Anda di halaman 1dari 9

1

WASIAT DIANTARA WARIS DAN HIBAH


(TINJAUAN KAIDAH FIKIH DAN PRANATA SOSIAL)
Achmad Otong Busthomi

Pendahuluan
Wasiat adalah salah satu tradisi yang berkembang dimasyarakat khususnya di
Indonesia, disamping sebagai ajaran agama juga dipahami sebagai adat istiadat, sehingga
pengertiannya menjadi kabur, sangat sulit untuk membedakan mana wasiat, mana waris
dan mana hibah. Hal itu dapat dilihat didalam pranata sosial kita. Wasiat ini adalah proses
pemindahan hak kepemilikan dari seseorang kepada orang lainnya, baik kepada
kerabat,keluarga bahkan orang yang tidak punya ikatan sekalipun, bahkan kepada lembaga
ataupun yayasan. Akan tetapi didalam prakteknya atau bahkan kalau definisinya tidak
jami mani maka akan banyak kemiripan dalam proses transaksionalnya, contohnya
ketika pengertian wasiat dipenggal didepan proses pemindahan hak kepemilikan dari
seseorang kepada orang lain, ini bisa mengacu pada jual beli, ibra,hibah, waris dll.
Didalam kitab-kitab fikih banyak dibahas tentang pengandaian didalam wasiat,
seperti didalam wasiat yang bersifat manfaat. Si Musi (Pewasiat) berkata kepada
penerima wasiat didepan saksi saya mewasiatkan kepada fulan untuk mengambil manfaat
tanah ini sampai tanah ini bisa menghasilkan ketika tanah tersebut tidak bermanfaat maka
sifulan tidak bisa lagi menggarap tanah tersebut dan tidak bisa memiliki tanah tersebut,
karena akadnya adalah wasiat manfaat. Hal yang demikian akan dibahas lebih lanjut pada
bagian problematika di masyarakat./

Sejarah Wasiat
Bahwa wasiat adalah salah satu kebiasaan yang telah lama dilakukan, meskipun
demikian ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan bentuk wasiat yang diinginkan oleh
ajaran Islam, demikianlah selayang pandang tentang sejarah wasiat :
1. Dimasa Rumawi : ketua keluarga membagikan harta keluarganya dengan tidak adil
bahkan tidak ada aturannya, seringkali mewasiatkan kepada orang luar selain
keluarganya, bahkan melarang anak-anaknya untuk mewarisi harta kekayaannya,
paling bagus menyisakan harta untuk keluarganya, itupun dengan aturan yang
sangat ketat sekali.
2. Dimasa Arab Jahili : Orang arab memberikan wasiatnya kepada orang luar (ajnabi)
sebagai bentuk kesombongan dan meninggalkan keluarganya dalam kadaan fakir.
2

3. Dimasa Islam : datang azas legalitas wasiat surat an nisa ayat 12

....


Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka
tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat
seperempatdari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau
(dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau
(dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan
yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari
kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari`at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun.

....
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf,
(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
)( ,
Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada yang punya hak, dan tidak ada wasiat untuk
ahli waris
( , ,
)
Sepertiga? Dan sepertiga itu banyak/besar, sesungguhnya jika engkau tinggalkan
pewarismu/anakmu dalam keadaan baik/berkecukupan lebih baik dari pada meninggalkannya
dalam keadaan sengsara/meminta-minta

3

Definisi wasiat:
Wasiat adalah pemberian atau perjanjian kepada orang lain untuk melaksanakan
perintah baik ketika ia masih hidup atau setelah kematiannya. Wasiat juga bisa berarti
menjadikan hartanya untuk orang lain. Bahkan Ibnu Rush al hafid mengatakan bahwa
wasiat adalah hibah seseorang terhadap hartanya kepada orang lain atau kepada seseorang
setelah kematiannya
1
.
Secara istilah adalah wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik
berupa barang, piutang atau manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat
sesudah orang yang berwasiat mati. Hal ini yang menjadikan wasiat berbeda dengan jual
beli atau hibah (bukan hanya sekedar pertukaran barang) atau sewa menyewa (yang hanya
bisa mengambil manfaat tanpa harus memiliki) lebih spesifik lagi bahwa wasiat adalah
transaksi setelah kematian atau bersedekah (tabarru) setelah mati.

