Anda di halaman 1dari 35

1

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF


TIPE PETA PIKIRAN (MI ND MAPPI NG) TERHADAP HASIL BELAJAR
GEOGRAFI SISWA SMA
(Studi Eksperimen Pada Kelas X SMA Negeri 5 Banda Aceh)




PROPOSAL TESIS




Oleh:
Zukya Rona Islami
(120721522275)









UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JUNI 2013


2



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi guru dengan siswa untuk
mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Interaksi yang dimaksud sebagai upaya
mengarahkan siswa ke dalam proses belajar sehingga guru berperan menciptakan
kondisi yang nyaman bagi siswa.Hal ini bertujuan agar siswa mampu
mengembangkan potensi yang dimiliki melalui kegiatan belajar.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menginginkan pembelajaran
berbasis kompetensi dan prinsip dasar ketuntasan individu untuk setiap kompetensi
dasar yang ada. Proses pembelajaran berbasis pada kompetensi lebih menekankan
siswa untuk melibatkan diri guna mengembangkan potensi yang ada seperti
kemampuan berpikir dan kemampuan mengaplikasikan ilmu sesuai dengan
kompetensi dasar. Sehingga siswa mampu mengorientasikan disiplin ilmu yang
diperolehnya di sekolah dengan kenyataan yang dialami di masyarakat (Depdikbud
2003).
Berdasarkan kondisi di atas, maka diperlukan pengkajian ulang serta
pembaharuan dalam proses pembelajaran guna melihat kesesuaian antara hakikat
pembelajaran geografi dengan perkembangan siswa. Penyesuaian ini diharapkan
dapat membawa warna dalam praktek pendidikan geografi khususnya di lingkungan
sekolah. Salah satu anjuran bagi guru pada saat melaksanakan pembelajaran geografi
adalah menempatkan aktifitas nyata terhadap objek yang dipelajari siswa. Guru harus
memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk bersentuhan langsung dengan
objek yang dipelajarinya. Siswa dibimbing untuk melakukan analisis masalah,
mencari berbagai penjelasan mengenai fenomena yang mereka lihat, mengembangkan
kemampuan motorik serta menggunakan penalaran untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi.
Geografi merupakan bagian dari ilmu social. Keberadaan geografi dalam
struktur program pengajaran di SMA sangat penting untuk diajarkan. Geografi
3



memberi pengetahuan, pembentukan nilai dan sikap serta keterampilan kepada siswa
yang secara langsung berinteraksi dengan lingkungan. Pada jenjang ini siswa mulai
diajak untuk melakukan kajian materi menurut kaidah keilmuwan geografi yaitu;
mengobservasi lingkungan sekitar, mengumpulkan data, menganalisis dan
menuangkan hasilnya dalam bentuk peta,tabel dan diagram (Siskandar, 2002)
Pembelajaran geografi yang dilaksanakan selama ini cenderung mengarah
kepada pembahasan tematik teoritik dan text book oriented. Pembelajaran terkesan
bahwa bidang ini hanya terdiri dari materi hafalan belaka. Sejalan dengan adanya
perubahan paradigma dalam pengembangan kurikulum dari kurikulum yang berbasis
pada materi ke kurikulum yang berbasis kompetensi. Sehingga mengharuskan adanya
perubahan metode dan pendekatan baru dalam pembelajaran geografi (Gunawan,
2005)
Pada kenyataannya masih banyak pembelajaran geografi yang hanya
berorientasi pada upaya mengembangkan dan menguji daya ingat siswa sehingga
kemampuan berpikir siswa hanya sekedar memahami sebagai kemampuan untuk
mengingat (Harsanto, 2005). Hal ini juga mengakibatkan siswa tidak mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah
secara kreatif (Sugiarto, 2004).
Pendidikan formal yang berlangsung sekarang cenderung terjebak hanya
berkutat mengasah aspek mengingat (remembering), dan memahami (understanding),
yang merupakan low order of thinking. Hamalik (2006) mengemukakan bahwa
pendidikan tradisional dengan Sekolah Dengar-nya tidak mengenal, bahkan sama
sekali tidak menggunakan asas aktivitas dalam proses pembelajaran. Siswa diminta
menelan saja hal-hal yang disampaikan oleh guru. Kegiatan pembelajaran dengan
sistem tuang dapat menyebabkan terjadinya pengerdilan potensi siswa. Setiap siswa
lahir dengan membawa potensi yang luar biasa. Sekiranya demikian, maka yang
terjadi adalah rote learning bukan meaningfully learning.
Kondisi siswa yang belum memiliki cara belajar yang efektif mendukung
lemahnya konsep penguasaan siswa terhadap konsep-konsep geografi. Sumber belajar
seperti buku paket dan LKS menjadikan siswa merasa tenang karena merasa sudah
4



memiliki catatan yang lengkap. Akibatnya siswa hampir tidak pernah membuat
catatanya sendiri sebagai alat bantu untuk mengorganisasikan informasi dalam
kegiatan pembelajaran.
Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran seberapa jauh seseorang
menguasai bahan yang telah diajarkan. Hamalik (2006) mengatakan bahwa hasil
belajar adalah bila seseorang setelah belajar keberhasilan kegiatan belajar mengalami
perubahan tingkah laku. Misalnya, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti
menjadi mengerti. Lebih lanjut Usman (2000) menyatakan bahwa indikator yang
dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan kegiatan pembelajaran adalah: 1).
Daya serap terhadap pelajaran yang disampaikan mencapai hasil yang tinngi: 2).
Perilaku yang tercantum pada tujuan khusus telah tercapai, baik secara individu
maupun kelompok. Variasi model pembelajaran bagi guru geografi adalah sesuatu
yang tidak bisa ditawar-tawar lagi bahkan merupakan keharusan.
Hasil Belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan.
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari
sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar.
Kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah
diajarkan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru. Salah satu
upaya mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar siswa itu sendiri. Bukti
dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar adalah hasil belajar yang diukur
melalui tes.
Selain beberapa permasalahan di atas, jumlah mata pelajaran yang demikian
banyak ditambah lagi dengan jumlah bahan yang harus dipelajari untuk setiap mata
pelajaran telah menjadi salah satu faktor utama yang menghambat dalam peningkatan
mutu pendidikan. Akibatnya proses belajar dan mengajar tidak dapat berjalan dengan
optimal karena guru hanya akan berusaha untuk mengajarkan seluruh bahan yang
telah ditentukan dalam selang waktu yang sangat terbatas sementara itu siswa juga
5



akan dipaksa untuk menerima sedemikian banyak bahan tanpa memiliki waktu yang
cukup untuk mendalamlinya.
Hal-hal semacam ini juga terjadi di SMA Negeri 5 Banda Aceh, siswa belum
mampu memehami konsep dengan baik. Mereka sering kewalahan dengan banyaknya
materi pembelajaran geografi sehingga tidak mampu mengingatnya dengan baik.
Wawancara dengan beberapa siswa kelas X di sekolah ini dapat disimpulkan bahwa
siswa cenderung kewalahan dengan banyaknya materi geografi yang harus mereka
pelajari, banyak materi-materi yang menuntut mereka untuk menghafal sedangkan
masih banyak mata pelajaran lain yang juga harus diikuti mengakibatkan mereka
jenuh sehingga pelajaran non eksak yang dianngap tidak terlalu penting diabaikan,
sehingga ikut mempengaruhi hasil belajar siswa.
Berdasarkan fenomena di atas, salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan
adalah mengubah model pembelajaran menjadi lebih menarik bagi siswa salah satu
model pembelajaran konstruktif yang dapat melibatkan kedua belahan otak. Model
yang dimaksud adalah model mind mapping. Mind mapping adalah cara mencatat
yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran kita (Buzan,
2009). Catatan yang dibuat tersebut membentuk gagasan yang saling berkaitan,
dengan topik utama di tengah dan sub topik serta perincian mejadi cabang-
cabangnya. Hal tersebut dapat menjadikan siswa merasa senang dan tidak bosan
dalam mengikuti pelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar (Wicoff,
2005).
Peta pikiran merupakan metode mencatat yang dikembangkan oleh Tony Buzan
sejak tahun 1970-an sebagai alat yang menolong orang untuk mencatat secara lebih
efektif. Selama menggunakan alat ini, Buzan menyadari bahwa dia tidak saja telah
menemukan cara mencatat yang lebih baik, melainkan cara baru untuk meningkatkan
kemampuan berpikir siswa-siswanya. Penggunaan peta pikiran ini didasarkan pada
riset tentang bagaimana cara kerja otak yang sebenarnya (Buzan dalam Sumarmi,
2012).
Buzan (2009) menjelaskan bahwa model pembelajaran mind mapping
memungkinkan kita menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja
6



alami otak dilibatkan sejak awal, sehingga dalam mengingat informasi otak akan
lebih mudah dan lebih bisa diandalkan daripada menggunakan teknik pencatatan
tradisional.
Menurut Windura (2008), mind mapping adalah suatu teknis grafis yang dapat
menyelaraskan proses belajar dengan cara kerja alami otak. Mind mapping
melibatkan otak kanan sehingga proses pembuatannya menyenangkan, dan mind
mapping merupakan cara paling efektif dan efisien untuk memasukkan, menyimpan,
dan mengeluarkan data dari otak kita.
Lebih lanjut Windura (2008) menambahkan khusus dalam bidang pendidikan
dan pembelajaran, kegunaan dan aplikasi mind mapping sangat banyak, antara lain
untuk meringkas, mengkaji ulang (review), mencatat, mengajar, bedah buku,
presentasi, penelitian dan manajemen waktu (time management).
Sumarmi (2012:76) mengatakan bahwa
Kelebihan peta pikiran dibandingkan dengan peta konsep adalah pada warna,
cabang, dan gambar. Prinsip peta pikiran disesuaikan dengan prinsip kerja otak,
yaitu menghubungkan kemampuan otak kiri (kata, logika) dengan otak kanan
(warna, gambar) sehingga seseorang lebih mudah memahami dan mengimgat
sesuatu pengetahuan. Oleh karena gambar mengandung seribu makna maka
seseorang lebih mampu mengingat gambar daripada kata.pikiran seseorang
dapat diungkapkan dengan tulisan, gambar, atau poster sehingga peta pikiran
lebih tepat digunakan untuk mengungkapkan pikiran seseorang . selain itu juga
dapat digunakan untuk mempermudah seseorang mengingat dan
mengembangkan pengetahuan.

Pemikiran gurn sebagai pemberi pengetahuan berbeda dengan pikiran siswa
sebagai penerima pengetahuan. Jika siswa membuat peta pikiran sesuai dengan apa
yang mereka pahami, maka guru dapat menilai sejauh mana pemahaman siswa
tersebut terhadap materi pelajaran yang diajarkan. Sehingga dapat dikatakan guru
adalah mediator bagi siswa karena siswa membangun pengetahuannya sendiri
(Sumarmi, 2012)
Catatan adalah instrumen penting dalam belajar pada seluruh jenjang
pendidikan. Dahulu sebelum tugas pendidik sebanyak sekarang banyak yang
menempatkan aktivitas memeriksa catatan sebagai kegiatan penting untuk mengukur
kesungguhan siswa belajar. Namun, sekarang setelah pendidik makin sibuk dengan
7



kewajiban mengelola administrasi pembelajaran dan sumber belajar yang siswa
gunakan semakin variatif, banyak sekolah yang kurang peduli terhadap catatan
siswa.. Masalahnya adalah banyak sekolah yang kurang menyadari betapa pentingnya
melatih dan memperhatikan peserta didik agar lebih kreatif dalam menyusun catatan
belajar yang efektif.untuk itu siswa dapat menggunakan mind map sebagai catatai
alternatif seperti yang telah dipaparkan Buzan (dalam Sumarmi (2012:83),
keunggulan pembelajaran dengan menggunakan peta pikiran daripada pembelajaran
tanpa peta pikiran dapat dirincikan sebagai berikut:
a. pemetaan pikiran merupakan aktivitas yang dapat meningkatkan keaktifan
dan kreativitas berpikir siswa. Hal ini menimbulkan sikap kemandirian
belajar yang lebih pada siswa.
b. Peta pikiran secara sistematis memberi semangat dan kertetarikan pada
siswa.
c. Peta pikiran memberikan kesan visual sebagai gambaran besar tentang
materi yang diajarkan. Peta pikiran dapat membantu siswa melihat makna
materi pelajaran secara lebih komprehensif dalam setiap komponen subjek-
subjek dan mengenali hubungan antara objek tersebut.
d. Pemetaan pikiran juga dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas belajar
siswa dibandingkan dengan car belajar yang lain.
e. Tidak seperi teks linier, peta pikiran tidak hanya menunjukkan fakta tetapi
juga menunjukkan hubungan antar fakta-fakta tersebut. Peta pikiran
memberikan pemahman yng lebih mendalam kepada siswa mengenai
subjek.

Dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, pendidik mestinya dapat
mengembangkan kreativitas dan daya inovasinya dalam merancang pemberdayaan
catatan siswa. Hal ini penting dalam mencari solusi perbaikan mutu siswa saat
menghadapi ujian dengan jumlah mata pelajaran yang banyak, materi yang harus
siswa kuasai juga banyak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dengan
memetakan pikiran dalam bentuk mind map dapat membantu siswa mengelola
informasi yang luas dalam catatan yang praktis dan efisien..
Mind map atau pemetaan pikiran merupakan satu bentuk metode belajar yang
efektif untuk memahami kerangka konsep materi pelajaran. Keragaman materi pada
berbagai mata pelajaran dikemas dalam disain pikir yang artistik dan kreatif. Lebih
menari perhatian. Mind map juga dapat guru latihkan agar siswa belajar tentang yang
8



