Anda di halaman 1dari 41

Distosia Akibat CPD

By :
Putu Ayu Intan Wiryaningsih (0302005192)

Pembimbing:
dr. I Gede Parwata Yasa, Sp.OG
Definisi
 Distosia: Perjalanan persalinan yang lambat atau abnormal
 Kelainan-kelainan ini telah disederhanakan mekanikanya oleh
American College of Obstetricians and Gynecologysts (1995a)
menjadi 3 kategori :
1. kelainan pada power (kontraktilitas uterus dan kekuatan
mengedan ibu)
2. kelainan pada passenger (janin)
3. kelainan pada passage (pelvis)
 Failure to progress pada persalinan spontan ataupun dengan
induksi menggambarkan persalinan yang tidak efektif akibat
dari tidak efektifnya dilatasi serviks ataupun kurangnya
penurunan janin pada jalan lahir
 Distosia diagnosis yang paling sering menjadi indikasi untuk
sectio caesaria primer
Gejala Klinis
 Tidak adekuatnya dilatasi cervix atau kurangnya
penurunan janin pada jalan lahir persalinan memanjang
atau kemajuan persalinan lambat, persalinan macet atau
tidak ada kemajuan dan tidak adekuatnya tekanan
mendorong atau dorongan yang tidak efektif
 Fetopelvic disproportion dengan ukuran bayi yang besar,
kapasitas panggul yang tidak adekuat atau malpresentasi
atau posisi dari janin
 Ketuban pecah tanpa adanya tanda-tanda persalinan
juga dapat mengindikasikan adanya kemacetan dalam
persalinan
 Kombinasi dari gejala-gejala diatas saling berinteraksi
dan mengakibatkan disfungsi dalam persalinan.
Diagnosis Persalinan
 Hingga saat ini masih belum ada konsensus yang mampu
menjelaskan apa itu kemajuan persalinan yang abnormal
 Kesulitan yang paling besar untuk mengetahui persalinan
normal adalah mengenali mulainya persalinan
Protap yang ketat (O’Driscoll dkk,1993)  Kriteria
adanya nyeri kontraksi dan salah satu dari kriteria berikut
ini :
1. Pecah ketuban
2. Bloody show
3. Penipisan serviks komplit
Persalinan Kala I
 Konsep tiga divisi fungsional dari persalinan yang
menggambarkan berbagai temuan fisiologis yang bisa kita
dapatkan untuk tiap-tiap divisi.
1. Divisi persiapan: sedikit dilatasi servikal akibat perubahan
komponen jaringan ikat serviks, sensitif terhadap penggunaan
sedasi dan analgetik.
2. Divisi dilatasi: dilatasi serviks terjadi dengan sangat cepat, tidak
lagi dipengaruhi oleh pemberian sedatif ataupun analgetik.
3. Divisi pelvis, fase deselerasi dari dilatasi serviks. Mekanisme
klasik persalinan ini melibatkan pergerakan utama janin pada
presentasi kepala (tujuh tanda kardinal). Dalam kenyataan
praktisnya, onset dari divisi pelvis ini jarang dapat kita
identifikasi secara jelas.
Fase Laten (Friedman)
 Onset saat ibu mendapatkan kontraksi yang reguler
 Kriteria minimal : dilatasi serviks 1-2cm per jam untuk
nullipara dan 1,5 cm per jam untuk multipara.
 Prolonged latent phase bila terjadi lebih dari 20 jam untuk
nullipara dan labih dari 14 jam untuk multipara
 Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten :
pemakaian sedatif yang eksesif atau pemberian anlgetik,
keadaan serviks yang buruk (tebal, tidak ada penipisan,
atau tidak ada dilatasi), dan persalinan palsu.
 Pemanjangan fase laten tidak menyebabkan morbiditas
atau mortalitas baik pada ibu maupun pada bayi.
Persalinan Aktif
 Ditandai ilatasi servik 3-4 cm atau lebih, disertai adanya
kontraksi uterus
 Kemajuan dilatasi pada fase aktif pada nullipara setara dengan
1,2 cm per jam dan 1,5 cm per jam untuk multipara. (batasan
kecepatan minimal)
 Kelainan fase aktif oleh Friedman dibagi menjadi:
1. Protraksi : dilatasi serviks atau penurunan yang lambat,
dengan batasan dilatasi kurang dari 1,2 cm per jam atau
penurunan kurang dari 1 cm per jam untuk nullipara dan
dilatasi kurang dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari
2 cm per jam untuk multipara
2. Arrest: berhenti totalnya dilatasi atau penurunan
Arrest of dilatation = 2 jam tanpa perubahan dilatasi serviks
Arrest of descent = 1 jam tanpa penurunan bayi
Persalinan Aktif
 Hendricks dkk (1970) meniadakan fase laten
karena melihat bahwa dilatasi serviks dan
penipisan serviks terjadi secara perlahan sejak
4 minggu sebelum persalinan
 Fase laten sebenarnya terjadi selama
beberapa minggu
 Waktu rata-rata yang dibutuhkan dari saat
kedatangan hingga bukaan yang lengkap
terjadi pada 4,8 jam pada nullipara dan 3,2 jam
pada multipara.
Persalinan Kala II
 Berawal saat terjadi dilatasi serviks yang lengkap dan
diakhiri oleh pengeluaran bayi (Rata-rata 50 menit untuk
nullipara dan 20 menit untuk multipara)
 Untuk nullipara dibatasi 2 jam dan memanjang hingga 3
jam pada penggunaan anestesi regional. Untuk multipara
durasi dibatasi 1 jam, memanjang hingga 2 jam dengan
anestesi regional  tidak bisa dipastikan untuk setiap
individu  forcep profilaksis
 Cohen (1977) Mortalitas bayi tidak meningkat pada bayi
mereka yang mengalami persalinan kala II lebih dari 2
jam monitor elektronik dan pengukuran pH dari kulit
kepala
Penyebab Persalinan tidak
Adekuat
 Kapasitas pelvis yang tidak adekuat, ukuran bayi yang
terlalu besar, ataupun keduanya 
Malfungsi otot rahim yang overdistensi akibat kelelahan
uterus  persalinan yang tidak adekuat seringkali
dianggap sebagai alarm dari adanya cephalo-pelvic
disproportion
>> Disfungsi uterus murni dan cephalo-pelvic disproportion
saling berkaitan

Tidak ada alat yang dapat membedakan kedua penyebab


gagalnya kemajuan persalinan ini  trial of labour bila
terdapat kemungkinan persalinan dapat terjadi spontan
pervaginam.
Disfungsi Uterus
 Ditandai adanya kontraksi dengan intensitas yang
rendah, seringkali terjadi pada cephalo-pelvic
disproportion  Lambatnya kemajuan persalinan
 Respons servikal merupakan suatu penanda prognosis
yang signifikan  kemajuan spontan yang diakhiri
dengan adanya dilatasi total, menunjukkan persalinan
pervaginam dapat diharapkan
 Presentasi janin pada wanita nullipara melalui station +1
atau +2 sebelum onset persalinan, sedangkan pada
wanita multipara penurunan janin dapat tidak terjadi
hingga serviks nyaris berdilatasi sempurna
 Diagnosis sulit dan sering retrospektif
 2 Tipe : Hipotonik & Hipertonik (incoordinated)
Penyebab Disfungsi Uterus
 Anastesi Epidural
 Korioamnionitis
 Posisi Ibu
CPD
 Pelvic Inlet sempit
 Midpelvis sempit
 Pelvic Outlet sempit
 Fraktur pelvis  Penyempitan
 Ukuran bayi terlalu besar
 Ukuran kepala bayi
Efek distosia pada Ibu
 Infeksi intra partum
 Ruptur Uteri
 Cincin Retraksi Patologis
 Terbentuknya Fistula
 Cedera Dasar Pelvis
Efek pada Bayi
 Kaput suksedanium
 Molding atau Overlapping
Identitas Penderita

 Nama : WSA
 Umur : 25 tahun
 Kelamin : Perempuan
 Pendidikan : Tamat SMP
 Agama : Hindu
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : Subagan
 Bangsa : Indonesia
 Status perkawinan : Sudah menikah
 Nama suami : GPM
 Alamat : Subagan
 Pekerjaan : Swasta
 MRS : 24 September 2008 pukul 6.00 WITA
Anamnesis
Keluhan Utama
 Nyeri perut mau melahirkan
Anamnesis Umum
 Keluhan nyeri hilang timbul sejak tengah malam (pukul
1.00 WITA tanggal 24/09/2008), semakin lama semakin
sakit, semakin sering, serta tidak hilang dengan
istirahat.
 Disertai keluar darah campur lendir dari vagina. Keluar
air pervaginam (-). Gerak anak (+) baik, dominasi perut
kanan, pertama kali dirasakan sekitar bulan April 2008.
Anamnesis Khusus
Riwayat Menstruasi
 Menarche umur 14 tahun, siklus haid teratur tiap 28 hari,
selama 3-4 hari, Siklus haid pada 3 bulan terakhir teratur
 HPHT tidak diingat
 TP tgl 22 September 2008 (berdasarkan USG)

Riwayat Pernikahan
 Menikah 1 kali selama 6 bulan.

Riwayat Persalinan
 1) Ini (riwayat abortus tidak ada)
Ante-natal Care

 Kontrol sebanyak 4 kali ke bidan ~ teratur


 TB 153 cm, peningkatan BB 49kg  54 kg (6kg)
 Djj dan TD normal
 TT1 dan TT2 (+)
 Tablet SF diminum teratur
 USG (+) 1 kali tgl 19/09/2008:
• BPD sesuai dengan kehamilan 37 minggu
• FW 2980 gram
• Fm dan Fhm (+)
• Letak Kepala O
• Plasenta Grade III
• Air Ketuban Keruh  rujukkan ke RSUD untuk NST
Anamnesis Khusus
Riwayat Kontrasepsi (-)

Riwayat sakit berat


 Asma (-), HT (-), DM (-), PJ (-)

Riwayat penyakit dalam keluarga (-)

Riwayat Alergi Obat (-)


Pemeriksaan Fisik
Status present
 KU : Baik
 Kesadaran : CM
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 84x/menit
 Respirasi : 20x/menit
 Suhu tubuh : 36,2 °C

Status Generalis ~ Dbn


St. Obstetri
Mammae
 Insp : Hiperpigmentasi areola mammae

Penonjolan flandula Montgomery


 Palp : Kolostrum (-)

Abdomen
 Insp : Tampak perut membesar ke depan

Striae Livide (+), tidak tampak


bekas luka sayatan
St. Obstetri
Palpasi :
 Pemeriksaan Leupold

I= Tinggi fundus uteri 3 jari BPX, Teraba bagian bulat lunk, kesan
bokong
II = Teraba tahan keras di kiri (kesan punggung) danTeraba bagian
kecil di
kanan (kesan anggota gerak)
III = Teraba bagian bulat, keras, relatif susah digerakkan (kesan
kepala)
IV = Bagian bawah sudah masuk pintu atas panggul, trb kepala 4/5
diatas simfisis
 His (+) teratur, frekuensi 2-3 x / 10 menit ~ 30-35 detik
 TFU = 32 cm  PBB = 3255 gr
 Gerak janin (+)
St. Obstetri
Auskultasi
Denyut jantung janin terdengar maksimum di sisi kiri
bawah umbilikus dengan frekuensi 12.12.12

Vagina
Insp : Blood slym (+), Perdarahan aktif (-), Bekas darah
(+), karankula himenalis (+), bekas luka episiotomi (-)
VT (pukul 6.00):
Pembukaan Ø 4 cm, eff 50 %, Ketuban (+),
Letak Sutura sagitalis melintang, penurunan H1
Tidak teraba bagian kecil / tali pusat
Diagnosis Kerja
G1P0000, Umur Kehamilan 40 – 41 mg,
Tunggal/Hidup, PK I fase aktif
PBB : 3255 gram

Rencana Kerja : DL, BT, CT, NST


Terapi : Ekspektatif Pervaginam
Mx : Kelola ~ Partograf WHO
Pemeriksaan Penunjang
DL (25/08/2008) :
 HGB : 12,5 g/dL
 WBC : 14,0 x 103 /uL
 HCT : 38,1 %
 PLT : 146 x 106 /uL
 BT : 1’40”
 CT : 9’25”

Hasil NST (24/09/2008) ~ Kesan Normal


Perjalanan Penyakit
Pukul 7.30 His (+) teratur, frekuensi 3 x / 10 menit ~
30- 35 detik, DJJ 12.12.12
Pukul 8.00 His (+) teratur, frekuensi 3 x / 10 menit ~
30- 35 detik DJJ 12.13.12
Pukul 8.30 His (+) teratur, frekuensi 3-4 x / 10 menit ~
35-40 detik, DJJ 12.11.12
Pukul 9.00 His (+) teratur, frekuensi 3-4 x / 10 menit ~
35-40 detik, DJJ 12.12.11
Pukul 9.30 His (+) teratur, frekuensi 3-4 x / 10 menit ~
40-45 detik, DJJ 12.13.12
Perjalanan Penyakit
Pukul 10.00 His (+) teratur, frekuensi 3-4 x / 10
menit ~ 40-45 detik, DJJ 12.12.12
VT : Pembukaan Ø 8 cm, eff 75 %, Ketuban (+),
Kepala UUK kiri melintang, penurunan H1
Tidak teraba bagian kecil / tali pusat
Ass : G1P0000, 40-41 mg, Tunggal/Hidup, PK I
fase aktif
Pukul 10.30 His (+) teratur, frekuensi 3-4 x / 10
menit ~ 40-45 detik, DJJ 12.12.12
Perjalanan Penyakit
Pukul 11.00 Ketuban Pecah Spontan
Evaluasi:
His (+) teratur, frekuensi 4 x / 10 menit ~
40- 45 detik, DJJ 12.12.12
VT : Pembukaan Ø , Ketuban (-),
Kepala UUK kiri melintang, penurunan H II
Tidak teraba bagian kecil / tali pusat
Ass : G1P0000, 40-41 mg, Tunggal/Hidup, PK II
Tx : Pimpin Persalinan
Mx : Observasi Djj
KIE : Cara Mengedan
Perjalanan Penyakit
Pukul 12.00 Evaluasi:
His (+) teratur, frekuensi 4 x / 10 menit ~ 40-45
detik, DJJ 13.12.12
VT : Pembukaan Ø , Ketuban (-),
Kepala UUK kiri melintang, penurunan H II
Tidak teraba bagian kecil / tali pusat
Ass : G1P0000, 40-41 mg, Tunggal/Hidup, PK II + Arrest of
Descent
Tx : Pro-Seksio Sesaria Cito
Mx : Keluhan, vital sign, djj, tanda-tanda gawat janin.
KIE : Pasien dan keluarga tentang kondisi pasien termasuk
diagnosa dan rencana terapi yang akan dilakukan
Menyiapkan informed consent
Operasi Seksio Sesarea
Observasi Pre-Op ~ Dbn
Diagnosis Pra Operatif : G1P0000, 40 – 41 mg, T/H
PK II + Arrest of Descent
Diagnosis Post Operatif : P1001 Post SC Hari ke-0
Nama/Macam Operasi : SCTP
Tanggal Operasi : 24 September 2008
Jam mulai : 12.45 WITA
Jam Selesai : 13.15 WITA
Lama Berlangsung : 30 menit

Lahir bayi perempuan (tanggal 04/09/2008 pukul 12.54 WITA)


segera menangis dengan AS 7-8, BBL 3050 gr, PBL 49 cm,
anus (+), kelainan (-), kaput (-)
Terapi Post Operasi
 IVFD D5 : RL = 3 : 1 ~ 28 tetes / menit
 Amoxan 3 x 1 gram
 Neurosanbe 3 x 1 amp.
 Vit C 2 x 1 amp.
 Ketorolac 3 x 1 amp
 Cimitidine 3 x 1 amp

 Observasi 2 jam Post Op. ~ Dbn


Follow Up Pasien di Ruangan
Tgl S O A P
25/09/ Nyeri luka KU : baik P1001 Post SC Tx :
2008 operasi (+) St. present : hari-I Amoxan 3 x 1 gram
Pukul Flatus (-) T: 130/80 mmHg Neurosanbe 3 x 1
6.00 BAB (-) N : 80 x/mnt amp.
BAK (+) R : 20 x/mnt Vit C 2 x 1 amp.
dengan DC St. general : dbn Ketorolac 3 x 1 amp
ASI (-) St. Obst : Cimetidine 3 x 1 amp
Abd : Mx : Keluhan, vital
TFU 2 jr bwh pst sign, CM-CK
Kontraksi Uterus baik
Distensi (-), Cairan KIE :
bebas (-), Luka op. Mobilisasi bertahap
terawat ASI eksklusif
Vag: Rawat luka op
Lokia (+) KB Post Partum
Perdarahan aktif (-)
Pembahasan
 Pasien, 15 tahun datang dengan keluhan nyeri perut hilang timbul
sejak pukul 1.00 WITA (tanggal 24/09/2008), disertai keluhan keluar
darah campur lendir pervaginam. Keluar air pervaginam (-). Gerak
anak dirasakan baik, dominan di sisi kanan, pertama kali dirasakan
pada bulan April 2008.TP 22 September 2008. Berdasarkan hasil USG
pada tanggal 19 September 2008 BPD sesuai dengan kehamilan 37
minggu, FW 2980 gram, Fm dan Fhm (+), Letak Kepala O, Plasenta
Grade III dan Air Ketuban Keruh. Hasil NST menunjukkan kesan
normal
 Pemeriksaan vital sign dan Status general dalam batas normal
 Pemeriksaan obstetri TFU teraba 3 jari dibawa processus Xyphoideus
(32 cm), letak bujur, punggung kiri, penurunan 4/5, His (+) teratur,
frekuensi 2-3x/10 menit ~ 30-35 detik, gerak janin (+), frekuensi Djj
144x/menit
 Hasil VT pukul 6.00 WITA didapat Pembukaan Ø 4 cm, efficement 50
%, ketuban (+), teraba Kepala UUK kiri melintang, Penurunan Hodge I
+, tidak teraba bagian kecil / tali pusat.
 Pasien didiagnosis dengan G1P0000, 40-41 mg, Tunggal/Hidup, PK I
fase aktif
Pembahasan
 pukul 10.00 hasil pemeriksaan VT
menunjukkan Pembukaan Ø 8 cm, eff 75
%, Ketuban (+), Kepala UUK kiri
melintang, penurunan H1, Tidak teraba
bagian kecil / tali pusat  Friedman
(1972) : wanita nullipara yang memasuki
fase aktif pada bukaan 3-4 cm dapat kita
harapkan mengalami bukaan 8 -10 cm
dalam 3 - 4 jam
Pembahasan
 Pukul 11.00 WITA ketuban pecah spontan dan setelah VT ditemukan
pembukaan lengkap  pimpin persalinan dimulai
 Pukul 12.00 WITA letak kepala janing masih tinggi (Hodge II).
 (Friedman), penurunan terjadi pada akhir tahap dilatasi aktif: bukaan 7
– 8 pada nullipara dan lebih cepat lagi setelah bukaan 8
 Kelainan fase aktif: protraksi dan arrest disorder (gangguan henti)
 Arrest: berhenti totalnya dilatasi atau penurunan
Arrest of dilatation : 2 jam tanpa perubahan dilatasi serviks
Arrest of descent : 1 jam tanpa penurunan bayi.