Rukun wasiat
Sebagian ulama Hanafiah mengatakan bahwa rukun haji ada satu yaitu Ijab dari
pewasiat, sedangkan qabul dari penerima wasiat merupakan syarat wasiat. Menurut
Jumhur Rukun Wasiat ada 4 yaitu :
1. Pewasiat (Mushi)
2. Penerima wasiat (Mushi lahu)
3. Materi wasiat (Musi bihi)

Apa yang diharamkan untuk mengambilnya maka diharamkan pula untuk memberikannya

Apa yang diharamkan untuk memakainya maka diharamkan pula untuk mengambilnya
4. Sigah
2
atau wasiat
3


Tatacara wasiat
Wasiat dapat dilaksanakan dengan salah satu dari 3 cara, yaitu dengan
ungkapan/lisan, atau tertulis, isyarat yang dapat dipahami.

1
Ibnu Rush al Hafid, Bidayatul Mujtahid, juz 2 hal 252
2
Wahbah Zuhaili,al fiqh al islam wa Adillatuh, juz 8 hal 15
3
Ibnu Rush al Hafid, Bidayatul Mujtahid, juz 2 hal 250
4

=
Tanda /Isyarat menduduki kedudukan pernyataan yang diucapkan = Tulisan adalah
sama dengan ucapan

Isyarat yang diketahui yang biasa dilakukan oleh orang bisu sama kedudukannya dengan
penjelasan dengan lisan
Syarat wasiat menurut Hanafiah ada syarat sah, syarat nafad, dan syarat tawaqquf
Syarat sah pewasiat (mushi) adalah :
1. Mukallaf/balig, berakal, merdeka
2. Atas kemauan sendiri tanpa paksaan
Sedangkan untuk syarat nafad untuk pewasiat adalah tidak mempunyai hutang
yang akan menghabiskan seluruh harta yang dimilikinya, sedangkan membayar hutang
harus didahulukan dari waris, hibah dan wasiat, kalau seandainya hutangnya dapat ditutup
maka wasiat dapat terelisasi, tapi apabila tidak mencukupi maka wasiatnya menjadi
batal/tidak sah. Syarat sah penerima wasiat (mushi lahu) :
1. Penerimanya ada
2. Jelas
3. layak
4. Bukan pembunuh pewasiat
5. Tidak dalam keadaan perang
Sedangkan syarat nafad untuk penerima waris adalah dia bukan ahli waris dari
pewasiat, kalau seandainya ia termasuk ahli waris harus mendapat pesetujuan saudaranya,
kalau disetujui maka warisanitu terealisasi/nafad. Syarat sah Materi wasiat (musi bihi) :
1. Berupa harta
2. Bernilai
3. Dapat dimiliki
4. Milik pewasiat
5. Bukan maksiat
Sedangkan syarat nafad untuk mushi bihi adalah :
1. Barangnya tidak habis karena hutang
2. Tidak lebih dari 1/3

5

Hukum Wasiat :
1. Wajib, seperti wasiat untuk mengembalikan barang tititpan, atau pelunasan hutang,
kafarat, fidyah dll
2. Mustahab, seperti wasiat kepada kerabat selain ahli waris yang membutuhkan,
untuk mencari kebaikan dan kebajikan.
3. Mubah, seperti wasiat kepada orang kaya.
4. Makruh haram, seperti wasiat untuk maksiat, kepada fasik, membuat gereja
Masalah yang terjadi di masyarakat/Pranata sosial :
1. Masalah dalam wasiat yang paling mendasar adalah apakah penerimaan menjadi
yang paling utama dalam penerimaan wasiat, adalah memiliki atau qobdu apakah
menjadi syarat atau tidak, hal ini juga yang terjadi didalam hibah. Contohnya si A
menerima wasiat berupa sebuah mobil avansa dari si B, karena mobil itu dipke oleh
si B selama hidupnya, maka ketika si B meninggal si A harus puas menerima
keadaan mobil avansa dari si B.
2. Pembagian warisan yang menyerupai hibah. Biasanya hal ini terjadi ketika salah
satu suami istri meninggal (misal istrinya), lalu warisan dibagi kepada ahli waris,
akan tetapi karena suami/bapaknya masih hidup maka yang akan diwariskan
dikuasai oleh sang bapak. Menyerupai hibah karena salah satu orang tuanya masih
hidup dan warisan sudah dikapling-kapling.
3. Wasiat yang berubah menjadi warisan atau hibah. Contohnya ada seorang petani
mewasiatkan sebidang sawah untuk saudaranya, karena saudaranya tersebut telah
banyak membantunya, ketika petani tersebut meninggal maka saudaranya dapat
membuat surat kepemilikan berupa surat hibah dari anak petani tersebut. Akan
tetapi kalau saudaranya tersebut adalah termasuk ahli waris maka ia bisa membuat
surat kepemilikannya berupa akta waris.
4. Wasiat yang berubah menjadi warisan atau jual beli. Ada saudagar Z memberikan
hibah kepada anaknya A dengan sepengetahuan dan persetujuaan anaknya yang lain
yaitu B,C,D. ketika saudagar itu meninggal, warisan BCD dibeli sama A. ketika A
ingin membuat akta wasiat dia tidak bisa, karena Z telah meninggal, wal hasil dia
memasukan bagian wasiatnya ke akta jual beli atau akta waris (pembagian harta
bersama).
5. Wasiat kepada orang lain. Hal ini dianjurkan kalau memang ahli warisnya telah
mapan dan tidak boleh melebihi 1/3 hartanya (setelah dikurangi hutang, kafarat, dll)
6. Wasiat berupa infak/sedekah. Inipun dibolehkan, wasiat berupa azas manfaat.
6

Sekilas tentang KHI yang memebicarakan tentang wasiat :
Pasal 194 ayat 3 Pemilikan terhadap benda seperti dalam ayat 1 pasal ini baru
dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia
Pasal 195 ayat 2 Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
warisan kecuali apabila semua ahli waris menyutujui.
Ayat 3 Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris
Pasal 197 ayat 1 Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat ..:
a. Dipersalahkan membunuh/mencoba membunuh atau menganiaya berat
kepada pewasiat
b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa
pewasiat telah melakukan kejahatan yang diancam lima tahun penjara atau
lebih berat
c. Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk
membuat/mencabut/merubah wasiat
d. Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak/memalsukan suarat wasiat
pewasiat
Ayat 2 Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk menerima wasiat ..
a. Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum
meninggalnya pewasiat
b. Mengetahui adanya wasiat tapi ia menolak untuk menerimanya
c. Mengetahui adanya wasiat teapi tidak pernah menyatakan menerima atau
menolak sapai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat
Pasal 198 wasiat yang berupa hasil atau pemanfaatan suatu benda harus diberikan
jangka waktu tertentu
Pasal 199 tentang pencabutan wasiat dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau
notaris dengan disaksikan 2 orang saksi
Pasal 200 Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila mengalami
kerusakan atau penyusutan sebelum pewasiat meninggal, maka penerima wasiat hanya
menerima harta yang tersisa
Pasal 201 Apabila wasiat melebihi 1/3 dari harta warisan, sedangkan ahli waris
ada yang tidak setuju, maka wasiat hanya dilaksananakan sampai 1/3 harta warisnya

7

Wasiat wajibah dalam KHI hanya menyangkut rusan anak angkat dan orang tua
angkat apabila keduanya tidak menerima dari masing-masing maka banginya 1/3 dari harta
warisan (Pasal 209).
Hibah pasal 210 KHI .Dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta
bendanya kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki
Pasal 211 Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai
warisan
Pasal 212 Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada
anaknya
Pasal 213 Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit
yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari hali warisnya

Sekilas tentang Hibah
Rukun Hibah adalah :
1. Pemberi Hibah (Wahib)
2. Penerima Hibah (Mauhub Lahu)
3. Barang Yang Diberikan (Hibah)
Didalam hibah juga mengenal istilah 1/3 (tsulus), artinya memberikan kepada
saudara atau orang lain tidak boleh lebih dari 1/3 hartanya. Hal ni berdasarkan hadis Imron
bin hishin dari nabi Saw.

