Anda di halaman 1dari 7

NAMA NIM

: MARTINA PUSPITA RAKHMI : 110210402036

MATA KULIAH : PSIKOLOGI SASTRA KELAS :A UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL (2013/2014) DONGENG: PUTRI SALJU DAN 7 KURCACI, CERMIN KEPRIBADIAN UNTUK PEMBINAAN PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK

Anak-anak menjalani berbagai tahap perkembangan pribadi atau perkembangan personalitas apabila mereka mencoba mencapai kemampuan untuk menyatakan berbagai emosi yang berterima, mengekspresikan empatinya kepada orang lain, serta mengembangkan berbagai perasaan harga diri dan isi hati. Pengalaman-pengalaman yang berkembang dan keberhasilan pribadi menunjukkan kepada anak-anak berbagai cara lain untuk mengendalikan emosi yang mereka miliki. Sastra dapat memberikan sumbangsih yang besar atas keberhasilan perkembangan kepribadian anak. Joan Glazer (1981) memperkenalkan empat cara sastra memberi sumbangan bagi pertumbuhan perkembangan emosional: Pertama, sastra memperlihatkan pada anak-anak bahwa banyak dari perasaan-perasaan mereka adalah juga bersifat umum bagi anak-anak lainnya dan bahwa semua itu sebenarnya wajar dan alamiah. Kedua, sastra menjelajahi serta meneliti perasaan dari berbagai sudut-pandang, memberikan suatu gambar yang lebih utuh dan bulat dan memberi dasar bagi penamaan emosi tersebut. Ketiga, gerak-tindak dari berbagai tokoh memperlihatkan berbagai pilihan mengenai cara-cara menggarap emosi-emosi tertentu. Keempat, sastra turut memperjelas bahwa seorang insan manusia menggali berbagai emosi, dan emosi-emosi tersebut kadang-kadang justru bertentangan, memperlihatkan konflik. Anak-anak harus belajar menanggulangi serta mengendalikan emosi-emosi mereka; anak-anak harus memiliki konsep-konsep pribadi yang positif, realistik dan perasaanperasaan harga diri sendiri; konsep-konsep pribadi dan perasaan harga diri; konsep-konsep pribadi mereka merupakan cermin dari apa yang mereka yakini mengenai diri mereka.

Banyak karya sastra yang menunjang perkembangan kepribadian positif kepribadian anak. Dalam kelahirannya, anak (dari sini kita pakai istilah seseorang) memiliki tiga struktur kepribadian yang oleh Sigmund Freud diistilahkan dengan: id, ego dan superego. (1) Id : terletak di bagian tak sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Merupakan reservoir pulsi dan menjadi sumber energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar seperti misalnya kebutuhan : makan, seks, menolak rasa sakit atau tidak nyaman. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan. Di dalam karya sastra, Id cenderung diberikan pada penggambaran tokoh-tokoh yang berwatak antagonis. Tokoh-tokoh yang memiliki sikap-sikap serakah, iri , dengki karena sikap yang ingin selalu memenuhi kepuasan duniawinya. (2) Ego : terletak di antara alam sadar dan tak sadar, bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan pulsi dan larangan superego. Ego menolong manusia untuk mempertimbangkan apakah perbuatan yang dilakukannya dapat memuaskan dirinya atau bahkan merugikan dirinya sendiri. Dalam karya sastra, ego biasa digambarkan pada tokoh yang berwatak netral, memiliki fungsi dan bertugas sebagai penegah apabila terdapat konflik antara tokoh antagonis dan protagonis. Tokoh berwatak netral ini disebut juga tritagonis. (3) Superego : terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian tak sadar, bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan sempurna pulsi-pulsi tersebut yang merupakan hasil pendidikan dan identifikasi pada orang tua. Pada karya sastra, superego biasa dimunculkan pada karakter tokoh-tokoh protagonis. Tokoh-tokoh yang bersikap murah hati, lembut, penyayang, yang biasanya juga sebagai korban penindasan dari tokoh-tokoh antagonis yang banyak memiliki kepribadian id. Tidak terlalu memiliki sikap yang selalu ingin memuaskan keinginan duniawinya.

Cerminan Konsep Kebencian Pada Tokoh Ratu Elvira Kebencian atau perasaan benci (hate) berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu dan iri hati. Ciri khas yang menandai perasaan benci adalah timbulnya nafsu dan keinginan untuk menghancurkan objek yang menjadi sasaran kebencian. Perasaan benci bukan sekedar timbulnya perasaan tidak suka atau aversi / enggan yang dampaknya ingin menghindar dan tidak bermaksud menghancurkan. Sebaliknya, perasaan benci selalu melekat di dalam diri seseorang, dan ia tidak akan pernah merasa puas sebelum menghancurkannya; bila objek tersebut hancur ia akan merasa puas. (Krech: 1974).

Sejak kecil Putri Salju ditinggal mati oleh ibu kandungnya. Tumbuh dan dibesarkan oleh ayahnya. Kemudian raja menikah dengan seorang putri yang kemudian dipanggil dengan nama Ratu Elvira, yang kemudian menjadi ibu tiri Putri Salju. Sekaligus menjadi seorang ratu yang paling cantik di negeri itu. Pada penceritaan, Ratu Elvira digambarkan dengan watak yang jahat, penuh dengan keirian dan kebencian. Selalu ingin menjadi yang paling cantik dan tidak boleh ada yang lebih cantik darinya. Bila itu terjadi, Ratu akan menggunakan bermacam cara agar ia tetap menjadi yang tercantik. Penggambaran kepribadian yang negatif, yang penuh dengan keiri-dengkian dan kebencian dimunculkan oleh pengarang pada tokoh Ratu Elvira sejak awal hingga akhir penceritaan. Berikut merupakan kutipan konsep kebencian yang tercermin pada tokoh Ratu Elvira:
Ratu pun memanggil pemburu dan menyuruhnya membawa Putri Salju ke hutan. Pemburu itu diperintahkan untuk menikam Putri Salju sampai mati, dan membawa paru-paru dan hati Putri Salju kembali ke Ratu. Ratu ingin memasak paru-paru dan hati Putri Salju dengan garam dan memakannya, untuk melampiaskan kebenciannya kepada Putri Salju.

Kebencian Ratu Elvira tersebut muncul ketika cermin ajaib sudah tidak mengucapkan bahwa Ratu Elvira lah yang paling cantik di negerinya. Berdasarkan konsep Id, rasa benci itu muncul tatkala keinginan untuk menjadi yang paling cantik di negerinya, tergantikan oleh kecantikan yang dimiliki Putri Salju. Ratu Elvira selalu dan terus ingin menjadi yang paling cantik. Untuk itu, tidak ada yang boleh memiliki kecantikan melebihi dirinya. Setelah tau bahwa ada yang lebih cantik dari dirinya, Ratu Elvira ingin menghancurkan / meniadakan Putri Salju dengan cara yang sangat keji itu. Melalui penceritaan itulah konsep kebencian Krech dimunculkan. Konsep kebencian tersebut muncul karena adanya hasrat ingin memenuhi keinginan / kepuasan duniawi. Tidak sedikit di kehidupan nyata yang berperilaku seperti Ratu Elvira. Macam-macam tindak kejahatan yang dilakukan demi pemenuhan kepuasan keinginan duniawinya itu. Ada yang halus, ada pula yang secara terang-terangan. Dalam dongeng, kebencian yang diwujudkan dengan tindakan terbuka nyaris tidak ada. Semua tindakan itu dilakukan oleh orang lain dan menyamar menjadi orang lain. Ketika Ratu Elvira benar-benar ingin Putri Salju mati, Ratu menyuruh prajurit yang melakukan rencana jahatnya. Ratu tidak mau melakukan rencana kotornya itu dengan tangannya sendiri. Membawa Putri Salju ke hutan lalu menikam dan kemudian membunuhnya. Namun rencana membunuh Putri Salju gagal. Tidak seperti Ratu Elvira, prajurit yang diutus untuk membunuh Putri Salju ternyata masih memiliki kepribadian Ego.

Prajurit masih memiliki belas kasih terhadap Putri Salju. Maka diurungkanlah niat jahat dari sang ratu itu. Rencana membunuh Putri Salju gagal. Tidak putus asa, karena Ratu sangat ingin Putri Salju binasa, Ratu Elvira melaksanakan rencana jahat yang kedua. Kali ini rencana tersebut dilakukannya sendiri. Ratu Elvira berpikir keras dan ditemukanlah ide untuk membunuh Putri Salju. Ratu Elvira menyamar sebagai wanita tua penjual pakaian dan merias wajahnya sedemikian rupa sehingga tidak ada seorang pun yang mengenalinya. Ia mendatangi Putri Salju di rumah 7 kurcaci. Menawarkan pakaian. Ketika mendapat kesempatan memasangkan pakaian pada tubuh Putri Salju, dengan pemaksaan ia pasangkan pakaian itu dengan kencang. Putri Salju tak kuat bernafas, tak lama, Putri Salju pingsan. Berbahagialah Ratu Elvira. Ternyata keberuntungan belum berpihak pada Ratu Elvira dan rencana jahatnya. Putri Salju masih hidup dengan bantuan 7 Kurcaci. Tidak puas dan merasa bertambah benci, Ratu Elvira melanjutkan niat jahatnya itu. Ratu kembali menyamar menjadi penjual sisir dan mengetuk pintu rumah tujuh kurcaci. Sisir yang hendak dijualnya beracun. Mendapat kesempatan saat itu, disisirkanlah rambut Putri S alju yang hitam legam itu dengan sisir beracun. Lagi-lagi keberuntungan belum berpihak pada Ratu dan rencana jahatnya. Putri Salju yang hampir mati terkena racun dari sisir yang diberikan oleh Ratu berhasil diselamatkan oleh 7 Kurcaci. Kemudian Ratu masuk ke kamar rahasianya dan membuat apel beracun. Esoknya dia menyamar sebagai wanita tua penjual apel. Ini adalah rencana terakhir yang menggambarkan kebencian Ratu Elvira pada Putri Salju. Seketika setelah memakan apel beracun yang diberikan oleh nenek tua yang ternyata adalah Ratu Elvira, Putri Salju pingsan dan mati. Betapa bahagianya Ratu Elvira saat itu. Rencana membinasakan Putri Salju terwujud juga dan ia berhasil menjadi wanita tercantik di negerinya selamanya. Sering orang tua membacakan sebuah dongeng untuk anak-anaknya. Menasehati anakanak mereka jika menjadi orang jahat, tidak selamanya bahagia. Suatu saat akan mendapat tulah akibat ulahnya sendiri itu. Ternyata hal ini juga digunakan pengarang pada penceritaan Putri Salju. Di akhir cerita, Ratu Elvira bersama kereta kudanya jatuh ke jurang yang sangat dalam saat hendak membunuh Putri Salju. Saat itu ia mendengar bahwa Putri Salju hidup kembali. Apel yang dimakan waktu itu keluar dari mulut sang putri. Konsep sebab akibat ini sangat bisa diterapkan pada pembinaan kepribadian anak. Anak diarahkan dengan pemahaman jika hukum sebab akibat / hukum karma masih berlaku. Siapa yang menabur benih, dia yang akan menuainya. Siapa yang menebar kejahatan, dia pasti yang akan celaka. Melalui pemahaman hukum seperti ini, anak akan menanamkan

pemikiran tersebut di benaknya. Pada fase-fase tertentu, anak cenderung mencotoh orang lain sebagai panutannya. Memanfaatkan fase inilah, anak seharusnya diberi contoh-contoh kepribadian yang baik. Penggunaan cerminan kepribadian tokoh Ratu Elvira merupakan contoh yang buruk. Menjadi sebuah cara yang amat baik bila orang tua selalu menjelaskan hukum sebab akibat / hukum karma seperti yang telah disinggung sebelumnya.

Cerminan Kepribadian Murah Hati Pada Tokoh Putri Salju Konsep diri yang murah hati merupakan salah satu ciri kepribadian Freud yang superego. Konsep diri seperti itulah yang digambarkan pengarang pada tokoh Putri Salju. Lahir sebagai gadis cantik yang sudah tidak beribu. Ketika memiliki seorang ibu tiri yang tak kalah cantiknya dengan ibu kandungnya, kebahagiaan tak kunjung mengganti kesedihan. Berlanjut dari kesedihan, penderitaanlah yang didapat Putri Salju. Penderitaan datang tatkala Ratu Elvira mengetahui Putri Salju kelak yang akan mengalahkan kecantikan Sang Ratu. Meskipun perkataan yang diucapkan cermin ajaib akan menjadi kenyataan, Putri Salju tak pernah merisaukan hal itu. Putri Salju tidak masalah jika dirinya menjadi yang terbaik atau yang paling buruk sekalipun. Sejak awal pengkisahan, Putri Salju hanya ingin kebahagiaan. Sudah lama ia dan keluarga kerajaan terlarut di kesedihan yang mendalam atas kematian ibu kandungnya. Kenyataan tak sesuai dengan harapan. Kalimat itulah yang sepertinya sangat sesuai untuk kehidupan Putri Salju. Beranjak dewasa, ratu hendak membunuhnya. Keberuntungan memihak pada Putri Salju. Prajurit yang diutus untuk membunuh putri masih memiliki ego yang kuat. Terselamatkanlah Putri Salju dari tangan jahat Ratu Elvira. Prajurit membiarkan Putri Salju menyelamatkan diri. Pada perjalanan menyelamatkan diri itulah, perlindungan dari 7 Kurcaci selalu didapatnya. Pertama, saat Putri Salju pingsan dan hampir mati karena pakaian yang dipasang erat oleh Ratu Elvira yang menyamar sebagai nenek tua penjual pakaian. 7 Kurcaci berhasil menyelamatkan hidup Putri Salju. Kedua, saat Putri Salju pingsan dan hampir mati karena sisir beracun yang disisirkan pada rambut Putri Salju oleh Ratu Elvira yang menyamar sebagai nenek penjual sisir. Lagi-lagi, 7 Kurcacilah yang menyelamatkan Putri Salju. Ketiga, saat Putri Salju benar-benar mati pun, ia masih mendapat keberuntungan. Kehidupan diperolehnya kembali ketika prajurit pangeran tidak sengaja menepuk punggung belanakang sang putri, yang akhirnya keluarlah apel beracun yang diberikan Ratu Elvira. Dalam situasi yang tidak tertolong sekalipun, orang baik akan tetap mendapat jalan. Tuhan tidak pernah tidur. Tuhan tidak pernah diam. Ia akan memberikan pertolongan kepada

hambanya yang benar-benar membutuhkan pertolongannya. Pesan tiulah yang disampaikan oleh dongeng Putri Salju dan 7 Kurcaci ini. Pemahaman orang baik dan orang jahat juga akibat-akibat yang akan diperoleh atas semua tindakan yang dilakukan, sangat penting diterapkan untuk pembinaan kepribadian anak. Pengertian dan pemahaman melalui tokoh Putri Salju dengan segala keberuntungankeberuntungannya, sangat tepat untuk menjadi contoh pada anak. Anak dapat meniru sikapsikap terpuji Putri Salju, hingga anak berpikiran ia pasti akan mendapat keberuntungan dan kemudahan yang diberikan oleh Tuhan jika ia menjadi orang yang baik. Tidak masalah apabila anak berpikiran seperti itu, tetapi juga harus diimbangi dengan pemahaman, kepribadian yang dicerminkan dengan sikap tulus yang sesungguhnya disukai Tuhan. Ketulusan bukan harapan mendapat imbalan keberuntungan atau yang lainnya.

7 Kurcaci Sebagai Cerminan Penolong yang Penuh Ketulusan Diceritakan bahwa 7 Kurcacilah yang selalu menolong Putri Salju di setiap kesulitan yang dialami Putri Salju akibat kejahatan-kejahatan Ratu Elvira. Awal pertemuan 7 Kurcaci dengan Putri Salju adalah di rumah 7 Kurcaci itu sendiri. Pada mulanya 7 Kurcaci kurang senang dengan sikap Putri Salju. Kedatangan Putri Salju di rumah mereka tanpa diawali salam. Seenaknya Putri Salju masuk, makan di tempat biasa para kurcaci makan dan tidur di tempat biasa mereka tidur. Mendengar kisah hidup Putri Salju, rasa sebal yang awalnya dimiliki, berubah menjadi rasa iba yang teramat besar, kurcaci-kurcaci itu tidak mengijinkan siapa pun masuk ke rumah mereka saat mereka sedang pergi bekerja. Semua dilakukan demi keselamatan Putri Salju. Niat baik tidak selamanya berjalan mulus, selalu ada yang merusak. Saat itu perusak adalah Ratu Elvira dan rencana-rencana jahatnya. Putri Salju yang hampir mati oleh pakaian yang dikenakan sangat ketat lalu hampir mati lagi karena sisir beracun. Keduanya berhasil ditangani oleh 7 kurcaci. Putri Salju dapat hidup kembali. Hingga yang terakhir, 7 Kurcaci benar-benar tidak dapat menolong Putri Salju lagi, saat apel beracun ditelan oleh sang putri. Mereka menyerah dan membiarkan pangeran membawa tubuh Putri Salju untuk dibawa ke istana. Hanya kesedihan yang tercurahkan pada saat itu. Benar-benar merasa bersalah dan berdosa ketika tidak dapat menjaga Putri Salju dengan baik. Rupanya konsep ego selain digambarkan pada tokoh prajurit Ratu Elvira juga digambarkan oleh pengarang pada penceritaan 7 Kurcaci dengan pertolongan-pertolongannya yang dipenuhi ketulusan. Tidak pernah mereka mengharapkan imbalan. Bagi mereka yang terpenting adalah keselamatan Putri Salju. Konsep ego yang tergambar jelas adalah ketika 7

Kurcaci melarang Putri Salju memasukkan siapapun ke rumah mereka. Agar keselamatan Putri Salju tetap terjaga. Dari kepribadian-kepribadian yang tercermin dalam dongeng, 7 Kurcaci sangat tepat untuk menjadi cerminan terhadap perkembangan kepribadian anak kelak. Sifat penolong, pemaaf, murah hati, pekerja keras dan penuh dengan kecerdikan, sifat-sifat yang harus ditanamkan pada anak agar perkembangan kepribadian selalu terarah positif dan anak benarbenar bisa bersaing lingkup global maupun internasional. 7 Kurcaci dirasa tepat karena sifat kemanusiawian dan sifat kemalaikatan terjadi secara seimbang. Keseimbangan itulah yang yang diperlukan untuk mendapat sebuah kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan yang tidak akan berakhir ketika kepuasan duniawi sudah tidak terpenuhi. Di dalam dongeng, tentu pengarang memiliki alasan dipilihnya kata kurcaci untuk menggambarkan tokoh penengah (tritagonis), tokoh yang berkepribadian baik. Kurcaci, orang bertubuh pendek-kerdil, selalu mendapat cemooh orang-orang bertubuh normal atas ketidaksempurnaannya. Selalu terpinggirkan dan dipandang sebelah mata. Melalui pemahaman yang sudah membudaya di pikiran masyarakat pada umumnya, pengarang mengangkat sebuh pelajaran. Orang yang biasa dianggap kecil dan tidak dapat melakukan apa-apa, ternyata merupakan sekumpulan orang-orang bijaksana dalam menyikapi kehidupan. Kebijaksanaan yang belum tentu dimiliki oleh orang normal lainnya. Yang pada kenyataannya, pada orang-orang seperti itulah kita (orang normal) harus banyak belajar dan menimba ilmu kehidupan.

***

Anda mungkin juga menyukai