Anda di halaman 1dari 9

METODE DISKUSI KELOMPOK MODEL KEPALA BERNOMOR SEBAGAI

INOVASI METODE PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA


SMP DALAM MENANGGAPI PEMBACAAN CERPEN
Secara jujur harus diakui, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP belum
berlangsung seperti yang diharapkan. Guru cenderung menggunakan teknik pembelajaran
yang bercorak teoretis dan hafalan sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung kaku,
monoton, dan membosankan. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia belum mampu
melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif.
Penggunaan metode diskusi kelompok pun belum mampu melibatkan setiap siswa ke
dalam kegiatan pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Hanya
siswa tertentu yang terlibat dalam proses diskusi secara dialogis dan interaktif.
Akibatnya, Bahasa dan Sastra Indonesia belum mampu menjadi mata pelajaran yang
disenangi dan dirindukan oleh siswa. Imbas lebih jauh dari kondisi pembelajaran
semacam itu adalah kegagalan siswa dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan
berbahasa, serta sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra Untuk menjawab permasalahan
tersebut, penulis mengusulkan sebuah inovasi pembelajaran dengan menggunakan
metode diskusi kelompok model kepala bernomor.
Alat bantu yang digunakan dalam metode tersebut berupa kartu bernomor dari kertas
HVS yang dipotong-potong dengan ukuran 5 cm x 5 cm agar mudah digulung. Jumlah
kartu bernomor disesuaikan jumlah siswa. Dalam kartu dituliskan dua angka yang
dipisahkan dengan tanda titik. Angka depan merupakan nomor kelompok, sedangkan
angka kedua merupakan nomor anggota kelompok.

I. LATAR BELAKANG
A. Metode yang Sudah Ada sampai Saat Ini
Saat ini metode pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang sudah ada dan banyak
dilaksanakan di SMP adalah diskusi kelompok. Dengan menggunakan metode ini, para
siswa diharapkan dapat saling belajar bekerja sama dan saling berkomunikasi secara lisan
sehingga mampu memecahkan masalah yang didiskusikan.
Berdasarkan pengalaman empirik di lapangan, penggunaan metode diskusi kelompok
memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan metode ceramah, misalnya, yang
selama ini mendominasi kegiatan pembelajaran. Melalui metode ini, kegiatan
pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru. Siswalah yang lebih aktif terlibat dalam
kegiatan pembelajaran, sedangkan guru hanya memosisikan diri sebagai fasilitator
pembelajaran.
Menurut Zaini, dkk. (2004:123-124), keunggulan lain yang dimiliki metode diskusi
kelompok, di antaranya: (1) membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang
suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir; (2)
membantu siswa mengevaluasi logika dan bukti-bukti bagi posisi dirinya atau posisi yang
lain; (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk memformulasikan penerapan suatu
prinsip; (4) membantu siswa menyadari akan suatu problem dan memformulasikannya
dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari bacaan atau ceramah; (5)
menggunakan bahan-bahan dari anggota lain dalam kelompoknya; dan (6)
mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik .

B. Masalah yang Ditemukan


Meskipun demikian, metode diskusi kelompok yang digunakan selama ini masih
mengandung dua kelemahan yang cukup mendasar, yaitu: (1) belum semua siswa terlibat
secara aktif dalam kegiatan diskusi kelompok; dan (2) siswa masih mengalami kesulitan
mengemukakan pendapat dan memberikan tanggapan terhadap pendapat teman
sekelasnya.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, diperlukan inovasi metode diskusi kelompok
yang benar-benar dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan.
C. Konsep untuk Memecahkan Masalah
Inovasi metode diskusi kelompok yang diharapkan dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah metode diskusi kelompok model kepala bernomor.
Landasan filosofis penggunaan metode diskusi kelompok model kepala bernomor dalam
kegiatan pembelajaran adalah metode konstruktivistik. Asumsi sentral metode ini adalah
bahwa belajar itu menemukan. Meskipun guru menyampaikan sesuatu kepada siswa,
mereka melakukan proses mental atau kerja otak atas informasi yang diterima sehingga
informasi tersebut masuk ke dalam pemahaman mereka. Konstruktivistik dimulai dari
masalah untuk selanjutnya berdasarkan bantuan guru, siswa dapat menyelesaikan dan
menemukan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut.

Metode konstruktivistik didasarkan pada teori belajar kognitif yang menekankan pada
pembelajaran kooperatif, pembelajaran generatif, strategi bertanya, inkuiri, atau
menemukan dan keterampilan metakognitif lainnya (belajar bagaimana seharusnya
belajar). Pembelajaran yang bernaung dalam metode konstruktivistik adalah kooperatif.
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa
secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalahmasalah yang kompleks (Depdiknas 2005:39).
Hal senada juga dikemukakan oleh Zahorik (Depdiknas 2004:22) yang menyatakan
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Esensi dari teori
konstruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu
informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik
mereka sendiri.
Ada beberapa model diskusi kelompok berbasis pembelajaran kooperatif (Depdiknas
2005:41-42), antara lain sebagai berikut.
1. Student Teams-Achievement Divisions (STAD) yang menggunakan langkah
pembelajaran di kelas dengan menempatkan siswa ke dalam tim campuran berdasarkan
prestasi, jenis kelamin, dan suku.
2. Team-Assisted Individualization (TAI) yang lebih menekankan pengajaran individual
meskipun tetap menggunakan pola kooperatif.
3. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) yang digunakan untuk
pembelajaran membaca dan menulis tingkat tinggi.
4. Jigsaw yang mengelompokkan siswa ke dalam tim beranggotakan enam orang yang
memelajari materi akademik yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa subbab.
5. Learning together (belajar bersama) yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam
kelompok beranggotakan empat atau lima siswa heterogen untuk menangani tugas
tertentu.
6. Group Investigation (penelitian kelompok) berupa pembelajaran kooperatif yang
bercirikan penemuan (Depdiknas .
Berdasarkan permasalahan yang ada dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
SMP, khususnya dalam pembelajaran kemampuan menanggapi pembacaan cerpen, jenis
metode diskusi kelompok yang diduga lebih tepat untuk memecahkan masalah tersebut
adalah Team-Assisted Individualization (TAI). Meskipun tetap menggunakan pola
kooperatif, metode ini lebih menekankan pengajaran individual. Metode ini
diimplementasikan dengan menggunakan model kepala bernomor untuk memberikan
kesempatan dan keleluasaan kepada siswa secara individual untuk
menumbuhkembangkan potensi dirinya.
II. INOVASI PEMBELAJARAN YANG DIUNGGULKAN DALAM MEMECAHKAN
MASALAH
A. Tujuan Pembelajaran (Kompetensi yang Diharapkan)

Ada dua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui penggunaan metode diskusi
kelompok model kepala bernomor, yaitu tujuan pembelajaran umum dan tujuan
pembelajaran khusus.
1. Tujuan Pembelajaran Umum:
a. Siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi kelompok.
b. Siswa mampu mengemukakan pendapat dan memberikan tanggapan terhadap pendapat
teman sekelasnya.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus:
a. Siswa mampu mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara penokohannya disertai data
tekstual.
b. Mampu menjelaskan karakteristik tokoh dan latar cerita dengan data yang mendukung.
c. Mampu menulis kembali cerpen dengan mengandaikan diri sebagai tokoh cerita.
B. Metode Pembelajaran
Sesuai dengan inovasi pembelajaran yang diusulkan, disediakan metode diskusi
kelompok model kepala bernomor. Metode ini termasuk ke dalam jenis metode diskusi
kelompok berbasis pembelajaran kooperatif yang lebih menekankan pengajaran
individual meskipun tetap menggunakan pola kooperatif (Team-Assisted
Individualization).
Dalam praktiknya, metode diskusi kelompok model kepala bernomor didukung oleh
penggunaan alat bantu berupa nomor kepala yang terbuat dari kertas HVS berukuran 5
cm x 5 cm. Penggunaan kertas HVS ini dimaksudkan agar mudah digulung sehingga
siswa tidak dapat melihat nomor kepala yang akan dipilih.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa lebih ditekankan pada kompetensi individual
meskipun dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok. Penggunaan kartu kepala bernomor
dimaksudkan sebagai upaya untuk membangkitkan motivasi siswa secara individual
dalam mengemukakan pendapat atau tanggapan secara lisan. Dengan menggunakan
metode ini, siswa tidak bisa lagi bergantung kepada sesama anggota. Setiap anggota
memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap setiap permasalahan yang dibahas
dalam forum diskusi. Dengan cara demikian, setiap anggota akan selalu siap jika
sewaktu-waktu ditunjuk oleh guru berdasarkan nomor kepala yang dimilikinya.
C. Input
Secara geografis, SMP 2 Pegandon Kabupaten Kendal berada di tengah-tengah
masyarakat Desa Rejosari, Kecamatan Ngampel, Kabupaten Kendal ( 8 km ke arah
Selatan kota Kendal). Sebagian besar orang tua siswa bekerja sebagai petani. Ada juga
orang tua siswa yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri.
Kondisi semacam itu berdampak pada kurangnya perhatian orang tua siswa terhadap
masalah pendidikan yang dihadapi anak. Akibatnya, motivasi siswa untuk berprestasi di
bidang akademik sangat rendah. Demikian juga yang terjadi dalam mata pelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia. Siswa mengalami kesulitan untuk berkomunikasi secara lisan
dalam situasi formal di kelas. Ketika guru menyampaikan pertanyaan, tak seorang pun
siswa yang memiliki keberanian untuk menjawab. Demikian juga ketika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Hampir tak pernah ada seorang
siswa pun yang mau bertanya kepada guru, padahal masih banyak materi ajar yang belum

dikuasai.
Proses pembelajaran semakin memprihatinkan ketika berlangsung penyajian materi
keterampilan berbicara. Hasil keterampilan berbicara siswa kelas VII-B pada semester I
tahun pelajaran 2005/2006 menunjukkan hanya sekitar 20% (8 siswa) dari 40 siswa yang
sudah memiliki keberanian untuk berbicara di depan kelas. Hasil ini jauh dari standar
ketuntasan belajar minimal (SKBM) nasional, yaitu 75%.
Guru memang sudah menggunakan metode diskusi kelompok yang diharapkan dapat
melatih siswa dalam bekerja sama dan berkomunikasi secara lisan. Meskipun demikian,
masih tampak dua kelemahan yang cukup mendasar, yaitu siswa belum terlibat secara
aktif dalam kegiatan diskusi kelompok dan siswa belum mampu mengemukakan
pendapat dan memberikan tanggapan terhadap pendapat teman sekelasnya.
Jika kondisi semacam ini terus terjadi, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara siswa
SMP sebagaimana tercantum dalam standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tidak akan pernah bisa terwujud.
Adapun tujuan pembelajaran keterampilan berbicara siswa SMP berdasarkan standar
kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) adalah agar siswa mampu berbicara secara efektif dan efisien untuk
mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, perasaan, dalam berbagai bentuk kepada
berbagai mitra bicara sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan (Depdiknas 2003:8).
D. Kegiatan Pembelajaran
Berdasarkan input siswa kelas VII-B SMP 2 Pegandon tahun pelajaran 2005/2006 yang
sangat rendah tingkat keterampilannya dalam berbicara, perlu dirancang kegiatan
pembelajaran yang mampu mewujudkan suasana yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan.
Berdasarkan hasil refleksi awal, rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berbicara
disebabkan oleh kurang kreatifnya guru dalam melakukan inovasi pembelajaran,
khususnya dalam memilih metode pembelajaran. Oleh karena itu, pada semester II tahun
pelajaran 2005/2006 dicobakan penggunaan metode diskusi kelompok model kepala
bernomor pada siswa kelas VII-B dengan gambaran materi ajar seperti dalam tabel
berikut.
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : VII/2
Aspek : Kemampuan Bersastra
Subaspek : Keterampilan Berbicara
Standar Kompetensi : Mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan
dalam berbagai bentuk wacana lisan: menanggapi pembacaan cerpen, mendongeng untuk
orang lain, berbalas pantun.
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Menanggapi pembacaan cerpen Mampu mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara
penokohannya disertai data tekstual
Mampu menjelaskan karakteristik tokoh dan latar cerita dengan mengemukakan data
yang mendukung

Mampu menulis kembali cerpen dengan mengandaikan diri sebagai tokoh cerita Teks
Cerpen
Adapun langkah-langkah kegiatan yang dilakukan antara lain sebagai berikut.
1. Persiapan
Ada lima hal yang dilakukan dalam tahap persiapan, antara lain sebagai berikut.
a. Pengembangan Silabus (dikembangkan berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia Kurikulum Berbasis Kompetensi).
b. Pemilihan Materi Ajar (disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan perkembangan
jiwa siswa yang diintegrasikan dengan penanaman nilai budi pekerti).
c. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): RPP dijadikan sebagai
pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar bisa berlangsung runtut
dan sistematis.
d. Pembuatan Kartu Kepala Bernomor: kartu ini digunakan sebagai alat bantu untuk
memotivasi dan melatih keberanian dan tanggung jawab siswa secara individual.
e. Penyusunan Instrumen Penilaian:
(1) lembar tugas diskusi kelompok;
(2) lembar penilaian sikap (afektif);
(3) rubrik penilaian; dan
(4) daftar nilai.
2. Pelaksanaan Kegiatan
Langkah-langkah penggunaan metode diskusi kelompok model kepala bernomor dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat dideskripsikan berikut ini.
a. Siswa mendengarkan pembacaan cerpen Menangkap Hantu dan mencatat data
tekstual yang berkaitan dengan tokoh dan latar cerpen.
b. Siswa memilih gulungan kartu bernomor yang disediakan guru.
c. Siswa berkelompok sesuai dengan nomor depannya masing-masing. Siswa bernomor 1
berkelompok dengan siswa nomor depan 1, dan seterusnya, hingga terbentuk menjadi
delapan kelompok.
d. Setiap siswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok untuk mengerjakan tugas sebagai
berikut:
1) mengungkapkan tokoh-tokoh cerpen Menangkap Hantu dengan cara penokohannya
disertai data tekstual;
2) menjelaskan karakteristik tokoh cerpen Menangkap Hantu dengan data yang
mendukung;
3) menjelaskan latar cerpen Menangkap Hantu dengan data yang mendukung;
4) mampu menulis kembali cerpen Menangkap Hantu dengan mengandaikan diri
sebagai tokoh cerita.
e. Guru menunjuk siswa bernomor tertentu pada setiap kelompok untuk menyampaikan
hasil diskusi kelompoknya.
f. Anggota kelompok memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi kelompok lain
dengan memberikan alasan yang logis. Anggota kelompok yang ditunjuk untuk
menyampaikan hasil diskusi kelompok atau anggota kelompok yang lain diperbolehkan

untuk menanggapi balik terhadap tanggapan kelompok lain.


g. Guru menyimpulkan hasil diskusi dan memberikan penilaian terhadap kelompok yang
jawabannya paling bagus. Guru meminta siswa yang menjadi anggota kelompok terbaik
untuk maju ke depan kelas. Semua anggota kelompok yang lain berdiri dan memberikan
aplaus meriah kepada anggota kelompok terbaik.
h. Berdasarkan pengalaman siswa pada diskusi kelompok, siswa diminta untuk
mendengarkan pembacaan cerpen Semangkuk pun Sudah Lunas, kemudian
berpasangan dengan teman sebangku untuk mengerjakan tugas sebagai berikut:
1) mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara penokohannya disertai data tekstual;
2) menjelaskan karakteristik tokoh dengan data yang mendukung;
3) menjelaskan latar cerita dengan data yang mendukung;
4) mampu menulis kembali cerpen dengan mengandaikan diri sebagai tokoh cerita.
i. Pasangan yang sudah selesai lebih dahulu diminta untuk menyampaikan hasil
diskusinya. Pasangan yang lain memberikan tanggapan.
j. Guru menyimpulkan hasil diskusi.
E. Evaluasi Proses Pembelajaran
Ada dua jenis penilaian yang digunakan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil.
Penilaian proses dilakukan selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung untuk menilai
sikap siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Penilaian hasil dilakukan
berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika memaparkan hasil diskusi
kelompok.
Dalam penilaian proses digunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari
aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) kerja sama; (4) keaktifan; dan (5) tanggung jawab.
Dalam penilaian hasil digunakan rubrik penilaian untuk mengetahui kompetensi siswa
dalam menanggapi pembacaan cerpen. Ada beberapa aspek yang dinilai, yaitu (1)
kelancaran menyampaikan pendapat/tanggapan; (2) kejelasan vokal; (3) ketepatan
intonasi; (4) ketepatan pilihan kata (diksi); (5) struktur kalimat (tuturan); (6) kontak mata
dengan pendengar; (7) ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara
penokohannya disertai data tekstual; (8) kemampuan menjelaskan karakteristik tokoh
dengan data yang mendukung; (9) kemampuan menjelaskan latar cerita dengan data yang
mendukung; (10) kemampuan menulis kembali cerpen dengan mengandaikan diri sebagai
tokoh cerita.
Berdasarkan rekapitulasi hasil penilaian proses dapat diketahui bahwa aspek kedisplinan,
minat, kerja sama, keaktifan, dan tanggung jawab siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Hal itu dibuktikan dengan
banyaknya siswa yang masuk kelas tepat waktu (97,5%), banyaknya siswa yang bertanya
selama kegiatan pembelajaran berlangsung (100%), banyaknya siswa yang terlibat dalam
diskusi kelompok (97,5%), banyaknya siswa yang aktif dalam memecahkan masalah
(97,5%), dan banyaknya siswa yang mampu menyampaikan hasil diskusi secara
individual (100%).
Berdasarkan hasil penilaian proses dapat disimpulkan bahwa metode diskusi kelompok
model kepala bernomor sebagai inovasi metode diskusi kelompok cukup efektif untuk
mengembangkan sikap (afektif) siswa dalam aspek kedisplinan, minat, kerja sama,
keaktifan, dan tanggung jawab.
Berdasarkan rekapitulasi hasil penilaian proses dapat diketahui bahwa siswa yang sudah

mampu melakukan kontak mata dengan pendengar ketika menanggapi pembacaan cerpen
hanya sekitar 13 siswa (32,5%). Akan tetapi, pada aspek kelancaran berbicara, kejelasan
vokal, ketepatan intonasi, ketepatan pilihan kata, struktur kalimat, ketepatan
mengungkapkan tokoh-tokoh cerita, kemampuan menjelaskan karakteristik tokoh,
kemampuan menjelaskan latar cerita, dan kemampuan menulis kembali cerpen yang
didengar, menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Siswa yang mampu bersuara dengan
jelas sebanyak 38 siswa (95%), siswa yang sudah lancar berbicara sebanyak 48 siswa
(95%), siswa yang sudah mampu melakukan intonasi dengan tepat sebanyak 39 siswa
(97,5%), siswa yang mampu memilih kata dengan tepat sebanyak 38 siswa (95%), siswa
yang sudah mampu menyusun struktur kalimat dengan tepat sebanyak 39 siswa (97,5%),
siswa yang sudah mampu mengungkapkan tokoh-tokoh cerita sebanyak 39 siswa
(97,5%), siswa yang mampu menjelaskan karakteristik tokoh cerita sebanyak 39 siswa
(97,5%), siswa yang mampu menjelaskan latar cerita sebanyak 40 siswa (100%), siswa
yang mampu menulis kembali cerita yang didengar sebanyak 40 siswa (100%).
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa metode diskusi kelompok model
kepala bernomor sebagai inovasi metode diskusi kelompok cukup efektif untuk
mengembangkan kemampuan siswa dalam menanggapi pembacaan cerpen pada aspek
kelancaran berbicara, kejelasan vokal, ketepatan intonasi, ketepatan pilihan kata, struktur
kalimat, ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh cerita, kemampuan menjelaskan
karakteristik tokoh, kemampuan menjelaskan latar cerita, dan kemampuan menulis
kembali cerpen yang didengar. Akan tetapi, metode tersebut kurang efektif apabila
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menjalin kontak mata
dengan pendengar ketika menanggapi pembacaan cerpen.
F. Penutup
Keunggulan dari pembaharuan metode pembelajaran diskusi kelompok model kepala
bernomor, antara lain sebagai berikut.
1. Praktis dan mudah dilaksanakan oleh setiap guru Bahasa Indonesia di SMP karena alat
bantunya mudah diperoleh dan mudah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran.
2. Cukup efektif untuk menumbuhkembangkan kedisplinan, minat, kerja sama, keaktifan,
dan tanggung jawab siswa karena metode diskusi kelompok model kepala bernomor
menekankan kemampuan siswa secara individual meskipun dilaksanakan secara
berkelompok.
3. Cukup efektif untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menanggapi
pembacaan cerpen. Aspek kelancaran berbicara, kejelasan vokal, ketepatan intonasi,
ketepatan pilihan kata, struktur kalimat, ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh cerita,
kemampuan menjelaskan karakteristik tokoh, kemampuan menjelaskan latar cerita, dan
kemampuan menulis kembali cerpen yang didengar, dapat diterapkan dengan baik oleh
siswa ketika menanggapi pembacaan cerpen.
4. Cukup efektif untuk menumbuhkan budaya kompetetif di kalangan siswa karena secara
kejiwaan siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk tampil sebaik-baiknya secara
individual dan memiliki keterlibatan emosional untuk menjaga solidaritas kelompok
ketika menyampaikan hasil diskusi.
5. Kegiatan pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa sehingga dapat menemukan
jawaban sendiri (inkuiri) terhadap permasalahan yang didiskusikan. Guru hanya sebatas
menjadi fasilitator yang membantu siswa dalam menumbuhkembangkan potensi dirinya.

III. REFERENSI
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
-. 2004. Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
-. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi: Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta: Direktorat PLP, Direktorat Jenderal Dikdasmen, Depdiknas.
Sawali, dkk. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia: untuk SMP/MTs Kelas VII. Yogyakarta:
PT Citra Aji Parama.
Zaini, Hisyam, dkk. 2004. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CSTD.

Anda mungkin juga menyukai