Anda di halaman 1dari 30

Jika berbicara masalah kepemimpinan, sejenak benak kita pastilah mengasosiasikan pada sosok seorang presiden, gubernur, walikota,

bupati, pak camat atau pak kades bahkan. Namun kepemimpinan bukanlah hanya b erbicara masalah jabatan atau siapa yang menjadiseorang pemimpin saja, melainkan memiliki makna yang lebih luas dan komprehensif yaitu berkenaan dengan tugas tugas seorang pemimpin, apa yang seharusnya dan tidakseharusnya dilakukan ( pemimpin sebagai role player ), dan sifat sifat bijak lainnya yangdimiliki oleh sosok seorang pemimpin dalam hal mengatasi caruk maruk permasalahan bangsa ini.Sementara itu dalam realitasnya, bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami masa masa krisis dalam hal kepemimpinan. Hal ini dibuktikan setiap kali momentum pemilu. Banyak sekali wajah wajah lama maupun baru yang menawarkan janji janji akan perubahan dan keadilan untuk rakyat dengan model kampanye yang bervariasi, namun tidaksatupun yang dapat mengubah penurunan angka golput di Indonesia di setiap tahunnya. Perludiketahui angka golput secara nasional menurut KPU Indonesia, setiap tahunnya meningkatsebesar 5-10%. Yang paling terbesar adalah pada momentum pilpres terakhir pada tahun2009 kemarin yaitu telah mencapai sebesar 17%. Jika angka tersebut dikonversi menjadiangka penduduk Indonesia yaitu sebesar 250 juta jiwa, angka golput mencapai 42,5 juta jiwa.Belum lagi adanya upaya pencitraan politik yang saat ini mulai popular dan mewarnaikondisi perpolitikan bangsa saat ini. Hal yang dilakukan bisa sangat banyak, mulai dari pola blusukan yang mengesankan kedekatan pemimpin dengan rakyat, bahwa sang pemimpin sangat memperhatikan dan responsive terhadap kondisi memilukan rakyat. Ada juga yangdengan mempublikasikan bahwa dirinya adalah seorang yang sederhana, rendah hati dantidak sombong dari penerbitan sebuah autobiografi dan sejenisnya. Belum lagi yangmenggunakan symbol symbol kebapakan, keibuan, atau keluarga lainnya seperti pakde, bude, paklek, bulek dlsb. Itu semua bukanlah suatu masalah yang besar dalam halmen genalkan konsep kepemimpinan atau figur agar dapat di ingat atau diterima denganmudah oleh rakyat. Namun, jika hal itu yang sampai akhir ditawarkan sebagai suatu produk kebijakan namun tidak mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan yang kianmeningkat, penggangguran yang semakin banyak, angka kriminalitas dan asusila yangsemakin merebak, belum lagi masalah pendidikan, korupsi, inefesiensi pelayanan public danmasih banyak lagi.Kondisi krisis kepemimpinan tersebut merupakan fakta yang dapat kita pelajari danhadapi bersama selaku generasi muda. Bersamaan juga dengan konteks semangat harisumpah pemuda yang masih hangat, kita sebagai generasi muda seharusny a bisa sedikit

lebih kritis dan peka terhadap masalah krusial yang saat ini terjadi pada bangsa. Sikap kritistersebut bisa diwujudkan dalam bentuk mencari dan menggali pengetahuan socialpolitik bangsa yang kedepannya mampu menjadi bekal untuk mengabdi di masyarakat sebaga itenaga ahli sesuai dengan bidang dan kemampuan yang kita miliki masing masing saat ini.Perlu disadari juga, posisi kita sebagai the agent of change merupakan posisi strategis yangmampu mengubah nasib bangsa mulai dari saat ini dan mulai dari belajar untuk sadar dan peka terhadap perkembangan global yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia saat ini. Bangsa Indonesia membutuhkan semangat dan realisasi ilmu kita, jangan hanya hidup dizona aman yang apatis dan hidup mengalir mengikuti rezim yang bergulir

Pemerintahnya yang notabene adalah berasal dari rakyat nantinya akan menjadi pelayan rakyat, dan berkewajiban untuk bertanggung jawab atas berjalan atau tidaknya roda pemerintahannya.S u d a h d i u r a i k a n d i a t a s m e n g e n a i p e r s y a r a t a n k e p e m i m p i n a n y a n g h a r u s d i m i l i k i o l e h aparatur negara. Selain itu perlu juga adanya pemahaman secara dalam mengenai nilai -nilai dari pancasila yang merupakan asas negara Indonesia. Untuk memahami hal tersebut marilah kitarenungkan pemikiran Dr. Ruslan Abdulgani mengenai moral Pancasila dalam kaitannya dengan kepemimpinan nasional antara lain sebgai berikut:a . Y a n g d i m a k s u d d e n g a n Pancasila ialah Pancasila yang tercantum pada PembukaanUndangUndang Dasar 1945; Ketuhanan YME, Kemanusiaan Adil dan Bera dab,Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat K e b i j a k s a n a a n d a l a m Permusyawaratan /Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. b.Nilainilai tersebut harus dihayati, yaitu diresapi dan diendapkan dalam hati dan kalbu,sehingga memunculkan sikap dan tingkah laku yang utama/terpuji dalam kehidupans e h a r i hari. Untuk kemudian diterapkan/diamalkan dengankesungguhan ha t i d a l a m kehidupan bermasyarakat, karena orang menyadari sedalam-dalamnya Pancsila sebagai pandangan hidup bangsa dan sumber kejiwaan masyarakat, (sekaligus menjadi dasar negara Republik Indonesia) untuk hidup rukun-damai bersama-sama.c.Pancasila dan UUD 1945 menjamin kemerdekaan setiap penduduk utuk memeluk agamamasing-masingdang beribat meurut agama dan kepercayaannya. Kebebasn beragamaadalah salah satu hak paling asasi di antara hak-hak asasi manusia,

karena kebebasan itulangsung bersumber pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kebebasan beragam itu bukan pemberian negara, dan bukan pemberian golongan, akan tetapi merupakan anugerah Ilahi.Betapa pentingnya pemahaman pemimpin tentang falsafah negaranya dikarenakan falsafahn e g a r a m e r u p a k a n p a n d a n g a n h i d u p s e m u a r a k r y a t i n d o n e s i a d a n s e b a g a i s e o r a n g p e m i m p i n , pemerintah harus mampu mengemban kewajiba n untuk meuwujudkan tujuan bersama tersebut.Sebuah pemerintahan sebuah negara khususnya harus memiliki teknis untuk melaksanakan tugas dankewajibannya, dalam hal ini Prof. Arifin Abdoerachman dalam bukunya (Teori, pengembangan dan filosofi Kepemimpinan Kerja, hal. 60-67) menjelaskan bahwa ada 6 (enam) teknik kepemimpinan pemerintahan yaitu sebagai berikut :a . T e k n i k p e m a t a n g a n / p e n y i a p a n p e n g i k u t Dalam teknik ini terdapat dua sub teknik yaitu teknik penerangan dan teknik propaganda.Teknik penerangan dimaksud kan untuk memberi keterangan yang jelas dan faktual kepada orang-orang sehingga mereka dapat memiliki pengertian yang jelas dan mendalamm e n g e n a i s e s u a t u h a l y a n g m e n y e b a b k a n k a n t i m b u l n y a k e m a u a n u n t u k m e n g i k u t i pemimpin sesuai dengan rasa hati dan akalnya. Hal ini berbeda dengan teknik propagandayang berusaha memaksakan kehendak atau keinginan pemimpin, bahkan kadang-kadang bagi pengiktu tidak ada pilihan lain, dengan mengenakan ancamanancaman hukuman. b.Teknik Human RelationTeknik ini merupakan proses atau rangkaian kegiatan memotivasi orang, maksudnya yaitu keseluruhan proses pemberian motif agar orang mau bergerak. Hal-hal yang biasad i j a d i k a n m o t i f y a i t u p e m e n u h a n k e b u t u h a n , y a n g m e l i p u t i k e b utuhan physis, dankebutuhan psikologis. Dorongandorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebutmenyebabkan orango r a n g b e r s e d i a m e n g i k u t i p e m i m p i n y a n g d i h a r a p k a n d a p a t memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.c . T e k n i k m e n j a d i t e l a d a n Teknik menjadi teladan sangat cocok bagi masyarakat Indonesia dewasa ini yang masih berorientasi ke atas. Dengan memberi contoh-contoh, orangorang yang harus digerakanitu lalu mengikuti apa yang dilihat. Hakekatnya dari pemberian contoh ini diwujudkandalm dua aspek, yaitu aspek negatif dalam bentuk larangan -larangan atau pantangan pantangan, dan aspek posotif dalam bentuk anjuran-anjuran atau keharusankeharusan berbuat. Dalam rangka pemberian teladan maka si pemimpin harus dapat membatasi danmenguasai diri, khususnya tidak menyimpang atau melanggar larangan-larangan dansebaliknya selalu mematuhi anjuran-anjuran. Dengan demikian orang-orang lalu bersediamengikuti pemimpin.d . T e k n i k P e r s u a s i dan pemberian perintah Teknik persuasi atau ajakan menunuuk kepada suatu suasana di mana antara kedudukan pemimpin tidak terdapat batasan-batasan yang jelas. Karena itu dengan persuasi ajakan-ajakan dilakukan dengan lunak sehingga orang-orang yang diajak itu bersedia mengikuti pemimpin dengan kemauan sendiri dan atas tanggung jawab sendiri. Teknik pemberian perintah , yaitu menyuruh orang yang diberi perintah untuk mematuhiyang memberi perintah melakukan sesuatu. Di belakang perintah terdapat

kekuasaan.K e k u a s a a n a d a l a h w e w e n a n g d a r i y a n g m e m e r i n t a h d i t a m b a h d e n g a n k e m a m p u a n memaksakan perintah. oleh karena itu sering kali perintah ini diperluas dengan persuasi, jadi sifatnya campuran. e . T e k n i k p e n g g u n a a n s i s t e m k o m u n i k a s i y a n g c o c o k Komunikasi berarti menyampaikan suatu mkasud kepada pihak lain, baik dalam rangka penerangan, persuasu, perintah dan sebgainya. Dalam negara demokrasi sepe rti negaraIndonesia yang berdasarkan Pancasila, komunikasi bersifat dua arah, yaitu Top-Down(dari atas ke bawah), berisi perintah-perintah dan informasi-informasi, dari bawah ke atas(Bottom-Up) berisi laporan-laporan dan saran-saran. Lain daripada itu tentunya masih ada juga komunikasike samping. Sistem komunikasi yang cocok disesuaikan dengan faktorfaktor, seperti; keadaan penerima, alat komunikasi, dan sebagainya. Akhirnya dalam halkomuniksi ini perlu juga dibangun saluran -saluran komuniksai yang jelas dan biasanyamengikuti struktur organisasi.f . T e k n i k p e n y e d i a a n f a s i l i t a s f a s i l i t a s Apabila sekelompok orang siap untuk mengiktui ajakan si pemimpin, maka orang-orangtersebut harus diberi fasilitas-fasilitas atau kemudahankemudahan, adapun beberapafasilitas antara lain; Kecakapan, Uang, waktu, dan Perangsang. Kesimpulan Kepemimpinan dalam pemerintahan yang merupakan salah satu jenis kepemimpinan, ternyatamempunyai kedudukan yang strategis dalam pelaksanakan kebijakan kebijakan pemerintah dalam rangka mewujudkan tujuan negara dan cita-cita nasional. Dengan memperhatikan berbagai deskripsit e n t a n g k e p e m i m p i n a n y a n g a d a , m a k a p a d a u m u m n y a k e p e m impinan dapat diartikan sebagai kemampuan dan kesanggupan menggerakan orang-orang/pegikut untuk bekerja dan mengarahkan ketujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan yang merupakan gejala kelompok dalam kepustakaanilmu administrasi dianggap sebagai inti dari management, berdasarkan alasan bahwa managementterutama berhubungan dengan manusia, padahal kepemimpinan berhubungan dengan kemampuan dankesanggupan menggerkan dan mengarahkan orangorang/pengikut.Dalam kepemimpinan banyak teknik yang dapat dikembangkan, tetapi sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat kita dewasa ini, yang masih berorientasi ke atas, maka teknik kepemimpinan dengan pemberian suri tauladan merupakan teknik yang sangat cocok. Lain daripadai t u p e r l u j u g a d i k e m b a n g k a n gaya kepemimpinan motivasi yang positif dengan memberikan penghargaan kepada yang berhasil, bersamaan dengan gaya partisipasif atau gaya demokratis denganmemberikan kesempatan kepada anak buah untuk berprakarsa dan berparisipasi dalam pengambilankeputusan, dan gaya pengawasan yang berorientasi kpeada fakror-faktor manusia sejalan dengan silakemanusiaan yang adil dan beradab dari Pancasila.

A. Kepemimpinan di Indosesia Dalam perkambangan di Insonesia yang menjadi tolak ukur adalah pemimpin. Pemimpin yang baik sangat berpengaruh terhadap kemajuan negara. Tidak sedikit masalah yang muncul menurut masyarakat adalah kelalaian dari pada pemimpin, padahal disisi lain masyarakat lah yang kurang dalam memahami masalah tersebut. Namun jika kita berbicara kepemimpinan di Indonesia maka sebenarnya kita telah menghadakan diri pada dua corak konsep tentang kesatuan sosial yang secara konkrit bisa berkaitan, tetapi secara konseptual berbeda, yaitu Indonesia dan Islam. sebagai suatu komunitas Indonesia adalah suatu konsep yang berarti ganda, yaitu negara dan bangsa. Sebagai negara, indonesia adalah ikatan sosial yang terbentuk karena adanya konsensus politik yang berlanjut. Karena adanya sistem kekuasaan yang sah. Dalam konteks ini maka hak dan kewajiban seseorang-bahkan status dan kedudukannya-ditentukan oleh hal-hal yang telah diletakkan oleh dasar konsensus politik teresebut. dengan demikian, pengertian kepemimpinan semestinyalah diletakkan pada corak hubungan sosial yang ditentukan oleh jauh atau dekatnya seseorang pada nilai dasar dari masyarakat politik itu. Dengan kata lain, makin dekat seseorang kepada pusat kekuasaan politik, maka makin tinggilah ia dalam hinarki sosial. Dalam lingkungan kepegawaian, kepemimpinan berarti bahwa seseorang yang menduduki hirarki yang tinggi adalah pemimpin bagi mereka yang menduduki jenjang hirarki yang lebih rendah. Sebagai bangsa, kita tak hanya berhadapan dengan kesadaran politik baru yang telah melampaui batasbatas etnis, tetapi juga pada suatu komuitas yang dibina berdasarkan nilai-nilai yang diserap dari pengalaman sejarah. Pemimpin dan kepemimpinannya merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia dan berperan sentral dalam menjalankan roda organisasi. Bahkan, pemimpin dengan kepemimpinannya menentukan maju atau mundurnya suatu organisasi, dan dalam lingkup lebih luas menentukan jatuh dan bangunnya suatu bangsa dan negara. Yang masuk dalam kategori dan saluran kepemimpinan.[1] B. Permasalahan Tahun sebelumnya Sampai detik ini sejumlah masalah masih mengidap di tubuh bangsa ini. Di bidang Politik, hukum dan keamanan, bangsa kita adalah raksasa rapuh. Rumah bangsa ini tidak punya pagar. Kapal-kapal asing bebas keluar masuk menjarah ikan di perut laut pedalaman. Bahkan negara tetangga tanpa rasa takut memindahkan patokpatok batas negara. Maklum, peralatan perang tentara kita lawas. Sementara, budaya koruptif begitu akut dan sistemik ada di seluruh struktur urusan publik. Di

sektor Kesra, sejumlah borok bangsa masih belum hilang. Angka kemiskinan tinggi, Pendidikan dan kesehatan mahal, Anak-anak busung lapar belum hilang dari angka statistik. Untuk urusan bencana, begitu lambat penanganannya. Ini adalah wujud minimnya rasa empati negara terhadap kesengsaraan rakyatnya. Belum lagi konflik horizontal, baik yang bermotif sara ataupun bermotif ekonomi. Ini pertanda negara tidak hadir di saat rakyat membutuhkan sebagai lembaga yang memiliki otoritas mengatur ketertiban. Di bidang ekuin. Kita tidak berdaulat atas nasib ekonomi kita sendiri. Bahkan, kalah nyali dengan pemodal asing dalam setiap negosiasi membagi kue hasil usaha. Akibatnya, kita krisis energi, Antre minyak menjadi pemandangan sehari-hari, Antre bensin, Pemadaman listrik, dan masih banyak yang lain. Yang jadi pertanyaan, Kenapa itu semua terjadi? Banyak faktor yang menjadi sebabnya. Tapi, ada satu faktor mendasar yang menjadikan itu semua terjadi, yaitu kegagalan para elite kita memimpin bangsa ini. Sejatinya seorang pemimpin adalah orang yang secara berani mengambil alih masalah orang lain menjadi tanggung jawab dirinya. Ia problem solver masalah lingkungannya. Celakanya, beberapa dekade kepemimpinan bangsa ini justru diemban bukan oleh seorang problem solver. Jika pun ada, masih malas berpikir. Tidak kreatif dalam mencari solusi. Setidaknya masih tambal sulam. Akibatnya, tidak ada satu masalah bangsa pun yang terselesaikan secara tuntas. Kenyataan itu bisa kita dapati dalam potret keseharian masyarakat, tercetak di surat kabar, dan terekspose di kotak kaca televisi di ruang keluarga rumah kita. Siapapun presidennya, rakyat selalu harus antre minyak tanah untuk kompor mereka. Siapapun gubernur di ibukota, macet dan banjir adalah penyakit akut yang entah kapan akan enyah dari kehidupan keseharian warga kota. Repotnya lagi jika pemimpin yang terpilih justru menjadi problem bagi bangsa ini. Setiap hari rakyat digempur dengan masalah-masalah yang tidak perlu tapi dibuat pemimpin jenis ini. Sehingga tak heran jika hampir semua pemimpin di negeri ini masa akhir jabatannya adalah tragedi. Soekarno sebelumnya dielu-elukan rakyat, akhir masa jabatannya tercatat begitu suram. Ia digoyang dan dijatuhkan oleh rakyat. Mati dalam kesendirian. Begitu juga Soeharto. Bapak Pembangunan ini pun tersungkur di masa akhir jabatannya. Bahkan, Presiden Abdurrahman Wahid lebih menyedihkan lagi. Hanya seumur jagung memerintah. Kursinya dicopot beramairamai lewat sebuah mekanisme yang hampir tidak masuk akal. Tak heran jika akhirnya masalah-masalah yang membelit bangsa ini jadi bertumpuk dan tidak pernah diselesaikan. Sebab, kepemimpinan yang ada hanya sibuk membangun

benteng kekuasaan dengan permainan citra. Semua masalah bangsa diselesaikan dengan retorika, iklan di media massa, atau setidaknya dengan kata akan lewat statemen di forum kenegaraan. Dengan kata akan itu seolah-olah masalah telah terselesaikan. Padahal tidak. Persis seperti seorang ABG yang mendempul wajahnya dengan bedak tebal guna menutupi bopeng bekas jerawat. Wajahnya terlihat mulus memang. Tapi, bopeng di wajahnya masih tetap ada. Karena itu, bangsa ini memerlukan pemimpin baru. Pemimpin yang menjadi problem solver. Pemimpin seperti ini tentu lahir dari generasi baru. Yang memahami konsep kepemimpinan.[2] Bukan dari generasi lawas pewaris kepemimpinan pola lama. Bukan juga berasal dari individu yang terlibat dan menyangga kepemimpinan masa lalu. Itulah hukum besi suatu perubahan. Sesuatu berubah dan menjadi baru karena memang diganti dengan yang baru. Banyak cara melakukan perubahan. Ada yang mengambil jalan radikal revolusioner. Perubahan radikal. Terbuka juga model persuasif gradual. Hanya saja cara terakhir ini ternuansa kompromi. Di tahun 1998 bangsa ini memilih cara kompromi. Reformasi adalah buah kompromi rejim Orde Baru yang membuka ruang bagi kaum reformis untuk tampil di tingkat nasional. Yang terjadi kemudian dan itu kenyataan hari inikompromi itu menghasilkan simbiosis yang aneh yang kemudian menjadi paradoks gerakan reformasi. Tak jelas lagi siapa yang reformis dan siapa yang antireformasi. Perubahan baru yang signifikan baru akan terjadi jika terjadi perubahan kepemimpinan yang cukup radikal. Bangsa ini membutuhkan pemimpin baru. Pemimpin yang menjadi antitesis karakteristik kepemimpinan gaya lama. Tapi, tentu saja kepemimpinan baru itu tidak berpola pikir nihilis. Pasti ada sisi-sisi positif yang dihasilkan dari kerja kepemimpinan masa lalu. Hal-hal positif itu tentu saja batu pijakan yang bagus untuk memulai step baru bagi perjalan bangsa ini ke depan. C. Planing Tahun-Tahun Berikutnya Proses kelahiran kepemimpinan baru saat ini sangat memungkinkan. Syarat-syarat yang ada, baik berupa kondisi sosial, ekonomi, dan politik sudah lengkap. Tinggal satu faktor penting yang belum ada: munculnya aktor yang berinisiatif menjadi penggerak perubahan. Perlu orang yang berani, jujur dengan cita-cita perjuangan, memiliki komitmen dan keteguhan terhadap ideologi dan cita-cita perjuangan, serta sabar dalam berjuang. Aktor perubah berkarakter seperti itulah yang

dibutuhkan sebagai pemimpin di hari ini. Jangan sampai bangsa ini seperti keledai. Selalu mengulang kesalahan yang sama: memilih pemimpin bertipe makelar yang hanya mencari untung bagi kepentingan pribadinya sendiri. Namun kelahiran kepemimpinan baru seperti itu di pentas nasional bukan tanpa kendala. Setidaknya masih ada katup budaya yang perlu dijebol. Masyarakat kita masih berpola pikir tradisional, masih menganggap pemimpin itu seperti manusia setengah dewa. Bahkan, di masa raja-raja Hindu dahulu, pemimpin adalah titisan dewa. Mitos Ratu Adil pun masih menjadi pengalaman yang mengendap di alam bawah sadar kebanyakan masyarakat kita. Karenanya, memunculkan kepemimpinan baru harus dilakukan dengan merasionalisasikan pikiran masyarakat. Masyarakat harus diyakinkan bahwa pemimpin itu adalah manusia biasa yang punya titik lemah disamping keintimewaan-keistimewaan individual yang dimilikinya. Sehingga dengan begitu, tidak akan ada pengagungan terlalu berlebihan kepada seorang pemimpin dan ketika ada cacat dalam kepemimpinannya tidak terjadi tragedi yang mencoreng sejarah kepemimpinan bangsa ini. Jika rasionalitas masyarakat telah tercipta, maka kepemimpinan nasional akan terbentuk dari sebuah sistem demokrasi yang kuat. Ada rule of the game yang jelas. Di era tansisi seperti sekarang ini, kita membutuhkan elite-elite kepemimpinan nasional yang waras. Pemimpin-pemimpin yang visioner dan transformatif. Setidaknya untuk mendidik dan menyiapkan masyarakat menjadi rasional. Tentu saja cara yang paling efektif adalah dengan keteladanan. Pemimpin-pemimpin di masa transisi ini harus bisa menjadi suri teladan masyarakat. Jika para elitenya rasional, maka pengikutnya juga rasional. Bukan waktunya lagi elite hidup dan eksis dari memanipulasi massa pengikutnya. Itu jika kita ingin Indonesia menjadi negara modern. Masyarakat berkali-kali kecewa. Mereka membutuhkan tipe kepemimpinan baru, yaitu kepemimpinan dari lapisan generasi muda. Ada tiga karakter pemimpin yang diharapkan masyarakat: pertama, perencana. Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kapasitas intelektual memadai dan menguasai kondisi makro nasional dari berbagai aspek, sehingga dapat menjaga visi perubahan yang dicitakan bersama. Kedua, Pelayanan. Masyarakat rindu figur pemimpin yang seorang pekerja tekun dan taat pada proses perencanaan yang sudah disepakati sebagai konsensus nasional, menguasai detil masalah kunci kebangsaan dan mampu melibatkan semua elemen yang kompeten dalam tim kerja yang solid. Ketiga, Pembina. Masyarakat berharap pemimpin menjadi tonggak pemikiran yang kokoh dan menjadi rujukan semua pihak dalam pemecahan masalah bangsa, yang setia

dengan nilai-nilai dasar bangsa dan menjadi teladan bagi kehidupan masyarakat secara konprehensif. Untuk menumbuhkan tipe kepemimpinan baru, dibutuhkan proses belajar yang berkelanjutan dalam berbagai dimensi. Pertama, dimensi belajar untuk menginternalisasi dan mempraktikan nilai-nilai baru yang sangat dibutuhkan bagi perubahan kondisi bangsa sehingga membentuk karakter dan pola perilaku yang positif sebagai penggerak perubahan. Kedua, belajar untuk menyaring dan menolak nilai-nilai buruk yang diwarisi dari sejarah lama maupun yang datang dari dunia kontemporer agar tetap terjaga karakter yang otentik dan perilaku yang genuine. Ketiga, belajar untuk menggali dan menemukan serta merevitalisasi nilainilai lama yang masih tetap relevan dengan tantangan masa kini, bahkan menjadi nilai dasar bagi pengembangan masa depan. Namun kepemimpinan baru bukanlah proyek trial and error. Melainkan upaya pengembangan potensi dengan dihadapkan pada kenyataan aktual. Krisis ekonomipolitik yang masih terus berlanjut menuntut tokoh yang kompeten di bidangnya dan memiliki visi yang jauh untuk menyelamatkan bangsa dari keterpurukan. Bencana alam dan sosial yang terjadi silih berganti, korupsi[3] merajalela, sehingga perlu hadir tokoh yang peka dan cepat tanggap terhadap penderitaan rakyat serta berempati dengan nasib mayoritas korban. Ketiga, tantangan lintas negara di era informasi membutuhkan urgen kesadaran akan masalah-masalah dunia yang mempengaruhi kondisi nasional dan jaringan yang luas dalam memanfaatkan sumber daya. Keempat, goncangan dalam kehidupan pribadi dan sosial mensyaratkan adanya kemantapan emosional dan spiritual dari setiap pemimpin dalam mengatasi problema diri, keluarga, dan bangsanya. Tipe pemimpin baru seperti ini bukan hanya dibutuhkan segera di pentas nasional. Tapi, juga di tingkat lokal. Karena itu, bangsa ini membutuhkan secara masif proses pengkaderan (baca: sekolah kepemimpinan) yang outputnya bisa diuji di tingkat regional bahkan global. Indonesia tidak mungkin memainkan peranan di arena antar bangsa tanpa anak-anak bangsa yang memiliki kualitas kepemimpinan yang mumpuni. D. Indonesia di Masa Depan Tantangan lingkungan Indonesia masa depan sangat beragam. Namun, kata kuncinya adalah dinamika perubahan yang begitu cepat. Dinamika perubahan itu tercipta dari isu-isu seperti globalisasi, regionalisasi, knowledge economy, dan

