Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS OBAT

MULTIKOMPONEN
DENGAN
KROMATOGRAFI GAS
(KG)
PENDAHULUAN
Kromatografi gas (KG) merupakan teknik
instrumental yang dikenalkan pertama kali pada
tahun 1950-an.
GC merupakan metode yang dinamis untuk
pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik
yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas
anorganik dalam suatu campuran.
Perkembangan teknologi yang signifikan dalam
bidang elektronik, komputer, dan kolom telah
menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta
identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui
teknik analisis dengan resolusi yang meningkat.
GC menggunakan gas sebagai gas
pembawa/fase geraknya.
Ada 2 jenis kromatografi gas, yaitu
1. Kromatografi gascair (KGC) yang fase
diamnya berupa cairan yang diikatkan pada
suatu pendukung sehingga solut akan
terlarut dalam fase diam;
2. Kromatografi gas-padat (KGP), yang fase
diamnya berupa padatan dan kadang-
kadang berupa polimerik.
DERIVATISASI
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk
mengubah suatu senyawa menjadi senyawa
lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai
untuk dilakukan analisis menggunakan
kromatografi gas (menjadi lebih mudah
menguap).
Alasan dilakukan derivatisasi:
Senyawa-senyawa tersebut tidak memungkinkan
dilakukan analisis dengan GC terkait dengan
volatilitas dan stabilitasnya.
Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk
kromatogram. Beberapa senyawa tidak menghasilkan
bentuk kromatogram yang bagus (misal puncak
kromatogram saling tumpang tindih) atau sampel
yang dituju tidak terdeteksi, karenanya diperlukan
derivatisasi sebelum dilakukan analisis dengan GC.
Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan
detektor tangkap elektron (ECD).
Meningkatkan volatilitas, misal senyawa gula.
Tujuan utama derivatisasi adalah untuk meningkatkan
volatilitas senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap
(non-volatil).
Senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah biasanya
tidak mudah menguap karena adanya gaya tarik-menarik
inter molekuler antara gugus-gusug polar karenanya jika
gugus-gugus polar ini ditutup dengan cara derivatisasi
akan mampu meningkatkan volatilitas senyawa tersebut
secara dramatis.
Meningkatkan deteksi, misal untuk kolesterol dan
senyawa-senyawa steroid.
Meningkatkan stabilitas. Beberapa senyawa volatil
mengalami dekomposisi parsial karena panas sehingga
diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan stabilitasnya.
Contoh Derivatisasi Yang Digunakan Untuk
Memperbaiki Bentuk Puncak Pseudoefedrin :
Prosedur
Sirup dekongestan dibasakan dengan amonia dan diekstraksi
ke dalam etil asetat sehingga akan menjamin bahwa semua
komponen yang terekstraksi berada dalam bentuk basa
bebasnya daripada bentuk garamnya.
Bentuk basa inilah yang bertanggungjawab pada bagusnya
bentuk puncak kromatografi.
Garam-garam atau basa-basa akan terurai karena adanya
panas pada lubang suntik GC, sehingga dengan adanya proses
ini akan dapat menyebabkan terjadinya peruraian.
Jika ekstrak pada sirup dekongestan di lakukan kromatografi gas
secara langsung maka kromatogram yang dihasilkan seperti gambar
dibawah.
Basa bebas triprolidin dan
dekstrometorfan menunjukkan
bentuk puncak yang bagus, akan
tetapi pesudoefedrin yang
merupakan basa yang lebih kuat
karena adanya gugus hidroksil dan
gugus amin memberikan bentuk
puncak yang kurang bagus. Hal ini
dapat diatasi dengan menutup gugus
polar (gugus hidroksi dan amin) pada
pseudoefedrin dengan cara
mereaksikannya menggunakan
trifluoroasetat anhidrida (TFA).
Perlakuan dengan TFA ini
tidak menghasilkan senyawa
derivatif terhadap senyawa-
senyawa basa tersier dalam
ekstrak (sirup dekongestan)
ini. Reagen TFA ini sangat
bermanfaat karena reagen
ini sangat reaktif dan bertitik
didih rendah (40
0
C)
sehingga kelebihan reagen
TFA ini mudah dihilangkan
dengan cara evaporasi
sebelum dilakukan
kromatografi gas.
Contoh analisis obat dengan Kromatografi Gas
Asam benzoat bersama-sama dengan asam sorbat
dapat ditentukan kadarnya dengan kromatografi gas.
Asam benzoat dan asam sorbat diisolasi dari sampel
dengan mengekstraknya menggunakan eter dan
dipartisi dengan larutan NaOH dan diklorometan.
Asam-asam ini diubah dengan cara derivatisasi
menjadi ester trimetilsilil (TMS) lalu ditetapkan
kadarnya dengan kromatografi gas.