,
yang memerdekakan 6 budak yang dimilinya ketika kematiannya, Rasulullah Saw memerintahkan untuk
memerdekakan budak 1/3 saja sisanya kembalikan/diwariskan kepada ahli warisnya Ad dhahiri
mengatakan bahwa hadis ini berkaitan dengan wasiat.

: "
,

: ,

"
Bahwa Basyir bapaknya Numan datang kepada Rasulullah Saw bahwa dia telah memberikan salah satu
anaknya (sesuatu), rasulullah Saw bertanya Apakah setiap anakmu mendapatkannya? Basyir menjawab
tidak, Rasulullah Saw bersabda Maka ambilah kembali pemberianmu
Hadis ini memberikan pelajaran bahwa tidak boleh mengangungkan atau
memuliakan anak satu dengan lainnya. Apabila anak yang satu mendapatkan pemberian
maka hendaklah anak yang lain juga mendapatkannya.
8

Beberapa Kaidah Fikih yang berkaitan dengan wasiat, hibah dan waris

Harta warisan dilaksanakan setelah kematian
) ( , ,
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk bersedekah ketika menjelang kematian
kalian, dengan 1/3 harta kalian, hal itu sebagai tambahan amal baik kalian


Jangan dahulukan saudara ibu dan anaknya dari pada kakek kecuali dalam urusan
warisan, atau wakaf

Sesuatu yang dijadikan obyek perbuatan, maka tidak boleh dijadikan obyek perbuatan
lain

Banyak berbuat banyak kebaikan



Tidak ada wasiat bagi ahli waris

Setiap orang yang mewarisi sesuatu, maka dia mewarisi pula hak-haknya


Tidak ada harta peninggalan kecuali setelah dibayar lunas hutangnya (orang yang
meninggal)


Tidak ada hak kepemilikan harta bagi ahli waris kecuali setelah dilunasi hutangnya


Tidak sah wasiat dengan keseluruhan harta
, ,
Apa yang boleh dijual belikan, boleh dihibahkan, dan apa yang tidak boleh dijual belikan
tidak boleh dihibahkan, dan setiap yang tidak boleh dimiliki tidak boleh dihibahkan
9

Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel ini :
NO WASIAT WARIS HIBAH KET
1
Rukunnya, pewasiat,
penerima wasiat, yang
diwasiatkan
sama sama
Pemberi,
penerima,yg
diberikan
2
Diberikan setelah pemberi
meninggal
sama Masih hidup

3 Tidak boleh melebihi 1/3
Boleh kalau
ashobah
sama

4 ikhtiari ijbari ikhtiari

5
Kalau diberikan kepada
keluarga dihitung waris
sama sama

6 Bisa berkurang
Tidak
berkurang
sama
Apabila tidak
langsung dimiliki
(hibah) membayar
hutang pemeberi
(wasiat)
7
Bisa berupa manfaat suatu
benda
tidak bisa


Daftar Pustaka :
Al-Burnu, Muhammad shidqi bin Ahmad. al Wajiz fi al Idhoh qawaid al fiqh al kulliyah,
Muassasah ar risalah cet 1 1983
Djazuli, A. Kaidah-Kaidah FikihKencana PrenadaMedia Grup, tahun 2011
_________ Kitab Undang-undang hukum perdata islam, Kiblat Umat Pres 2002
Ibnu Rusd al Hafid, Imam al Qodhi Abu al Walid Muhamad bin Ahmad , Bidayatul
Mujtahid wa Nihayatul Muktashid Jiz 2, Karya Putra Semarang, tanpa tahun
Ismail, Muhamad Bakar. al qawaid al fiqhiyah baina al asholah wa at taujih, darul manar
tanpa tahun
Kompilasi Hukum Islam, Nuansa Aulia, 2008
Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek),Wipress
tahun 2008
Syafei, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih, Pustaka Setia, 2010
Al-Zarqa, Musthofa Ahmad. Syarah al qawaid al fiqhiyah, cet 8, Darul Qalam 1989
Al-Zuhaily, Muhamad Musthofa. al qawaid al fiqh wa at tatbiqathiha fi madzahib al
arbaah, darul fikiri 2009
Al-Zuhaily, Wahbah. Al Fiqh Al IslamiWaAdillatuh,Dar Al Fikr juz 8, tahun 1996

Anda mungkin juga menyukai