guru ajarkan. Masalahnya, tanpa model ini dapat terjadi siswa mempelajari yang
bukan guru sedang ajarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Michael Michaliko
(dalam Buzan, dalam Sumarmi (2012:83) melalui peta pikiran dapat menjadikan:
a. mengaktifkan seluruh kerja otak.
b. Membereskan akal dari kekusutan mental
c. Memungkinkan untuk focus pada pokok bahasan
d. Menunjukkan hubungan-hubungan antara informasi yang terpisah
e. Memberikan gambaran yang jelas terhadap suatu perincian
f. Membantu mengelompokkan konsep dan membandingkannya
g. Mensyaratkan untuk memusatkan perhatian pada pokok bahasan yang I
membantu mengalihkan informasi dari ingatan yang pendek ke ingatan
yang panjang.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dengan menggunakan peta pikiran
siswa akan lebih mudah memahamu dan mengingat materi pelajaran dalam jangka
waktu yang lama. Dengan peta pikiran siswa juga dapat berpikir kreatif,
menyampaikan ide-ide dalam bentuk gambar, dan catatan pelajaran terlihat
menyenangkan untuk dibaca ulang dan diharapkan akan mempengaruhi hasil belajar
siswa.
Ada beberapa penelitian terdahulu yang telah membuktikan pengaruh model
pembelajaran peta pikiran terhadap hasil belajar siswa diantaranya Yuniati (2012)
menyatakan bahwa teknik mind mapping berpengaruh terhadap hasil belajar IPS
siswa kelas V SD Negeri Kotagede I Yogyakarta tahun ajaran 2011/ 2012,
Muhammad Chomsi Imaduddin dan Unggul Haryanto Nur Utomo (2012)
menyatakan bahwa metode mind mapping berpengaruh positif yang sangat signifikan
terhadap peningkatan prestasi belajar fisika, Soedjanarto dan Mamik Nur Farida
(2009) menyatakan bahwa model pembelajaran mind mapping memiliki efek positif
pada hasil belajar siswa, I Wayan Sarman (2007) menyatakan bahwa hasil belajar
siswa pada materi pokok larutan penyangga lebih cocok melalui implementas
diagram alir dan peta pikiran baik siswa dengan kemampuan awal tinggi maupun
kemampuan awal rendah.


9



B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh penggunaan model
pembelajaran peta pikiran (mind mapping) terhadap hasil belajar geografi kelas X
pada pokok bahasan perubahan atmosfer serta dampaknya di SMA Negeri 5 Banda
Aceh?.

C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh penggunaan
model pembelajaran peta pikiran (mind mapping) terhadap hasil belajar geografi
siswa kelas X SMA Negeri 5 Banda Aceh.

D. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Bagi siswa
a. memberikan pengalaman belajar yang lebih memberdayakan
penggunaan otak kiri dan otak kanan.
b. Dapat meningkatkan perolehan hasil belajar siswa.
2. Bagi Guru Geografi
a. Dapat menjadi masukan bagi guru sebagai pengelola kelas dalam
melaksanakan pembelajaran yang bervariasi
b. Dapat menjadi masukan bagi guru sebagai fasilitator, mediator, dan
motivator di dalam suatu pembelajaran.
c. Memberikan informasi kepada guru tentang model pembelajaran peta
pikiran yang mampu memadukan kerja otak kiri dan otak kanan.
3. Bagi Peneliti Lanjutan
a. Sebagai hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan
untuk penelitian selanjutnya.


10



E. Asumsi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan asumsi sebagai berikut:
1. siswa kedua kelas (kelas eksperimen dan kelas kontrol) ditinjau dari
kemampuan akademiknya mempunyai kemampuan yang sama atau relative
sama (homogenn)
2. Kemampuan siswa dalam menjawab soal yang diberikan menunjukkan
pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan
3. Pretest yang diberikan pada awal pembelajaran menggambarkan
kemampuan awal siswa sedangkan posttest yang diberikan pada akhir
proses pembelajaran menunjukkan keberhasilan belajar siswa

F. Definisi Operasional
Untuk menghindari salah penafsiran variabel dalam penelitian ini, perlu
diberikan beberapa definisi sebagai berikut:
1. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah
mengikuti pembelajaran. Hasil yang akan dicapai siswa setelah proses
belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam
penelitian ini aspek yang diukur adalah aspek kognitif. Aspek yang dinilai
pada ranah kognitif meliputi: mengingat (C1), memahami (C2),
menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta
(C6). Tes hasil belajar menggunakan soal pilihan ganda.
2. Peta pikiran merupakan proses mengingat konsep melalui keterlibatan
mental dengan cara menempatkan teks atau gambar yang dilengkapi
dengan warna untuk menemukan hubungan antar sub konsep sehingga
tergambar jalinan konsep secara keseluruhan Keberhasilan membuat peta
pikiran didefinisikan dalam tujuh langkah: (1) menempatkan kata kunci di
tengah lembar kertas secara horizontal: (2) menambah kata-kata penting
sesuai kata kunci sehingga ditemukan hubungan antar sub konsep: (3)
memberikan tanda panah untuk menunjukkan hubungan: (4) memberikan
simbol yang berbeda sebagai ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang
11



lebih baik: (5) memberi warna berbeda pada tiap cabang: (6)
mempresentasikan rancangan yang telah dibuat: (7) memperbaiki
rancangan yang telah dipresentasikan.























12



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar
merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek dalam belajar.
Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seorang guru
sebagai pengajar.
Menurut Bloom (dalam Sudjana, 2005) menyebutkan ada tiga ranah belajar
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu
pemprosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam
informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatannya atau kinerja. Perbuatan
merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat
dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan keterampilan. Masih
menurut Sumarni (2007), pengetahuan terdiri dari 4 kategori, yaitu (1) pengetahuan
tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan
(4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri atas empat kategori, yaitu
(1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk
bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4)
keterampilan berinteraksi.
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam
mengikuti program pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar
dalam kerangka studi ini meliputi kawasan kognitif, afektif, dan
kemampuan/kecepatan belajar seorang pelajar. Sedangkan Keller (dalam
Abdurrahman, 1999), mengemukakan hasil belajar adalah prestasi aktual yang
ditampilkan oleh anak, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha (perbuatan yang
terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar) yang dilakukan oleh anak.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris yang berorientasi
13



pada proses pembelajaran yang dialami siswa (Sudjana, 2005). Sementara menurut
Gronlund (1985) hasil belajar adalah suatu bagian pelajaran misalnya suatu unit,
bagian ataupun bab tertentu mengenai materi tertentu yang telah dikuasai oleh siswa.
Sudjana (2005) mengatakan bahwa hasil belajar itu berhubungan dengan tujuan
instruksional dan pengalaman belajar yang dialami siswa.
Sistem pendidikan nasional dan rumusan tujuan pendidikan; baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional pada umumnya menggunakan klasifikasi hasil
belajar Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, ranah
kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: knowledge (pengetahuan),
comprehension (pemahaman), aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua. aspek
pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk
kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima
aspek, yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak yang terdiri atas enam aspek, yakni: gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan,
gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana,
2005).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan
pada kognitif, afektif dan konatif sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami
siswa baik berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu yang telah diajarkan.
Dalam penelitian ini aspek yang di ukur adalah perubahan pada tingkat kognitifnya
saja.
Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi
kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajarnya
melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun
dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas
maupun individu

14



Pernyataan tentang tingkat keberhasilan siswa sebagai hasil kegiatan
belajar, biasanya dilihat dari kemampuan kognitif yang berhubungan dengan
pengetahuan dan ingatan yang dimiliki baik yang berasal dari pengalaman
maupun proses pembelajaran yang telah dilakukan, kemampuan psikomotorik
yang berhubungan dengan keterampilan dan bakat yang dimiliki masing-masing
siswa, dan kemampuan afektif yang berhubungan dengan sikap dan perilaku siswa
dalam melakukan interaksi dengan orang lain. Seluruh kemampuan tersebut
digunakan untuk mengetahui pencapaian kompetensi para siswa.
Definisi hasil belajar terkait dengan penelitian ini adalah hasil yang
diperoleh siswa setelah mengalami interaksi proses pembelajaran yang berupa
nilai tes, yang mengukur kemampuan kognitif para siswa. Siswa dapat mencapai
hasil yang maksimal sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswa
dapat mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang mereka alami. Khususnya
dalam aspek kognitif yang menuntut pengetahuan yang dimiliki oleh para siswa.
Untuk mengukur hasil belajar teknik yang biasa digunakan oleh guru adalah
teknik tes. Teknik tes dapat berupa tes pilihan ganda, tes tertulis, tes lisan dan tes
perbuatan. Pada akhirnya guru dapat mengetahui hasil belajar para siswa dari nilai
yang mereka peroleh setelah mengikuti tes.
Djamarah (2003) menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya seseorang
dalam belajar disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
faktor dari luar individu. Clark (dalam Sabri 2005) mendukung hal tersebut
dengan menyatakan bahwa 70% hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh
kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi lingkungan.
Slameto (2010) menyatakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua
faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri
siswa atau faktor lingkungan. Faktor dalam terdiri dari: (1) jasmaniah (kesehatan,
cacat tubuh), (2) psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,
kesiapan), (3) dan kelelahan. Faktor luar yaitu: (1) keluarga (cara orang tua mendidik,
relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang tua, latar belakang kebudayaan), (2) sekolah (metode mengajar, kurikulum,
15



relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar,
tugas rumah), (3) dan masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,
teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

B. Peta Pikiran
Pada dasarnya peta pikiran dipahami sebagai sebuah diagram yang digunakan
untuk mewakili kata-kata, ide, dan item-item lain yang dihubungkan dan diatur oleh
kata kunci yang berpusat di tengah. Peta pikiran digunakan untuk
mengeneralisasikan, menvisualisasikan, membentuk struktur, mengklasifikasi dan
menjadi alat bantu untuk belajar, memecahkan masalah, membuat keputusan dan juga
menulis (Wikipedia:2008).
Belajar didefinisikan sebagai semua perubahan pada kapabilitas dan perilaku
organisme, baik secara mental maupun fisik, yang diakibatkan oleh pengalaman
(Yovan, 2008). Kemampuan belajar merupakan alat andalan dalam mempertahankan
kehidupan. Menurut Potter (2002), ada dua kategori umum tentang bagaimana kita
belajar, yaitu pertama, bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah
(modalitas), dan kedua cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi
otak). Dengan demikian, cara belajar merupakan kombinasi dari bagaimana
menyerap, lalu mengatur, dan mengolah informasi.
Fakta yang harus disadari, bahwa dunia pembelajaran bagi siswa saat ini
dibanjiri dengan informasi yang up to date setiap saat. Ketidakmampuan memroses
informasi secara optimal di tengah arus informasi menyebabkan banyak siswa yang
mengalami hambatan dalam belajar. Menurut Yovan (2008), hambatan pemrosesan
informasi terletak pada dua hal utama, yaitu proses pencatatan dan proses penyajian
kembali. Keduanya merupakan proses yang saling berhubungan satu sama lain.
Dalam hal pencatatan, seringkali siswa tanpa disadari membuat catatan yang
tidak efektif. Sebagian besar melakukan pencatatan secara linear, bahkan tidak sedikit
pula yang membuat catatan dengan menyalin langsung seluruh informasi yang tersaji
pada buku atau penjelasan guru. Hal ini mengakibatkan hubungan antar ide/informasi
16



menjadi sangat terbatas dan spesifik, sehingga berujung pada minimnya kreativitas
yang dapat dikembangkan setelahnya. Selain itu, bentuk pencatatan seperti ini juga
memunculkan kesulitan untu mengingat dan menggunakan seluruh informasi tersebut
dalam belajar (Yovan, 2008).
Sedangkan dalam hal penyajian kembali informasi, kemampuan yang paling
dibutuhkan adalah memanggil ulang (recalling) informasi yang telah dipelajari.
Pemaggilan ulang merupakan kemampuan menyajikan secara tertulis atau lisan
berbagai informasi dan hubungannya, dalam format yang sangat personal. Hal ini
merupakan salah satu indikator pemahaman siswa atas informasi yang diberikan.
Dengan demikian, proses pemanggilan ulang sangat erat hubungannya dengan proses
pengingatan atau remembering (Yovan, 2008).
Salah satu hal yang berperan dalam pengingatan adalah asosiasi yang kuat
antarinformasi dengan interpretasi dari informasi tersebut. Kondisi ini, hanya bisa
terjadi ketika informasi tersebut memiliki representasi mental di pikiran. Contohnya,
jika seseorang ingin mengingat awan, maka sebelumnya ia perlu
merepresentasikan hujan dalam pikirannya, mungkin berupa gambar, bentuk, jenis
atau proses terjadi. Hubungan tersebut perlu dipahami secara personal, sehingga
setelahnya tercipta representasi mental yang lebih mudah diingat.
Bentuk pencatatan yang dapat mengakomodir berbagai maksud di atas adalah
dengan Peta Pikiran (Mind Map). Dengan peta pikiran, siswa dapat mengantisipasi
derasnya laju informasi dengan memiliki kemampuan mencatat yang memungkinkan
terciptanya hasil cetak mental (mental computer printout). Hal ini tidak hanya
dapat membantu dalam mempelajari informasi yang diberikan, tapi juga dapat
merefleksikan pemahaman personal yang mendalam atas informasi tersebut. Selain
itu Mind mapping juga memungkinkan terjadinya asosiasi yang lebih lengkap pada
informasi yang ingin dipelajari, baik asosiasi antarsesama informasi yang ingin
dipelajari ataupun dengan informasi yang telah tersimpam sebelumnya di ingatan
(Yovan, 2008).
Buzan (1993) dalam Djohan (2008) mengemukakan, bahwa A Mind
mapping is powerful graphic technique which provides a universal key to unlock
17



the potential of the brain. It harnesses the full range of cortical skills word, image,
number, logic, rhythm, colour and spatial awareness in a single, uniquely powerful
manner. In so doing, it give you a freedom to roam the infinite expanses of your
brain. Dari pengertian tersebut, Djohan (2008) menyimpulkan bahwa Peta Pikiran
merupakan suatu teknik grafik yang sangat ampuh dan menjadi kunci yang universal
untuk membuka potensi dari seluruh otak, karena menggunakan seluruh keterampilan
yang terdapat pada bagian neo-korteks dari otak atau yang lebih dikenal sebagai otak
kiri dan otak kanan.
Ditinjau dari segi waktu Mind mapping juga dapat mengefisienkan
penggunaan waktu dalam mempelajari suatu informasi. Hal ini utamanya disebabkan
karena Mind mapping dapat menyajikan gambaran menyeluruh atas suatu hal, dalam
waktu yang lebih singkat. Dengan kata lain, Mind mapping mampu memangkas
waktu belajar dengan mengubah pola pencatatan linear yang memakan waktu
menjadi pencatatan yang efektif yang sekaligus langsung dapat dipahami oleh siswa.
Menurut Yovan (2008), keutamaan metode pencatatan menggunakan Mind
mapping, antara lain:
1. tema utama terdefenisi secara jelas karena diletakkan di tengah.
2. Informasi utama atau informasi yang lebih penting diletakkan dengan tema
utama.
3. hubungan masing-masing informasi secara mudah dapat segera dikenali.
4. lebih mudah dipahami dan diingat.
5. informasi baru setelahnya dapat segera digabungkan tanpa merusak
keseluruhan struktur Mind mapping, sehingga mempermudah proses siswa
mengingat.
6. masing-masing Mind mapping sangat unik, sehingga mempermudah proses
pengingatan.
7. mempercepat proses pencatatan karena hanya menggunakan kata kunci.

Mind mapping bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan
grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali
18



informasi yang telah dipelajari. Berikut ini disajikan perbedaan antara catatan
tradisional (catatan biasa) dengan catatan pemetaan pikiran (Mind mapping).

Tabel 2.1. Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Mapping
Catatan Biasa Mind mapping
hanya berupa tulisan-tulisan saja berupa tulisan, simbol dan gambar
hanya dalam satu warna berwarna-warni
untuk mereview ulang memerlukan waktu yang
lama
untuk mereview ulang diperlukan waktu yang
pendek
waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama waktu yang diperlukan untuk belajar lebih
cepat dan efektif
Statis membuat individu menjadi lebih kreatif.
Sumber: (Yovan (2008)
Dari uraian tersebut, Mind mapping adalah satu teknik mencatat yang
mengembangkan gaya belajar visual. Mind mapping memadukan dan
mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan
adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan seseorang untuk
mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara
verbal.
Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak
dalam menyerap informasi yang diterima.Mind mapping yang dibuat oleh siswa dapat
bervariasi pada setiap materi. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan
perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap saat. Suasana menyenangkan yang
diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan
mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Dengan demikian, guru diharapkan dapat
menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam
proses pembuatan Mind mapping.
Proses belajar yang dialami seseorang sangat bergantung kepada lingkungan
tempat belajar. Jika lingkungan belajar dapat memberikan sugesti positif, maka akan
baik dampaknya bagi proses dan hasil belajar, sebaliknya jika lingkungan tersebut
memberikan sugesti negatif maka akan buruk dampaknya bagi proses dan hasil
belajar
19



Menurut Djohan (2008), proses pembuatan sebuah Mind map secara step by
step dapat dibagi menjadi empat langkah yang harus dilakukan secara berurutan
yaitu:
i. Menentukan Central Topic yang akan dibuatkan Mind mappingp-nya,
untuk buku pelajaran Central Topik biasanya adalah Judul buku atau Judul
bab yang akan dipelajari dan harus diletakkan ditengah kertas serta
usahakan berbentuk image/gambar.
ii. Membuat Basic Ordering Ideas BOIs untuk Central Topik yang telah
dipilih, BOIs biasanya adalah judul Bab atau Sub-Bab dari buku yang akan
dipelajari atau bisa juga dengan menggunakan 5WH (What, Why, Where,
When, Who dan How).
iii. Melengkapi setiap BOIs dengan cabang-cabang yang berisi data-data
pendukung yang terkait. Langkah ini merupakan langkah yang sangat
penting karena pada saat inilah seluruh data-data harus ditempatkan dalam
setiap cabang BOIs secara asosiatif dan menggunakan struktur radian yang
menjadi ciri yang paling khas dari suatu Mind mapping.
iv. Melengkapi setiap cabang dengan Image baik berupa gambar, simbol,
kode, daftar, grafik dan garis penghubung bila ada BOIs yang saling terkait
satu denganlainnya. Tujuan dari langkah ini adalah untuk membuat sebuah
Mind mappingmenjadi lebih menarik sehingga lebih mudah untuk
dimengerti dan diingat.

Dalam membuat Mind mapping, Tony Buzan telah menyusun sejumlah aturan
yang harus diikuti agar Mind mapping yang dibuat dapat memberikan manfaat yang
optimal. Berikut adalah ringkasan dari Law of Mind mapping:
1. Kertas: polos dengan ukuran minimal A4 dan paling baik adalah ukuran
A3 dengan orientasi horizontal (Landscape). Central Topic diletakkan
ditengah-tengah kertas dan sedapat mungkin berupa Image dengan
minimal 3 warna.
2. Garis: lebih tebal untuk BOIs dan selanjutnya semakin jauh dari pusat
garis akan semakin tipis. Garis harus melengkung (tidak boleh garis
lurus) dengan panjang yang sama dengan panjang kata atau image yang
ada di atasnya. Seluruh garis harus tersambung ke pusat.
3. Kata: menggunakan kata kunci saja dan hanya satu kata untuk satu garis.
Harus selalu menggunakan huruf cetak supaya lebih jelas dengan besar
huruf yang semakin mengecil untuk cabang yang semakin jauh dari pusat.
4. Image: gunakan sebanyak mungkin gambar, kode, simbol, grafik, table
dan ritme karena lebih menarik serta mudah untuk diingat dan dipahami.
Kalau memungkinkan gunakan Image yang 3 Dimensi agar lebih menarik
lagi.
20



5. Warna: gunakan minimal 3 warna dan lebih baik 56 warna. Warna
berbeda untuk setiap BOIs dan warna cabang harus mengikuti warna
BOIs.
6. Struktur: menggunakan struktur radian dengan sentral topic terletak di
tengah-tengah kertas dan selanjutnya cabang-cabangnya menyebar ke
segala arah. BOIs umumnya terdiri dari 27 buah yang disusun sesuai
dengan arah jarum jam dimulai dari arah jam 1

Gambar 2.1 .Law of Mind mapping (Sumber: Djohan, 2008)
Dalam tahap aplikasi, Berdasarkan Tony Buzan terdapat empat langkah yang
harus dilakukan proses pembelajaran berbasis Mind mapping, yaitu:
1. Overview: Tinjauan Menyeluruh terhadap suatu topik pada saat proses
pembelajaran baru dimulai. Hal ini bertujuan untuk memberi gambaran
umum kepada siswa tentang topik yang akan dipelajari. Khusus untuk
pertemuan pertama pada setiap awal Semester, Overview dapat diisi
dengan kegiatan untuk membuat Master Mind mapping yang merupakan
rangkuman dari seluruh topik yang akan diajarkan selama satu Semester
yang biasanya sudah ada dalam Silabus. Dengan demikian, sejak awal
siswa sudah mengetahui topik apa saja yang akan dipelajarinya sehingga
membuka peluang bagi siswa yang aktif untuk mempelajarinya lebih
dahulu di rumah atau di perpustakaan.
2. Preview: Tinjauan Awal merupakan lanjutan dari Overview sehingga
gambaran umum yang diberikan setingkat lebih detail daripada Overview
dan dapat berupa penjabaran lebih lanjut dari Silabus. Dengan demikian,
siswa diharapkan telah memiliki pengetahuan awal yang cukup mengenai
sub-topik dari bahan sebelum pembahasan yang lebih detail dimulai.
Khusus untuk bahan yang sangat sederhana, langkah Preview dapat
dilewati sehingga langsung masuk ke langkah Inview.
3. Inview: Tinjauan Mendalam yang merupakan inti dari suatu proses
pembelajaran, di mana suatu topik akan dibahas secara detail, terperinci
21



dan mendalam. Selama Inview ini, siswa diharapkan dapat mencatat
informasi, konsep atau rumus penting beserta grafik, daftar atau diagram
untuk membantu siswa dalam memahami dan menguasai bahan yang
diajarkan.
4. Review: Tinjauan Ulang dilakukan menjelang berakhirnya jam pelajaran
dan berupa ringkasan dari bahan yang telah diajarkan serta ditekankan pada
informasi, konsep atau rumus penting yang harus diingat atau dikuasai oleh
siswa. Hal ini akan dapat membantu siswa untuk fokus dalam mempelajari-
ulang seluruh bahan yang diajarkan di sekolah pada saat di rumah. Review
dapat juga dilakukan saat pelajaran akan dimulai pada pertemuan
berikutnya untuk membantu siswa mengingatkan kembali bahan yang telah
diajarkan pada pertemuan sebelumnya


C. Pengaruh Model Pembelajaran Peta Pikiran Terhadap Hasil Belajar
Mind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat
tingkat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat
dengan bantuan catatan. Peta pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak monoton
karena memadukan fungsi kerja otak secara bersamaan dan saling berkaitan satu
sama lain. Dengan demikian, akan terjadi keseimbangan kerja kedua belahan otak.
Otak dapat menerima informasi berupa gambar, simbol, citra, musik dan lain lain
yang berhubungan dengan fungsi kerja otak kanan.
Model pembelajaran Mind Mapping ini dapat membuat suasana pembelajaran
menjadi lebih menyenangkan dan tentunya dapat mambangkitkan ketertarikan peserta
dalam mengikuti pembelajaran geografi. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran
geografi dibutuhkan tingkat penguasaan materi yang luas, sehingga dibutuhkan suatu
model pembelajaran yang dapat digunakan oleh siswa secara efektif untuk membantu
mereka agar lebih mudah dalam menyerap materi yang diberikan. Dalam penerapan
model ini, siswa didorong untuk menggunakan kemampuan kedua belah otaknya
untuk membuat Mind Map yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh setiap
siswa, membuat mereka tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Dan yang
terpenting adalah mereka dapat meningkatkan daya ingatnya pada materi yang
telah dipelajari dan dapat memahami materi dengan lebih menyeluruh.
Penggunaan model pembelajaran yang sesuai sangat menentukan keberhasilan
belajar siswa. Dengan model pembelajaran yang sesuai, siswa dapat mencapai hasil
22



belajar yang tinggi dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan dalam dirinya.
Proses belajar siswa sangat dipengaruhi oleh emosi di dalam dirinya. Emosi dapat
mempengaruhi pencapaian hasil belajar apakah hasilnya baik atau buruk.
Pembelajaran berbasis peta pikiran, berusaha menggabungkan kedua belahan
otak yakni otak kiri yang berhubungan dengan hal yang bersifat logis (seperti belajar)
dan otak kanan yang berhubungan dengan keterampilan (aktivitas kreatif). Dengan
demikian, adanya model pembelajaran Mind mapping atau pemetaan pikiran patut
diduga dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa.

D. Kerangka Berpikir
Pada pembelajaran geografi sering ditemukan permasalahan tentang kurangnya
ketertarikan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Kebanyakan dari siswa
menganggap bahwa mata pelajaran geografi membosankan karena banyaknya
hafalan-hafalan materi yang perlu dikuasai oleh para siswa.. Hal ini salah satunya
disebabkan oleh guru kurang kreatif dalam mengembangkan model pembelajaran,
dan dalam proses pembelajaran cenderung guru yang lebih aktif dan siswa hanya
mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Pembelajaran dengan model
konvensional seperti itu membuat siswa kurang tertarik dan kesulitan dalam
memahami materi yang dipelajari, sehingga hasil belajar yang dicapai menjadi
rendah. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar adalah
model pembelajaran.
Penggunaan model pembelajaran Mind Mapping akan mempengaruhi hasil
belajar siswa, siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran karena model ini
membuat suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan siswa dapat
memahami secara keseluruhan materi yang dipelajari melalui Mind Mapping yang
dibuatnya sendiri. Dengan ketertarikan yang tinggi, tentunya akan berpengaruh
dengan hasil belajar yang diperoleh, karena ketertarikan untuk mempelajari materi
yang diberikan. Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan
jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka
kerangka pemikiran dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian
23



mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema itu
adalah sebagai berikut:









Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
























Mind mapping meyeimbangkan penggunaan otak
kiri dan otak kanan

meningkatkan daya
ingat siswa
Meningkatkan hasil belajar
Mengembangkan
kreatifitasv siswa
Meningkatkan ketertarikan
siswa pada pembelajaram
24



E. Penelitian Yang Relevan
Tabel 2.2 PenelitianTerdahulu yang Relevan dengan Penelitian Ini.
No Nama dan Tahun Judul Penelitian Hasil
1 Yuniati, 2012 Pengaruh Penggunaan Teknik
Mind mapping Terhadap Hasil
Belajar IPS Siswa Kelas V Sd
Negeri Kotagede I Yogyakarta
Tahun Ajaran 2011/ 2012

Berdasarkan nilai rata-rata,
range,dan standar deviasi
kelas eksperimen dan kelas
kontrol maka mencatat
menggunakan teknik mind
mapping berpengaruh
terhadap hasil belajar IPS
siswa kelas V SD Negeri
Kotagede I Yogyakarta
tahun ajaran 2011/ 2012.

2 Muhammad Chomsi
Imaduddin dan Unggul
Haryanto Nur Utomo. 2012
Efektifitas Metode Mind
mapping Untuk meningkatkan
Prestasi Belajar Fisika pada
Siswa Kelas Viii

Ada perbedaan yang
signifikan antara rata-rata
(mean) hasil posttestantara
kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol (t= 2,144;
p= 0,020).Hasil penelitian
menunjukkan metode mind
mapping sangat efektif
dalammeningkatkan prestasi
belajar fisika.
.
3 Risa Nursanti, 2012 Pengaruh penggunaan
pembelajaran quantum teaching
dengan teknik mind mapping
terhadap motivasi dan hasil
belajar biologi siswa kelas VIII
SMPN 18 Malang pada materi
sistem dalam kehidupan
tumbuhan
1. ada perbedaan motivasi
belajarbiologi siswa
yang dibelajarkan
dengan menggunakan
pembelajaran
QuantumTeaching
dengan teknik Mind
mappingdan yang
dibelajarkan dengan
menggunakan
pembelajaran
Konvensional. Motivasi
belajar siswa di kelas
eksperimen lebih tinggi
5,56% dibanding dengan
siswa kelas kontrol;
2. ada perbedaan hasil
belajar biologi siswa
yang dibelajarkan
dengan menggunakan
pembelajaran Quantum
Teaching dengan teknik
Mind mappingdan yang
dibelajarkan dengan
menggunakan
pembelajaran
25



Konvensional. Hasil
belajar kognitif siswa di
kelas eksperimen ebih
tinggi 13,57% dibanding
dengan siswa kelas
kontrol. Sedangkan hasil
belajar psikomotor siswa
kelas eksperimen
memiliki nilai rata-rata
klasikal lebih tinggi
yakni sebesar 82
dibandingkan dengan
kelas kontrol yang
sebesar 76.

4 Soedjanarto dan Mamik Nur
Farida. 2009
Model Pembelajaran
Konstruktivis Dengan Teknik
Peta Pikiran (Mind mapping)
Dan Pengaruhnya Terhadap
Hasil Belajar Siswa SMK
Negeri 2 Buduran Sidoarjo


penelitian ini membuktikan
bahwa model pembelajaran
mind mapping memiliki
efek positif pada hasil
belajar siswa
5 I Wayan Sarman, 2007 Pengaruh Pembelajaran
Diagram Alir (Flow Diagram)
Peta Pemikiran (Mind
mapping) dan Kemampuan
Awal Terhadap Hasil Belajar
dan Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa Kelas XI SMP
Negeri 5 Malang Pada Pokok
Larutan Penyannga
1. Terdapat perbedaan yang
signifikan pada hasil
belajar siswa yang diberi
perlakuan model
pembelajaran dengan
yang diberi metode
ceramah
2. Terdapat perbedaan yang
signifikan pada hasil
belajar antara kelompok
siswa yang memiliki
kemampuan awal tinggi
pada implementasi
model pembelajaran
daripada kelompok siswa
yang memiliki
kemampuan awal tinggi
pada metode ceramah
3. Ada perbedaan yang
signifikan akibat
pengaruh antara interaksi
model pembelajaran
dengan kemampuan awal
4. Terdapat perbedaan yang
signifikan pada
kemampuan berpikir
kritis antara kelompok
siswa diberi perlakuan
model pembelajaran
daripada kelompok siswa
26



dengan metode ceramah
5. Terdapat perbedaan yang
signifikan keterampilan
berpikir kritis antara
kelompok siswa
kemampuan awal tinggi
menggunakan model
pembelajaran daripada
kelompok siswa
kemampuan awal tinggi
menggunakan metode
ceramah
6. Ada perbedaan
signifikan keterampilan
berpikir kritis sebagai
akibat pengaruh interaksi
antara implementasi
model pembelajaran
dengan kemampuan
awal.

Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak
pada mata pelajaran, materi pelajaran, dan lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan
pada mata pelajaran geografi dengan materi Perubahan atmosfer serta dampaknya
yang berlokasi di SMA Negeri 5 Banda Aceh.










27



BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahrancangan
eksperimen semu untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimen. Rancangan
eksperimen semu yang digunakan adalah rancangan nonequivalent control group-
design. Dengan menggunakan satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen. Menurut
Enzir (2007) dalam Hadi (2007), melalui nonequivalent control group-design
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dibandingkan, meskipun kelompok
tersebut dipilih dan ditempatkan tanpa randomisasi. Prosedur dalam rancangan ini
adalah: (1) pemilihan subjek penelitian tidak secara random, (2) selanjutnya
perlakuan khusus hanya diberikan pada kelas eksperimen yaitu dengan penggunaan
model peta pikiran sedangkan pada kelas kontrol tidak diberi perlakuan apa-apa,
proses belajar-engajar berjalan seperti biasa, (3) pretest maupun posttest masing-
masing diberikan kepada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, secara ringkas
rancangan penelitian seperti terlihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Model Rancangan Nonequivalent Control Group Design
Subjek Kemampuan Awal Perlakuan Kemampuan Akhir
A 0
1
X 0
2
B 0
3
X
0
0
4
Sumber (Sugiyono, 2010)
Keterangan:
A = Kelas Eksperimen
B = Kelas Kontrol
X = Perlakuan dengan model peta pikiran
X
0
= Pembelajaran seperti biasa (ceramah,diskusi kelompok, dan tanya jawab)
O
1
= Observasi awal awal sebelum diberi perlakuan kelompok model peta pikiran
O
2
= Observasi akhir setelah diberi perlakuan kelompok model peta pikiran
O
3
= Observasi awal kelompok dengan pembelajaran seperti biasa (ceramah, diskusi kelompok,
dan tanya jawab)
O
4
= Observasi akhir kelompok yang dengan pembelajaran seperti biasa (ceramah, diskusi
kelompok, dan tanya jawab)

28



B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 5 Kota
Banda Aceh Tahun Ajaran 2013/2014. Kelas eksperimen adalah kelas X-1 dan kelas
kontrol adalah kelas X-2.
Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan keadaan yang
hampir homogen antara kedua kelas tersebut yang memiliki nilai ujian semester satu
yang relative sama. Kelas eksperimen pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Mind Mapping dan kelas kontrol pembelajaran seperti biasa dengan
metode ceramah dan diskusi kelompok.

C. Variabel Penelitian
Secara garis besar dalam penelitian ini melibatkan 2 macam variabel yaitu
variabel bebas dan variable terikat yaitu:
1. Variabel bebas, variable bebas dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran peta pikiran
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. tes hasil belajar
Untuk mengukur hasil belajar kognetif peneliti menggunakan tes. Dalam
penelitian ini tes yang digunakan adalah tes uraian. Tes dilakukan pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol pada awal dan akhir pembelajaran. Sebelum instrument
diuji coba, terlebih dahulu divalidasi oleh dosen pembimbing kemudian instrumen
diuji cobakan pada kelas di luar subjek penelitian yang telah menerima kompetensi
dasar yang akan diteliti.
Setelah instrumen diuji coba maka selanjutnya diukur validitas, reliabilitas,
tingkat kesukaran dan daya beda untuk mengetahui kelayakan dari tes tersebut.


29



a. Validitas
Uji validitas instrument dilakukan dengan menguji validitas tes dengan uji
coba instrumen. Rumus yang digunakan adalah korelasi product moment (Arikunto,
2008).
Rumus korelasi product moment


Keterangan:
r
xy
= Koefisien korelasi antara variable X dan variable Y, dua variable yang dikorelasikan
(x= X-X dan y = Y-Y)

xy
= jumlah perkalian x dengan y
x
2
= kuadrat dari x
y
2
= kuadrat dari y

Tabel 3.2 Kriteria Validitas Tes
Koefisien Korelasi Klasifikasi
0,800 1,00
0,600 0,799
0,400 0,599
0,200 0, 399
0,00 0,199
Sangat valid
Valid
Cukup valid
Kurang valid
Tidak valid
Sumber:(Purwanto, 2005)
b. Reabilitas Tes
Tes dinyatakan reliabel jika dapat memberikan hasil yang tetap jika diteskan
berkali-kali. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari reabilitas soal adalah
dengan menggunakan koofisien alpha, sebagai berikut
(


) (

)
(Sumber: Arikunto, 2008)

Keterangan :
k = Jumlah soal
p = Jumlah proporsi yang menjawab benar


q = Proporsi subjek yang menjawab salah (1-P)
t
2 =
Varian jumlah skor




30



Tabel 3.3 Kriteria Reabilitas Instrumen Butir Soal
Koefisien Korelasi Klasifikasi
0,800 1,00
0,600 0,799
0,400 0,599
0,200 0, 399
0,00 0,199
Sangat reliabel
Reliabel
Cukup reliabel
Kurang reliabel
Tidak reliabel
Sumber: Purwanto, 2005
c. Tingkat Kesakaran Butir Soal
Instrumen yang baik adaiah yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar, Soal
yang terlau mudah tidak memotivasi siswa untuk berusaha memecahkan masalah.
Sebaliknya soal yang terlalu sukar menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba iagi karena diluar kemampuannya (Arikunto, 2008).
Tingkat kesukaran butir soal ditentukan berdasarkan banyaknya siswa yang
menjawab dengan benar dibagi dengan jumlah seluruh siswa. Rumus yang digunakan
adaiah:

(Arikunto, 2008)
Keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes


Tabel 3.4 Kriteria Taraf Kesukaran
Harga P Taraf Kesukaran
0.00 0.30 Sukar
0.30 0.70 Sedang
0.70 1.00 Mudah
Sumber: Arikunto, 2008
Butir soal yang baik adaiah butir soal yang mempunyai indeks kesukaran 0,30
sampai dengan 0,70
d. Daya Beda Soal
Daya beda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara
siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka
yang menujukkan besarnya daya beda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Indeks
31



diskriminasi ini berkisar antara 0,00 - 1,00 (Arikunto, 2008: 211). Daya beda soal dari
item-item soal digunakan dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal tersebut
dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah.
Langkah-langkah untuk menghitung daya beda soal adalah sebagai berikut:
a. Merangking skor hasil tes uji coba, yaitu megurutkan hasil tes siswa mulai dari
skor tertinggi sampai dengan skor terendah.
b. Mengelompokkan seluruh peserta tes menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok atas
dan kelompok bawah.
Rumus yang digunakan untuk menentukan daya beda soal adalah :
Kriteria indeks daya beda soal adalah sebagai berikut:
nkb nka
Ska - Skb
DB
2
1


Keterangan:
Skb = Jumlah salah kelas bawah
Ska = Jumlah salah kelas atas
nka = Jumlah siswa kelas atas
nkb = Jumlah siswa kelas bawah
(Sumber: Purwanto, 2005)

Tabel 3.5 Kriteria Indeks Daya Beda Soal
Kriteria Klasifikasi
0,7 1,00
0,40 0,69
0,2 0,39
0,00 0,19
Baik sekali
Baik
Cukup
Jelek
Sumber: Purwanto, 2005

E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yang berupa skor minat
hasil belajar. Data untuk hasil belajar diperoleh dari pretest dan posttest yang
dilakukan sebelum dan sesudah seluruh materi diberikan pada standar kompetensi
yang telah ditentukan.

32



F. Analisis Data
Untuk mengolah data dalam penelitian ini menggunakan metode statistik.
Berdasarkan masalah-masalah yang telah dirumuskan dan hipotesis-hipotesis yang
telah diajukan dalam penelitian ini, analisis statistik yang digunakan adalah statistik
inferensial dengan menggunakan uji t Penggunaan uji t ini untuk mengetahui
perbedaan dua macam perlakuan penelitian dan mengetahui pengaruh dari perlakuan
tersebut yang hasilnya digunakan untuk menarik kesimpulan. Sebelum menggunakan
uji t terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat meliputi uji normalitas dan uji
homogenitas data. Perhitungannya dilakukan dengan bantuan SPSS 16 For Windows
























33



DAFTAR RUJUKAN



Abdurrahman (1999) Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta

Arikunto, Suharsimi.2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Ed Revisi. Jakarta:
Bumi Aksara

Benyahia ,F, 2006, Enabling Students to Cope With Information Overload: The Mind
mapping Technique in Secondary and Higher Education . (Online),
(http://www.engg.uaeu.ac.ae/farid,benyahia, diakses 29 Januari 2013)

Buzan, T. (2009). Buku Pintar Mind mapping. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Depdikbud. 2003. Standart Kompetensi Mata Pelajaran SMP/MTs. Jakarta:
Depdikbud

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Azwan. 2003. Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Rinneka Cipta

Djohan. 2008. Aplikasi Real-time Buzan Mind mappingping. Indomindmap
Learning Center ILC. Applied RT-MM pdf

Gunawan, Totok. 2005. Langkah-langkah Efektif Kualitas Pembelajaran Geografi di
Sekolah dan Perguruan Tinggi Makalah disajikan padaSeminar Nasional
Model Pembelajaran Geografi Dalam Konteks Era Global, Semarang: Jurusan
Geografi FIS-UNNES, 17 Desember 2005

Hadi, Sutrisno. 2007. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.

Hamalik, O. 2006. Proses Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara

Harsanto. (2005). Melatih anak berpiki analisis,kritis,dan kreatif.Jakarta: Gramedia

Muhammad Chomsi Imaduddin , Unggul Haryanto Nur Utomo .2012. Efektifitas
Metode Mind mappingUntuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika pada
Siswa Kelas X. Humanitas, Vol. IX No.1 Januari 2012

Nursanti, Risa. 2012. Pengaruh penggunaan pembelajaran quantum teaching dengan
teknik mind mapping terhadap motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas
VIII SMPN 18 Malang pada materi sistem dalam kehidupan tumbuhan. Tesis
Tidak diterbitkan. Universitas Negeri Malang

34



Porter, B dan Hernacki, M. 2002. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.

Purwanto, Edy.2005. Evaluasi Proses dan Hasil dalam Pembelajaran: Aplikasi
dalam Bidang Studi Geografi. Malang:FPIPS IKIP Malang

Sabri, Ahmad. (2005). Strategi Pembelajaran dan Microteaching. Jakarta: Ciputat
Press

Sarman, I Wayan (2007). Pengaruh Pembelajaran Diagram Alir (Flow Diagram)
Peta Pemikiran (Mind mapping) dan Kemampuan Awal Terhadap Hasil
Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI SMP Negeri 5
Malang Pada Pokok Larutan Penyannga. Tesis. Universitas Negeri Malang

Siskandar. 2002. Pemantapan Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Geografi
SD,SLTP, SLTA Dalam Rangka Menyongsong Kurikulum 2004, Makalah
Disajikan dalam SEMLOK Nasional, Jurusan Geografi FIS UNNES 20 Maret
2002

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rinneka
Cipta.

Soedjanarto dan Mamik Nur Farida. 2009. Model Pembelajaran Konstruktivis
Dengan Teknik Peta Pikiran (Mind mapping) Dan Pengaruhnya Terhadap
Hasil Belajar Siswa Smk Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Jurnal Pendidikan
Ekonomi: Universitas Negeri Surabaya.

Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Pembelajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Sugiyarto, T & E. Ismawati. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP/MTs Kelas X.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sugiyono, Dr. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Penerbit
ALFABETA

Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang: AM Publishing

Usman. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya

Wicoff, J. (2005). Menjadi Super Kreatif Melalui Metode Pemetaan Pikiran.Bandung
: Kaifa.

Wikipedia. 2008. Problem-Based Learning. (Online).

Windura, S. (2008). Be An Absolute Genius. Jakarta: Elex Media Komputindo.
35



Yovan, P. 2008. Memori dan Pembelajaran Efektif. Jakarta: Yrama Widya.

Yuniati, Dwi (2012) Pengaruh Penggunaan Teknik Mind mapping Terhadap Hasil
Belajar Ips Siswa Kelas V Sd Negeri Kotagede I Yogyakarta Tahun Ajaran
2011/ 2012. thesis, Universitas Negeri Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai