Anda di halaman 1dari 6

MAHAPRASTHANIKA PARWA

DENGAN MEMUJA NARAYANA DAN NARA


BESERTA DEWI SARASWATI
HAMBA BERSERU JAYA!
I. Raja Yudhistira telah mendengarkan khabar tentang pembantaian massal yang terjadi diantara
bangsa Wrishni dan diberitakan pula bahwa Krishna telah naik ke surge. Karena itu ia berunding dengan
adik-adiknya, dan akhirnya ia berkata kepada adiknya. Arjuna, katanya; adikku, engkau tentu sudah
menyadari bahwa akhirnya sang waktu, yang telah mematangkan semua makhluk telah tiba. Semua
yang terjadi, sejalan dengan aturan waktu. Saat yang terakhir sudah tiba buat kita juga. Adikku
memahami apa maksudku, bukan? Untuk sesaat lamanya Arjuna terdiam membisu, akhirnya hanya
membisikan kata-kata : Waktu,waktu ! Sebenarnya ia mengerti sepenuhnya apa yang dimaksudkan
oleh kakaknya itu. Bhimasena pun memahami pula apa yang dimaksud oleh kakaknya. Mereka berlima
telah sepakat untuk mengundurkan diri ke alam kekal. Maka di panggilnya Yuyutsu, putera pamanya dari
salah seorang isteri wangsa Waisya. Ia ditugaskan untuk mengawasi kerajaan Kaurawa. Dan Parikshitpun
dinobatkan menjadi raja. Dengan sedih Yudhistira berkata kepada Subhadra: Puteramu ini akan ku
angkat menjadi Raja Wangsa Kuru. Dari antara wangsa Yadu yang masih hidup. Vajra telah diangkat
pula menjadi bangsa Yadawa menduduki singasana di Sakraprastha. Anda, wahai subhadra, yang patut
melindunginya. Bertindaklah dengan adil dan bijaksana! Setelah mengatur segala sesuatu serta
memberikan petunjuk-petunjuk itu, Yudhistira, dengan diiringkan oleh adik-adiknya lalu menyucikan diri
dan mendoakan selamat kepada Wasudewa, yaitu paman dari pihak Ibu, diri itu lalu dilakukan upacara
Sraddha untuk arwah sanak keluarganya yang telah tewas atau meninggal. Sambil memuja hari, yang
tidak pernah pada Maharishi Wyasa, Narada, Markandeya yang sakti, serta Yajnawalkaya keturunan
Bharadwaja itu. Khusus untuk menghormati Krishna, mereka menghadiahkan berates-ratus batu
permata, jubah dan pakaian juga tanah tempat permukiman, kuda, kereta berates-ratus, bahkan ribuan
hamba sahaya, kepada para Brahmana terkemuka. Setelah itu diumumkan dihadapan rakyat bahwa
kripa diangkat menjadi guru Negara dan Parikshit sebagai muridnya. Juga diumumkan niat terakhir para
Pandawa untuk mengundurkan diri ke alam kekal. Semua rakyat mengeluh tanda tidak puas terhadap
keputusan raja itu. Mereka tidak menyetujui keinginan rajanya yang sangat dicintai itu. Tetapi raja telah
menetapkan keputusanya. Karena itu ia menyerukkan agar tidak terjadi penguggatan mengenai masalah
ini lagi ia dengan saudara-saudaranya telah menetapkan hati untuk meninggalkan dunia ini untuk
menuju alam kekal. Segera setelah itu, kelima saudaranya Pandawa itu menanggalkan pakaian
kebesaran masing-masing dan menggantikanya dengan penutup tubuh dari kulit kayu. Setelah
melakukan upacara keagamaan untuk mengukuhkan niat mereka. Masing-masing lalu melemparkan api
suci kedalam air kaum wanita sedih menangis menyaksikan dewi Drupadi mengenakan pakaian seperti
itu. Mereka terkenang kepada masa ketika dewi itu mengendapkan hitungan nomor enam dari mereka
yang kalah dalam permainan dadu. Dan sebagai akibatnya harus meninggalkan kerajaan. Tetapi dalam
keberangkatan sekarang. Kakak beradik itu Nampak gembira. Niat hati raja Yudhisthira sudah tidak
dapat dirobah. Apalagi kerajaan bangsa Wrishni telah hancur, maka tidak ada pilihan lain kecuali
mengundurkan diri.
Kelima bersaudara, ditambah dengan Dewi Draupadi dan diiringkan oleh seekor anjing.
Berangkat meninggalkan kerajaan. Yudhisthira berjalan paling depan. Diikuti oleh adik-adiknya dan
rakyat berbondong-bondongan mengiringkan mereka ke batas kota. Akhirnya rombongan pengantar
kembali ke Hastinapura setelah beberapa dari antaranya sia-sia membujuk Yudhisthira untuk
menggurungkan niatnya. Kripa dan yang lain-lain menajga Yuyutsu. Ulupi puteri raja Naga kembali ke
sungai Gangga dan Chitranggada kembali ke manipura para tokoh wanita lainya, yaitu semua nenek
Parikshit. Semuanya menjaga putera mahkota ini. Sementara itu, kelima saudara Pandawa. Demikian
juga Draupadi, telah mulai berpuasa dan melangkahkan kakinya ke jurusan timur. Mereka melakukan
yoga dan berpantang dengan sangat kerasnya. Mereka terus berjalan melalui berbagai Negara, sungai-
sungai lautan dan rimba raya. Yudhisthira, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa. Di susul oleh Draupadi
berjalan terus beriring-iring serta diikuti oleh seekor anjing yang dengan setia mengiringkan ke manapun
mereka pergi. Setelah lama berjalan, maka sampailah mereka kesebuah laut yang airnya berwarna
merah. Dhananjaya masih memegang senjata panah saktinya, karena ia tidak bisa dipisahkan lagi
dengan senjata itu. Sesuai dengan rasa kemilikan setiap orang terhadap barang kesayanganya. Ditengah
laut itu, mereka melihat api menjulang tinggi menghalangi perjalanan mereka. Tiba-tiba, api itu
terdengar berkata: Wahai putera-putera Pandu dan gagah perkasa, aku ini Agni dewa api.
Dengarkanlah wahai kalian semua, aku inilah api yang menghanguskan hutan Khandewa dahulu itu yang
juga kulakukan berkat bantuan Arjuna dan Narayana. Sekarang, Phalguna itu boleh meneruskan
perjalananya ke hutan hanya apabila senjata saktinya telah dibuang ke laut.
Senjata dahsyat itu sudah tidak ada gunanya lagi. Senjata cakra yang dahulu dipergunakan oleh Krishna
juga sudah tidak ada di bumi ini lagi. Tetapi nanti, apabila saatnya tiba, senjata-senjata itu akan kembali
ke tangan mereka masing-masing. Senjata Gandiwa yang maha dahsyat itu, dahulu kusimpan atas
pemberian Waruna dan khusus diperuntukkan bagi Arjuna. Sekarang, kembalikanlah senjata itu kepada
Waruna. Mendengar permintaan ini, semua saudara-saudaranya mendesak agar Dhananjaya
melakukan apa yang dianjurkan oleh dewa api itu. Ia lalu melemparkan senjata itu ke laut dan seketika
itu juga dewa api lenyap dari pemandangan. Mereka melanjutkan perjalanan.
Dan kini menuju arah selatan sampai mencapai tepi pantai selatan. Iring-iringan itu berjalan menyusuri
pantai, balik ke arah barat-daya dan kemudian lempang menuju arah barat. Setelah lama berjalan,
dilihatnya air pasang telah melelan kota Dwaraka. Kota terkenal itu kini telah lenyap dilanda air laut
pasang dan puing-puingnya berada di dasar laut. Mereka masih terserap ke dalam yoga, berjalan dengan
cepat ke Utara meninggalkan Dwaraka yang tenggelam itu. Tekad yang terkandung di dalam hati mereka
adalah berjalan mengelilingi dunia sampai putus nafas terakhir.
II. Jauh diutara mereka menyaksikan gunung Himalaya yang luar biasa besar dan tinggi itu. Mereka
mendaki dan melintasi pegunungan itu hingga dihadapan mereka telah terbentang gurun pasir yang
sangat luas. Nampak dari tempat itu puncak gunung Meru yaitu gunung yang paling utama dari antara
gunung-gunung yang tertinggi. Dengan memusatkan pikiran sesuai dengan yoga, mereka berjalan
dengan cepat menempuh pasir yang terbentang luas itu. Tiba-tiba Yajnaseni melepaskan yoga dan
terhempas lunglai ke tanah. Menyaksikan Draupadi telah gugur, Bhimasena bertanya kepada kakaknya :
Kakanda, adinda Drupadi tidak pernah berbuat dosa. Apakah sebabnya adinda Krishna gugur?
Yudhisthira menjawab Terhadap kita semuanya, dia sebenarnya lebih mencintai Dhananjaya. Di tempat
ini ia menerima pahala dari kecenderungan itu.
Perjalanan dilanjutkan dengan pikiran sangat terpusat. Tiba-tiba adiknya, Sahadewa yang
termuda dan yang paling cerdas terhempas dan gugur. Kembali Bhima bertanya kepada kakaknya Dia
sangat rajin dan selalu berendah hati untuk mentaati semua perintah kita. Mengapa putera Madrawati
ini gugur disini? Yudhisthira menjawab Ia terlalu menonjolkan kecerdasannya sendiri. Kekeliruan
sikapnya itu harus ditebusnya di tempat ini.
Perjalanan masih dilanjutkan Sahadewa ditinggalkan di tempat itu. Mereka berjalan beriring-
iring dengan seekor anjing masih tetap mengikuti dari belakang sesaat kemudian, Nakula yang merasa
berat berpisah dengan saudara kembarnya, terjerembab jatuh ke tanah. Melihat Nakula adiknya yang
teramat bagus dan tampan itu telah gugur, Bhimasena kembali bertanya demikian Adik kita ini selalu
andil dan tak tercela, taat menjalankan perintah, bagus dan tampan, tidak ada duanya. Mengapakah ia
gugur disini, wahai Kakanda? Yudhisthira menjawab Dia memang sangat andil dan membela
kebenaran. Dia memang tergolong manusia utama dan cukup cerdas. Tetapi, ketahuilah adikku, ia
selamanya sangat membanggakan kebagusan dirinya. Dalam hal ini ia tidak mau sendiri mengalah.
Itulah sebabnya O, Wrikodhara, di tempat ini ia gugur dan mendapat pahala dari sikapnya itu.
Melihat adik-adiknya telah terlukai jatuh dan gugur, Arjuna yang berkulit putih, pahlawan
pembasmi musuh-musuh itu tidak kuat lagi melanjutkan perjalanannya, ia terhembas ke tanah dengan
hati yang sangat pilu. Pahlawan itu sebenarnya mempunyai kekuatan yang sangat hebat. Sebanding
dengan kekuatan Sakra. Namun kini ia terlulai lemah mendekati ajalnya. Sekali lagi Bhima bertanya
kepada kakaknya Kakanda sepengetahuanku, tidak barang sekalipun adik kita yang hebat ini pernah
mengucapkan kepalsuan. Dalam senda guraunyapun ia tidak pernah berbohong. Lalu apakah sebabnya
ia gugur disini? Yudhisthira menjawab Arjuna pernah bersesumbar bahwa ia akan menghancurkan
semua musuh-musuhnya dalam jangka satu hari. Tetapi janjinya itu tidak dapat dipenuhi titik.
Demikianlah maka ia gugur disini. Ia telah memandang rendah kepada ahli-ahli pemanah lainnya. Orang
yang menghendaki kesentausan tidak boleh bersikap demikian. Berdua mereka melanjutkan perjalan.
Dibelakang seekor anjing masih tetap mengikuti mereka dengan setia. Tidak lama kemudian, Bhima
terjatuh hendak menyusul adik-adiknya. Ia tidak kuasa bergerak, maka untuk terakhir kalinya ia sempat
bertanya kepada kakaknya ! Wahai kakanda Maharaja, aku terjatuh. Megapa hal ini bisa terjadi
kakanda? Tolong katakana apabila kakanda mengetahuinya. Yudhisthira menjawab Adinda terlalu
mementingkan makan dan sering kali membanggakan kekuatan tubuh yang adinda miliki. Apabila
sedang makan, tidak pernah adinda memikirkan kepentingan orang lain, itulah sebabnya adinda hanya
sanggup berjalan hingga di tempat ini. Yudhisthira melanjutkan perjalanan tanpa menoleh ke belakang.
Sekarang ia hanya ditemani oleh seekor anjing dalam perjalanan itu.
III. Tidak lama kemudian, Sakra dewa yang berkuasa terhadap gurun dan halilintar muncul di
tempat sunyi itu menggelu-elukan putera Pritha, Indra menyuruh Yudhistira naik ke atas kereta
kendaraannya. Tetapi apa jawab Yudhisthira Semua saudara-saudara hamba telah gugur disini. Tanpa
mereka, hamba tidak hendak pergi ke Surga. Wahai termulia, adinda Drupadi patut pula mendapat
perlakuan yang serupa, ia harus pergi bersama-sama. Perkenankanlah permohonan hamba ini. Sakra
menjawab Anda dapat menjumpai saudara-saudara di alam Surga. Mereka sebenarnya telah sampai di
sana terlebih dahulu. Ini sesungguhnya ! Mereka semua telah tiba di sana bersama-sama dengan
Krishna. Jangan bersedih hati wahai raja wangsa Bharata. Setelah meninggalkan jasadnya masing-
masing, mereka telah sampai di Surga. Tetapi anda akan menuju ke sana dengan jasad yang lengkap
seperti keadaan sekarang ini.
Yudhisthira berkata Wahai dewa mulia, anjing ini sejak semua sampai saat ini masih mengikuti
hamba dengan setianya. Ia harus ikut pula bersama-sama hamba. Hamba tidak sampai hati
meninggalkannya disini.
Sakra : Kekekalan dan kejayaan seperti yang aku alami, kemakmuran dan keberhasilan yang
tertinggi, segala bentuk kesenangan telah anda menangkan hari ini. Lupakanlah anjing ini dengan
meninggalkannya anda tidak sama sekali berbuat kejam kepadanya.
Yudhisthira : Wahai dewa, dengan sinar matamu dikau telah mengetahui segala-galanya. Dikau
maha adil, sungguh tidak patut paduka memberikan nasihat seperti itu. Hamba sungguh tidak
menginginkan segala kemuliaan itu apabila hamba harus meninggalkan dia yang teramat setia kepada
hamba.
Indra : Sesungguhnya tidak ada disediakan tempat di Surga untuk menampung orang bersama
dengan anjingnya. Dewa Krodhawasa akan menghukum orang sedemikian itu. Berbuatlah sepatutnya
wahai Yudhisthira. Tinggalkan saja anjing ini di sini. Sungguh tidak ada unsure kekejaman di dalam
perbuatan itu.
Yudhisthira : Telah dikatakan di dalam dharma yang menyangkut kesetiaan bahwa
mengabaikan seseorang atau sesuatu yang teramat setia adalah merupakan sesuatu perbuatan dosa
yang besar. Dosa itu sama besar dengan dosa membunuh brahmana. Itulah sebabnya oh Indra, hamba
tidak akan meninggalkan anjing ini hanya karena memikirkan kesenangan untuk diri sendiri saja. Hamba
telah lama bersumpah bahwa hamba tidak akan meninggalkan orang dalam ketakutan. Orang yang
sangat setia, orang yang sedang mencari perlindungan kepada hamba, sedang terkena musibah, atau
orang yang ingin bertemu dengan diri hamba, juga orang lemah yang memerlukan perlindungan, atau
orang telah minta ampun agar tidak dibunuh. Hamba tidak akan meninggalkan orang seperti itu sebelum
nyawaku sendiri tercabut.
Indra : Setiap suguhan atau sajen-sajen ataupun libasi yang dituangkan ke dalam api suci,
apabila didekati atau dipandangi oleh anjing, maka semua esensinya akan diambil oleh Krodhawasa.
Karena itu tinggalkan saja anjing ini di sini. Dengan meninggalkan anjing ini, anda akan mendapatkan
kesenangan bersama-sama dengan dewa-dewa. Dengan meninggalkan semua saudara-saudara beserta
Draupadipun anda akan mendapatkan kemakmuran dan kemuliaan, berkat hasil perbuatan anda telah
lampau. Mengapa merasa bimbang lagi? Anda telah melepaskan diri dari segala ikatan. Mengapa masih
mengikat diri kepada anjing ini?
Yudhisthira : Di mana-manapun telah diumumkan bahwa orang mati tidak lagi mengenal rasa
persahabatan dan permusuhan. Ketika saudara-saudara hamba beserta Krishna telah melepaskan
nafasnya, hamba tidak mampu menghidupkan mereka kembali. Itulah sebabnya hamba telah
meninggalkan mereka. Tentu hamba tidak akan berhanjak dari sisi mereka apabila mereka masih hidup.
Menakut-nakuti orang yang sedang memerlukan perlindungan, membunuh seorang wanita, mencuri
barang-barang kepunyaan Brahmana dan menyakiti atau melukai teman sendiri, masing-masing dari
keempat hal ini akan sama berdosanya dengan perbuatan meninggalkan orang yang sangat setia,
mencintai serta mengabdikan diri.
Setelah Yushishthira mengucapkan kata-kata ini, tiba-tiba anjing itu lenyap berubah wujud
menjadi Sanghyang Dharma, dewa yang menguasai semua nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dewa
pengemban dharma ini sangat puas dan mengucapkan kata-kata sebagai berikut ini : Ananda maharaja,
engkau memiliki kecerdasan dan tingkah laku yang sempurna sebagaimana halnya Pandu sendiri.
Engkau pengasih dan penyayang kepada semua makhluk. Inilah suatu sifat yang patut dicontoh. Dahulu
aku telah menguji keyakinan ananda, yaitu waktu di hutan Dwaita, ketika saudara-saudaramu semua
nampak bagaikan mati. Di sana ananda telah menunjukkan arti keadialan dengan cara yang luar biasa.
Dengan mengabaikan Bhima dan Arjuna, ananda telah meminta kepada dewata agar menghidupkan
Nakula. Dengan demikian ibu tirimu tidak kehilangan putera. Dan sekarang, ananda telah menyadari
anjing itu sangat setia. Karena itu ananda menolak untuk menumpang kereta dewata sebelum anjing itu
diperbolehkan menumpang bersama-sama ananda. Di seluruh alam Surga, tidak ada yang lain yang
mampu menandingi sifat pelindung ananda itu. Karena itu, kemakmuran, kesentausaan, serta kemuliaan
yang kekal patut dihadiahkan kepadamu. Ananda telah memenangkan semua itu. Ananda menjadi dewa
dan dipandang sebagai tujuan yang tertinggi.
Sanghyang Dharma, Sakra, Marut dan Aswin serta diiringkan oleh para dewa lain beserta para Rishi lalu
mempersilahkan Yudhisthira naik ke atas kereta dan melesat ke alam Surga. Dewa-dewa itu berbusana
dan bermahkota yang semakin indah dan semakin cemerlang sesuai dengan tingkat keberhasilan
masing-masing. Mereka menunpang kereta yang dapat dikemudikan kea rah manapun juga merupakan
kehendak pengendaranya. Dengan kereta semacam itu Yudhisthira melesat ke atas dengan cahaya
terang benderang membelah angkasa.
Narada, juru bicara terkemuka yang sakti dan mengetahui seluruh rahasia alam, dengan
disaksikan oleh para dewa mengucapkan kat-kata sebagai berikut : Semua raja-pandita yang berada di
sini telah dapat dilampaui oleh Yudhisthira. Semua sifatnya yang baik terpancar meliputi alam semesta.
Karena itu ia telah diperkenankan memasuki alam surga lengkap dengan badan kasarnya. Tidak ada
orang lain kecuali putera Pandu ini yang dapat melakukan ini.
Mendengar puji-pujian itu, Yudhisthira membungkukkan badan untuk menghormati para dewa
dan semua raja-pandita yang hadir di sana, serta mengucapkan kata-kata sebagai berikut :
Menyenangkan atau tidak menyenangkan, betapapun alam sekarang yang dicapai oleh saudara-
saudara hamba, maka tempat mereka itulah yang sekarang menjadi tujuan hamba. Hamba tidak
menginginkan tempat lain, selain tempat di mana mereka sekarang berada.
Mendengar pernyataan ini, Purandara, pemimpin para dewa itu mengucapkan kata-kata sebagai
berikut : Jangan berkata demikian, tinggal saja di tempat ini. Anda telah memenangkan sesuai dengan
amal perbuatan anda sendiri. Mengapa anda masih mengemban perasaan saying sebagaimana halnya
manusia biasa? Tidak ada seorangpun yang mampu menandingi keberhasilan yang telah anda capai.
Semua saudara-saudara anda telah mendapatkan kebahagiaannya masing-masing. Ternyata perasaan
saying manusiawi masih meluluhkan perasaan anda. Tempat ini Surga O Yudhisthira. Pandangilah para
Rishi dan para Siddha yang telah berhasil mencapai tempat ini!
Sekali lagi Yudhisthira menegaskan kehendaknya untuk berkumpul dengan saudara-saudaranya.
Katanya : Wahai penguasa langit yang mulia. Hamba telah mengambil keputusan bahwa hamba tidak
mau dipisahkan dari saudara-saudara hamba. Tetap hamba akan pergi ke tempat mereka berada, ke
tempat Draupadi, wanita termulia yang cantik kehitaman, yang cerdas dan adil itu. Ke sanalah hamba
akan pergi!

Anda mungkin juga menyukai