Anda di halaman 1dari 4

Dronaparwa

Kitab Dronaparwa merupakan kitab ketujuh dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan
kisah diangkatnya Bagawan Drona sebagai panglima perang pasukan Korawa di Hari ke-11, setelah
Rsi Bhisma gugur di tangan Arjuna dan sejak di hari ke-11, Karna mulai berperang sehingga segera
membangkitkan semangat para Korawa. Ia menyarankan agar Duryodana memilih Drona sebagai
pengganti Bisma, dengan alasan Drona merupakan guru bagi sebagian besar sekutu Korawa. Dengan
terpilihnya Drona maka persaingan antara para sekutu Korawa memperebutkan jabatan panglima
dapat dihindari.

Drona atau Dronacharya adalah guru para Korawa dan Pandawa. Ia merupakan ahli
mengembangkan seni pertempuran, termasuk dewstra. Arjuna adalah murid yang disukainya. Kasih
sayang Drona terhadap Arjuna adalah yang kedua jika dibandingkan dengan rasa kasih sayang
terhadap puteranya, Aswatama.

Drona dilahirkan dalam keluarga brahmana (kaum pendeta Hindu). Ia merupakan putera dari
pendeta Bharadwaja, lahir di kota yang sekarang disebut Dehradun (modifikasi dari kata dehra-dron,
guci tanah liat), yang berarti bahwa ia (Drona) berkembang bukan di dalam rahim, namun di luar
tubuh manusia, yakni dalam Droon (tong atau guci).

Bharadwaja pergi bersama rombongannya menuju Gangga untuk melakukan penyucian diri.
Di sana ia melihat bidadari yang sangat cantik datang untuk mandi. Sang pendeta dikuasai nafsu,
menyebabkannya mengeluarkan air mani yang sangat banyak. Ia mengatur supaya air mani tersebut
ditampung dalam sebuah pot yang disebut drona, dan dari cairan tersebut Drona lahir kemudian
dirawat. Drona kemudian bangga bahwa ia lahir dari Bharadwaja tanpa pernah berada di dalam rahim.
Drona menghabiskan masa mudanya dalam kemiskinan, namun belajar agama dan militer bersama-
sama dengan pangeran dari Kerajaan Panchala bernama Drupada. Drupada dan Drona kemudian
menjadi teman dekat dan Drupada, dalam masa kecilnya yang bahagia, berjanji untuk memberikan
setengah kerajaannya kepada Drona pada saat menjadi Raja Panchala.

Drona menikahi Krepi, adik Krepa, guru di keraton Hastinapura. Krepi dan Drona memiliki
putera bernama Aswatama.

Mengetahui bahwa Parasurama mau memberi pengetahuan yang dimilikinya kepada para
brahmana, Drona mendatanginya. Sayangnya pada saat Drona datang, Parasurama telah memberikan
segala miliknya kepada brahmana yang lain. Karena tersentuh oleh kesanggupan hati Drona,
Parasurama memutuskan untuk memberikan pengetahuannya tentang ilmu peperangan kepada Drona.

Demi keperluan istri dan puteranya, Drona ingin bebas dari kemiskinan. Teringat kepada janji
yang diberikan oleh Drupada, Drona ingin menemuinya untuk meminta bantuan. Tetapi, karena
mabuk oleh kekuasaan, Raja Drupada menolak untuk mengakui Drona (sebagai temannya) dan
menghinanya dengan mengatakan bahwa ia manusia rendah.

Drupada memberi penjelasan yang panjang dan sombong kepada Drona tentang masalah
kenapa ia tidak mau mengakui Drona. Drupada berkata, Persahabatan, adalah mungkin jika hanya
terjadi antara dua orang dengan taraf hidup yang sama. Dia berkata bahwa sebagai anak-anak, adalah
hal yang mungkin bagi dirinya untuk berteman dengan Drona, karena pada masa itu mereka sama.
Tetapi sekarang Drupada menjadi raja, sementara Drona berada dalam kemiskinan. Dalam keadaan
seperti ini, persahabatan adalah hal yang mustahil. Tetapi ia berkata bahwa ia akan memuaskan hati
Drona apabila Drona mau meminta sedekah selayaknya para brahmana daripada mengaku sebagai
seorang teman. Drupada menasihati Drona supaya tidak memikirkan masalah itu lagi dan ingin ia
hidup menurut jalannya sendiri. Drona pergi membisu, namun di dalam hatinya ia bersumpah akan
membalas dendam.