Asam fenil asetat dan asam kaproat digunakan
sebagai baku internal
Larutan baku internal disiapkan dengan melarutkan 250
mg asam fenil asetat dan 250 mg asam kaproat ke dalam
100 ml larutan KOH 3%. Sebagai agen penderivat adalah
N-metil-N-trimetilsilil-trifluoroasetamid (MSTFA).
Larutan baku dibuat dengan cara mencampur asam
benzoat ,asam sorbat, asam fenil asetat, dan asam
kaproat dengan konsentrasi akhir masing-masing sebesar
200, 200, 750 dan 750 g/ml
400, 400, 750 dan 750 g/ml
600, 600, 750 dan 750 g/ml
800, 800, 750 dan 750 g/ml
1000, 1000, 750 dan 750 g/ml
Kondisi kromatografi yang digunakan
Kolom 1,8 m x 2 mm i.d yang dilapisi dengan
OV-1 3% (100-120 mesh). Suhu operasional,
oven:80-210
0
C dengan kenaikan 8
0
C/menit;
lubang injector 200
0
C, detector ionisasi nyala
(FID) 280
0
C. gas pembawa : nitrogen dengan
kecepatan alir 20 ml/menit. Waktu retensi
asam kaproat, asam sorbat, asam benzoat, dan
asam fenilasetat masing-masing kurang lebih
2,5;4;5; dan 6 menit.
Penyiapan sampel
Sampel dihomogenkan dengan pengadukan.
Jika sampel sulit dihomogenkan maka
digunakan teknik apapun sehingga sampel
homogen.
Ekstraksi Sampel
Sebanyak kurang lebih 5 g sampel yang telah homogen ditimbang secara
seksama lalu dimaukkan ke dalam tabung sentrifugasi 30 ml.
sampel selanjutnya ditambah 3,0 ml larutan baku internal; 1,5 ml asam
sulfat (1 bagian H
2
SO
4
pekat dalam 5 bagian air); 5 gram pasir dan 15 ml
eter. Tabung sentrifuse ditutup rapat lalu digojog secara mekanik selama 5
menit dan disentrifus dengan kecepatan 1500 x selama 10 menit.
Lapisan eter dikumpulkan dan diekstraksi 2 kali masing-masing dengan 15
ml eter. Lapisan eter dikumpulkan dan diekstraksi 2 kali masing-masing
dengan 15 ml NaOH 0,1 N dan 10 ml larutan NaCl jenuh. Lapisan air
dikumpulkan dan dimasukkan corong pisah 250 ml lalu ditambah dengan 2
tetes indikator metal jingga dan selanjutnya diasamkan dengan HCl (1
bagian HCl pekat dalam 1 bagian air) hingga pH-nya 1.
Larutan selanjutnya diekstraksi dengan diklorometan 3 kali masing-masing
dengan 75, 50 dan 50 ml. Jika terbentuk emulsi, sebanyak 10 ml larutan
NaCl jenuh ditambahkan kedalam larutan.
Larutan diklorometan yang telah terkumpul selanjutnya ditambah dengan
15 g natrium sulfat anhidrat lalu diuapan dengan rotavapor pada suhu
40
0
C.
Derivatisasi Sampel
Residu diklorometan ditambah dengan 10 ml kloroform,
dimasukkan dalam labu, dan digojog secara manual
selama 2 menit.
Sebanyak 1 ml larutan kloroform ini dipindahkan kedalam
5 tabung uji 8 ml lalu ditambah 0,2 ml agen penderivat
(sililasi) dan dipanaskan dalam penangas air shu 60
0
C
selama 15 menit.
Sebanyak 1 L sampel diinjeksikan sebanyak 2 kali.
Dihitung tinggi puncak sampel lalu dihitung rasio tinggi
puncak asam benzoate/asam fenilasetat dan rasio tinggi
puncak asam sorbet/asam kaproat. Perbedaan rasio
tinggi puncak untuk 2 kali injeksi 5%.
Penyiapan kurva baku
Sebanyak 1,0 ml larutan baku dipindahkan ke dalam 5 tabung uji 8
ml lalu ditambah 0,2 ml agen penderivat (silisasi) dan dipanaskan
dalam penangas air suhu 60
0
C selama 15 menit.
Sebanyak 1 ml sampel diinjeksikan sebanyak 2 kali.
Dihitung rasio tinggi puncak asam benzoat/asam fenilasetat dan
rasio tinggi puncak asam sorbet/asam kaproat. Perbedaan rasio
tinggi puncak untuk 2 kali injeksi 5% . kurva baku dibuat dengan
menghubungkan antara rasio berat (x) dan rata-rata rasio tinggi
puncak untuk masing-masing pengawet (asam benzoat dan asam
sorbat), lalu dihitung slope (b), intersep (a), dan koefisien korelasi
(r).
Perhitungan
Kadar pengawet (mg/kg) = x x 1000
b = slope (kemiringan) kurva baku
a = intersep kurva baku
y = rata-rata rasio pengawet/baku internal
W= berat sampel (dalam g)
W=berat baku internal (dalam mg)
Perhatikan jika ada faktor pengenceran.
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai