Anda di halaman 1dari 20

CASE REPORT

WANITA 28 TAHUN DENGAN RIWAYAT OBSTETRI JELEK

Oleh :

ADHITYA GILANG TINTYARZA J 500 070 027

PEMBIMBING : dr. RATNA WIDYASTUTI SP.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD DR HARDJONO PONOROGO 2014

CASE REPORT

WANITA 28 TAHUN DENGAN RIWAYAT OBSTETRI JELEK

Yang diajukan Oleh :

ADHITYA GILANG TINTYARZA, S.Ked (J500070027)

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada

Pembimbing : ()

dr. Ratna Widyastuti Sp.OG

Dipresentasikan di hadapan : dr. Ratna Widyastuti Sp.OG ()

LAPORAN KASUS

A. DATA DASAR 1. Karakteristik Penderita Data Pasien Nama Umur Alamat Agama Pendidikan Pekerjaan Data Suami Pasien Nama Umur Alamat Agama Pendidikan Pekerjaan : Tn. Y : 30 tahun : Pacitan : Islam : SMA : Swasta : Ny. S : 28 tahun : Pacitan : Islam : SMP : IRT

Status perkawinan Jumlah perkawinan Umur Pertama Kawin No. RM Tanggal masuk RS Ruangan 2. Keluhan Utama

: Kawin : 1 kali : 21 tahun (2007) : 252xxx : 12 Februari 2013 : VK

3. Hamil 8 bulan dengan kenceng kenceng di perut bawah 4. Riwayat a. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan surat rujukan dari bidan dengan letak lintang. Pasien mengaku hamil 8 bulan, sudah merasakan kenceng kenceng di perut, belum ada cairan dan darah yang keluar lewat jalan lahir.

Sejak usia kandungan 6 bulan pasien sudah merasakan gerakan janin. Riwayat pemeriksaan USG (-) b.Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Darah Tinggi Riwayat Diabetes Riwayat Asma Riwayat Jantung Riwayat Alergi b. Riwayat Obstetri GIVP0A3 : : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

1. Hamil I : abortus usia kehamilan 2 bulan (2008) 2. Hamil II : abortus usia kehamilan 3 bulan (2009) 3. Hamil III : abortus usia kehamilan 5 bulan (2011) 4.Hamil ini Partus terakhir : (-)

Abortus terakhir : 2011 KB sekarang Riwayat ANC : (-) : dokter spesialis obstetri dan ginekologi pada bulan

bulan awal kehamilan dan selanjutnya tiap bulan di bidan c. Riwayat Haid Menarche Siklus Lamanya haid Jumlah haid Nyeri haid HPHT HPL : 14 tahun : teratur, 28 hari : 5 hari : Biasa : Sebelum haid : 12 Juni 2013 : 19 Maret 2014

d. Riwayat Nyeri Perut Pasien tidak merasakan nyeri perut. e. Riwayat Keputihan Tidak didapatkan f. Riwayat Operasi Penyakit

Pasien belum pernah operasi g. Riwayat Kesehatan Keluarga Penyakit serupa : tidak didapatkan Hipertensi Diabetes Asma Jantung : tidak didapatkan : tidak didapatkan : tidak didapatkan : tidak didapatkan

B. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign Tek. darah Nadi Suhu (aks) Respirasi Kepala Leher Thorax : Baik : Compos mentis, E4V5M6 : : 110/80 mmHg : 86 kali/menit : 36,7 oC : 20x/menit

: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) : Peningkatan JVP (-/-), pembesaran kelenjar limfe (-/-) : Mammae Cor Pulmo : tidak ada kelainan : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam pemeriksaan ginekologis : edema akral hangat + + + + -

Abdomen Extremitas

2. Pemeriksaan Ginekologik

a. Pemeriksaan luar Inspeksi

: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, striae (-), hipervenectasi (-), sikatriks (-).

Palpasi

: TFU 28 cm, 2 Jari atas umbilicus. Letak lintang, letak kepala di kiri, bagian terbawah teraba punggung janin

Auskultasi

: Peristaltik (+), bising usus (-). BJJ (+) :

b. Pemeriksaan dalam VT : Fluksus (-)

Dinding vagina

: tidak ada kelainan Portio : Dilatasi 2 cm,

effacement : 25 %, konsistensi : keras, hodge : (-), C. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Anamnesis Hamil 8 bulan dengan letak lintang, his (+), cairan dan darah dari jalan lahir (-), UK 35 minggu. 2. Pemeriksaan fisik Palpasi abdomen : TFU 28 cm, 2 Jari atas umbilicus. Letak lintang, letak kepala di kiri, paling bawah punggung janin. VT : Fluksus (-) Portio : Dilatasi 2 cm, effacement : 25 %,

konsistensi : keras, hodge : (-), D. KESIMPULAN GIVP0A3, 28 tahun, usia kehamilan 35 minggu dengan letak lintang dan riwayat obstetri jelek, pembukaan 2cm effecement 25 %. E. ASSESMENT Multigravida preterm dalam persalinan kala 1 fase laten dengan penyulit letak lintang dan riwayat obstetri jelek.

F. RENCANA PENATALAKSANAAN Rencana Diagnostik USG Kandungan

Rencana Terapi

1.Pro SC 2.Stabilisasi hemodinamik selama 6 jam (Infus NaCl 20 tm, Pasang Cateter) 3.Pro lab untuk tindakan operatif

Rencana Edukasi Informed Consent tentang kondisi pasien.

Terapi yang sudah dilaksanakan : Pada tanggal 12 Februari 2014 pukul 19.00 telah dilakukan SCTP, bayi lahir perabdominal perempuan, 2500 gram, 46 cm Didapatkan kelainan anatomi uterus berupa uterus bicornu. Dx: P010A3H1 post SCTP dan insersi IUD atas indikasi letak lintang & uterus bicornu. Tx: Infus RL Injeksi cefotaxim 3x1 gr Injeksi dexametason 5 amp IM Kaltrofen supp 2 Follow up tanggal 13 Februari 2014 S : masih lemas, kentut 1x, nyeri di luka bekas operasi O : KU compos mentis, tidak anemis, mobilisasi (-) VS: TD= 120/100 mmHg t=36,6oC N=84x/mnt RR=19x/mnt PPV: + sedang, warna merah

TFU: 1 jari dibawah pusat, kontraksi uterus kuat Jahitan : satu-satu, baik ASI/laktasi: -/BAK/BAB: DC/Bayi perempuan, 2500 g, 46 cm A : P010A3H1 post SCTP dan insersi IUD atas indikasi letak lintang & uterus bicornu P : injeksi cefotaxime 3xi gr vial lanjut sampai 3 hari, injeksi habis ganti oral & Rawat Luka

Follow up tanggal 14 Februari 2014 S : nyeri di luka bekas operasi O : KU compos mentis, tidak anemis, mobilisasi (-) VS: TD= 120/100 mmHg t=36,6oC N=84x/mnt RR=19x/mnt PPV: + sedang, warna merah TFU: setinggi pusat, kontraksi uterus kuat Jahitan : satu-satu, baik ASI/laktasi: -/BAK/BAB: DC/-

Bayi perempuan, 2500 g, 46 cm A : P010A3H1 post SCTP dan insersi IUD atas indikasi letak lintang & uterus bicornu P : Amoxycillin 3500 mg Asam mefenamat 3500 mg Viliron 1xI tab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. KEHAMILAN LETAK LINTANG A. DEFINISI Letak lintang adalah suatu keadaan di mana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul (Prawirohardjo, 2010). Pada letak lintang (transverse lie), biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul sedangkan kepala terletak di salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain. Keadaan seperti ini disebut sebagai presentasi bahu atau presentasi akromion. Arah akromion menghadap sisi tubuh ibu menentukan jenis letaknya yaitu letak akromion kiri atau kanan. Lebih lanjut, karena pada kedua posisi tersebut punggung dapat mengarah ke anterior atau posterior, ke superior atau ke inferior, biasanya jenis letak lintang ini dapat dibedakan lagi menjadi letak lintang dorsoanterior dan dorsoposterior (Cunningham, 2002).

B.

JENIS-JENIS LETAK LINTANG Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam, yaitu; Menurut letak kepala terbagi atas;

1. LLi I Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri. 2. LLi II Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.

Menurut posisi punggung terbagi atas; 1. Dorso anterior Apabila posisi punggung janin berada di depan. 2. Dorso posterior Apabila posisi punggung janin berada di belakang. 3. Dorso superior Apabila posis punggung janin berada di atas. 4. Dorso inferior

10

Apabila posisi punggung janin berada di bawah (Williams, 2002).

C. ETIOLOGI Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus, bayi yang terlalu kecil atau sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit, hidramnion, kehamilan kembar, dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya tumor di daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya letak lintang tersebut. Demikian pula kelainan bentuk rahim, seperti misalnya uterus arkuatus atau uterus subseptus, juga merupakan penyebab letak lintang (Mochtar, 2006). Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita dengan paritas empat atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali lipat dibanding wanita nullipara (Mochtar, 2006).

D. PATOFISIOLOGI Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan uterus beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir, yang menyebabkan terjadinya posisi oblik atau melintang. Letak lintang atau letak miring kadang-kadang dalam persalinan terjadi dari posisi longitudinal yang semula, dengan berpindahnya kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka (Prawirohardjo, 2010). Pada proses persalinan, setelah ketuban pecah apabila ibu dibiarkan bersalin sendiri, bahu bayi akan dipaksa masuk ke dalam panggul dan tangan yang sesuai sering menumbung. Setelah penurunan, bahu berhenti sebatas pintu atas panggul dengan kepala di salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain (Prawirohardjo, 2010). Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit di bagian atas panggul. Uterus kemudian berkontraksi dengan kuat dalam upayanya yang sia-sia untuk mengatasi halangan tersebut. Setelah beberapa saat akan terjadi cincin retraksi yang semakin lama semakin tinggi dan semakin nyata. Keadaan seperti ini disebut

11

sebagai letak lintang kasep. Jika tidak cepat diatasi, dan ditangani secara benar, uterus akan mengalami ruptura dan baik ibu maupun janin dapat meninggal (Prawirohardjo, 2010).

A. DIAGNOSIS Adanya letak lintang sering sudah terlihat dengan inspeksi. Uterus tampak lebih melebar dan fundus uteri lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilannya. Pada palpasi fundus uteri kosong, kepala janin berada di samping, dan di atas simfisis kosong, kecuali bila bahu sudah turun ke dalam panggul. Denyut jantung janin ditemukan di sekitar umbilicus (Sastrawinata, 2010). Apabila bahu sudah masuk ke dalam panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba dan tulang-tulang iga. Bila ketiak dapat diraba, arah menutupnya menunjukkan letak di mana kepala janin berada. Kalau ketiak menutup ke kiri, kepala berada di sebelah kiri, sebaliknya kalau ketiak menutup ke kanan, kepala berada di sebelah kanan. Punggung dapat ditentukan dengan terabanya scapula dan ruas tulang belakang, sedangkan dada dengan terabanya klavikula. Kadangkadang dapat pula diraba tali pusat yang menumbung (Sastrawinata, 2010).

B. MEKANISME PERSALINAN Ada kalanya anak yang pada permulaan persalinan dalam letak lintang, bisa berputar sendiri dan menjadi letak memanjang. Kejadian seperti ini disebut versio spontanea. Tanda-tanda pada persalinan letak lintang biasanya ketuban cepat pecah, pembukaan berjalan lambat, partus menjadi lebih lama, tangan menumbung (20-50%), tali pusat menumbung 10% (Wiknjosastro, 2002). Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan, tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian janin dan ruptura uteri. Bahu masuk ke dalam panggul, sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya (Wiknjosastro, 2002). Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi dan beretraksi sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga

12

batas antara dua bagian itu makin lama makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik. Keadaan demikian dinamakan letak lintang kasep, sedangkan janin akan meninggal. Bila tidak segera dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptura uteri, sehingga janin yang meninggal sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke dalam rongga perut. Ibu berada dalam keadaan sangat berbahaya akibat perdarahan dan infeksi, dan sering kali meninggal pula (Wiknjosastro, 2002). Kalau janin kecil, sudah mati dan menjadi lembek, kadang-kadang persalinan dapat berlangsung spontan. Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan lahir atau lahir dengan evolusio spontanea menurut cara Denman atau Douglas (Wiknjosastro, 2002). Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan kepala (Wiknjosastro, 2002). Pada cara Douglas bahu masuk ke dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin (Wiknjosastro, 2002).

A. KOMPLIKASI Komplikasi dari letak lintang adalah cedera tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah dan lengan menumbung melalui vagina, kematian janin, ruptura uteri (Mochtar, 2006).

B. PROGNOSIS Letak lintang merupakan letak yang tidak mungkin lahir spontan dan berbahaya bagi ibu dan bayi. a) Bagi ibu

13

Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan ekstraksi. Pada partus lama, ketuban pecah dini dengan mudah dapat mengakibatkan terjadinya infeksi.

b) Bagi bayi Angka kematian tinggi sekitar 25-40% yang dapat disebabkan oleh prolapsus funikuli, trauma partus, hipoksia karena kontraksi uterus terus-menerus. Prognosis bayi sangat tergantung pada saat pecahnya ketuban, maka kita harus berusaha supaya ketuban selama mungkin tetap utuh misalnya : 1. Melarang pasien mengejan 2. Pasien dengan bayi yang melintang tidak dibenarkan berjalan-jalan 3. Tidak diberi obat his 4. VT harus hati-hati jangan sampai memecahkan ketuban. Atau lebih baik apabila tidak dilakukan VT.

Setelah ketuban pecah bahayanya bertambah karena : 1. Dapat terjadi letak lintang kasep kalau pembukaan sudah lengkap 2. Bayi dapat mengalami asphyxia karena peredaran darah placenta berkurang 3. Tali pusat dapat menumbung 4. Bahaya infeksi bertambah (Sastrawinata, 2010).

2. KELAINAN KONGENITAL PADA PADA UTERUS

A. FISIOLOGIS UTERUS Uterus mempunyai peranan vital dalam proses reproduksi. Kelainan uterus, baik yang bawaan maupun yang diperoleh, dapat mengganggu lancarnya kehamilan dan persalinan. Kelainan uterus terajdi pada 15 % perempuan dengan 3 kali abortus spontan. Di samping kemungkinan kehilangan kehamilan, malformasi uterus juga merupakan factor predisposisi terjadinya infertilitas, persalinan prematur, dan presentasi abnormal janin.

14

Diferensiasi seksual terjadi pada awal kehidupan janin. Sampai dengan usia janin 6 minggu, system genitalia perempuan dan laki-laki identik tanpa perbedaan. Terdapat dua pasang duktus genitalia, yaitu duktus mesonefrik (Wolfian) dan paramesonefrik (Muller). Duktus Muller berasal dari Mesonefros, yang pembentukannya dipacu oleh duktus mesonefrik. Pada embrio perempuan, duktus Wolfii mengalami degenerasi dan membuat pematangan duktus Muller sehingga duktus Muller berkembang ke arah ekor dan tertutup pada daerah peritoneal fold yang akan berkembang menjadi ligamentum latum di mana ligamentum ini merupakan tempat melekat dari ovarium (mesovarium), tuba fallopi (mesosalping), dan uterus (mesometrium). Secara embriologis uterus, serviks, dan vagina dibentuk dari kedua duktus Muller, yang dalam pertumbuhan mudigah mengalami proses penyatuan (fusi). Duktus Muller saling berhubungan dan menyatu disertai pembentukan septum uterovaginal. Pada umur kehamilan 9 minggu, septum uterovaginal diserap membentuk kanalis uterovaginal yang nanti akan berkembang menjadi uterus, bagian atas dari vagina, sedangkan bagian cranial dari kanalis uterovaginal tidak menyatu membentuk tuba fallopi. Sinus urogenitalis membentuk tuberositas sinovaginal yang nanti akan berkembang menjadi bagian bawah vagina. Kanalis uterovaginal kemudian memanjang dan menyatu dengan sinus urogenitalis untuk membentuk seluruh traktus reproduksi perempuan. Kelainan uterus bisa terjadi karena kegagalan elongasi, fusi, kanalisasi, atau resorbsi sekat. Etiologi kelainan ini sampai sekarang masih belum diketahui (Prawirohardjo, 2010).

B. KLASIFIKASI Menurut American Society for Reproductive Medicine, kelainan duktus Muller yang paling banyak dialami adalah : a) Kelas I : Agenesis atau hipoplasia duktus Muller Tidak terbentuk alat reproduksi. b) Kelas II : Uterus unikornis ( uterus unicornuatus ) Terjadi akibat agenesis dari salah satu dari duktus Muller.

15

c) Kelas III : Uterus didelfis ( uterus didelphys ) Terjadi akibat kegagalan fusi lateral uterus dan vagina sehingga terbentuk 2 uterus, 2 serviks, dan 2 vagina. d) Kelas IV : Uterus bikornis ( uterus bicornuate ) Terjadi karena fusi tidak sempurna kornu setinggi fundus. e) Kelas V : Uterus septus ( uterus septate ) Yaitu kelainan rahim yang sebagian atau seluruh dindingnya terbelah (seolah olah mempunyai sekat) menjadi 2 bagian. Terjadi karena adanya septum uterus akibat tidak ada penyerapan dari septum uterovaginal. f) Kelas VI : Uterus arcuatus Terjadi karena resorbsi tidak sempurna dari septum uterovaginal yang masih meninggalkan tonjolan di kavum uteri pada daerah fundus (Prawirohardjo, 2010).

C. KESIMPULAN Kelainan anatomi uterus terjadi pada 15 % perempuan dengan kehamilan berulang. Di samping kemungkinan kehamilan, malformasi uterus juga merupakan faktor predisposisi terjadinya infertilitas, persalinan premature, dan presentasi abnormal janin (Prawirohardjo, 2010).

16

BAB III PEMBAHASAN

Pasien multigravida GIVP00030 usia kehamilan preterm (UK 35 minggu) rujukan bidan dengan letak lintang datang dengan keluhan kenceng kenceng di perut pada tanggal 12 Februari 2014 6 jam SMRS. Pasien mempunyai riwayat keguguran 3 x. Dari pemeriksaan palpasi didapatkan teraba janin tunggal, melintang, bagian terkecil janin teraba di fundus, kepala teraba di bagian kiri, punggung teraba di bawah namun belum masuk panggul. DJJ 144 x/mnt di sekitar umbilikus, his (-), TFU 28 cm. Pemeriksaan dalam didapatkan vulva urethra tenang, dinding vagina licin, serviks keras, mendatar, pembukaan 2 cm, portio effacement 25 %, letak lintang. Dari hasil pemeriksaan fisik dapat disimpulkan diagnosis kerja letak lintang, multigravida, hamil preterm dengan riwayat obstetrik jelek (ROJ) dalam persalinan. Pada kasus ini kehamilan diakhiri dengan seksio sesarea trans peritoneal. Hal ini dilakukan karena pasien sudah dalam persalinan sedangkan janin tidak mungkin dilahirkan pervaginam dan jika tidak segera dilakukan bisa terjadi letak lintang kasep yang sangat membahayakan karena bisa terjadi ruptur uteri akibat pembentukan cincin patologis (Bandl ring) dan janin bisa meninggal. Setelah dilakukan SCTP ternyata didapatkan diagnosis P01031 dengan letak lintang dan uterus bicornu sehingga IUD yang dipasang 2. Uterus bicornu adalah kelainan bentuk rahim seperti bentuk hati mempunyai dinding dibagian dalamnya dan terbagi 2 dibagian luarnya. Kelainan rahim ini dapat mempengaruhi kemampuan reproduksi wanita. Uterus bicornu ini mempengaruhi implantasi blastokista pada endometrium sehingga mudah terjadi abortus berulang. Sedangkan bentuk uterus ini sendiri mengakibatkan timbulnya letak lintang pada kehamilan ini.

17

Gambar posisi letak bayi pada kasus ini. Kelainan bentuk uterus ini bisa dideteksi menggunakan USG maupun pemeriksaan HSG. Dalam mengevaluasi kejadian abortus berulang, kelainan bentuk anatomi uterus harus dimasukkan dalam pertimbangan.

18

BAB IV KESIMPULAN

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Letak lintang merupakan salah satu malpresentasi janin yang dapat menyebabkan kelambatan atau kesulitan dalam persalinan. Letak lintang merupakan keadaan yang berbahaya karena besarnya kemungkinan risiko kegawatdaruratan pada proses persalinan baik pada ibu maupun janin. Oleh karena itu, jika seorang ibu mengalami kehamilan dengan letak lintang harus segera mendapat penanganan dari dokter spesialis kebidanan. Uterus bicornu adalah kelainan bentuk rahim seperti bentuk hati mempunyai dinding dibagian dalamnya dan terbagi 2 dibagian luarnya. Kelainan rahim ini dapat mempengaruhi kemampuan reproduksi wanita.

19

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary et al., 2002. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC Mochtar, Rustam. 2006. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC Prawirohardjo, Sarwono. 2010. ILMU KEBIDANAN. Edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sastrawinata, R.S., 2010. Obstetri Patologi. Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Williams., 2002. Obstetri Wiliams. Edisi 23 Volume 2. Jakarta: EGC pp 11651187

20

Anda mungkin juga menyukai