borderless world. Dalam menghadapi situasi dunia yang dinamis seperti itu, bangsa ini harus punya perspektif yang berbeda tentang tipe kepemimpinannya. Pemimpin di masa mendatang bukan hanya pemimpin yang berkarateristik seperti diinginkan oleh para pengikutnya. Tapi, terdapat harapan-harapan bahwa Pemimpin di masa depan mampu memenuhi dan memiliki kondisi-kondisi seperti berikut ini: 1. The meaning of direction (memberikan visi, arah, dan tujuan) Seorang pemimpin yang efektif membawa kedalaman (passion), perspektif, dan arti dalam proses menentukan maksud dan tujuan dari kepemimpinannya. Setiap pemimpin yang efektif adalah menghayati apa yang dilakukannya. Waktu dan upaya yang dicurahkan untuk bekerja menuntut komitmen dan penghayatan. 2. Trust in and from the Leader (menimbulkan kepercayaan) Keterbukaan (candor) merupakan komponen penting dari kepercayaan. Saat kita jujur mengenai keterbatasan pengetahuan yang tidak ada seluruh jawabannya, kita memperoleh pemahaman dan penghargaan dari orang lain. Seorang pemimpin yang menciptakan iklim keterbukaan dalam kepemimpinannya adalah pemimpin yang mampu menghilangkan penghalang berupa kecemasan yang menyebabkan masyarakat yang dipimpinnya menyimpan sesuatu yang buruk atas kepemimpinnya. Bila pemimpin membagi informasi mengenai apa yang menjadi kebijakannya, pemimpin tersebut memberlakukan keterbukaan sebagai salah satu tolok ukur dari performance kepemimpinannya. 3. A sense of hope (memberikan harapan dan optimisme) Harapan merupakan kombinasi dari penentuan pencapaian tujuan dan kemampuan mengartikan apa yang harus dilakukan. Seorang pemimpin yang penuh harapan menggambarkan dirinya dengan pernyataan-pernyataan seperti ini: saya dapat memikirkan cara untuk keluar dari kemacetan, saya dapat mencapai tujuan saya secara energik, pengalaman saya telah menyiapkan saya di masa depan, selalu ada jalan dalam setiap masalah. Pemimpin yang mengharapkan kesuksesan, selalu mengantisipasi hasil yang positif. 4. Result (memberikan hasil melalui tindakan, risiko, keingintahuan, dan keberanian) Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berorientasi pada hasil, melihat dirinya sebagai katalis yang berharap mendapatkan hasil besar, tapi menyadari dapat melakukan sedikit saja jika tanpa usaha dari orang lain. Pemimpin yang seperti ini membawa antusiasme, sumber daya, tolerasi terhadap risiko, disiplin dari seorang entrepreneur. Selain empat kondisi di atas, terdapat pula beberapa falsafah pemimpin yang harus dipegang teguh pemimpin masa depan Indonesia. Pertama, pemimpin harus punya

integritas. Bukanya kita selalu selalu mengatakan, paling enak berhubungan dengan orang yang memiliki integritas. Kedua, pemimpin harus mengakui akan adanya perbedaan dan keanekaragaman bangsa kita. Dengan demikian, pemimpin masa depan negeri ini mampu mengelola segala perbedaan budaya, latar belakang suku dan agama, serta kepentingan seluruh elemen bangsa ini lalu mengubahnya menjadi peluang dan kelebihan. Jadi pemimpin masa depan adalah pemimpin ang berpikiran terbuka (open minded). Selain itu, pemimpin masa depan adalah pemimpin yang sadar betul bahwa segala tindakan dan keputusannya akan berpengaruh terhadap orang lain atau sekelompok masyarakat. Dan ini juga yang melandasi kepemimpinannya menjadi begitu empati dengan nasib dan derita rakyatnya. Dalam sejarah mungkin kepedulian Umar bin Khaththab seperti dongeng yang mustahil bagi pemimpin masa sekarang. Umar memanggul sendiri sekarung gandum saat ia mendapati seorang ibu memasak baru untuk mendiamkan anaknya yang lapar. Jika ada perasaan empati seperti ini sedikit saja saat ini, tentu rakyat korban Lumpur Lapindo tidak akan mengalami penderitaan yang menahun. Sudah saatnya panggung suksesi kepemimpinan nasional di tahun yang akan datang diisi dengan isu memunculkan kepemimpinan yang kuat, yang mempunyai kemampuan membangun solidaritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara; pemimpin yang memiliki keunggulan moral, kepribadian, dan intelektual. Sudah waktunya kepemimpinan nasional dipegang oleh pribadi yang bersih, peduli, dan profesional. Jangan serahkan tongkat kepemimpinan bangsa ini kepada pemimpin dengan kepribadian yang tidak konsisten dan dikelilingi lingkungan yang tidak kondusif. Namun isu suksesi kepemimpinan bukan hanya di tingkat nasional saja. Karena negeri yang luas ini tidak boleh kita gantungkan kepada satu pribadi saja. Seharusnya bangsa ini perlu menata ulang sistem kepemimpinannya. Perlu meritokrasi kepemimpinan. Bangsa ini harus membuka kesempatan untuk munculnya pemimpin-pemimpin baru bukan hanya berdasarkan level struktural lembaga pemerintahan, tapi juga per segmen sektor kehidupan masyarakat. Bukan masanya lagi kepemimpinan menjadi monopoli segelintir elite. Urusan olahraga harus didorong untuk dipimpin oleh orang-orang yang bergelut di bidang olahraga. Jangan lagi dikooptasi oleh pejabat negara dan dipakai sebagai portofolio di urusan politik. Dengan begitu, dunia olahraga akan profesional dan meraih prestasi menjadi ideologi perjuangannya. Sudah bukan masanya lagi suksesi kepemimpinan diseleksi oleh para elite sendiri. Apalagi jika berdasarkan keturunan. Seorang ibu dan ayah menyerahkan tongkat kepemimpinan partainya kepada anak kandungnya, atau seorang paman kepada keponakkannya. Seharusnya pemimpin adalah seorang

petani yang membuka ladang seluas-luasnya agar bibit-bibit pemimpin baru tumbuh di sekelilingnya. Adalah fakta bahwa bangsa Indonesia punya potensi yang luar biasa. Bukan sekali dua kali pemuda-pemudi kita menjadi juara olimpiade ilmiah di pentas internasional. Kita juga saksikan di layar kaca talenta bocah-bocah negeri ini di arena Pildacil dan acara sejenisnya. Tentu potensi mereka akan tidak tumbuh-kembang jika kepemimpinan bangsa ini dihegemoni berdasarkan satu atau dua trah keturunan saja. Pemimpin Indonesia masa depan adalah orang yang membuka kesempatan untuk bagi siapa pun untuk muncul ke pentas nasional. Ia menghapus kendala budaya yang ada seperti paternalistik, feodalisme, dan mental abdi dalam dari setiap individu anak bangsa. Sebagai pemimpin, pemimpin baru Indonesia masa depan harus menjadi sosok yang berani memberi tantangan dan resiko kepada kaderkadernya. Sebab, pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang menjadi sekolah bagi pemimpin generasi selanjutnya. Sebagai sekolah bagi pemimpin masa depan, pemimpin haruslah membuka pintu-pintu seleksi bibit unggul bangsa ini hingga ke pelosok dan pojok-pojok lapis masyarakat. Tak ada salahnya belajar dari Brazil yang selalu berhasil dalam memilih 11 orang pemain sepak bola dunia. Mekanisme kaderisasinya mampu menghasilkan pemain sepakbola kelas dunia dan dengan jumlah suplai yang luar biasa. Salah satu upayanya yang menonjol adalah melakukan talent scouting dari seluruh lapisan masyarat termasuk yang paling miskin pun. Namun dalam hal menjaring pemimpin masyarakat mereka juga belum berhasil betul walaupun hal ini sudah dipraktekkan. Jika kita tiru pendekatan yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi penjaringan dari seluruh tingkat masyarakat dan membangun budaya meritokrasi yang berimbang, maka bukan mustahil, stok kepemimpinan bangsa ini over suplai. Kondisi itu akan membawa dinamisasi kepemimpinan. Daur kepemimpinan menjadi cepat. Kepemimpinan akan selalu dipegang oleh orang-orang muda yang masih fresh dan penuh vitalitas. Seleksi kepemimpinan akan terjadi berdasarkan prestasi. Apa yang sudah dibuat. Bukan karena anak siapa. Dengan begitu kepemimpinan akan bergaya egaliter. Itulah tipe pemimpin muda Indonesia yang diidam-idamkan. Leadership action kata kuncinya. Potensi, prestasi, dan kesempatan menjadi jalan persemaiannya. Tunjukanlah langkah-langkah nyata dalam menjalankan aksi sebagai perwujudan aksi kepemimpinan dan ini menjadi contoh bagi para pengikutnya. Jangan malu membuat koreksi atas kekurangan ataupun kesalahan karena penegasan aksi yang genuin menjadi penuntun mereka yang dipimpin. Mari kita semai kesempatan bagi munculnya pemimpin-pemimpin yang kokoh bagi bangsa ini.

BAB III PENUTUP

Kepemimpinan di Indonesia adalah salah satu contoh kepemimpinan yang kurang efektif. Memang tidak bisa dipungkiri dalam setiap negara pasti masih ada kekurangan dan kelebihannya. Akan tetapi setidaknya seorang pemimpin mampu mengarahkan dan menjadi suri tauladan bagi masyarakatnya. Banyak petinggipetinggi Indonesia yang seharusnya menjadi pengayom bagi masyarakat namun malah menjadi contoh yang tak seharusnya diikuti oleh masyaraktnya. Seorang yang mampu menjadi suri tauladan adalah pemimpin yang memiliki dasar tauhid yang kuat, yang tidak mudah termakan oleh bujukan nafsunya. Karena sudah dicontokan oleh Rasulullah dan para sahabatnya mengenai pemimpin yang baik dan menjadi banggaan masyarakatnya, namun bernbeda dengan sekarang di Indonesia khususnya, seorang pemimpin malah menjadi bahan pembicaraan yang tidak seharusnya dibaicarakan. Untuk itu sebagai calon pemimpin masyarakat kita harus tanamkan dalam diri kita yaitu dasar tauhid yang kuat, yang mampu menjadi pemimpin dambaan masyarakat. Mari kita pahami ayat dibawah ini sebagai bekal kita sebagai seorang pemmpin umat.

. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia[4] kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan )Q.S. An Nisa :135 )

Permasalahan kepemimpinan dan tantangan masa depan Menjadi pemimpin tidak mudah. Lebih sulit lagi menjadi pemimpin yang baik. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka tidak layak menjadi seorang pemimpin. Ambisi yang besar sering menjadi modal satu-satunya (Faturochman, 1992). Ini merupakan masalah yang terjadi dalam dinamika kepemimpinan kita saat ini. Dimana orang-orang merasa bahwa mereka adalah seorang pemimpin dan mampu memimpin. Pemimpin-pemimpin karbit kerap bermunculan ke panggung politik. Partai tidak lagi menjadi proses pendidikan untuk menjadi pemimpin, partai hanya dijadikan kendaraan politik semata dengan uang sebagai motor penggeraknya. Tidak jarang juga kepopuleran menjadi indikator penting sebagai salah satu yang dipaksakan. Faturochman berpendapat bahwa pola kepemimpinan tidak banyak berubah. Namun tuntutan masyarakat yang banyak berubah sejalan dengan perubahan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan punya andil besar dalam hal ini. Karena dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan masyarakat seakan mengikuti perubahan ini. Masyarakat merasa terpaksa untuk mengimbangi perubahan, terlebih dalam negara-negara berkembang dimana masih banyak kehidupan masyarakatnya jauh dari kesan modern yang dipenuhi dengan perangkatperangkat teknologi canggih. Hal ini dapat kita temui dalam masyarakat Indonesia, yang berada di suku-suku pedalaman Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Papua. Permasalahan lain dari kepemimpinan kita adalah kurang tegas dalam memimpin sehingga masyarakat menjadi bingung dengan pola kepemimpinan yang berkembang. Ditambah lagi dengan bumbu-bumbu

politik pencitraan yang menjadi landasan dalam bertindak. Sehingga jika permasalahan muncul membutuhkan waktu yang sangat lama untuk segera diantisipasi dan ditanggulangi. Hal-hal lain yang juga mulai berkembang yaitu paradigma berpikir tentang seorang pemimpin.

Kecenderungan yang terjadi dalam pola kepemimpinan kita adalah menganggap dirinya sebagai raja yang harus disembah dan dipuja-puja. Ketika para pemimpin datang berkunjung maka blokade-blokade jalan dilakukan berlebihan. Selain itu, tantangan terberat bagi seorang pemimpin, menurut Locke adalah menanamkan visi yang sudah dikembangkan kepada anggota organisasi. Ini merupakan hal esensial yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin kepada anggota-anggotanya sehingga segenap anggota dapat mengerti dan memahami visi yang menjadi tujuan organisasi atau perusahaan yang mereka ikuti. Dengan mengetahui visi maka segenap tindakan para anggota menuju ke arah tercapainya visi tersebut. Tidak hanya itu, pemimpin mempunyai kewajiban lain yaitu menghidupkan dan memberi energi pada visi agar dapat menjadi roh seluruh anggota organisasi. dengan dalih pengamanan yang bisa dianggap terlalu

Solusi pemecahan

Karena pemimpin merupakan sesuatu yang tidak dibawa lahir, maka dari itu sistem pendidikan akan membawa andil besar dalam menjawab kebutuhan pemimpin yang mengerti setiap masalah yang terjadi dan dapat memberikan kontribusi dalam penyelesaiannya. Sehingga seorang

pemimpin seharusnya dapat membuka mata dan pikiran agar setiap masalah yang berkembang dapat diatasi dengan baik. Untuk mewujudkan hal ini maka dibutuhkan seorang pemimpin untuk mau belajar tidak hanya dalam lingkup pendidikan resmi atau formal namun juga pendidikan non formal. Seperti yang diungkapkan oleh Nisrul irawati bahwa tantangan seorang pemimpin semakin kompleks dan rumit untuk itu seorang pemimpinan sekarang tidak cukup lagi hanya mengandalkan pada bakat atau keturunan. Pemimpin zaman sekarang harus belajar, harus membaca, harus mempunyai pengetahuan mutakhir dan pemahamannya mengenai berbagai soal yang menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin. Selain itu, pemimpin juga harus memiliki kredibilitas dan integritas, dapat bertahan, serta melanjutkan misi kepemimpinannya. Kalau tidak, pemimpin

itu hanya akan menjadi suatu karikatur yang akan menjadi cermin atau bahan tertawaan dalam kurun sejarah kelak dikemudian hari.
\

Setiap orang tidak dapat hidup sendirian karena sejatinya manusia adalah makhluk sosial yaitu membutuhkan orang lain untuk menjalani hidup. Dalam menjalani hidup, manusia selalu berinteraksi bukan hanya dengan sesamanya tetapi juga dengan lingkungan. Oleh karena itu, manusia selalu hidup bersama dan berdampingan membentuk sebuah kelompok, mulai dari yang terkecil yaitu keluarga. Sudah pasti tidak mudah menjalani hidup secara berkelompok mengingat masing-masing individu mempunyai kepentingan dan keinginan yang berbeda. Terkadang, masalah antarindividu maupun antarkelompok pun tidak dapat dihindari. Diperlukan jiwa kepemimpinan yang sejati dalam kehidupan ini. Jiwa yang haus untuk menegakkan keadilan, jiwa yang penuh dengan semangat dan kecerdasan sehingga mampu mengatasi masalah yang rumit sekalipun. Pada dasarnya dalam diri setiap manusia memiliki jiwa kepemimpinan karena ini memang merupakan anugerah dari-Nya. Minimal, seorang manusia harus dapat memimpin dirinya sendiri. Hendak berbuat apakah dirinya untuk kebaikan dan kualitas hidupnya. Jika seseorang telah mampu memimpin dirinya ke jalan yang benar, berarti ia mampu menjadi contoh bagi orang lain. Kepemimpinan yang sejati telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Sallallahualahi wasallam. Pemimpin ala Rasulullah ialah pemimpin

1.

2.

3.

4.

5.

yang mampu memberikan keteladanan yang baik yaitu mampu memberikan contoh yang baik bagi orang-orang sehingga dapat mencetak pemimpin-pemimpin hebat selanjutnya. Ada banyak pendapat mengenai definisi pemimpin maupun kepemimpinan. Beberapa di antaranya ialah sebagai berikut Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan. Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu. Menurut (Ngalim purwanto1991). Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkain kemampuan dan sifat-sifat kepribadian termasuk didalamnya kewibawaan, untuk sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebangkan kepadanya dengan rela, penuh semangat, adanya kegembiraan batin, merasa tidak terpaksa. Menurut Danim kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Pancasila, ideologi negara Indonesia, kepemimpinan ialah kemampuan dari seseorang untuk mendorong, menuntun, dan membimbing.

Mungkin pernah suatu ketika kita duduk di bangku SD mendengar istilah: Ing ngarsa sung tuladha, yang artinya dari depan memberikan contoh (teladan yang baik). Ing madya mangun karsa, artinya dari tengah membangkitkan semangat dan dukungan. Tut wuri handayani, artinya dari belakan memberikan motivasi atau dorongan. Seorang pemimpin memang hendaknya ialah seseorang yang memiliki karakter yang kuat di antara lingkungannya. Seseorang yang memiliki keunggulan dibandingkan yang lain, seseorang yang mampu memberikan persuasi dan motivasi kepada banyak orang ialah karakteristik pemimpin. Pemimpin harus mampu membawa anggotanya bersama-sama berusaha mencapai tujuan yang telah ditentukan, menyelesaikan berbagai masalah, bersikap tenang dan tidak gegabah dalam bertindak, bijak dalam berpikir, adil dalam berbuat dan berbagi, mengedepankan kepentingan bersama bukan kepentingan dirinya sendiri. Perlu ditekankan lagi bahwa pemimpin ialah seseorang yang memberikan teladan yang baik bagi masyarakat dan lingkungan. Menjadi seorang pemimpin akan dituntut pertanggungjawabannya tidak hanya secara horizontal tapi juga vertikal, yaitu pertanggungjawaban kepada lingkungan yang memberikan amanah dan kepercayaan kepada sang pemimpin, juga pertanggungjawaban kepada Allah Subhanahu wataala sebagai Dzat yang menciptakan dan memberikan kesempatan itu kepadanya. Jiwa kepemimpinan sejatinya telah ada dalam diri kita masing-masing sejak Ia menetapkan bahwa kita akan dilahirkan dan menjalani kehidupan di dunia ini. Apa yang bisa kita lakukan untuk perbaikan diri ke arah jalan yang diberkahi-Nya adalah salah

satu contoh sifat kepemimpinan dan keteladanan dalam diri setiap insan yang bernyawa. Seorang pemimpin yang baik sepantasnya mampu mengkombinasikan antara ilmu, agama, dan seni dalam kehidupan.

Pemimpin dan kepemimpinan adalah kata kata yang sudah lazim didengar oleh kita semua, terutama di era reformasi ini, dimana media massa dan pers sering menyinggung tentang pemimpin ideal di masa ini. Reformasi memang mampu menurunkan mantan presiden Alm. Soeharto dari jabatannya, dan membuat Demokrasi bisa bernafas bebas, namun pertanyaanya adalah siapa yang mampu memimpin kita setelah reformasi berlangsung. Pertanyaan ini diperkuat lagi dengan berbagai kasus korupsi dan lainnya yang dilakukan oleh pemimpin pemimpin sekarang, sehingga pemerintah mengalami krisis kepercayaan yang begitu nyata dari rakyatnya. Sedangkan generasi penerus bangsa yang sekiranya diharapkan menjadi pemimpin di kemudian hari juga terlihat lesu dan ragu ragu untuk tampil, ditambah pencitraan negatif yang mendominasi reputasi mereka akhir akhir ini. Masalah ini, harus diperhatikan segenap elemen dari bangsa ini, sehingga diharapkan regenerasi pemimpin dan kepemimpinan kedepannya tetap berjalan dengan baik. Aktivitas kepemimpinan sebenarnya telah dilakukan oleh kita semua, lintas generasi dan gender. Mulai dari masa kanak - kanak, seorang anak kecil yang memimpin teman temannya bermain di tingkat TK, kemudian ada sebagai ketua kelas dalam keseharian anak anak SD, dilanjutkan dengan mulai adanya ketua OSIS di tingkat SMP, kemudian semakin ke atas tanggung jawab dan tingkat kepemimpinannya semakin kompleks serta luas. Begitu juga dengan pengajaran materi pemimpin dan kepemimpinan, diberikan oleh banyak mata pelajaran yang di dapat oleh generasi muda dalam pendidikan jalur formal, diantaranya pendidikan agama, sejarah, PPKn, dan ilmu sosial.

Dalam ilmu agama, semua agama di Indonesia mengajarkan umatnya untuk menjadi pemimpin yang baik. Di dalam Islam, seorang pemimpin haruslah mempunyai sifat diantaranya : Siddiq, artinya jujur, benar, ber integritas tinggi, dan terjaga dari kesalahan Fathonah artinya cerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan profesional Amanah, artinya dapat dipercaya, memiliki legitimasi dan dapat dipercaya. Tabligh, artinya senantiasa apa yang menyampaikan disampaikan dan risalah kebenaran, tidak pernah

menyembunyikan

komunikatif.

(www.kepemimpinan-

fisipuh.blogspot.com) Contoh pemimpin islam yang mengaplikasikan sifat sifat ini ke

dalam kesehariannya adalah Salahuddin Al Ayubi (Saladin), dan tidak berlebihan juga kita menyebut Ir. Soekarno sebagai salah satu pemimpin terbaik yang pernah ada. Di dalam agama Hindu, dalam menjalankan tugasnya seorang pemimpin hendaknya selalu berpedoman pada beberapa ajaran di bawah ini : 1. Panca Dasa Pramiteng Prabu, yaitu 15 ajaran yang dilakukan dalam keseharian Mahapatih Gadjah Mada ketika memimpin kerajaan Majapahit, hingga Majapahit mampu menjadi kerajaan terbesar di Asia Tenggara. 2. Catur Kotamaning Nrepati, yang artinya 4 sifat dasar seorang pemimpin. 3. Asta Brata, yaitu ajaran kepemimpinan yang diberikan oleh Sri Rama kepada Wibisana, ketika Wibisana hendak menjadi raja di Alengka Pura.

Di

dalam

agama

Kristen,

Alkitab

menyebutkan

seorang

pemimpin

harus

mempunyai sifat dasar : Bertanggung Jawab, Berorientasi pada sasaran, Tegas, Cakap, Memberi Teladan, dapat membangkitkan semangat, jujur, setia, murah hati, rendah hati, efisien, memperhatikan, mampu berkomunikasi, dan dapat mempersatukan semua perbedaan yang ada. (www.kepemimpinan-fisipuh.blogspot.com) Dan yang terakhir, menurut agama Budha, seorang pemimpin hendaknya berpedoman pada Dasa Raja Dhamma, yang terdiri dari : Dhana ( suka menolong, tidak kikir dan ramah) Sila ( bermoralitas tinggi) Paricaga ( rela berkorban demi rakyat) Maddava ( ramah tamah dan sopan santun) Tapa ( sederhana) Akodha ( bebas dari kebencian dan permusuhan) Avihimsa ( tanpa kekerasan) Khanti ( sabar, rendah hati, dan pemaaf)

Avirodha ( tidak menentang dan menghalang halangi). (www.kepemimpinan-fisipuh.blogspot.com) Dalam pendidikan sejarah, secara eksplisit kita di ajarkan bagaimana seorang pemimpin seharusnya bertindak. Sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian dan peradaban manusia yang telah ada, sehingga manusia sekarang mampu lebih beradab dari sebelumnya. Kita dapat meneladani kearifan kearifan pemimpin dahulu, layaknya Gadjah Mada yang teguh dan setia pada Sumpah Palapanya, kegigihan para pahlawan yang mampu memimpin rakyat dalam bertempur demi kehormatan bangsa yang di injak injak oleh penjajah, hingga Ir. Soekarno yang mampu memobilitas rakyat dengan orasi - orasi beliau, dan pembawaannya yang kharismatik, hingga Indonesia menjadi negara yang disegani di dunia, meskipun pada akhirnya beliau harus turun dari jabatannya karena konspirasi G/30S/PKI dan efek dari gerakan tersebut. Tentu saja karena kita mempelajari tipe tipe kepemimpinan zaman dahulu, diharapkan agar kita mampu untuk menganalisis kesalahan pemimpin yang terdahulu agar tidak terulang ketika kita menjadi pemimpin pemimpin bangsa ini. Sedangkan dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPkn), sudah jelas pemimpin hendaknya adalah seseorang yang mampu merealisasikan nilai nilai Pancasila dalam kehidupan sehari harinya. Pemimpin adalah orang yang percaya akan kebesaran Tuhan, bertindak berdasarkan asas keadilan, mampu untuk mempererat kesatuan dan persatuan Indonesia, bijaksana dan mengamalkan musyawarah mufakat, serta mengusahakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Secara teori ilmu sosial, definisi pemimpin menurut Kartini Kartono (1994. 33), Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.Dr. Phil dan Astrid S. Susanto, berpendapat bahwa pemimpin adalah orang yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap

sekelompok orang banyak. Pemimpin jika di alih bahasakan menjadi bahasa Inggris, adalah LEADER, dimana makna dari susunan kata tersebut adalah : Loyalitas, seorang pemimpin harus memiliki loyalitas terhadap organisasi dan para anggota yang dipimpinnya. Education, seorang pemimpin seyogyanya menjadi sumber pembelajaran dan inspirasi yang baik bagi anggota anggotanya. Advice, pemimpin diharapkan bisa memberikan nasihat dan arahan kepada para anggotanya, juga terbuka dan mau untuk menerima nasihat dan masukan dari anggotanya.

Discipline, sebagai seorang pemimpin dan teladan bagi anggotanya, sudah seharusnya pemimpin menjunjung kedisiplin yang tinggi dalam kesehariannya.

Encourage, pemimpin mampu memberikan dorongan dan semangat kepada anggotanya demi tercapainya tujuan bersama.

Rational, pemimpin sebagai decision maker, harus membuat keputusan yang rasional, sehingga diharapkan keputusan itu adalah yang terbaik dan bermanfaat bagi organisasi dan anggotanya.

Sedangkan Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memberikan pengaruh kepada perubahan prilaku orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung (Muninjaya, 1999). Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Slamet, 2002: 29). Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk

didalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak dari terpaksa (Ngalim serangkaian Purwanto, dan 1991:26).Kepemimpinan sifat-sifat kepribadian, adalah termasuk

sekumpulan

kemampuan

didalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta tidak pernah merasa terpaksa. Dari pendapat pendapat ahli di atas, inti penekananya pada pemimpin dan kepemimpinan dimana pemimpin adalah seseorang yang berpengaruh terhadap orang lain di sekitarnya, pengaruh itu khususnya untuk mengajak orang lain bekerja sama demi terwujudnya tujuan bersama. Sedangkan Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memimpin dan memberikan pengaruh kepada anggota anggota kelompok lainya, demi terwujudnya tujuan bersama.

Dari semua rangkaian materi yang kita dapatkan dalam pendidikan formal, sekiranya semua itu sudah sangat lebih dari cukup untuk memenuhi aspek teoritis untuk mejadi seorang pemimpin bangsa. Tinggal penataan pada aspek praktek yang perlu dibenahi. Kewibawaan pemerintah yang merosot di mata rakyat, memerlukan tindakan tegas dan nyata dari pemerintah untuk segera mengubah bahkan menghapus pencitraan tersebut. Pemerintah harus berani menindak segala pelanggaran yang dilakukan oleh

oknum oknum yang tidak bertanggung jawab, utamanya yang menjadi sorotan terbesar adalah kasus korupsi. Pemberantasan korupsi yang identik dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus didukung sepenuhnya oleh pemerintah juga rakyat Indonesia. Selain untuk menghukum para tersangka, di harapkan ketegasan ini mampu membuat efek jera, dan sebagai tindakan preventif agar kasus korupsi bisa terus ditekan. Ketegasan pidato Presiden tentang kasus korupsi simulator SIM yang banyak mendapat simpati dari rakyat, hingga munculnya tokoh tokoh seperti Dahlan Iskan yang memimpin kementrian BUMN, dan yang terakhir adalah Jokowi yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, diharapkan mampu menjadi momentum perbaikan citra pemimpin dan pemerintah di mata rakyat. Memang tidak mudah dan tidak secepat mengerdipkan mata perubahan itu bisa terjadi, tetapi setidaknya rakyat bisa mengingat bahwa pemerintahan sekarang adalah pioneer dan perintis perubahan menuju arah yang positif. Dan apabila pemerintah mampu untuk memulai perubahan, maka generasi muda seyogyanya akan gayung bersambut untuk meneruskan apa yang telah di mulai oleh generasi sebelumnya. Generasi muda, sebagai penerus tonggak kepemimpinan bangsa ini, sebagai kaum intelektual dan agent of change harus segera sadar dan bangkit mengenai permasalahan yang ada di negeri ini. Sebagai penerus tonggak kepemimpinan bangsa harus kita mulai dengan memimpin diri kita sendiri. Kita harus mampu memimpin diri untuk berdisiplin terhadap tugas dan kewajiban kewajiban kita. Kita juga mampu mempengaruhi diri untuk tetap menjaga moral, kejujuran, aspek sosial serta yang terpenting tetap berpedoman pada Pancasila. Setelah kita mampu memimpin diri sendiri, kemudian kita siap untuk memimpin orang lain dan organisasi yang ada dilingkungan sehari hari. Dalam sudut sebagai kaum intelektual, tentu saja kita harus terus belajar dan berprestasi, kemenangan dalam berbagai kejuaraan dan olimpiade hingga tingkat Internasional harus terus ditingkatkan. Begitu juga dengan inovasi, dan inspirasi serta ide ide kreatif harus tetap di galakkan, dan tindakan tindakan anarkisme yang merebak belakangan ini, harus di hentikan, kaum intelektual adalah orang orang yang mengutamakan kegunaan otak dalam menyelesaikan masalah, bukan dengan otot dan kekerasan yang sama sekali tidak mencerminkan identitas prilaku sebagai kaum terpelajar. Mampu memimpin diri sendiri yang berlandaskan pada Pancasila, kemudian memimpin organisasi sekitar kita, serta memiliki wawasan dan prestasi yang

membanggakan, akan menjadi jaminan terbesar bagi masyarakat untuk percaya kepada kita sebagai agent of change. Rakyat akan menaruh harapan besar kepada kita untuk

mampu melanjutkan tonggak kepemimpinan, dan memimpin bangsa ini menuju cita cita perjuangan dan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Jadi, persiapkanlah dirimu sebaik mungkin untuk menjadi pemimpin ideal bangsa ini. Tidak peduli siapa engkau, dan darimana engkau berasal. Karena ketika kita berpedoman pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, semua orang di bumi Nusantara akan memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa memandang agama dan suku. Namun, bila suatu saat engkau terjatuh, segeralah bangkit kembali. Karena orang yang bisa berlari adalah orang yang pernah merangkak. Bahkan kupu kupu pun pernah jatuh dan melata ketika menjadi ulat, sebelum akhirnya ia mampu terbang tinggi. Bersemangatlah wahai generasi muda bangsa Indonesia.

JIKA SAYA MENJADI PEMIMPIN created by : Katrin Mara Restiana Green Economy Menjadi pemimpin bukan sesuatu yang mudah perlu tekad yang kuat dan kemauan yang keras untuk bisa menjadi pemimpin yang baik. Menjadi pemimpin yang baik tidak datang secara tiba tiba, karena pemimpin besar yang ada sekarang juga memulainya dari bawah. Seorang pemimpin haruslah memiliki rasa tanggung jawab yang besar, bukan hanya kepada para anggota yang dipimpin akan tetapi kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan begitulah dia akan dihormati dan disegani oleh para anggotanya. Pemimpin harus dapat bersosialisasi, mudah bergaul dan pintar menempatkan diri. Bagi saya yang paling penting adalah pemimpin harus bersikap fleksibel, dia mau mendengarkan siapapun, menerima masukan dan kritikan, yang artinya dia masih ingin memperbaiki diri dan mau terus belajar. Pemimpin juga tetap harus menyadari bahwa semua orang punya hak dan kewajiban yang sama, serta sepenuh hati mengarahkan seluruh anggotanya pada satu tujuan yang sama, dengan begitu para anggota akan merasa keberadaan mereka sangat berarti dalam organisasi. Karena organisasi merupakan sebuah satu kesatuan, yang mana seluruh komponen ikut berperan membangun organisasi. Pemimpin harus mengingat bahwa dia adalah pelayan bagi

organisasi yang dia pimpin, dan selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Maka dari itu saya ingin menjadi pemimpin, saya selalu ingin menjadi orang yang bisa memberi pengaruh bagi orang orang disekitar saya, pengaruh yang membawa kepada kemajuan. Saya ingin menjadi contoh yang baik bagi orang orang yang saya pimpin. Saya ingin menjadi penunjuk arah bagi orang orang yang saya pimpin sehingga kita memiliki tujuan yang sama. Saya selalu memulai hal hal kecil dari diri sendiri, membiasakan tanggung jawab terhadap diri sendiri, saya selalu bersyukur dan bangga terhadap apa yang sudah saya capai saat ini, tapi saya tidak pernah puas hanya dengan sampai saat ini saya selalu ingin melakukan yang lebih dan lebih lagi dengan usaha saya yang terbaik. Saya selalu mempertanggung jawabkan apa yang sudah menjadi pilihan saya, termasuk bergabung dengan Surya University, saya tidak ingin setengah setengah untuk mencari ilmu di Universitas ini, saya akan memanfaatkan kesempatan apapun untuk belajar, mencari lebih banyak pengalaman dan mengembangkan diri, salah satunya dengan menjadi bagian dari salah satu organisasi terbesar di Surya University Jika saya mendapat kepercayaan menjadi pemimpin saya akan menjunjung tinggi almamater, menjadi pribadi yang dapat merangkul seluruh mahasiswa untuk menyatukan tujuan, menjadikan Indonesia Jaya, menjadi bangsa besar yang lebih bermartabat, menjadi manusia yang memiliki karakter, dan bermoral. Saya akan menjadi pemimpin yang dapat diandalkan. Saya akan memberikan dedikasi penuh terhadap organisasi yang saya pimpin dan selalu memberikan yang terbaik demi kepentingan bersama

Kepemimpinan Nasional dan Krisis Politik


Oleh Ignas Kleden

DALAM sejarah politik semenjak Indonesia merdeka, naik-turunnya seorang pemimpin nasional, yaitu Presiden RI, tidak pernah terlepas dari krisis politik. Belum pernah terjadi selama 56 tahun kemerdekaan bahwa seorang pemimpin nasional kita mendapatkan kekuasaannya, dan kemudian melepaskan kekuasaannya dengan prosedur yang normal. Yang saya maksudkan dengan krisis politik adalah keadaan di mana seorang presiden mendapatkan kekuasaannya tidak melalui pemilihan presiden secara terbuka, demokratis dan transparan, tetapi melalui suatu desakan force majeure. Dalam sejarah lima presiden kita hingga sekarang dapat kita catat: Presiden Soekarno telah menjadi presiden dan mengakhiri kekuasaannya dengan krisis politik. Presiden Soeharto mengalami nasib yang persis sama, dan demikian pun penggantinya Presiden BJ Habibie. Satu-satunya presiden yang mendapatkan kekuasaannya melalui pemilihan presiden secara terbuka dan transparan adalah Gus Dur atau Presiden Abdurrahman Wahid. Ketika kekuasaan ini diserahkan kepadanya oleh MPR sesuai dengan hasil pemilihan presiden, maka sebahagian besar orang merasa inilah barangkali awal dari tradisi baru di Indonesia, yaitu bahwa suksesi kekuasaan tidaklah harus berhubungan dengan prahara politik. Harapan lain waktu itu ialah bahwa mudah-mudahan Presiden Gus Dur yang telah mendapatkan kekuasaannya tanpa suatu krisis politik, akan dapat juga mengakhiri kekuasaannya tanpa krisis politik hingga akhir masa pemerintahannya pada tahun 2004. Inilah rupanya pertimbangan utama-meskipun jarang dikemukakan-mengapa Gus Dur sendiri dan para pendukungnya menghendaki agar supaya dia dibiarkan memerintah hingga akhir tahun kelima, pada saat mana dia pun harus memberikan pertanggungjawaban tentang pemerintahannya kepada MPR. Hal ini ternyata tidak terjadi, dan sebagai akibatnya, Gus Dur meninggalkan kursi kepresidenan karena suatu krisis politik, atau dalam istilah yang terang, melalui suatuimpeachment oleh Sidang Istimewa MPR.

***
HARAPAN untuk memulai suksesi kekuasaan dengan prosedur yang normal melalui pemilihan, dan juga berakhirnya kekuasaan pada akhir jabatan presiden, kini buyar kembali. Apa pun faktor-faktor obyektif politik dan ekonomi yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan keadaan ini, tetap saja muncul pertanyaan: mengapa awal atau akhir kepemimpinan nasional di Indonesia selalu terjadi karena krisis politik, dan ini terjadi sudah selama lebih dari setengah abad Indonesia merdeka? Apakah hal ini tidak berhubungan dengan psikologi masyarakat politik, dan khususnya psikologi dan tingkah laku para politisi kita?

Sekarang Megawati Soekarnoputri mengulang lagi sejarah yang sama, yaitu bahwa dia pun mendapatkan kekuasaan tertinggi di negara ini melalui suatu krisis politik. Dapatkah kita kini berharap, bahwa Presiden Megawati Soekarnoputri, sekurang-kurangnya, akan dapat mengakhiri masa pemerintahannya tanpa krisis politik hingga Pemilihan Umum 2004? Ataukah kita sudah harus bersiap dari sekarang bahwa presiden kita yang kelima ini pun akan terpaksa meninggalkan istana negara dan melepaskan kekuasaannya karena desakan krisis politik? Keadaan ini sekarang bukannya menjadi lebih normal, melainkan menjadi lebih kompleks dan rumit, karena sekarang ada preseden baru bahwa dengan sistem dan mekanisme politik yang ada, DPR dapat mengusulkan Sidang Istimewa MPR, dan seterusnya MPR dapat memanggil Sidang Istimewa setiap saat, dan kekuasaan presiden segera berada di ujung tanduk. Maka stabilitas pemerintahan justru menjadi penuh risiko karena adanya kesempatan yang diberikan kepada badan legislatif dan MPR untuk menjatuhkan presiden di tengah jalan. Kita semua tahu, alasan "negara ada dalam keadaan bahaya" selalu dapat direkayasa, dan begitu sebagian besar anggota MPR menyetujuinya, tamatlah riwayat presiden kita yang mana pun.

***
DAPATKAH psikologi ini dijelaskan, atau dicoba dijelaskan? Menurut hemat saya hal ini masih terkait erat dengan konsepsi tentang kekuasaan, yang dalam tradisi lama (atau tradisi kerajaan-kerajaan di Nusantara) selalu dilihat sebagai sesuatu yang luar biasa, yang untuk mendapatkannya perlu ada intervensi dari kekuatan-kekuatan supernatural berupa wangsit, pulung, wahyu, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan energi-energi kosmis dalam alam. Kekuasaan dalam konsepsi ini bukanlah bagian dari political everyday life. Dalam pandangan tradisional ini kekuasaan dianggap tidak sama dengan pasar, tidak sama dengan organisasi, tidak sama juga dengan konfigurasi kekuatan-kekuatan politik, atau sesuatu yang berdiri tegak di atas normativitas, tetapi juga rasionalitas konstitusi. Dengan psikologi ini orang-orang yang menginginkan kekuasaan akan selalu tergoda untuk menciptakan prahara politik, dan kemudian atas nama krisis politik, dapat mengambil berbagai langkah darurat untuk memperebutkan kekuasaan. Ahli ilmu politik LIPI, Dr Mochtar Pabottingi berulang kali menekankan bahwa politik Indonesia dan peralihan kekuasaan politik tidak bisa terus-menerus didasarkan pada psikologi keadaan darurat atau political emergency psychology. Dalam masa pemerintahan Soeharto kita mengalami bahwa pihak eksekutif atau Presiden Soeharto sendiri amat pandai

memainkan keadaan darurat ini untuk melanggengkan kekuasaannya. Godaan yang kita hadapi sekarang ialah bahwa legislatif dan MPR dapat terjebak ke dalam kondisi yang sama untuk memainkan juga alasan 'keadaan darurat' bukan untuk melanggengkan kekuasaan (seperti yang dilakukan Soeharto), tetapi untuk mengakhiri kekuasaan eksekutif, yang barangkali tidak menguntungkan kepentingan orang-orang dalam lembaga legislatif sendiri. Persoalan yang amat serius sekarang ini ialah: bagaimana dapat kita mengawasi keputusan MPR? Pada titik ini kita berhadapan dengan suatu masalah fundamental dalam demokrasi kita yaitu akuntabilitas dan rasionalitas politik dari MPR sendiri. Apa yang terjadi kalau sebahagian besar anggota MPR memberikan suaranya untuk suatu keputusan, yang terangterangan tidak menguntungkan kepentingan nasional, mengabaikan keadilan, mengganggu stabilitas politik, atau bahkan bertentangan dengan undang-undang dasar? Siapa yang dapat mengontrol dan, kalau boleh, mencegah semua ini? Jawaban standar yang dapat diberikan ialah bahwa inilah risiko demokrasi yang sudah dicemaskah oleh filosof Sokrates sendiri semenjak masa Athena. Alasan Sokrates menolak demokrasi adalah karena sistem ini memberikan kemungkinan bahwa kita diperintah oleh orang-orang bodoh atau bahkan oleh orang-orang jahat. Para anggota MPR kita pastilah bukan orang bodoh atau orang jahat. Tetapi godaan kepada irasionalisme selalu ada dalam politik, apalagi kalau hal ini berhubungan dengan kepentingan kelompok politik. Maka perlu dicari jalan bahwa keputusan MPR pun memerlukan suatu mekanisme untuk akuntabilitasnya. Usul ini berhubungan dengan keamanan dan perlindungan terhadap kekuasaan presiden di masa yang datang.

***
KEJATUHAN Presiden Gus Dur, selain karena alasan-alasan konstitusional yang berhubungan dengan Dekrit Presiden 23 Juli 2001, disebabkan karena ketidak-puasan terhadap kinerja pemerintahannya. Ekonomi dianggap memburuk, yang terlihat antara lain dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar yang terus memburuk. Ada dua hal yang perlu dibicarakan dalam hubungan ini. Pertama, apakah alasan kinerja dan prestasi kerja ini dapat menjadi dasar untuk menjatuhkan seorang presiden? Tidak perlu ada diskusi lagi bahwa kalaulah seorang presiden terang-terangan melawan konstitusi, dan terang-terangan membawa negara ke dalam bahaya, maka perlu ada langkah tegas dari pihak legislatif. Hal yang dipersoalkan adalah masalah competence & performance suatu pemerintahan. Apakah seorang presiden yang mengambil menteri-menteri yang tidak

kompeten dapat diberhentikan? Selanjutnya, seandainya pun menteri-menteri yang diangkat adalah orang-orang yang kompeten, namun karena kacaunya koordinasi mereka tak dapat bekerja secara efisien dan efektif, sehingga kinerja kabinet menjadi menurun, maka apakah ini alasan cukup untuk mulai menggoyang kekuasan presiden? Usul yang diajukan di sini ialah bahwa dalam hal ini competence & performanceharuslah ditanggung sebagai risiko dari pemilihan presiden. Orang-orang yang memilih seorang tokoh menjadi presiden mereka sebaiknya bersiap bahwa presiden mereka barangkali akan gagal, dan kegagalan ini harus mereka tanggung, tanpa harus memberhentikan presidennya di tengah jalan. Hal ini kurang-lebih sama dengan sikap kita terhadap badan legislatif, di mana kita juga tidak dapat membubarkan DPR dan MPR karena mereka tidak bekerja maksimal, meskipun mereka dibayar mahal dengan uang negara. Mendapatkan anggota DPR yang rendah kinerjanya (misalnya tidak menghasilkan berbagai undang-undang baru yang justru sangat diperlukan), adalah risiko yang harus ditanggung oleh para pemilihnya, tanpa harus membubarkan DPR.

***
SUDAH tentu usul ini akan mempunyai banyak kaitan dengan masalah-masalah hukum tatanegara yang tidak menjadi keahlian dan kompetensi penulis ini, dan sebaiknya diserahkan kepada ahli hukum kita. Persoalan yang menjadi fokus tulisan ini adalah: bagaimana menjaga keseimbangan di antara stabilitas dan rasionalitas politik, dan juga keseimbangan lainnya di antara kekuatan suara dalam demokrasi dan akuntabilitas dari suara-suara itu. Apakah jumlah besar suara (yang merupakan kekuatan kuantitatif) perlu diimbangi dengan penjelasan dan reasoning tentang mengapa mereka memberikan suara mereka (yang merupakan kekuatan kualitatifnya)? Tanpa keseimbangan ini risiko yang kita hadapi ialah adanya stabilitas tanpa dukungan rasionalitas yang memadai (seperti pada zaman Soeharto) dan adanya rasionalitas atau rasionalisasi yang mencukupi tetapi mengorbankan stabilitas (seperti yang kita alami sekarang ini). Ujian terhadap perimbangan tersebut ialah suksesi kekuasaan. Kalau kekuasaan dapat mengalami peralihan menurut prosedur yang normal, maka kita dapat berbahagia bahwa pengertian dan penghayatan kekuasaan politik sekarang sudah sedikit lebih maju dari Majapahit atau Mataram

Anda mungkin juga menyukai