Drona pergi ke Hastinapura dengan harapan dapat membuka sekolah seni militer bagi para
pangeran muda dengan memohon bantuan Raja Dretarastra. Pada suatu hari, ia melihat banyak anak
muda, yaitu para Korawa dan Pandawa yang sedang mengelilingi sumur. Ia bertanya kepada mereka
tentang masalah apa yang terjadi, dan Yudistira, si sulung, menjawab bahwa bola mereka jatuh ke
dalam sumur dan mereka tidak tahu bagaimana cara mengambilnya kembali.

Drona tertawa, dan menasihati mereka karena tidak berdaya menghadapi masalah yang
sepele. Yudistira menjawab bahwa jika Sang Brahmana (Drona) mampu mengambil bola tersebut
maka Raja Hastinapura pasti akan memenuhi segala keperluan hidupnya. Pertama Drona melempar
cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa mata pisau, dan merapalkan mantra Weda. Kemudian
ia melempar mata pisau ke dalam sumur seperti tombak. Mata pisau pertama menancap pada bola,
dan mata pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan begitu seterusnya, sehingga
membentuk sebuah rantai. Perlahan-lahan Drona menarik bola tersebut dengan tali.

Dengan keahliannya yang membuat anak-anak sangat terkesima, Drona merapalkan mantra
Weda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam sumur. Pisau itu menancap pada bagian
tengah cincin yang terapung kemudian ia menariknya ke atas sehingga cincin itu kembali lagi. Karena
terpesona, para bocah membawa Drona ke kota dan melaporkan kejadian tersebut kepada Bisma,
kakek mereka.

Bisma segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan keberaniannya yang memberi contoh, ia
kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para pangeran Kuru dan mengajari mereka
seni peperangan. Kemudian Drona mendirikan sekolah di dekat kota, dimana para pangeran dari
berbagai kerajaan di sekitar negeri datang untuk belajar di bawah bimbingannya.

Satu diantara yang terhebat dan terkemuka adalah Ekalawya, yang merupakan seorang
pangeran muda dari suku Nishadha, mereka adalah kaum pemburu. Ekalawya datang mencari Drona
karena minta diajari. Drona menolak mengajarinya. Ekalawya kemudian memasuki hutan, dan ia
mulai belajar dan berlatih sendirian kemampuan luarbiasanya sehingga setara bahkan melebihi
Arjuna.

Ekalawya secara harfiah berarti ia yang memusatkan pikirannya kepada suatu ilmu/mata
pelajaran. Ekalawya Bertekad ingin menjadi pemanah terbaik di dunia, lalu ia pergi ke Hastina ingin
berguru kepada Bagawan Drona. Keinginannya yang kuat untuk menimba ilmu panah lebih jauh,
menuntun dirinya untuk datang ke Hastina dan berguru langsung pada Drona. Namun niatnya ditolak,
Ini dikarenakan Drona melihat kemampuannya yang bisa menandingi Arjuna, padahal keinginan dan
janji Drona adalah menjadikan Arjuna sebagai satu-satunya ksatria pemanah paling unggul di jagat
raya. Ini menggambarkan sisi negatif dari Drona, serta menunjukkan sikap pilih kasih Drona kepada
murid-muridnya, dimana Drona sangat menyayangi Arjuna melebihi murid-murid yang lainnya

Penolakan sang guru tidak menghalangi niatnya untuk memperdalam ilmu keprajuritan, ia
kemudian kembali masuk kehutan dan mulai belajar sendiri dan membuat patung Drona serta
memujanya dan menghormati sebagai seorang murid yang sedang menimba ilmu pada sang guru.
Berkat kegigihannya dalam berlatih, Ekalawya menjadi seorang prajurit yang gagah dengan
kecapakan yang luar biasa dalam ilmu memanah, yang sejajar bahkan lebih pandai daripada Arjuna,
murid kesayangan Drona. Suatu hari, ditengah hutan saat ia sedang berlatih sendiri, ia mendengar
suara anjing menggonggong, tanpa melihat Ekalawya melepaskan anak panah yang tepat mengenai
mulut anjing tersebut. Saat anjing tersebut ditemukan oleh para Pandawa, mereka bertanya-tanya
siapa orang yang mampu melakukan ini semua selain Arjuna. Kemudian mereka melihat Ekalwya,
yang memperkenalkan dirinya sebagai murid dari Guru Drona.

Mendengar pengakuan Ekalawya, timbul kegundahan dalam hati Arjuna, bahwa ia tidak lagi
menjadi seorang prajurit terbaik, ksatria utama. Perasaan gundah Arjuna bisa dibaca oleh Drona, yang
juga mengingat akan janjinya pada Arjuna bahwa hanya Arjuna-lah murid yang terbaik diantara
semua muridnya. Kemudian Drona bersama Arjuna mengunjungi Ekalawya. Ekalawya dengan sigap
menyembah pada sang guru. Namun ia malahan mendapat amarah atas sikap Ekalawya yang tidak
bermoral, mengaku sebagai murid Drona meskipun dahulu sudah pernah ditolak untuk diangkat
murid. Dalam kesempatan itu pula Drona meminta Ekalwya untuk melakukan Dakshina, permintaan
guru kepada muridnya sebagai tanda terima kasih seorang murid yang telah menyelesaikan
pendidikan. Drona meminta supaya ia memotong ibu jarinya, yang tanpa ragu dilakukan oleh
Ekalawya serta menyerahkan ibu jari kanannya kepada Drona, meskipun dia tahu akan akibat dari
pengorbanannya tersebut, ia akan kehilangan kemampuan dalam ilmu memanah. Ekalawya
menghormati sang guru dan menunjukkan Guru-bhakti. Namun tidak setimpal dengan apa yang
didapatkannya yang akhirnya kehilangan kemampuan yang dipelajari dari Sang Guru. Drona lebih
mementingkan dirinya dan rasa ego untuk menjadikan Arjuna sebagai prajurit utama dan tetap yang
terbaik.

Kematian Ekalawya termuat dalam Srimad Bhagawatam. Ekalawya bertempur untuk Raja
Jarasanda dalam peperangan melawan Sri Kresna dan Balarama, dan terbunuh dalam pertempuran
oleh pasukan Yadawa.
- Demi keperluan istri dan puteranya, Drona ingin bebas dari kemiskinan. Teringat kepada
janji yang diberikan oleh Drupada, Drona ingin menemuinya untuk meminta bantuan. Tetapi,
karena mabuk oleh kekuasaan, Raja Drupada menolak untuk mengakui Drona (sebagai
temannya) dan menghinanya dengan mengatakan bahwa ia manusia rendah.Dari kutipan
paragraf tersebut dapat disimpulkan 2 amanat yang dapat kita pelajari yang pertama adalah
bahwa drona adalah seseorang yang sangat mencintai keluarganya. Karena kasih sayangnya
itulah, saat melihat keluarganya menderita ia berniat untuk membebaskan keluarganya dari
kemiskinan dan yang kedua adalah bahwa kita hendaknya tidak mabuk akan kekuasaan
sehingga melupakan janji yang telah kita buat. Didalam Panca Satya terdapat salah satu
bagian yaitu Satya Wicara yang berarti setia terhadap perkataan.

- Penolakan sang guru tidak menghalangi niatnya untuk memperdalam ilmu keprajuritan, ia
kemudian kembali masuk kehutan dan mulai belajar sendiri dan membuat patung Drona
serta memujanya dan menghormati sebagai seorang murid yang sedang menimba ilmu
pada sang guruEkalawya merupakan salah satu contoh dari penerapan Guru Bhakti. Ia
bahkan rela memotong jarinya demi menjalankan perintah Guru Drona meskipun ia tau hal
itu merugikan untuknya. Selain itu Ekalawya merupakan salah satu contoh yang harus kita
teladani karena usaha kerasnya dan tidak mudah berputus asa.

Anda mungkin juga menyukai