Anda di halaman 1dari 6

PAPER ENDOKRINOLOGI

HORMON ECLOSION


OLEH:
NAMA : SISKA RATNA DEWI
NO.BP : 1110422010












JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2014


Istilah Penting Dalam Endokrinologi dan Hormon Eclosion Pada Serangga

Hormon merupakan suatu senyawa organik yang khas, disintesis oleh sel khusus
serta aktif dalam konsentrasi rendah dan bekerja pada organ target. Neurohormon adalah
hormon yang dihasilkan oleh sel syaraf yang disekresikan ke dalam sirkulasi dan
mempengaruhi organ target. Eksokrin adalah kelenjar yang sekresinya dialirkan melalui
saluran khusus. Endokrin adalah kelenjar yang tidak mempunyai saluran khusus untuk
mengalirkan hasil sekresinya dan biasanya dirembeskan ke dalam sistem sirkulasi yang
ada di dalam tubuh enzim merupakan protein yang dihasilkan oleh organisme, berfungsi
sebagai katalisator yang bekerja spesifik pada organ target (Rifai, M.A, 2004)
Feromon merupakan substansi kimia yang dilepaskan oleh suatu organisme ke
lingkungannya yang memampukan organisme tersebut mengadakan komunikasi secara
intraspesifik dengan individu lain. feromon bermanfaat dalam monitoring populasi
maupun pengendalian hama (Nation, 2002).
Hormon pada insekta dapat menghasilkan perubahan metabolisme karena adanya
rangsangan terhadap sintesis protein dan asam nukleat akibat perubahan permiabilitas
membran sel. Hormon juga mengatur proses-proses biokimia serangga yang
mempengaruhi pertumbuhan metamorfosa. Hormon-hormon yang berhubungan dengan
perkembangan dan metamorfosa adalah hormon protorasikotropik (Prothoracicotropic
hormone (PPTH)), ecdison, juvenil, eclosion dan bursicon. Aktivitas awal dari kelenjar
protorak adalah meningkatkan kerja siklik AMP (cAmp) dalam sel kelenjar.
Aktivitasnya sama dengan hormon-hormon pituitari anterior pada vertebrata yaitu
menstimulasi sintesa dan menghasilkan hormon-hormon steroid (Cymborowski, 1992).
Hormon-hormon yang berhubungan dengan perkembangan dan metamorfosa
adalah hormon protorasikotropik (Prothoracicotropic hormone (PPTH)), ecdison,
juvenil, eclosion dan bursicon (Cymborowski, 1992).
Feromon merupakan bahan kimia yang disekresikan suatu makhluk sebagai
pesan informasi kepada individu lain yang bekerja intra spesifik pada satu jenis spesies
(Rifai, M.A, 2004). Feromon adalah substansi kimia yang dilepaskan oleh suatu
organisme ke lingkungannya yang memampukan organisme tersebut mengadakan
komunikasi secara intraspesifik dengan individu lain. Feromon bermanfaat dalam
monitoring populasi maupun pengendalian hama (Nation, 2002). Di samping itu
feromon bermanfaat juga dalam proses reproduksi dan kelangsungan hidup suatu
serangga (Klowden, 2002).
Feromon dibagi dalam dua kelompok yaitu feromon primer dan releaser.
Feromon primer dapat mempengaruhi fisiologi serangga sedangkan releaser
mempengaruhi tingkah laku serangga dari spesies yang sama. Feromon primer
umumnya terdapat pada serangga sosial dan belum banyak dipelajari karena sulitnya
mengisolasi feromon tersebut. Feromon releaser dikelompokkan berdasarkan fungsi
(Klowden, 2002) atau tingkah laku yang ditunjukkan oleh penerima (Shorey, 1973),
yakni feromon sex, feromon agregasi, feromon alarm, feromon pengikut jejak dan
distribusi atau feromon penanda lokasi. Feromon sex dapat dihasilkan oleh jantan atau
betina untuk proses kawin. Pada sejumlah serangga dalam rangka proses kawin maka
feromon sex dapat dihasilkan oleh kedua serangga (jantan dan betina) (Klowden, 2002).
Feromon sex sintetik sudah banyak diproduksi dan merupakan salah satu produk penting
dalam pengendalian hama (Nation, 2002).
Feromon yang dihasilkan oleh suatu serangga dapat memiliki lebih dari satu
fungsi, tergantung pada konteks tingkah laku dan lingkungan. Feromon dengan
multifungsi disebut sebagai feromon parsimony. Sebagai contoh suatu feromon sex yang
dihasilkan oleh ratu lebah madu (Apis mellifera) dapat berfungsi menarik pekerja untuk
bergerombol mengelilinginya dan mempengaruhi jantan untuk kawin tetapi hanya pada
saat feromon tersebut dibebaskan beberapa meter di atas udara sebagai jarak normal bagi
lebah madu untuk kawin (Gary, 1962 dalam Nation, 2002).
Eklosi merupakan proses terbentuknya serangga dewasa dari pupa.Perubahan
tingkah laku serangga selama proses molting di picu oleh kerja eclosion hormone.
Sebuah hormon peptida yang disekresikan oleh sel sel dari sistem saraf serangga,
terutama otak yang memicu urutan peristiwa yang menyebabkan munculnya serangga
dewasa dari pupa (A Dictionary of Biology, 2004).










Gambar 1. Produksi Hormon eclosion (Truman, J.W. 1973)
Dari gambar diatas menggambarkan bahwa EH di transportasikan dan di keluarkan ke
darah dari carpora cardiaca menuju abdominal ganglia. Hormon eclosion pertama kali
ditemukan pada ngengat (Truman, 1970). Disintesis dan diproduksi oleh dua pasang
sel neurosecretory ventromedial di otak (Horodyski, 1993).
Hormon Eclosion (EH) memulai pelepasan CCAP dari sel-sel ventral ganglion
yang menonaktifkan perilaku pre-ecdysis dan bersama-sama dengan EH mengaktifkan
perilaku ecdysis. CCAP bertanggung jawab sebagai motor pemicu dalam menyelesaikan
ecdysis. EH juga terlibat bersama hormone bursicon untuk pengerasan kutikula
(Klowden, 2007).
Menurut Barodji et al. (1985) pupa membutuhkan waktu dua hari untuk menjadi
dewasa. Tahap pupa merupakan tahap dorman yang tidak membutuhkan makanan.
Proses molting pada larva melalui dua tahap, tahap pertama disebut apolisis dan tahap
kedua disebut ekdisis. Apolisis adalah proses terlepasnya kutikula dari epidermis
sedangkan ekdisis adalah proses terlepasnya sisa-sisa kutikula lama (Chapman 1971
dalam Supriyadi 1991).














DAFTAR PUSTAKA


Barodji, Sularto T, Bambang H, Widiarti, Pradhan GD & Shaw RF. 1985. Life Cycle
Study of Malaria Vector Anopheles aconitus Donitz in the Laboratory. Bull.
Penelit. Kes. 13: (1) 7 hal.
Cymborowski, B. 1992. i P.W.N. Polish Scientific Publishers. Warsawa.
Horodyski FM, Ewer J, Riddiford LM, Truman JW (1993) Isolation, characterization
and expression of the eclosion hormone gene of Drosophila melanogaster. Eur J
Biochem 215:221228.
Klowden, M.J. 2002. Physiological system in insects. Acad. Press. London.413 pp.
Klowden MJ. 2007. Physiological Systems in Insects. Second Edition. Academic Press,
Elsevier. Burlington, 01803, USA. 688p.
Nation, L.N. 2002. Insect physiology and biochemistry. CRC Press. New York. 485 p.
Rifai, M.A. 2004. Kamus Biologi. Balai Pustaka. Jakarta.
Shorey, H.H. 1973. Behavioral responses to insect pheromones. Annu, Rev. Entomol.,
18:349-380.
Supriyadi. 1991. Respon Perkembangan Dan Pertumbuhan Stadium Pradewasa
Anopheles aconitus Donitz. (Diptera: Culicidae) Terhadap Suhu Konstan.
[Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Truman, J. W. & Riddiford, L. M. (1970) Neuroendocrine control of ecdysis in
silkmoths, Science 167, 1624-1626.
Truman, J.W. 1973. How moths turn on a study of the action of Hormones on the
nervous system. Amer. Sci. 61: 700-706.
"eclosion hormone." A Dictionary of Biology. 2004. Encyclopedia.com. 8 Jun. 2014
<http://www.encyclopedia.com>.

Anda mungkin juga menyukai