 Pasien didiagnosis dengan G1P0000, 40 – 41 mg, T/H PK II + Arrest of


Descent

45 % pada wanita dengan arrest disorder dapat mengalami cephalopelvic


disproportion
Pembahasan
 Cohen (1977) :menemukan bahwa mortalitas bayi tidak
meningkat jika mengalami persalinan kala II lebih dari 2 jam,
dan memperbolehkan kala II diperpanjang dengan harapan
dapat menurunkan kejadian operasi pervaginam. Hanya bila
menggunakan monitor elektronik dan pengukuran pH dari kulit
kepala
 Fasilitas RSUD memiliki keterbasan alat untuk memonitor dan
mengukur pH kulit kepala  tidak bisa membiarkan waktu
persalinan memanjang
 Penyebab kegagalan penurunan kepala janin adalah passage.
His adekuat hingga terjadi dilatasi serviks maksimal (power)
dan ukuran PBB bayi yang hanya mencapai 3255 gram serta
posisi bayi yang sudah masuk ke dalam rongga panggul
menunjukkan tidak adanya kelainan letak maupun presentasi
dari bayi (passenger)
Pembahasan
 Pada dasarnya disfungsi uterus dan CPD
saling berkaitan  tidak ada alat untuk
membedakan kedua penyebab gagalnya
kemajuan persalinan ini  klinisi harus
melakukan persalinan percobaan (trial of
labour) bila terdapat kemungkinan persalinan
dapat terjadi spontan pervaginam
 Pada kasus ini usaha untuk memimpin
persalinan ketika pembukaan sudah lengkap
telah dicoba namun tidak terjadi kemajuan
penurunan kepala janin.
Pembahasan
 Kelainan pelvic inlet biasanya disertai ketuban pecah dini 
kasus ini tidak disertai gejala ketuban pecah dini
 Tertahannnya kepala janin pada bidang Hodge II yang terletak
setinggi bagian bawah simfisis mungkin disebabkan oleh
midpelvis yang sempit
 Mid pelvis dibentuk dari batas inferior simfisis pubis hingga
spina iliaca, dan menyentuh sakrum di dekat pertemuan antara
sakrum keempat dan kelima
 Penyempitan Midpelvis lebih sering terjadi dibandingkan
dengan pelvic inlet yang sempit dan seringkali menyebabkan
arrest transversal dari kepala janin  kesulitan potensial untuk
melakukan forseps ekstraksi ataupun persalinan secara sectio
caesaria
 Sedangkan pelvik outlet yang sempit dapat menyebabkan
distosia, namun tidak sebesar apabila merupakan kombinasi
dengan penyempitan midpelvis. Penyempitan outlet tanpa
penyempitan garis tengah jarang terjadi
Pembahasan
 Oleh karena potensi kesulitan dalam persalinan midforceps 
seksio sesarea dipilih meskipun belum terdapat tanda-tanda
gawat janin akibat persalinan Kala II yang memanjang
 Penatalaksanaan persalinan aktif yaitu amniotomi dan oksitosin
tidak dilakukan meskipun efektif dalam menurunkan angka
kelahiran dengan seksio sesarea (ketuban sebelumnya sudah
pecah spontan tanpa adanya kemajuan persalinan & oksitosin
yang berfungsi untuk memperbaiki fungsi uterus tidak
diperlukan karena permasalahan yang timbul bukan akibat
gangguan kontraksi uterus)
 Pukul 12.42 WITA dilakukan SCTP, kemudian pada pukul
12.54 lahir bayi perempuan (tanggal 24/09/2008) segera
menangis dengan AS 7-8, BBL 3050 gr, PBL 49 cm, anus (+),
kelainan (-), kaput (-)
 Perkembangan pasien selama observasi 2 jam post partum
dan selama perawatan diruang dalam baik/dalam batas normal

Anda mungkin juga menyukai