Anda di halaman 1dari 4

BATUBARA SEBAGAI BATUAN

INDUK HIDROKARBON
Posted on February 13, 2011 by pengembanganintelektual
Fosil tumbuhan atau yang lebih dikenal dengan nama batubara merupakan bahan galian
organik padat yang terdapat cukup banyak di Indonesia. Sebelum Perang Dunia kedua
meletus, batubara merupakan bahan bakar utama, hal ini dapat dilihat bahwa kapal laut,
kereta api dan mesin-mesin industri digerakkan dengan bahan bakar batubara.
Setelah Perang Dunia kedua selesai peranan batubara tergeser oleh minyak, yang pada saat
itu mulai didapatkan baik didaratan maupun dilepas pantai. Tersedianya minyak yang
melimpah mengakibatkan keberadaan tambang batubara mulai dilupakan diikuti dengan
terjadinya revolusi industry dan diciptakannya mesin dengan bahan bakar minyak bumi.
Krisis minyak sebagai akibat terjadinya Perang Teluk pada tahun 1979 menyebabkan
berkurangnya persediaan minyak yang berhasil diproduksi oleh negara-negara Timur Tengah,
sedang permintaan minyak sebagai bahan bakar di negara industri semakin meningkat. Hal
tersebut mengakibatkan kenaikan harga minyak sehingga untuk mengimbanginya orang
menengok kembali ke batubara sebagai bahan bakar alternative yang sudah cukup lama
dilupakan. Sebagai tindak lanjut negara-negara penghasil batubara mulai aktif kembali
melakukan eksplorasi batubara guna mendapatkan deposit batubara yang baru disamping
meningkatkan eksploitasi pada deposit-deposit batubara yang telah diketahui.
1. PROSES TERBENTUKNYA BATUBARA
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba
yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang
berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan
bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan
pembatubaraan (coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi
tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi)
tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang
berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam
macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan
batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).
Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period)
dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta
tahun yang lalu. Kualitas dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan
serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya,
endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batu
bara muda (lignite) atau disebut pula batu bara coklat (brown coal).
Batubara muda adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Setelah mendapat
pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batu bara muda
akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan
mengubah batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan
kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya
lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam
kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung
hingga membentuk antrasit.
Reaksi pembentukan batubara :
5 (C
6
H
10
0
5
) C
20
H
22
O
4
+ 3 CH
4
+ 8 H
2
O + 6 CO
2
+ CO
Cellulosa lignit gas metan
5 (C
6
H
10
0
5
) C
20
H
22
O
4
+ 3 CH
4
+ 8 H
2
O + 6 CO
2
+ CO
Cellulosa bitumine gas metan
Cellulosa (zat organic) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsur C dalam lignit
sedikit disbanding bitumine. Semakin banyak unsure C lignit semakin baik mutunya. Unsur
H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada bitumine. Semakin banyak unsur H lignit
makin kurang baik mutunya. Senyawa CH
4
(gas metan) dalam lignit lebih sedikit disbanding
dalam bitumine. Semakin banyak CH
4
lignit semakin baik kualitasnya.
1. KOMPONEN PENYUSUN BATUBARA
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan
tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan
berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dan
sebagainya. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies
dari tumbuhan penyusunnya.
a. Lignin
Lignin adalah salah satu komponen penyusun tanaman. Secara umum, tanaman terbentuk dari
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Komposisi bahan penyusun ini berbeda-beda bergantung
pada jenis tanaman. Pada batang tanaman, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen
penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa bisa berdiri tegak (Seperti semen pada sebuah
batang beton.
Berbeda dengan selulosa yang terutama terbentuk dari gugus karbohidrat, lignin terbentuk
dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3
karbon . Pada proses pirolisa lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis yang berupa fenol,
terutama kresol.
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa
tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignin belum
diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada
berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai
susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari
satu atau beberapa jenis alkohol.
b. Karbohidrat
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau keton atau senyawa yang menghasilkan
senyawa-senyawa ini bila dihidrolisa. Molekul karbohidrat terdiri atas atmo-atom karbon,
hidrogen dan oksigen. Pada senyawa yang termasuk karbohidrat terdapat gugus OH, gugus
aldehid atau gugus keton. Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang
mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai
kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk
lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah
yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak
mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk
batubara.






c. Protein
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer
dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan
peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala
sulfur serta fosfor. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam amino yang
dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.
d. Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada batangnya.
Resin atau dammar adalah suatu campuran yang kompleks dari ekskret tumbu-tumbuhan dan
insekta, biasanya berbentuk padat dan amorf dan merupakan hasil terakhir dari metabolisme
dan dibentuk dari ruang-ruang skizogen dan skizolisigen. Secara fisis, resin (damar) ini
biasanya keras, transparan plastis dan pada pemanasan menjadi lembek. Secara kimiawi,
resin adalah campuran yang kompleks dari asam-asam resinat, alkoholresinat, resinotannol,
ester-ester dan resene-resene. Bebas dari zat lemas dan mengandung sedikit oksigen karena
mengandung zat karbon dalam kadar tinggi, maka kalau dibakar menghasilkan angus.
e. Tanin
Tanin nama komponen zat organik yang sangat komplek dan terdiri dari senyawa fenolik
yang mempunyai berat molekul 500 3000, dapat bereaksi dengan protein membentuk
senyawa komplek larut yang tidak larut. Tanin dapat dikategorikan sebagai true artrigen
adalah rasa sepat. Rasa sepat timbul karena kuagulasi dari protein dari protein air liur dan
mukosa ephitelium dengan tanin. Tanin atau sesungguhnya lebih tepat disebut asam tanat
(tanic acid), monomer dari tanin adalah untuk penyamak kulit. Tanin umumnya banyak
ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian batangnya.
f. Alkaloida
Alkaloida berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan
alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan
triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa
alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder,
dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap
oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam
biosintesis alkaloid. Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang
menyusun batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam
bentuk rantai.
g. Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin
biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang
tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini telah
diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi perkembangan dari
proses coalifikasi.
h. Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material inorganik
yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral inheren adalah material
inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan organik yang terdapat dalam
lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar
kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam
sebuah lapisan batubara.

Anda mungkin juga menyukai