan jika tubuh mad, kehidupan berakhir. Tetapi tidak demikian halnya dengan jiwa. Jiwa adalah kekal. Pada binatang dan tumbuhtumbuhan menurut para filsuf Islam juga ada jiwa, tetapi eksistensi jiwa di sini terikat dengan tubuh yang bersifat materi. Oleh karena itu, jika makhluk yang bersangkutan mati, jiwa pun ikut serta hancur. 8 Sebaliknya eksistensi jiwa pada manusia tidak terikat path materi, karena itu ia tidak ikut mati bersamasama dengan tubuh. Dalam Islam, istilah mad, berbeda dengan konsep mati dan paham materialisme atau paham kebendaan lain. Dalam paham tersebut mati berarti hilangnya eksistensi manusia secara total, sedang dalam Islam mati berarti tubuh manusia akan hancur, tetapi jiwanya akantetapmempunyaiwujudyangabadi. Dalam Islam, orang dapat dikatakan mati, meskipun tubuhnya masih hidup, masih bergerak dan berhubungan dengan orang lain sebagaimana layaknya orang yang masih hidup, manakala dalam hidupnya itu ia tidak mau beribadah atau sujud kepada Tuhan, menolak semua perintahNya, dan melanggar semua laranganNya. Sebaliknya, orang tetap dikatakan hidup sekalipun tubuhnya mati, manakala sewaktu hidupnya ia selalu taat menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi semua laranganNya, misalnya para Syuhada, yaitu mereka yang berjuang di jalan Allah sewaktu hidup di dunia,dansebagainya. 9 Inilah sebabnya, maka pendidikan Islam berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi, tetapi dalam praktiknya banyak lembagalembaga pendidikan Islam yang cenderung lebih mementingkan pendidikan yang berorientasi keakhiratan daripada keduniawian, karena kehidupan ukhrawi dipandangsebagaikehidupanyangsesungguhnyadanterakhir,sedangkehidupanduniawidipandang sebagaisementaradanbukanterakhir.
PauloFreire,CulturalActionForFreedom,PenguinEducation,USA,1971,hlm.7677. Lihat buku mengenai Imm alGhazali, antara lain: Minhajul Abidin (Darul Ulum Press Jakarta,1986), Bimbingan Muminin dalam mencari ridha rabbil alamin. Pustaka Nasional, Singapura, 1976, dan O Anak (Tinta Mas,Jakarta,1983). 6 JoachimWach,SociologyofReligion,TheUniversityofChicagoPress,USA,1971,hlm.14. 7 Harun Nasution, Manusia Menurut Konsep Islam, dalam Islam dan Pendidikan Nasional, Lembaga PenelitianIAINJakarta,1983,hlm.5979. 8 JiwayangdimaksudolehfilsufIslamdisiniadalahhayat. 9 Moh.QuraishShihab,KonsepalQurantentangHidupManusia,disampaikandalamsaresehanilmiah yangdiadakanolehYayasanPondokPesantrenAlKamal,Jakarta,1987.
5 4

12 BerbedadengankonseptabularansadariJohnLocke(16321704)yangmemandangjiwamanusia dilahirkansebagaimanakertasputih bersihyangkemudiansepenuhnyatergantungpadatulisanyang mengisinya ke mana jiwa itu akan dibentuk dan dikembangkan, atau dengan kata lain, kepribadian macam apa yang ingin dikembangkan oleh pendidik dan masyarkat. Dalam filsafat agama Islam, manusiaadalahzattheomorfisdalampersaingannya,artinyamerupakankombinasidariduahalyang saling berlawanan. Ia berorientasi untuk menjadi pribadi yang bergerak di antara dua titik ekstrem Allah Syaithan. 10 Tuhan menciptakan potensi atau dayadaya dalam diri manusia, perkembangan selanjutnya terserah pada manusia sendiri. Manusia mempunyai kehendak bebas, ia berpelunag untuk menjadi orang jahat bagaikan setan, dan ia juga berpeluang untuk menjadi orang saleh yang taat dekat kepada Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam al Quran, surah alAnam: 164, yang terjemahnya: ....Dan tidaklah seseorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri, dan seseorang yang berbuat dosa tidak akan memikul dosa orang lain, kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitahukanNya kepadamu apa yang kamu perselisihkan. Sebagai zat theomorfis, manusia mampu menyadari bahwa alam semesta adalah suatu kesatuan yang utuh, semua fenomena alam semesta bersifat kausal, utuh dan kontinum, di mana setiap sesuatu mempunyai posisi dan peran masingmasing secara otonom, tetapi ia menjadi bermakna hanya karena kaitannya dengan keseluruhan, inilah sebabnya maka agar dapat diperoleh kebenaran yangutuhkitatidakbolehmelihatsesuatusecarasepotongsepotong,terlepasdariikatannyadengan keseluruhan.BagiorangyangbenarbenarpasrahkepadTuhan,iamampumenerimasetiapperistiwa betapatragisdanmenyakitkansebagiasuatuhalyangtidakfinal,karenhalitumerupakanbagiandari keseluruhan, yang pada akhirnya kembali kepada Penciptanya, dan oleh karena itu diyakini akan berakhir pada tujuan yang baik, yang pada saat itu belum diketahui tetapi telah diyakini kebenarannya. 11 Itulah sebabnya mengapa salah satu prinsip dari sistem pendidikan Islam adalah menggunakan metode pendekatan yang menyeluruh terhadap manusia meliputi dimensi jasmani dan rohani, dan sesuai dengan fitrahnya meliputi semua aspek kemanusiaan dan kehidupan, baik yang dapat dijangkau oleh akal maupun yang hanya dapat diimani melalui kalbu. Semuanya dikembangkan secara menyeluruh dan seimbang; bukan hanya akalnya, tetapi juga kalbunya; bukan hanya lahiriahnya,tetapijugabatiniahnya. 12 2.SistemPendidikan 2.1.AliranaliranPendidikan Dalam literatur ilmu pendidikan umum terdapat tiga aliran pendidikan: Empirisme, Nativisme, dan Konvergensi. Dalam kesempatan ini ditambahkan uraian mengenai Pendidikan Islam, sebagai aliran keempat.
Ali Syariati, Tentang Sosiologi Islam, terjemahan Drs. Syaefullah Maryudin MA, Ananda, Yogyakarta, 1982,hlm.125. 11 IsmailR.Faruki,IslamisasiIlmuPengetahuan,TerjemahanAnasMahyuddin,PustakaBandung,1984,hlm. 5664. 12 Muhamad Qutub, Sistem Pendidikan Islam, Terjemahan Drs. Salman Harun, Al MaarifBandung, 1984, hlm.2728.
10

13 a.Empirisme Aliran ini dipelopori oleh John Locke ( 1632 1704), dan terkenal dengan teori tabularasa. Aliran ini berpendapat bahwa anak dilahirkan dalam keadaan putih bersih, bagaikan kertas kosong, dan selanjutnya terserah kepada orangtua, sekolah, dan masyarakat, ke arah mana kepribadian anak tersebutdibentukdandikembangkan.(Lihathalaman13) Berdasarkan aliran ini maka tugas pendidikan adalah menciptakan manusia baru atau membentuk generasi baru yang lebih baik daripada generasi lalu. Model pendidikan seperti ini banyak digunakan oleh beberapa negara di Eropa Timur, serperti: Rusia, Jerman, dan Italia pada sekitar periode 1930 an,untukmenyiapkangenerasitangguhgunamemenangkanpeperangan. 13 b.Nativisme Aliran ini dipelopori oleh Arthur Schopenhauer (17681860), dan terkenal dengan teori bakat. Aliran ini berpendapat bahwa anak dilahirkan lengkap dengan pembawaan bakatnya, yang cepat atau lambat akan menjadi kenyataan di kemudian hari. Pendidikan hanya akan berperan membantu anak didik untuk menjadi apa yang akan terjadi sesuai dengan potensi pembawaan yang dikandungnya. Jadi tugas pendidikan bukan untuk menghasilkan apa yang harus dihasilkan, tetapi untuk menghasilkan apa yang akan dihasilkan. 14 Aliran ini percaya bahwa anak pada dasarnya baik dan mampu belajar mengembangkan bakatnya. Anak akan belajar dengan baik dan rajin apabila mereka dalam keadaan gembira dan tertarik mempelajari sesuatu yang memang sesuai dengan bakat atau kecenderungannya. Sebaliknya, ia tidak akan mau belajar apabila dipaksa, diancam, dan harus mempelajari bidang studi yang tidak sesuai dengan bakat atau kecenderungannya. Oleh karena itu, anak didik hendaknya dimasukkan ke sekolah yang sesuai dengan keinginannya. 15 Aliran ini banyak digunakandiAmerikaSerikatdannegaranegaraEropaBarat. c.Konvergensi Aliran ini dipelopori oleh William Stern (18711939), dan terkenal dengan teori realisme, karena dianggap sesuai dengn kenyataan. Teori Konvergensi merupakan perpaduan antara aliran Empirisme dan Nativisme, di mana kepribadian orang dibentuk dan dikembangkan oleh faktor endogen dan eksogenatauolehfaktordasardanajar. Dengandemikian,berbedadengankeduaaliransebelumnya,dimanapadaaliranEmpirismekegiatan pendidikanberpusatpadapendidik,danpadaaliranNativismeberpusatpadaanakdidik,makadalam aliran Konvergensi kegiatan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pendidik dan anak didik. Bahkan kemudian dikembangkan menjadi tanggung jawab bersama pendidik, anak didik, orangtua dan masyarakat. Bagi aliran Konvergensi, faktor dasar atau pembawaan saja tidak cukup dan tidak berartiapaapatanpaupayadariluar,yaituusahapendidikan.Sebaliknya,faktorajarataupendidikan saja juga tidak cukup dan akan siasia tanpa faktor dasar. Bagi aliran ini masalahnya bukan terletak padaapakahtugaspendidikitumenciptakanmanusiabaruataukahtidakmenciptakanmanusiabaru, melainkan terletak pada bagaimana mewujudkan taenggung jawab bersama dalam membentuk hasil pendidikanyangsesuaidengantantanganzaman. d.PendidikanIslam Seperti disebutkan di muka, menurut ajaran Islam, anak dilahirkan sesuai dengan fitrahnya. Tetapi pengertian fitrah di sini tidak sama dengan pengertian tabularasa menurut John Locke tersebut di
13 14

UrilBronfenbrenner,TwoWorldsofChildhood,PenguinEducation,Australia,1974,hlm.5120. A.S.Neill,Summerhill,PenguinBooks,Australia,1973,hlm.1920. 15 JohHolt,FreedomandBeyond,PenguinBooks,Australia,1972,hlm.1112.

14 muka.Pengertianfitrahdisiniberartiasli,bersih,dansuci,bukankosongtetapiberisidayadayayang wujud dan perkembangannya tergantung pada usaha manusia sendiri. Tuhan telah menciptakan dayadaya dalam diri mansusia jauh sebelum perbuatnnya timbul. Sebagaimana dikatakan oleh al Jubbai manusialah yang menciptakan perbuatanperbuatannya; manusia berbuat baik dan buruk, patuh dan tidak patuh kepada Tuhan atas kehendak dan kemauan sendiri. Dayadaya untuk mewujudkankehendakitutelahterdapatdalamdirimanusiasebelumadannyaperbuatan. 16 Melengkapi pendapat pentingnya faktor pembawa dan lingkungan dalam membentuk dan mengembangkankepribadiananak,Islamjugamengenalsistempendidikanprenatal,dimanaselama mengandung hendaknya ibu memakan makanan yang halal, bertingkah laku sopan santun, sabar, penuh kasih sayang gembira, dan ramah serta mudah bergaul, agar anaknya kelak berkepribadian atau bertingkah laku terpuji. Dalam keluarga Islam, pada umumnya kedua orangtua calon bayi membaca surat Yusuf yang terkenal dengan cerita kebagusan Nabi yusuf, baik fisik maupun mentalnya: cerdas, sabar, ramah, jujur, dan memiliki bakat kepemimpinan yang tinggi. Hal tersebut merupakan doa dan sugesti. Melalui selfsugestion sifatsifat ini bisa masuk ke dalam jiwa ibu dan bapak, dan hal tersebut merupakan kepercayaan dan sekaligus menunjukkan suatu pengakuan akan pentingnya faktor endogen yang penuh dengan kemungkinankemungkinan yang dapat menjadi positifdannegatifdanfaktoreksogenyangakanmembentukdanmengembangkankepribadiananak. Kecuali itu, meskipun tidak dipublikasikan secara luas, hasil penelitian Ny. Satari Imam Barnadib dari IKIP Yogyakarta 1982, sebagaimana dikutip oleh Rachmat Djatmika dalam makalahnya yang sama, menyatakan bahwa ada korelasi nyata antara tingkah laku ibu yang mengandung dan watak anak yangdilahirkan. Meskipun ada kesesuaian antara filsafat pendidikan Islam dan aliran Empirisme, Nativisme, dan Konvergensi, tetapi tetap terdapat perbedaan yang esensial antara filsafat pendidikan Islam dan mereka. Perbedaa itu berasal dari: Pendidikan Islam berangkat dari filsafat pendidikan theocentric sedangkanmerekaberangkatdarifilsafatanthropocentric. Filsafattheocentricmengandungduajenisnilai,yaitunilai kebenaranabsolut dannilaikebenaran relatif. Nilai kebenaran absolut adalah wahyu Tuhan, dan nilai kebenaran relatif adalah hasil penafsiran manusia terhadap wahyu Tuhan. Oleh karena itu, kedua jenis nilai tersebut memiliki hubungan yang hierarchis, di mana nilai kebenaran absolut mempunyai supremasi terhadap kebenaran relatif, dan kebenaran relatif tidak boleh bertentangan dengan nilai absolut, atau tidak bolehbertentangandenganakidahsyariahagama. Selanjutnya filsafat pendidikan theocentric memandang bahwa semua yang ada diciptakan oleh Nya,berjalanmenuruthukumNya,dan kembali padakebenaranNya.Filsafatinimemandangbahwa manusia dilahirkan sesuai dengan fitrhnya dan perkembangan selanjutnya tergantung pada lingkungan dan pendidikan yang diperolehnya. Dalam hal memberikan pendidikan agama kepada anak: sejak masa dininya sampai anak mampu berpikir, ditempuh melalui kebiasaankebiasaan yang menyenangkan, seperti: salat bersamasama di masjid, puasa, menghafal doadoa, membaca ayat sucialQuranyangpendekpendekdansebagainya,sekalipunmerekabelummengertimaksudnya. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya baru diberi penjelasanpenjelasan sesuai dengan tahap perkembangan pemikirannya, dan akhirnya pelajar sendirilah yang belajar, sedang pendidik (guru) hanya membantunya. 17 Mengenai nilai yang mendasari kegiatan proses belajarmengajar, filsafat pendidikantheocentricmendasarkankegiatanpendidikannyapadatiganilaikunci;ibadah,ikhlas,dan rida Tuhan,. Bagi filsafat theocentric, manuusia dipandang secara utuh dan dalam kesatuan diri dengan kosmosnya sebagai makhluk pencari kebenaran Tuhan. Setiap peristiwa dipandang selalu
16 17

HarunNasution,Teologiislam,AliranaliranSejarahAnalisaPerbandingan,UIPress,1983,hlm.102. FathiyahHasanSulaiman(penerjemah),KonsepPendidikanalGhazali,P3M,Jakarta,1986,hlm.6391.

15 terkait dengan peristiwa yang lain dan merupakan bagian dari keseluruhan, yang pada akhirnya bertemu pada kebenaran Tuhan. Dengan kata lain, setiap kajadian dipandang belum final dan akan disusul dengan kejadiankejadian lain, yang pada akhirnya bertemu pada kebenaran Tuhan. Oleh karena itu bagi yang benarbenar pasrah kepada Tuhan, ia sesungguhnya berpandangan optimistis karenaiadapatmenerimasetiapcobaanhidupbetapatragisdanmenyenangkan.Iatidakakanputus asa karena mengalami peristiwa yang tragis (menyedihkan), dan ia tdak akan mabuk kesenangan (lupa daratan) karena mengalami sesuatu yang menguntungkan. Ia yakin bahwa segala sesuatu mengandung hikmah Ilahiah sekalipun pada waktu itu ia belum mengetahuinya. Dalam ajaran Islam, hikmah itu milik kaum muslimin yang harus dicari. Sehubungan dengan itu maka kegiatan belajar mengajar dipandang sebagai bagian dari totalitas kehidupan, merupakan kewajiban yang tidak mengenalbatasselesaidanmerupakanibadahkepadaTuhan. Sedang filsafat anthropocentric hanya ajarannya pada hasil pemikiran manusia dan berorientasipada kemampuanmanusiadalamhidupkeduniawian. Sehubungan dengan itu, maka persamaan dan perbedaan antara Pendidikan Islam dan aliran Empirisme ialah keduaduanya sepakat bahwa anak yang baru lahir adalah bersih dan suci, ibarat kertas putih yang siap ditulis oleh pendidik, sehingga pendidik berperan besar sekali dalam usaha membentuk dan mengembangkan kepribadian anak. Tetapi karena adanya perbedaan konsepsi mengenai Tabularasa, seperti diuraikan di muka, di mana aliran Empirisme memandangnya sebagai kertas putih yang kosong, sedangkan Islam memandangnya berisi dengan dayadaya perbuatan, maka peranan pendidik dalam konsep Pendidikan Islam lebih terbatas daripada peranan pendidik dalamaliranEmpirismedalammembentukdanmengembangkankepribadiananakdidiktersebut. Adapun persamaan dan perbedaan antara Pendidikan Islam dan aliran Nativisme ialah keduanya mengakui pentingnya factor pembawaan atau dasar dalam pembentukan dan pengembangan kepribadian anak didik, sehingga anak didik berperan besar sekali dalam membentuk dan mengembakankepribadiannya,sedangpendidikhanyamembantuataumenjadiunsurfasilitatorsaja. Tetapi karena adanya nilai agama yang memiliki kebenaran mutlak dalam Pendidikan Islam, maka pendidik dalam Pendidikan Islam bukan hanya sekadar unsur pembantu saja, tetapi ia bertanggung jawab akan terbentuknya kepribadian muslim pada anak didik. Ia mersa bertanggung jawab kepada Tuhan atas kerja pendidikan yang ia lakukan. Meskipun demikian, jika anak sudah dewasa, kemudian menetapkansendiriagamayangdipeluknya,halituadalahurusandiasendiridenganTuhannya.Nabi Muhammad hanya menyampaikan kebenaran ayat Tuhan kepada manusia, dan selanjutnya manusia sendirilah yang memutuskan menerima tidaknya ajaran tersebut dengan seizin Tuhan. Tidak ada paksaandalammengikutiagama,sebagaimanadisebutdalamAlquran,surahalKahfi:29:

Dankatakanlah:kebenaranitudatangnyadariTuhanmu,makabarangsiapayanginginberiman berimanlahia,danbarangsiapayanginginkafirbiarlahiakafir.

Sedang persamaan dan perbedaan antara Pendidikan Islam dan aliran Konvergensi ialah keduanya mengakui pentingnya factor endogen dan eksogen dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian anak didik. Namun dalam Islam ke mana kepribadian itu harus dibentuk dan dikembangkan telah jelas, yaitu marifatullah dan bertakwa kepadaNya, 18 memahami dan menghayati sunatullah dan kemudian berserah diri kepadaNya; seluruh gerak kehidupannya dipandangsebagaiibadahkepadaNyadalamrangkamencariridaNya.Sedangpadapendidikanyang mendasarkan dirinya pada filsafat anthropocentric pembentukan dan pengembangan kepribadian anakdiarahkanuntukmencapaikedewasaandankesejahteraanhidupduniawi.
Muhammad Fadhil alJamaly, Filsafat Pendidikan Dalam al Quran, disadur Drs. Judi al Falasany, Bina ilmu,Surabaya,1986,hlm.3.
18

16 Pendidikan Islam juga mempunyai persamaan dan perbedaan dengan pendapat A.S. Neill dan John Holt,sepertidisitirdimuka.BaikPendidikanIslammaupunNeilldanHoltsetujubahwaanakmemiliki potensi kepribadian yang baik dan postif, dan anak hanya akan mampu menyatakan kemampuan belajar dan kejujurannya secara penuh jika ia memiliki kebebasan dan kegembiraan dalam belajar dan hal yang demikian ini merupakn sifat kodrati manusia. Tetapi dalam Pendidikan Islam, kecuali kebebasan, keterikatan juga merupakan sifat kodrati. 19 Oleh karena itu, Pendidikan Islam bergerak di antara kebebasan dan keterikatan. Sesungguhnya pendidikan yang mendasarkan diri pada filsafat anthropocentricjugamengakuiadanyaketerikatan.Dalamhiduptidakadakebebasantanpaikatan.

We are limited by our animal culture, by our model of reality, by our relation with other people, by our hopesandfears

Oleh karena itu, percuma menginginkan hidup tanpa hambatan. Yang penting adalah memikirkan seberapa banyak kita dapat berbuat dalam keterikatan. 20 Tetapi paham keterikatan tersebut hanya dalam pengertian secular atau keduniaan, sedang dalam filsafat theoretic, pengertian tersebut meliputiketerikatanduniawidanukhrawi. 2.2.UnsurunsurSistemPendidikan Unsurunsur suatu sistem pendidikan terdiri atas unsurunsur organik, yaitu para pelaku pendidikan: pimpinan,guru,murid,danpengurus;danunsurunsruanorganik,yaitu:tujuan,filsafatdantatanilai, kurikulum dan sumber belajar, proses kegiatan belajarmengajar, penerimaan murid dan tenaga kependidikan, teknologi kependidikan, dana, sarana, evaluasi, dan peraturan terkait lainnya di dalam mengelolasistempendidikan. 3.SistemPendidikanPesantren 3.1.AliranaliranPendidikanPesantren Berbedadenganaliranaliranpendidikanyangterdapatdalamsistempendidikanumumsebagaimana diuraikan di atas, maka dalam sistem pendidikan pesantren tidak terdapat aliranaliran seperti itu. Seluruh pesantren berangkat dari sumber yang sama, yaitu ajaran Islam. Namun terdapat perbedaan filosofis di antara mereka dalam memahami dan menerapkan ajaranajaran Islam pada bidang pendidikan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang melingkarinya. Perbedaan perbedaan itu pada dasarnya berpeluang pada perbedaan pandangan hidup kiai yang memimpin pesantren mengenai konsep: teologi, manusia, kehidupan, tugas dan tanggung jawab manusia terhadap kehidupan dan pendidikan; sebagaimana tercermin dalam uraian mengenai unsurunsur dan nilainilai sistem pendidikan pesantren di belakang (butir 3.3. dan 3.4). Dalam kenyataannya masingmasing pesantren mempunyai ciri khas sendirisendiri yang berbeda satu dari yang lain, sesuai dengan tekanan bidang studi yang ditekuni dan gaya kepemimpinan yang dibawakannya. Misalnya: PP Blok Agung (Di Banyuwangi), terkenal sebagai pusat pengajian tasawuf dari Imam al Ghazali. PP Tebu Ireng (di Jombang) terkenal dengan pusat studi Hadis dan Fikih. PP GulukGuluk (di Madura)terkenaldengandakwahbilhal,danseterusnya. 3.2.KehadiranPesantrendiTengahtengahKehidupanMasyarakat Kapan pesantren pertama didirikan, dimana dan oleh siapa, tidak dapat diperoleh keterangana yang pasti. Dari hasil pendataan yang dilakukan oleh Departemen Agama pada tahun 19841985 diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 atas nama Pesantren Jan Tampes II di
19 20

HasanLanggulung,BeberapaPemikirantentangPendidikanIslam,alMaarif,Bandung,1979,hlm.17. JohnHolt,Op.Cit.,hlm.25.

17 Pamekasan Madura. 21 Tetapi hal ini diragukan, karena tentunya ada Pesantren Jan Tampes I yang lebih tua, dan dalam buku Departemen Agama tersebut banyak dicantumkan pesantren tanpa tahun pendirian.Jadi,mungkinmerekamemilkiusiayanglebihtua. Kecuali itu tentunya pesantren didirkan setelah Islam msuk ke Indonesia. Diduga besar sekali kemungkinanIslamtelahdiperkenalkan diKepulauanNusantarasejakabadke7Molehparamusafir dan pedagang muslim, melalui jalur perdagangan dari teluk Persia dan Tiongkok yang telah dimulai sejak abad ke5 M. Kemudian, sejak abad ke11 M dapat dipastikan Islam telah masuk ke Kepulauan Nusantara melalui kotakota pantai. Hal ini terbukti dengan ditemukannya: (a) Batu nisan atas nama Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 474 H atau tahun 1082 M di Leran Gresik. (b) Makam MalikusSalehdiSumatrabertarikhabadke13M,(c)MakamWanitaIslambernamaTuharAmisuridi Barus,PantaiBaratPulauSumatrabertarikh602H. Selanjutnya, buktibukti sejarah telah menunjukkan bahwa penyebaran dan pendalaman Islam secara intensif terjadi pada masa abad ke13 M sampai akhir abad ke17 M. Dalam masa itu berdiri pusatpusat kekuasaan dan studi Islam, seperti di Aceh, Demak, Giri, Ternate/Tidore, dan Gowa Tallo di Makasar. Dari pusatpusat inilah kemudian Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara, melalui para pedagang, wali, ulama, mubalig, dan sebagainya; dengan mendirikan pesantren, dayah, dan surau. 22 Sejak abad ke15, Islam praktis telah menggantikan dominasi ajaran Hindu, dan sejak abad ke16melaluikerajaanIslampertama,yaituDemak,seluruhJawatelahdapatdiIslamkan. 23 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pesantren telah mulai dikenal di bumi Nusantara ini dalam periode abad ke1317 M, dan di Jawa terjadi dalam abad ke1516 M. Melalui data sejarah tentangmasuknyaIslamdiIndonesia,yangbersifatglobalataumakrotersebutsangatsulitmenunjuk dengan tepat tahun berapa dan di mana pesantren pertama didirikan. Namun dapat dihitung bahwa sedikitnyapesantrentelahadasejak300400tahunlampau.Denganusianyayangpanjanginikiranya sudah cukup alasan untuk menyatakan bahwa ia memang telah menjadi milik budaya bangsa dalam bidang pendidikan dan telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, dan karenanya cukup pula alasanuntukbelajardaripadanya. Dalam masa sekitar abad ke18an, nama pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat terasa sangat berbobot terutama dalam bidang penyiaran agama. Kelahiran pesantren baru selalu diawali dengan cerita perang nilai antara pesantren yang akan berdiri dengan masyarakat sekitarnya, dan diakhiri dengan kemenangan pihak pesantren sehingga pesantren dapat diterima untuk hidup di masyarakat dan kemudian menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya dalam bidang kehidupan moral. Bahkan dengan kehadiran pesantren dengan jumlah santri yang bnyak dan datang dari berbagai masyarakat lain yang jauh maka terjadi kontak budaya antara berbagai suku, dan masyarakatsekitar.Kehidupanekonomimasyarkatsekitarmenjadisemakinramai,banyakpedagang pedagang kecil lahir, bahkan di beberapa tempat di Jawa Timur lahir pasar santri (di Blok Agung), desasantren(diJombang),dansebagainya. Nilai baru yang dibawa pesantren tersebut, untuk mudahnya disebut Nilai Putih yaitu nilainilai moral keagamaan, sedang nilai lama yang lebih dulu ada di dalam masyaraka, disebut Nilai Hitam, yaitu nilainilai rendah dan tidak terpuji seperti mo limo atau 5 nilai, yaitu maling (mencuri), madon(melacur),minum(minumminumankeras),madat(candu),danmain(judi);dannilainilailain yang tidak terpuji, seperti kebodohan, kedengkian, gunaguna atau santet (tergolong black magic
DepartemenAgamaRI,NamadanDataPotensiPondokPondokPesantrenseluruhIndonesia,1984/1985, hlm.668. 22 MajelisUlamaIndonesia,AmanahSejarahUmmatIslamIndonesia,KeputusanRapatPengurusParipurna keII,SekretariatMUI,MesjidIstiqlalJakarta,1986,hlm.1314. 23 ZamachsyariDhofier,Loc.Cit.
21

18 untukmenghancurkan lawandengankekuatangaib), dansebagainya.Kebanyakanriwayatberdirinya sebuah pesantren diawali dengan kelana seorang ulama untuk menyebarkan agamanya dengan diikuti oleh satudua orang santrinya, yang bertindak sebagai cantrik, yaitu orang yang magang (belajar ilmu) pada kiai. Ulama atau kiai tersebut adakalanya terminal atau berhenti menetap lebih duludipiggirandesaatauhutankecilsekitardesa,kemudianmengadakanpengajiankepadasatudua orang desa, yang akhirnya diikuti oleh seluruh masyarakat desa. Untuk itu, disamping ilmu agama, hampir dapat dipastikan bahwa setiap kiai salaf (lama) memiliki kekuatan ilmu kanuragan atau kesaktianbadandankeahlianbeladiriuntukmempertahankandiriataumelawankejahatan. 24 Kehadiran pesantren di tengah masyarkat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama, dan sosial keagamaan. Pesantren berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat gerakan pengembangan Islam, seperti diakui oleh Dr. Soebardi dan Prof. Johns, yang dikutipolehZamachsyariDhofierdalambukunyaTradisiPesantren(1982)tersebut:
Lembagalembaga pesantren itulah yang paling menentukan watak keIslaman dari kerajaankerajaan Islam, dan yang memegang peranan paling penting bagi penyebaran Islam samapai ke pelosokpelosok. Dari lembagalembaga pesantren itulah asal usul sejumlah manuskrip tentang pengajaran Islam di Asia Tenggara yang tersedia secara terbatas, yang dikumpulkan oleh pengembarapengembara pertama dari perusahaanperusahaan dagang Belanda dan Inggris sejak akhir abad 16. Untuk dapat betulbetul memahami sejarah Islamisasi di wilayah ini, kita harus mulai mempelajari lembagalembaga pesantren tersebutkarenalembagalembagainilahyangmenjadianakpanahpenyebaranIslamdiwilayahini. 25

Selama masa kolonial, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang paling banyak berhubungan dengan rakyat, dan tidak berlebihan kiranya untuk menyatakan pesantren sebagai lembagapendidikanGrassrootpeopleyangsangatmenyatudengankehidupanmereka. Selama zaman kolonial, pesantren lepas dari perencanaan pendidikan pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah Belanda berpendapat bahwa sistem pendidikan Islam sangat jelek baik ditinjau dari segi tujuan, maupun metode dan bahasa (bahasa Arab) yang dipergunakan untuk mengajar, sehingga sangat sulit untuk dimasukkan dalam perencanaan pendidikan umum pemerintah kolonial. Tujuan pendidikannya dinilai tidak meyentuh kehidupan duniawi, metode yang dipergunakan tidak jelas kedudukanya; seorang guru: apakah ia guru ataukah pemimpin agama, dan dalam hal bahasa yang dipergunakan, tulisan Arab sangat berbeda dengan tulisan latin sehingga menyulitkan untuk dimasukkan ke dalam perencanaan pendidikan mereka. Sebaliknya, mereka menerima sekolah zending untuk dimasukkan ke dalam sistem pendidikan pemerintah kolonial, karena secara filosofis dan teknik dianggap lebih mudah, yaitu baik tujuan, metode maupun bahasa yang dipergunakan sesuai dengan nilai kebiasaan pemerintah kolonial. Orientasi sekolah umum diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan dan keteranpilan dalam hidup kduniawian, sedang pesantren mengarhkan

Ceritacerita semacam itu antara lain dapat diikuti dari: Sejarah Pondok Pesantren Tebu Ireng dari masa ke masa, Pusat Dokumentasi Pondok Tebu Ireng, jombang, 1986, dimana digambarkan masyarakat desa Tebu IrengsebelumkedatanganK.H.HasyimAsyarisebagaimasyarakatjahiliah,danceritalegendariskarismatikdari K.H. Hasyim Asyari sendiri yang memiliki tongkat kalau dilemparkan dengan seenaknya akan mengenai hanya kepadaorangyangsalah,dansebgainya. Jugacerita mengenai riwayat berdirinya PPGulukgulukdi Madura, PP Sukorejo diSitubondo, PP Gontor di Ponorogo, dan sebagainya, yang dapat dilihat dari pusat dokumentasi pada masingmasing pesantren yang bersangkutan. 25 ZamachsyariDhofier,Op.Cit.,hlm.1718.
24

19 orientasinya pada pembinaan moral dalam konteks kehidupan ukhrawi. 26 Kecuali itu, hal tersebut jugadisebabkanpemerintahkolonialBelandatakutpadaperkembanganIslam. 27 Dalam posisi uzlah atau hidup berpisah dengan pemerintah kolonial tersebut, pesantren terus mengembangkan dirinya dan menjadi tumpuan pendidikan bagi umat Islam di pelosokpelosok pedesaan.Keadaanzamanterusberubahdanberkembangsamapizamanrevolusikemerdekaan. Pada zaman revolusi fisik pesantren merupakan salah satu pusat gerilya dalam peperangan melawan Belanda untuk merebut kemerdekaan. Banyak santri membentuk barisan Hisbullah yang kemudian menjadi salah satu embrio bagi Tentara Nasional Indonesia. Ciri khas angkatan darat pada masamasa awalnya menggambarkan adanya corak kepesantrenan, sebagaimana dikatakan oleh B.J. BolanddalambukunyaPergumulanIslamdiIndonesia(1985):
Pembentukan Hisbulah mungkin penting artinya karena banyak anggotanya yang kemudian menjadi anggota tentara nasional. Hal ini berarti bahwa dalam ketentaran Indonesia ada kehadiran santri muslim yang berarti. Kemudian juga banyak orang Kristen yang menggabung ke dalam tentara Indonesia ini (misalnya bekas anggota tentara kolonial). Ciri khas angkatan darat berbeda dengan angkaatan laut dan angkatan udara, yang para perwiara dan bawahan umumnya berasal dari latar belakang yang lebih sekular (misalnya berpendidikan sekolah menengah negeri yang dilengkapi dengan latihan khusus di Amerika Serikat). Mungkin sekali perbedaan suasana (dalam tentara ini) terus terasa akibatnya sampai kepada kejadiankejadian tanggal 30 Septermber 1965 dan peristiwaperistiwa yang terjadi setelah itu. Lahirnya Piagam jakarta 22 juni 1945 yang merupakan gentlement agreement atau kesepakatan kehormatan sebagaimana dikmaksudkan dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, juga tidak terlepas dari jasa atau ikut sertanya alumni pesantren. Dilihat dari dunia luar, dokumen tersebut memang kecil, tetapi jika kita ingin menoleh ke belakang untuk melihat sejarah perjuangan bangsa Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Negara dan Islam di Indonesia sebagian besar akan ditentukan olehbeberapaperkataandalamdokumentersebut. 28

Uraian tersebut di atas menggambarkan sebagian bukti bahwa pesantren mampu mengemban tantangan zamannya, sehingga bobot pesantren menjadi tinggi di mata bangsa, masyarakat, keluarga, dan anak muda. Pada waktu itu pesantren merupakan tempat belajar yang sangat bergengsi,atauidolabagigenerasimudamuslimsebagaimanaantaralaintercermindalamnovelK.H. SyaefuddinZuhri:
Mendekati Tebu Ireng khayalanku memenuhi kepala. Tergambar dalam angananganku tentang sebuah pesantren besar dengan para pengasuhnya yang bercitacita besar di bawah pimpinan seorang ulama besar. Aku merasa bersyukur bahwa selama hidupku kuperoleh kesempatan untuk mengunjungi Pesantren Tebu Ireng yang termasyuhur. Walaupun tidak lama, tetapi waktu dan kesempatan yang terbatas itu akan kumanfaatkanuntukbelajardariTebuIrengsekalipunhanyadalamseharidua. 29

Anakanak dari keluarga muslim (bukan priayi) merasa rendah jika mereka tidak dapat memasuki dunia pesantren, dan keluarga mereka sangat bangga jika mereka dapat mengirimkan anaknya ke pesantren. Bertambah besar kiai, dan bertambah jauh pesantren yang dikunjungi, bertambah tinggi hargasosialseseorangdimatamasyarakat. Tetapi sejak sekitar dua dasawarsa terakhir ini pesantren mulai menurun harganya di mata bangsa,masyarakat,keluargadananak muda.Pesantrendi nggap kurang mampumemenuhiaspirasi
26 27

KarelA.Steenbrink,Op.Cit.,hlm.19. LihatGuruOrdonansi1925mengenaiSekolahPartikelir. 28 B.J.Boland,PergumulanIslamdiIndonesia,GrafikPers,Jakarta,1985,hlm.1427. 29 K.H.SyaefuddinZuhri,GurukuorangorangdariPesantren,AlMaarif,Bandung,1977,hlm.92.

20 mereka dan tidak mampu memenuhi tantangan pembangunan. Secara kualitatif mereka meninggalkan pesantren tetapi secara kuantitaif mereka tetap belajar di pesantren. Sementara itu, masuk pesantren lebih murah dan mudah dibandingkan dengan masuk sekolah umum, karena memang tidak ada syaratsyarat tertentu untuk memasuki pesantren, berapa saja, dan kapan saja siswa dapat diterima, namun hati mereka (masyarakat muslim) sebenarnya mendua: di satu segi mereka mengharpkan dan percaya pesantren dapat memberikan bekal moral agama bagi anakanak mereka dalam mengarungi kehidupan modern, tetapi di segi lain mereka takut kalau pesantren tidak dapatmembekalikemampuankerjaanakmerekadalammenghadapimasadepannya. Mereka mengharpkan dan percaya bahwa pendidikan umum dapat memberikan bekal sains dan teknologi kepada anakanak mereka dalam mengarungi kehidupan modern, tetapi takut tidak dapat memberikan bekal moral agama. Hal itu tercermin dari pernyataan beberapa tokoh, antara lain yang disebutBolanddalambukunyayangsamasepertidisitirdimuka:
Beberapa orang desa yang alim mengirimkan anakanak mereka kepada pesantren gaya lama itu. Pimpinanpesantreninimangirimkananakanaknyakemadrasahyanglebihmodern.Paragurudimadrasah tersebut mengirimkan anakanaknya ke sekolah menengah negeri agar dapat melanjutkan sekolahnya ke Universitas Islam. Para Profesor di suatu Universitas Islam berusaha memperoleh tempat bagi anak anaknya di Universitas negeri. Dan para Profesor Universitas negeri mengirimkan anakanaknya ke luar negeri. 30

Pernyataan Boalnd tersebut memang berlebihan, tetapi ada unsur benarnya. Gejala yang berkembang sekarang adalah, justru pertumbuhan pesantren baru lebih cepat atau lebih banyak pada masamasa sesudah kemerdekaan daripada sebelumnya. Dari data pesantren yang dihimpun oleh Departemen Agama, 1984/1985, ternyata bahwa jumlah pesantren yang didirikan sebelum tahun 1900an ada sekitar 7%, antara tahun 19001945an ada sekitar 25%, dan sesudah tahun 1945 ada sekitar 62%. Jumlah seluruh pesantren menurut data tahun 1984/1985 tersebut ada : 6.239 buah, dengan jumlah santri 1.084.801 orang. Pertumbuhan mereka tidak hanya di desadesa, tetapi justru lebih banyak di kotakota. Suatu gejala yang menarik untuk disampaikan di sini ialah bahwa pesantrenpesantren tua yang didirikan sebelum tahun 19001930an pada umumnya memiliki jumlah santri yang besar; ratarata mereka mengasuh sekitar 1.5002.000 santri ke atas, sedang pesantrenmudarataratamengasuh500orangsantri. Tetapi mereka itu tidak hanya belajar agama di pesantren, mereka juga memasuki madrasah dan sekolahsekolah umum bahkan perguruan tinggi yang diasuh oleh pesantren yang bersangkutan. Hampir seluruh santri yang belajar di madrasah dan sekolah umum juga belajar agama di pesantren, sedangmerekayangbelajaragamadipesantrentidakselalubelajardimadrasahatausekolahumum. Mereka yang hanya belajar agama, dalam arti mempelajari kitabkiab Islam klasik abad ke7 13 M, sedikit sekali, sekitar 12% dari seluruh santri dari masingmasing pesantren. Predikat siswa diberikan pada waktu mereka belajar di madrasah atau sekolah umum, dan predikat santri pada waktu belajar agama. Demikian pula dengan sebutan guru untuk madrasah dan sekolah umum, ustaz untuk pesantren. Kitab untuk bukubuku pelajaran agama dan ditulis dengan huruf Arab, bukuuntukpelajaranilmuumumdanditulisdenganhuruflatin. Melengkapi gambaran tersebut, Abd. Rahman Wahid dalam bukunya Bunga Rampai Pesantren (1399 H) menyatakan bahwa salah satu penghambat utama pelajaran nonagama di sementara pondok pesantren ini adalah ketakutan akan semakin hilangnya fungsi pengembangan ilmu agama. 31
B.J.Boland,Op.Cit.,hlm.128. AbdurrachmanWahid,BungaRampaiPesantren,KumpulanKaryaTulis,CVDharmaBhakti,Jakarta,1399 H.,hlm148.
31 30

21 Sementara itu, Fuad Hassan dalam tulisannya yang berjudul Selayang Pandang tentang Pendidikan Islam (1985), menyatakan perlunya pendidikan Islam pada umumnya dan pesantren pada khususnya menyesuaikan diri dengan tantangan zamannya. Pesantren sebagai suatu institusi pendidikan dalam Islam harus mampu membuka pintunya untuk sains. Hal ini tidak berarti pesantren perlu mengembangkan secara khusus ilmuilmu umum dan mendouble apa yang sudah ada, akan tetapi cukup dengan mengenalkan bagianbagian ajaran yang sudah ada, akan tetapi cukup dengan mengenalkan bagianbagian ajaran Islam yang mampu menumbuhkan kesadaran dan minat santri bahwamempelajarisainsituwajib. 32 Dariuraiantersebutjelaskelihatanbahwabobotpesantrendimatabangsa,masyarakat,keluarga dan anak muda menurun. Pesantren kurang mampu menghadapi tantangan pembangunan dan kurang mampu merespons kebutuhan kaum muda. Meraka dalam keadaan bingung; mereka lebih tertarik masuk ke pendidikan umum yang dapat menjanjikan lapangan kerja, tetapi mereka masih tetap menaruh harapan kepada pesantren yang dapat menjanjikan moral yang sangat diperlukan dalammengarungikehidupanmodern. Dengan demikian, pesantren tampaknya berada dalam dua pilihan dilematis: apakah pesantren akan tetap mempertahankan tradisinya, yang mungkin dapat menjaga nilainilai agamanya seperti keadaan sekarang, ataukah mengikuti perkembangan dengan risiko akan kehilangan asetnya. Sebetulnya ada jalan ketiga tetapi menuntut kreativitas dan kemampuan rekayasa pendidikan yang tiggi melalui pengeanalan asetasetnya atau identitasnya lebih dulu, kemudian melakukan pengembangan secara modern. 33 Jalan strategis ke arah itu ialah memantapkan kehadirannya sebagaisubsistempendidikannasionalsehinggajelasporsinyadalampembangunannasional,dengan tetap berpegang pada identitasnya. Identitas pesantren sebagai subsistem Pendidikan Nasional akan mantap jika pesantren mampu mengenakan corak pemikiaran rasional dengan memandang ilmu sebagai bagian dari sunatullah dan bukan sebagai bagian dari hukum alam yang terlepas kaitannya denganciptaanTuhan.MisalnyateorievolusiDarwinyanghanyamendasarkandiripadahukumalam semestadapatmenimbulkanpandanganyangateis. 3.3.UnsurunsurSistemPendidikanPesantren Dari berbagai hasil studi terdahulu mengenai pesantren, unsurunsur sistem pendidikan pesantren dapatdikelompokkansebagaiberikut: 34 a. Aktorataupelaku,Kiai,Ustaz,Santri,danPengurus. b. Sarana perangkat keras 35 : Mesjid, rumah kiai, rumah dan asrama ustaz, pondok atau asrama santri, gedung sekolah atau madrasah, tanah untuk: olah raga pertanian atau peternakan, empang,makam,dansebagainya.

Fuad Hassan, Selayang Pandang tentang Pendidikan Islam, dalam pesantren, No. I/Vol. II/1985, P3M, Jakarta,1985,hlm.36. 33 Nurcholis Majid, Keilmuan Pesantren, antara Materi dan Metodologi, Pesantren, No. Perdana, Oktober/Desember,1984,hlm.18.
34
32

Antaralain:

(1) Soedjoko Prasodjo dkk, Profil Pesantren,LP3ES, Jakarta, 1973; (2)AbdurrachmanWahid, Bunga Rampai Pesantren, Dharma Bhakti, Jakarta, 1399 H.; (3) Zamachsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1982; (4) Fakultas Tarbiyah, IAIN Jember, Tipologi Pondok Pesantren di Kabupaten Jember, Laporan Penelitian, 1985; (5)M.DawamRahardjo,PergumulanDuniaPesantren,P3M,Jakarta,1985. 35 Saranaperangkatkerasmengacukepengertianalatalatyangbersifatfisik.

22 c. Sarana perangakat lunak 36 : Tujuan, kurikulum, kitab, penilaian, tata tertib, perpustakaan, pusat dokumentasi dan penerangan, cara pengajaran (sorogan, bandongan, dan halaqoh), keterampilan,pusatpengembanganmasyarakat,danalatalatpendidikanlainnya. Kelengkapan unsurunsur tersebut berbedabeda di antara pesantren yang satu dan pesantren yang lain. Ada pesantren yang secara lengkap dan jumlah besar memiliki unsurunsur tersebut, dan adapesantrenyanghanyamemilikiunsurunsurtersebutdalamjumlahkecildantidaklengkap. 3.4.NilainilaiSistemPendidikanPesantren Mengenai nilainilai yang terdapat dalam sistem pendidikan pesantren diperoleh gambaran sebagai berikut: seperti telah disebut di muka bahwa antara unsur dan nilai dalam suatu sistem pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahpisahkan satu dari yang lain, ibarat gula dan manisnya. Manis adalah nilai dari gula. Ia merupakan sesuatu yang secara esensial harus ada pada gula. Tidak ada gula yang tidak manis; jika manis itu tidak ada, maka gula pun tidak ada. Sebaliknya unsur adalah wujud luar dari gula. Bentuk gula dapat berwujud; pasir, tepung, kubus, bola, dan sebagainya.Warnaguladapatberupa:putih,coklat,merah,dansebagainya. Jadi,wujudlahiriahbolehberbedabeda,namunsifatesensialnyaharussama,yaitumanis.Dalam pengertiansepertiinilahtinjauanpustakamengenainilaidanunsurdarisistempendidikanpesantren akandiuraikan. Sistem pendidikan pesantren didasari, digerakkan, dan diarahkan oleh nilainilai kehidupan yang bersumber pada ajaran dasar Islam. Ajaran dasar ini berkelindan dengan struktur kontekstual atau realitas sosial yang digumuli dalam hidup keseharian. Hasil perpaduan dari keduanya inilah yang membentukpandanganhidup,danpandanganhidupinilahyangmenetapkantujuanpendidikanyang ingin dicapai dan pilihan cara yang akan ditempuh. Oleh karena itu, pandangan hidup seseorang selalu berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan dan perkembangan realitas sosial yang dihadapi. Dengan demikian, maka sistem pendidikan pesantren didasarkan atas dialog yang terusmenerus antara kepercayaan terhadap ajaran dasar agama yang diyakini memiliki nilai kebenaran mutlak dan realitas sosial yang memiliki nilai kebenaran relatif. Sebagaimana diterangkan dalam filsafat theocentric (halaman 16), nilai agama dengan kebenaran mutlak mempunyai supremasi atas nilai agama dengan kebenaran relatif, dan kebenaran nilai agama relatif ini tidak boleh bertentangan dengan nilai kebenaran mutlak. Dalam Islam, pemahaman terhadap ajaran dasar agama itu berpusat pada maslah tauhid atau keEsaan Tuhan. Dalam sejarah teologi Islam terdapat dua aliran eksterm yang berdiri berhadaphadapan dan bertentangan satu terhadap yang lain, yaitu paham Qadariyah danJabariyah. Paham Qadariyah mengagumkan kemampuan akal dan menganggap manusia memiliki kewenangan besar sekali dalam mengatur kehidupannya. Paham ini berpegang pada prinsip kebebasan manusia untuk memilih dan menentukan jalan hidupnya. Sebaliknya, paham Jabariyah mengagumkan wahyu dan menganggap manusia tidak memiliki kewenangan dalam mengatur kehidupan. Paham ini berpegang pada prinsip bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan memilih dan menentukan jalan hidupnya. Ia memandang apa pun yang diperbuat oleh manusia merupakan keterpaksaan dalam menghadapi ketentuan Tuhan. 37 Kemudian dalam perkembangan selanjutnya,
Sarana perangkat lunak mengacu ke pengertian alatalat yang bersifat nonfisik atau abstrak, misalnya: norma,nilai,isiperaturan,ajarandansebagainya. 37 Harun Nasution, Op. Cit., hlm. 3138. Nurcholis Majid, Pembahasan tentang Beberapa Segi Asketisme dalamBeberapaKitabJawadanMelayu,dalamhasilpenelitianLIPI,PandanganHidupUlama,1987/1988.
36

23 muncul aliran Asariyah yang menampilkan diri sebagai paham tengah antara Qadariyah dan Jabariyahtersebut.PahamQadariyahdanJabariyaholehduniapesantrendianggapsesat. Paham Asariyah keluar dengan teori kasbnya untuk menengahi pertentangan antara Qadariyah dan Jabariyah dengan menyatakan bahwa manusia wajib berusaha, namun disadarkan pula bahwa usahanya itu tidak berpengaruh terhapad jalan kehidupan manusia yang telah ditentukan Tuhan. Paham Asariyah inilah yang masuk dan mendominasi kehidupan pesantren, bahkan hampir seluruh umatIslamIndonesiamengikutiteologiAsariyah. Gambaran lebih lanjut mengenai ketiga aliran teologi (Asariyah yang juga menamakan dirinya sebagai Ahli Sunnah Wal Jamaah, Qadariyah dan Jabariyah) menurut versi beberapa kitab kuning, sebagaimana dituturkan kembali oleh Nurcholis Majid dalam hasil penelitian tahun 1987/1988 mengenaipandanganhidupulamaIndonesia,adalahsebagaiberikut:
Bagi kita kaum Ahl alSunnah Wa alJamaah semua makhluk dibebani kewajiban melakukan kasab (usaha), yaitu pekerjaan yang telah ditentukan oleh Allah swt, akan tetapi usahanya itu tidak memeberi pengaruh(efek)sedikitpunjuga,samasekalitidak.Makaketahuilaholehmuakanhalyangdemikianitu

Yaknidalammasalahiniadatigaaliranpendapatataumazhab.Salahsatunyaialah(yangpertama)mazhab Ahl alSunnah Wa alJamaah yang berpandangan bahwa sesuatu apapun kecuali usaha dengan ikhtiarnya, bukannya terpaksa sama sekali. Namun sementara itu usahanya tersebut tidak akan dapat memberi bekas ataupengaruh.

Yang dimaksud dengan kasab itu ialah ketergantungan qudratiiradat (kemampuan dan kemauan) seorang hamba (manusia) kepada suatu hal tertentu bebarengan dengan qudratiradat abadi dari Tuhan. Manusia hanya menjadi wadah lahiriyah qudratiradat abadi itu saja, tanpa usaha manusia itu sendiri mampu mempengaruhinya.

Yang kedua ialah mazhab Jabariyah, yaitu mazhab yang berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai usaha sama sekali, melainkan sematamata terpaksa, tanpa ikhtiar sedikitpun juga, bagaikan bulan yang diterbangkanangin.SemuanyatelahdibuatolehTuhandanmanusiatidakikutmenentukan

Ketiga ialah mazhab Qadariyah, yaitu aliran yang memandang bahwa sesungguhnya makhluk mempunyai kegiatan yang bersifat pilihan (ikhtiar), dengan kemampuannya sendiri yang kemampuan itu telah diciptakanAllahuntukmanusia.KeduaaliranQadariyahdanJabariyahitusesat..

Dari kutipan tersebut di atas, dapat dimaklumi kalau para pengritik Asariyah mengatakan bahwa para pengikut paham Asariyah sangat mudah tergelincir mengikuti paham Jabariyah. Tetapi dengan pernyataannya bahwa manusia wajib berusaha, hal itu dapat ditafsirkan adanya pengakuan terhadap kemampuan dan kemauan untuk menentukan jalna hdiupnya sendiri; dan dengan pernyataannnya bahwa usaha manusia itu tidak dapat berpengaruh terhadap jalan kehidupannya yang telah ditentukan Tuhan, tidak selalu harus ditafsirkan sebagai suatu tanda fatalistis, tetapi mungkin saja yang dimaksudkan oleh pernyataan tersebut ialah bahwa apapun yang dilakukan oleh manusia tidak akan melampaui ketentuan Sunatullah, yaitu hukum alam ciptaan Tuhan, yang tidak mengenal perubahan dan tidak dapat diubah oleh siapa pun kecuali oleh Allah yang menciptaknnya. Hal ini hanya tepat untuk analisis tingkat Tuhan tetapi tidak tepat untuk analisis tingkat manusia. Di kalanganmanusiapahamyangdemikianitudapatberartibahwakonsepAsariyahtidakpercayapada hukum alam dan kausalitas. Sementara itu, di kalangan Ahli Sunnah Wal Jamaah juga dikenalkan rukun iman yang ke6 yaitu percaya pada Kada dan Kadar Tuhan, sehingga hal ini melengkapi pendapatparapengritikAsariyahbahwapahamAsariyahadalahfatalistik.

24 Teori kasab Asariyah tersebut sering dipandang sebagai salah satu medan pembahasan ilmu kalamyangrumitkarenatekanannyauntukmencarijalantengahataujalankeluardaripertentangan paham Jabariyah (fatalistis) dan paham Qadariyah (vitalistis). Sebagian pendapat mengatakan bahwa teologi Asariyah masuk ke dalam golongan Jabariyah, 38 dan sebagian yang lain, yaitu kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah tetap mengatakan sebagai jalan tengah antara Qadariyah dan Jabariyah tersebut. Dikaitkan dengan konteks pembangunan masyarakat modern, masalahnya bukan terletak pada apakah paham Asariyah masuk ke kubu Jabariyah atau Qadariyah ataukah benarbenar merupakan jalan tengah dari keduanya, tetapi seberapa jauh kemampuan pengikutnya mengolah dan mengembangkan teori kasab dari Asariyah tersebut sehingga mampu melayani tantangan pembangunan masyarakat modern. Hal ini sangat tergantung pada pendalaman terhadap ajaran agamadanrealitassosialyangdigumulidalamhidupkeseharian. Dalam sejarah keilmuan Islam, dunia Islam pernah mencapai zaman keemasannya, yaitu pada abad ke813 M. dalam kurun itu Islam mencapai puncak kebudayaan yang amat tinggi. Pada waktu itu tidak ada perbedaan antara ilmuwan dan agamawan. Pengertian ulama identik dengan ilmuwan. Ulama di samping alim dalam arti agama, juga ahli dalam berbagai bidang ilmu menurut bidangnya masingmasing, jadi tidak ada pemisahan dikotomis antara ilmu agama dan ilmu umum. Hal itu tercermin antara lain dari model sosiologinya Ibnu Khaldun, kedokterannya Ibnu Sina, dan sebagainya.DominasikeilmuanIslamdalammasatersebutmenjangkauhampirseluruhnegara. Dalam bidang hukum Islam (fikih), muncul 4 ahli yang kemudian menimbulkan 4 mazhab yang sampai sekarang menjadi pegangan bagi sebagian besar umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ke4 mazhab itu adalah: Maliki (714795 M) yang berpegang pada Hadis Nabi dan pendapatpendapat para sahabat Nabi, Hanafi (700767 M) yang berpegang kuat pada kemampuan akal, SyafiI (767812 M) yang terkenal sebagai aliran tengah antara Maliki dan Hanafi, jadi merupakan perpaduan antara Sunnah Nabi dan kemampuan akal, dan Hanbali (750855 M) yang berpegangkuatpadakonsensuskaumulamasalaf,jadisepertimazhabMaliki. Dari ke4 mazhab tersebut, mazhab SyafiI mempunyai pengaruh dan pengikut paling besar di Indonesia. Hampir seluruh pesantren di Jawa, terutama di Jawa Timur, mengikuti mazhab SyafiI. Ciri dari mazhab ini antara lain ialah keterikatannya pada hadis yang sangat tinggi dalam menentukan ijtihad, sehingga dapat mengambil ijtihad yang paling selamat dalam arti paling jauh dari kemungkinansalah.Seiringdenganini,implikasinyadalamprosesbelajarmengajardipesantrenialah mengandalkankemampuanmengingatdanmenghafal. Meskipun demikian, seperti disebutkan di muka, sebagai ciri yang lain dari mazhab SyafiI ialah penghargaannya yang tinggi terhadap kemampuan akal dalam menentukan hukum agama. Misalnya dalam menentukan arah kiblat bagi mereka yang hendak salat yang jauh dari Masjidil Haram, dapat dipakai perhitungan akal dengan buktibukti yang ada, meskipun ada kemungkinan berbeda dengan orang lain. Jika terdapat kesalahan, dan kesalahan itu tidak dapat dielakkan atau tidak disengaja, dan upayaakalitutidakdipergunakanuntukhalhalyangdilarangolehagama,makakesalahansepertiitu dapat dimaafkan. Dalam hal memahami ayatayat Alquran yang mempunyai banyak arti, maka orang harus mencari penjelasannya dari Sunnah Nabi; jika hal ini tidak dapat ditemukan, maka orang dapat mencarinya dari ijmak kaum muslimin, dan apabila ijmak juga tidak memungkinkan, maka mereka dapat melakukan qiyas atau analogi. Qiyas harus dilakukan berdasarkan ilmu dan buktibukti yang meyakinkan yang dapat diterima oleh akal sehat. 39 Kecuali itu, mazhab SyafiI juga sangat 38 HarunNasution,Op.Cit.,hlm.106107.
39

AhmadiThoha(penerjemah),arRisalahImamSyafiI,PustakaFirdaus,Jakarta,1986,hlm.125233.

25 memperhitungkansituasidankondisidalamupayamenetapkanketentuanhukumagama.Ketetapan ketetapan hukum agama yang dibuat ketika ia berada di Bagdad, qaul qadim (pendapat lama), berbeda dengan ketetapan yang diambil ketika ia berada di Mesir, yang disebut qaul jadid (pendapat baru). Seperti disebutkan di muka, mazhab SyafiI dipeluk oleh hampir seluruh umat Islam Indonesia. Bagi mereka, mazhab SyafiI telah menyatu dalam kehidupan, baik secara pribadi maupun masyarakat. Begitu lengkap dan telitinya fikih SyafiI, sehingga mazhab ini benarbenar telah melekat dalam kehidupan pemeluknya. Para pengikut mazhab SyafiI merasa kurang perlu mengenal atau mencari hukum agama dari sumber lain; hubungan mereka dengan mazhab SyafiI bukan lagi hubungan intelektualrasional. Tetapi sudah menjadi hubungan kultural emosional. 40 Dengan kata lain,ajaranImamSyafiitelahmembudayaataumenjadinilaidalamkehidupanmereka. Keengganan untuk mencari sumbersumber hukum baru tampaknya merupakan gejala umum dari tiadanya keberanian dan kemampuan mengembangkan pemikiranpemikiran dalam Islam atau berijtihad melampaui zaman keemasan abad ke813 M tersebut, sehingga muncul anggapan bahwa pintuijtihadtelahtertutup. Anggapan ini muncul ketika Imam alGhazali sekitar tahun 1100 menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara beberapa cabang ilmu filsafat dan agama. Tetapi sesungguhnya Imam alGhazali tidak bermaksud menyatakan bahwa dalam agama tidak ada akal. Sebagai ilmuwan dan agamawan besar tentu pernyataanpernyataan tersebut berdasarkan alasan yang mantap, 41 tetapi sebagaimana biasa, pengikut seorang tokoh biasanya mengadakan amplifikasi pada ajaran tokoh tersebut sehingga makin lama makin jauh dari aslinya. Dalam perjalanan selanjutnya timbul dikotomi "ilmu agama" yang seakanakan tidak ada akal dan "ilmu pengetahuan" yang seakanakan hanya ada akal' Keadaan ini menjadi semakin berlarut dengan terbitnya buku Ibnu Khaldun Muqaddimahpadasekitartahun1400an,dimanadigambarkanbahwapadawaktuituterjadi saling mengejek antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. IImu pengetahuan dianggap menjerumuskan orang ke kekufuran, sedangkan ilmu agama dianggap kolot dan anti kemajuan.Gejalayangdemikianinimasihterasasampaihariini. 42 Namun, sejak awal abad ke19 telah muncul zaman kebangkitan Islam kembali dengan tokohtokoh pembarunya antara lain Jamaluddin aIAfghani dan Muhammad Abduh. Jamaluddin aIAfghani (18391897 M) bergerak di bidang politik dan melahirkan gerakan Pan Islamisme untuk membangkitkan kembali umat Islam dari dominasi bangsabangsa nonIslam denganjalankembalikepadaIslamyangsebenarnya(AlqurandanHadis),sedangMuhammad Abduh (18481905 M) bergerak di bidang pendidikan. Ia sangat membenci cara belajar dengan menghafal dan mekanis. Menurutnya, kemunduran Islam disebabkan adanya kejumudan atau kebekuan dalam pemikiran Islam. Ia menganjurkan untuk kembali mempelajari Alquran dan Hadis dan tidak perlu selalu terikat dengan pendapatpendapat ulama. Ia juga menganjurkan perlunya mengaitkan diri dengan kemajuan ilmu dan teknologi dalam zaman modern ini di dalam mempelajari ajaranajaran Islam tersebut. Menurutnya,

Ibid. Menurut Ibnu Taimiyah, letak kedudukan intelektual al Ghazali berada di antara ulama dan filosof. (NurcholisMajid,IslamKemoderenandanKeIndonesiaan,Mizan,Bandung,1987,hlm.282. 42 A.Baiquni,IslamdalamPengembanganIlmuPengetahuandanTeknologi,dalamIslamdanPendidikan Nasional,LembagaPenelitianIAINJakarta,1983,hlm.2941.
41 40

26 wahyu dan akal, keduanya berasal dari Tuhan, oleh karena itu tidak mungkin bertentangan danharusbertemudalamsatukebenaran. 43 Dalam sejarah pendidikan Islam Indonesia, anggapan yang menyatakan tertutupnya pintu ijtihadtersebutdapatdilacakdariduakejadian. KejadianPertama: Kembalinya para ulama dari Mekah. Seperti disebutkan dalam halaman 20 di muka, masa abad ke1317 M adalah masa berdirinya pusatpusat kekuasaan dan studi keislaman. Dengan demikian, masa kembalinya para ulama dari belajar di Mekah itu, adalah bersamaan dengan masa suburnya kegiatan menyebarnya agama Islam di bumi Nusantara ini. Sementara itu, perjalanan Islam ke Indonesia melalui Persia dan anak benua India yang ketika itu sangat kuat berorientasi pada tasawuf. Karena inilah maka bukubuku tasawuf yang menggabungkan fikih dengan amalanamalan akhlak merupakan pelajaran utama di pesantrenpesantren, di antaranya tasawuf Imam alGhazali dalam kitabkitabnya: Ihya' 'Ulumuddin, Bidayatul Hidayah, Minhajul A.bidin, dan sebagainya, yang merupakan karya fikihsufistik yang sangat mendominasi pelajaran pesantren. Dalam masa yang amat panjang, sekitar 7 abad (abad ke 1319 M) fikihsufistik tersebut berkelindan dengan mistik Jawa dan budayabudaya lain di Indonesia, sehingga ia tidak hanya memasuki dunia pesantren, tetapi juga seluruh kehidupan umat Islam Indonesia. Sifat utama dari fikihsufistik ini ialah mementingkan pendalaman akhlakyangdiamalkandalamhidupkeseharian. Sejak abad keI319 M (bahkan sampai sekarang sesungguhnya masih terlihat gejala gejalanya), terdapat anggapan bahwa tarekat terlepas dari induknya sehingga menimbulkan eksesekses negatif atau penyimpangan agama, sebagaimana diketahui oleh K.H. Ahmad siddiq ketika ia menyebutkan bahwa tarekat itu sesungguhnya harus bersumber pada tasawuf, tasawuf bersumber pada syariah, dan syariah bersumber pada akidah; jadi terdapat satukesatuanmatarantaiyangtidakbolehdipisahpisahkansatudariyanglain.Hampirdapat dipastikanbahwasemuakiaisalafmengikutitarekatsesuaidenganpilihannyamasingmasing; dan karena tarekat merupakan bagian integral dari mata rantai tersebut, maka sesungguhnya praktik tarekat tidak boleh dipamerpamerkan kepada orang lain, apalagi diwujudkan dalam suatu gerakan masal. Inilah sebabnya (antara lain) mengapa K.H.R. As'ad Syamsoel Arifin dan K.H. Ahmad Siddiq sendiri tidak membuat gerakan tarekat; pelaksanaan tarekatnya dilakukan secaraindividuallangsungberhubungandenganTuhan. 44 SelainkitabkitabkaryaImamalGhazalisampaisaatinidihampirseluruhpesantrenmasih sangat kuat pengaruh kitab Ta'limul Muta 'allim karangan Syekh azZarnujiy. Kitab ini merupakam pedoman bagi santri dalam menuntut ilmu di pesantren. Di antara isinya dikatakan bahwa kunci keberhasilan menuntut ilmu adalah: murid wajib menghormati guru dankitabkitabyangdiajarkannya.
...."termasukmenghormatiguru:janganberjalandidepannya,dudukditempatnya,mulaimengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macammacam di depannya, dan menanyakan hal hal yang membosankan. Tetapi hendaklah menghemat waktu, jangan sampai mengetuk pintunya, cukuplahdengansabarmenantidiluar

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah, Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, 1975,hlm.5157. 44 Mastuhu, Tiga Ulama Termasyhur di Jawa Timur, dalam Nadhar, Buletin tak berkala penelitian Agama, LIPI,seri10,Desember,1987,hlm.1736.
43

27
sehingga ia sendiri yang keluar dari rumah. Pokoknya, adalah melakukan halhal yang membuatnya rela, menjauhkan amarahnya dan menjunjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama"....

.... "termasuk memuliakan kitab: Syaikhul Imam Syamsul Aimmah AsSyarkhasiy pada satu malam mengulangkembalipelajaranpelajarannyayangterdahulu,kebelulanterkenasakitperut,jadisering kentut. Untuk itu ia terpaksa melakukan 17 kali berwuduk dalam satu malam tersebut karena mempertahankansupayabelajarselaludalamkeadaansuci"....

...."(murid)hendaknyajanganmembentangkankakikearahkitab.KitabTafsirletaknyadiataskitab kitablain,danjanganmenaruhsesuatudiataskitab".... 45

Kutipan tersebut ternyata sejiwa dengan pengalaman Djamil Suherman dan Sepuluh Tata Tertib Pesantren MeranggengSemarang dan gaya kepemimpinan para pengasuh pesantren, sebagaimana disebutkan dalam halaman 3536, dan dilaporkan dalam halaman 7996padadisertasiini. Sehubungan dengan itu, maka dalam hal pemberian ilmu di pesantren, halhal yang bersifat panalaran akal agak tersingkir, dan sebaliknya halhal yang bersifat dogmatis lebih mendalam. 46 Dalam proses belajar mengajar di pesantren lebih banyak ditekankan penguasaan dan pengayaan materi pengajaran daripada metodologi berpikir keilmuan. Meskipun di pesantren juga diajarkan ilmu mantiq atau silogisme, tetapi sifatnya mekanis dan tidak mendorongberkembangnyapemikiranrasional,karenadalamilmumantikitudisusunsuatu konsepuniversal.Misalnya:"Semuaorangakanmati,Aristotelesadalahorang,makaiaakan mati." Universalisme itu terlalu sewenangwenang sehingga tidak memberi tempat sedikit pun bagi partikular, yaitu sesuatu yang dapat diobservasi dalam kehidupan empiris, dan sesuatu yangdapatdiobservasiitumemilikinilaiilmiah.SesungguhnyarumusanusulfikiholehImam Syafi'i lebih rasional dan realistik. Misalnya: hukum itu berputar menurut ada dan tidak ada, "sesuatuyangtidakterpenuhisemua,tidakbolehditinggalkansemua. 47 Dalam perumusanperumusan itu jelas masih terdapat tempat bagi partikular untuk diobservasi.Dengandemikianadadualismepengajaranlogikadipesantren. Dalam prospektif pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ilmu mantik tersebut makin lama makin turun pamornya karena sudah kurang relevan lagi dengan kenyataan dan kemajuan logika modern yang dikembangkan oleh John Stuart Mill dan David Hume, yang banyak dipergunakan di perguruan umum. Meskipun demikian, tampaknyasulitbagipesantrenuntukbegitusajameninggalkanilmumantiktersebutkarena dalam agama banyak halhal yang tidak dapat dan tidak perlu diuji kebenarannya secara empiris, yang dapat diuji hanyalah dimensi pengalaman lahiriahnya, bukan dogmanya, oleh karena itu ilmu mantik tetap diperlukan, sebagaimana hal ini dibela oleh Imam alGhazali dan Ibnu Khaldun yang tetap menghargai ilmu mantik dengan membuat pernyataan bahwa orangyangtidaktahumantikhujjahnyatidakdapatditerima. 48
Drs.AllyAsad(PenerjemahkitabTalimulMutaalim),BimbinganBagiPenuntutIlmuPengetahuan, MenaraKudus,1978,hlm.2627. 46 NurcholisMajid,KeilmuanPesantren,AntaraMateridanMetodologi,Loc.Cit. 47 Ibid. 48 Ibid.
45

28 Kejadiankedua: Para ulama atau kiai yang sekarang memimpin pesantren mengalami model pendidikan bercorak fikihsufstik dengan orientasi nilai yang sangat menekankan pentingnya kehidupan ukhrawi di atas duniawi, agama di atas ilmu, dan moral di atas akal. Model pendidikan yang seperti itu berjalan dalam kurun waktu yang amat panjang, sepanjang pemerintah kolonial. Seperti disebutkan di muka, pemerintahkolonial menolak memasukkan pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan pemerintah atau sistem pendidikan umum, karena dianggap telalu jelek. Selama itu pendidikan Islam dijauhkan dari urusan keduniawian kecuali mengenai faraid, yaitu hukumwaris. Meskipun demikian, model pendidikan tersebut tidak seluruhnya buruk, karena ternyata ia menghasilkan pertahanan mental spiritual yang kuat, dan telah mampu memberikan pembinaan moral sehingga mendapat tempat di hati masyarakat dan kaum muda Islam. Secara tidak disadari pesantren merupakan lembaga pendidikan yang menumbuhkan fanatisme keagamaan yang mendalamdanemosional,dantelahikutmenambahrasaantipenjajahsebagaikaumkafir. Pada waktu perang kemerdekaan, semboyan mengusir kaum kafir yang dibawakan oleh para ulama terasa lebih membakar semangat perjuangan dari pada semboyan yang dibawakan oleh kelompok nasionalis, yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial harus diusir dari muka bumi karenatidaksesuaidengankeadilan,danbahwakemerdekaanituadalahhaksegalabangsa.Kobaran semangat anti penjajah tersebut lebih dimantapkan lagi dengan salah satu doktrin keagamaan yang menyatakan bahwa mencintai tanah air merupakan sebagian dari iman, Hubbul watan minal iman. Tetapi seperti tersebut di muka dalam saatsaat terakhir ini, sekitar sejak dua atau tiga dasawarsa yang lalu lembaga pendidikan pesantren terasa mulai menurun di mata masyarakat dan kaum muda Islam, karena dianggap tidak mampu memberi jaminan kerja, sebagaimana sekolahsekolah umum, tetapi mereka tetap percaya bahwa pesantren masih mampu menjamin pembinaan moral. Oleh karena itu, merka tetap hormat kepada pendidikan pesantren dan pendidikanpendidikan agama Islam lainnya, tetapi mereka sadar bahwa dalam mengarungi kehidupan masyarakat modern mereka memerlukan keduanya: pembinaan moral dan jaminan kerja sekaligus, tidak cukup hanya salah satu saja. Meskipundemikian,bersamaandenganitutelahpulatumbuhgejalabarudikalanganpendidikan Islam, termasuk pesantren, yaitu praktis sudah pudarnya dewasa ini pandangan anti agama Kristen sebagai agama penjajah berkat pembinaan yang intensif dari pemerintah melalui programprogram pembangunan nasional, yaitu kerukunan antar umat beragama. Misalnya dari berbagai pernyataan tokohtokoh agama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1987 menyatakan bahwa konsep ukhuwah dalam Islam meliputi persaudaraan sesama agama (ukhuwah Islamiyah), sesamabangsa(ukhuwahwataniyah),dansesamamanusia(ukhuwahbasyariyah). Sealin itu secara ressmi sistem pendidikan Islam Indonesia telah masuk menjadi subsistem pendidikan nasional, yaitu dengan adanya surat keputusan bersama antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri, disingkat dengan SKB 3 Menteri, 24 Maret 1975, dimana porsi mata pelajaran umum bagi madrasah mencapai 70 % dan agama 30 %. Dengan posisi seperti itu, madrasah ibtidaiyah kini memililki kedudukan setaraf dan karenanya memiliki hak dankesempatanyangsamadenganSD. 49 Sebelumn itu, pada tahun 1973an telah dikenalkan berbagai keterampilan ke pesantren, seperti: pertukangan, menjahit, perbengkelan, peternakan, pertanian, koperasi, dan sebagainya. Meskipun jenisjenis keterampilan seperti itu bukan merupakan hal baru bagi santri, karena mereka memang
49

DepartemenAgama,PondokPesantrendanSistemPendidikanNasional,Serimonografi,1984/1985,hlm.

58.

29 sudah akrab dengannya, tetapi yang dimaksud dengan pemberian keterampilan tersebut ialah untuk membuka wawasan berpikir keduniawian; wawasan berpikir selama ini dinilai terlalu berat pada keakhiratan. Belum pernah dilakukan evaluasi yang rinci mengenai keberhasilan program keterampilan tersebut, tetapi yang jelas lembagalembaga: studi, perguruan tinggi, departemen departemen dan sosial telah ikut serta aktif mengambil bagian dalam kegiatan tersebut, dan banyak pesantrenpesantren yang mengirimkan santrisantrinya ikut serta dalam trainingtraining keterampilan yang diselenggarakan oleh lembagaIembaga dimaksud. Lembagalembaga itu antara lain adalah: LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), LSP . (Lembaga Studi Pembangunan), Departemen Penerangan yang mensponsori berdirinya Pusat InformasiPesantren,ITB(InstitutTeknologiBandung),dansebagainyadalammasa1977an. Semua itu bersamasama dengan dampak global dari pembangunan nasional dan kemajuan ilmu dan teknologi, mau tidak mau mempengaruhi wawasan berpikir santri. Seperti disebutkan di muka, saat ini hampir di seluruh pesantren diselenggarakan madrasah, sekolah umum, dan bahkan perguruan tinggi agama baik dalam bentuk sekolah tinggi, institut, maupun universitas agama yang biasanyaterdiriatas:fakultasfakultasTarbiyah,Syariah,Ushuluddin,danDakwah. Akibat masa uzlah yang panjang, corak pendidikan fikihSufistik seperti digambarkan di muka masih berjalan sampai saat ini. Namun, terdapat beberapa dampak positif antara lain ialah: (a) Timbulnya nilai kependidikan yang positif yaitu sikap yang memandang semua kegiatan pendidikan sebagai ibadah kepada Tuhan. Tugas menyelenggarakan pesantren oleh kiai, tugas mengajar oleh ustaz, tugas belajar oleh santri, tugas mengirimkan anak ke pesantren oleh orangtua, dan belajar di pesantren dinilai sebagai ibadah kepada Tuhan. Nilai ibadah ini ternyala merupakan nilai kunci yang mendasari nilainilai lain dengan keikhlasan atau kelulusan dalam menyelenggarakan dan melaksanakan tugastugas kependidikan, yang selanjutnya melahirkan nilainilai lain seperti penerimaan yang terbuka kepada siapa saja yang mau menjadi santri tanpa dikenakan persyaratan persyaratan tertentu seperti: waktu pendaftaran, inteligensi, umur, biaya alau uang, dan sebagainya, (b) Tumbuhnya pembagian tugas dalam menjaga nilainilai yang mendasari pesantren. Penjagaan nilainilai agama dengan kebenaran mutlak ada di tangan kiai, dan nilainilai agama itu super di atas nilai agama dengan kebenaran relatif, menentukan gerak kehidupan pesantren pada semua aspeknya, sedang nilai agama kebenaran relatif berada di tangan santri dan karenanya sangat tergantung pada restu kiai. Hal ini kemudian menyebabkan berkembangnya nilainilai lain seperti: ketundukan dan ketaatan serta kepercayaan santri kepada kiai alau ustaznya, pada orangtua, saudara, dan orangorang lain terutama yang lebih tua, dan (c) Tumbuhnya nilainilai dalam pesantren yang berbeda dengan nilai yang hidup di tangan masyarakat luas, seperti konsep terhadap kebersihan dan waktu di mana nilai dalam pesantren didasarkan atas ajaran fikih, sedangkan nilai nilai dalam masyarakat didasarkan atas realitas sosial. Di kalangan pesantren terkenal prinsip pergaulan bahwa: dalam hal hak "orang harus mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri, tetapi dalam hal kewajiban, orang harus mendahulukan kewajiban diri sendiri sebelum orang lain". Sedangkan dalam hal memilih sesuatu: "memelihara halhal baik yang telah ada, sarnbil mengembangkan halhal baru yang lebih baik" almuhafazatu, 'ala alqadimissalih maalakhizibiljadidilaslah. 50 Dengan diserahkannya pelaksanaan nilai agama dengan kebenaran relatif kepada santri, rnaka santri bebas dan aktif ikut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Dengan demikian santri tidak segan melakukan perdebatan dengan siapa saja rnengenai soalsoal yang nonagama; kecuali kepada kiai, bagaimanapun rnereka tetap segan karena gaya kepemimpinan karismatik kiai yang sangat mencekam. Di bawah ini dikutipkan contohcontoh perbedaan konsepsi antara pesantren dan
50

AbdurrachmanWahid,BungaRampaiPesantren,1399H.,hlm.169.

30 masyarakatluasmengenai:solidaritaskawan,kebersihan,horrnatkepadaguru,danuraianmengenai pengertian waktu; yang sampai sekarang pada umumnya masih hidup dalam dunia pesantren, setidaktidaknya di pesantrenpesantren tertentu, dan secara kultural hal itu masih dapat dirasakan sebagaisuatunilaiyangmasihhidupdalamkehidupanpondokpesantren. Konsepsisolidaritaskawan: "Sebagai santri, yang paling menyayangi aku tidak bisa pisah dari kawankawanku yang lain dalam segalahal.HidupkamirukundandesaKedungringsebagaipesantrenmerupakankeluargabesaryang tidak bisa dipisahpisahkan satu sarna lain. Hubungan batin antara kami dan antara kami dengan keluarga kiai sangat eratnya. Keluarga besar yang dilindungi oleh bapak junjungan dunia akhirat. Hidupbeginikamirasatenteramdibawahlindungansuraudankiaiyangalim.Kamipercayadisinilah letakduniakami.HidupdamaidandiridaiAllah". 51 Konsepsikebersihan: "Di pesantren kami, air kolam yang bertahuntahun tidak pernah dikuras bukanlah soal yang jadi perhatian istimewa, karena menurut anggapan mereka, air kolam yang tiap hari dipergunakan orang Islam mengambil air wudlu itu tetap berkah, artinya ada khasiatnya. Besar kolam itu cukup bisa menampung air sebanyak 20 kullah, karena itu syah menurut syarat yang ditetapkan oleh kitab fikih. Kolam itu dipergunakan oleh siapa saja yang datang hendak melakukan salat di surau. Mulamula mereka membasuh dua tangan yang dicelupkan bergantigantian, lalu air itu dicawiknya untuk kumurkumur, kemudian membasuh muka ratarata tiga kali, kedua Iengan sampai di atas siku, kuncung rambut, kedua telinga dan akhirnya mencelupkan sarna sekali kedua kaki bergantiganti kedalamkolam. 52 Konsepsihormatkepadaguru(kiai): SepuluhtatatertibdariPondokPesantrenMeranggengSemarang,Tengah: 1. Seorang murid harus mempunyai keyakinan penuh bahwa tujuannya tidak tercapai tanpa adanyaguru. 2. Muridharussepenuhnyapasrahdanmenurutkepadakepemimpinanguru. 3. Jika kebetulan murid berbeda pandangan dengan guru, maka ia harus melepaskan pandangannyasendiriitudanmenganutpandanganguru. 4. Harussenangbersamasenangnyaguru,danharusbencibersamadenganbencinyaguru. 5. Tidak baleh sama sekali mendahului guru dalam membuat tafsiran tentang gejala atau pertanda. 6. Harus merendahkan suara di hadapan dan dalam pertemuan dengan guru, baleh banyak bertanyaataupunbanyakbicara. 7. Bila hendak sowan atau berkunjung kepada guru, murid wajib memberi lebih dulu, dan menantiwaktuyangcocokbagiguru. 8. Harus sedia membuka rahasia apa saja yang ada pada murid itu di hadapannya, dan dilarang menyembunyikan rahasianya itu, khususnya dengan suatu pengalaman keagamaan. 9. Murid dilarang mewartakan ucapanucapan guru kecuali setingkat dengan daya akal murid,danhanyadalamhalhalyangdiizinkan.
51 52

DjamilSuherman,UmiKalsum,kisahkisahpesantren,Mizan,Bandung,1984,hlm.30. Ibid.,2627.Menurutfikih,airuntukwuducukupduakulah.

31 10. Samasekalidilarangmembicarakangurusecaratidakbaik(mengumpat)masukmenyindir, menyinggungperasaanataumengritik. 53 Dari urain tersebut jelas bahwa nilai yang mendasari sistem pendidikan pesantren bersumber dari ajaran Islam yang bersifat fikihsufistik. Hal ini sangat berbeda dengan nilai nilaiyangmendasarisistemkehidupanmasyarakatluas. Pengertianwaktu Konsep waktu menurut pesantren berbeda dengan konsep waktu menurut masyarakat luas. Dalam pesantren, konsep waktu diukur dari segi salat, khususnya salat wajib lima waktu; sedang dalam masyarakat luas diukur kegiatan kehidupan atau program kerja keduniawian dalam lebih kurang 24 jam. Oleh karena itu, kalau melakukan perjanjian kegiatan apa saja dengan santri sering menggunakan patokan waktu seperti: sesudah asar, sesudah magrib, sesudah isya, sesudah subuh, dan sebagainya. Atau sebelum Ramadan, sesudah Hari Raya Haji, dan seterusnya. Pendeknya yang dijadikan ukuran adalah waktu ibadah kepada Tuhan; bukan waktu dalam arti 24 kehidupan sebagaimana kebiasaan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, maka dapat dimaklumi, kalau pada saat menjelang magrib masih ada santri yang mencuci pakaian, pagipagi buta mereka sudah mulai bekerja, dan sebagainya. 54 Apalagi bulan Puasa, adalah saat yang sangat baik untuk menghubungi teman sebelum salat subuh sambil sekalian membangunkan untuk makan sahur. Hal ini tentunya tidak lazim dilakukan terhadaptemanyangtidakdalamsatukulturagama. Kunci pemahaman sistem pendidikan pesantren dari segi unsur, terletak pada sistem pembagian kerja di mana pemeliharaan nilai agama dengan nilai kebenaran mutlak ada di tangan kiai, dan pemeliharaan nilai agama dengan kebenaran relatif ada di tangan ustaz dan santri. Sedang dari segi nilai, terletak pada pandangan bahwa semua kegiatan kependidikan dipandang sebagai ibadah kepada Tuhan. Nilai agama dengan kebenaran mutlak tersebut memiliki sepremasi di atas nilai agama dengan kebenaran relatif. Nilai agama dengan kebenaran mutlak merupakan sumber informasi dan konfirmasi bagi nilai agama dengan nilai kebenaran relatif. Sehubungan dengan itu maka sistem pendidikan pesantren dikatakan sebagai sistem tertutup, apabila menyangkut nilai agama dengan kebenaran mutlak, dan disebut sebagai sistem terbuka, apabila menyangkut nilai agama dengan kebenaran relatif. Ini berarti bahwa pesantren memiliki potensi terbuka dan lentur untuk menerima halhal yang datang dari luar, sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan akidah dan syariah. Akidah, artinya keyakinan, dan syariah artinya semua kegiatan manusia yang diatur menurut hukum Islam. Kecuali itu, dengan diberikannya kesempatan yang luas bagi santri untuk aktif di bidang bidang nonagama dalam proses pendidikan, maka hal itu berarti bahwa dalam sistem pendidikan pesantren berlaku prinsip pendidikan self government, atau open school. Prinsip pendidikanyangdemikianakanmampumengantaranakdidikbersikapmandiridalamartisiap mental untuk menghadapi pekerjaan atau lapangan kehidupan apa saja, setelah ia menamatkan pendidikannya. Tetapijika model pendidikan seperti itutidak dilanjutkan dengan pendidikan profesional yang akan mengantar anak didik menjadi orang yang memiliki profesi
Nurcholis Majid, dalam Seminar Pendalaman Agama, Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, 23 Oktober, 1985. 54 AbdurrahmanWahid,PesantrensebagaisubkulturaldalamBungaRampaiPesantren,DharmaBhakti, Jakarta,1399H.,hlm.742.
53

32 atau keahlian tertentu, maka ia akan menjadi generalis yang minimalis dalam arti sanggup menerima jenis pekerjaan apa saja dengan keahlian minimal yang diperoleh dari latihan magangdanbukandaripendidikanprofesional.

Anda mungkin juga menyukai