Anda di halaman 1dari 33

1

REFERAT ICU

NUTRISI PADA
PASIEN NEUROCRITICALLY ILL










Oleh :
dr. Clara Krishanti

Moderator :
Dr. dr. Retnaningsih, SpS(K)-KIC








BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2014


2


DAFTAR ISI


1. Pendahuluan ..................................................................................................................... 3
2. Penilaian Nutrisi.............................................................................................................. 4
Penilaian Subjektif Global ..................................................................................... 7
Balans Nitrogen ..................................................................................................... 12
Vitamin/Mineral .................................................................................................... 13
Kalorimetri Indirek .............................................................................................. 13
3. Jenis Suport Nutrisi ..................................................................................................... 15
Nutrisi Enteral ........................................................................................................ 15
Nutrisi Parenteral Total ...................................................................................... 23
Sindroma Refeeding .............................................................................................. 26
4. Critical Care pada Kelainan Neurologis .............................................................. 27
Pertimbangan Khusus .......................................................................................... 27
Persamaan Harris-Benedict pada Perawatan Kritis ................................. 27
Kesimpulan ............................................................................................................... 32
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 33








3

BAB I
PENDAHULUAN

Status gizi mencerminkan sejauh mana kebutuhan fisiologis individu terpenuhi.
Perlu ada keseimbangan antara asupan gizi dan kebutuhan gizi. Nutrisi merupakan
masalah yang signifikan sebagai sumber dan pengendali dari beberapa keluaran klinis
utama yang berakibat pada kematian atau kecacatan. Malnutrisi adalah penyerta umum
untuk stres penyakit di antara pasien rawat inap yang terkontribusi terhadap mortalitas
dan morbiditas. Ketika masalah tersebut diketahui maka reversibel, namun sering tidak
teridentifikasi. Insiden malnutrisi yang tidak diperbaiki pada pasien rawat inap
digambarkan lebih dari 25 tahun yang lalu. Sejak itu, orang lain telah melaporkan
kejadian gizi buruk pada populasi pasien ini dengan derajat yang berbeda-beda
tergantung pada keadaan dan perhitungan yang digunakan.
1,2

Asupan gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk budaya, ekonomi,
emosional, preferensi agama, sikap dan aturan makan, kondisi penyakit, nafsu makan,
kemampuan untuk makan, dan kemampuan untuk menyerap nutrisi secara memadai.
Idealnya, asupan gizi akan seimbang dengan kebutuhan gizi. Kebutuhan ini dipengaruhi
oleh faktor-faktor termasuk stress, penyakit menular, trauma, demam, pertumbuhan
dan perkembangan yang diharapkan, kehamilan, berbagai tingkat ketegangan dan
aktivitas.
1

Di unit perawatan kritis ilmu saraf (neurosciences critical care unit NSU),
perawat akan melengkapi proses penyaringan awal untuk mengidentifikasi individu
yang mungkin berada status gizi berisiko. Individu tersebut akan didatakan kepada
Layanan Gizi untuk evaluasi dan penilaian lebih lanjut..
1,3

Ketika nutrisi yang cukup diambil untuk mendukung kebutuhan fisiologis
bersamaan dengan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kebutuhan metabolik, maka
status gizi yang ideal harus dicapai. Pertumbuhan dan perkembangan yang memadai,
kesehatan yang baik, aktivitas sehari-hari, dan perlindungan dari penyakit juga dicapai
dengan status gizi optimal.
3

4

BAB II
PENILAIAN NUTRISI

Pasien dirawat di rumah sakit saat ini umumnya menderita penyakit yang lebih
akut dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Evaluasi status gizi dengan screening
harus dilakukan secara rutin pada semua individu di rumah sakit untuk
mengidentifikasi pasien yang akan diuntungkan dari adanya intervensi gizi tersebut.
Jenis evaluasi akan berbeda-beda tergantung pada penilaian dasar akan kesehatannya
dan evaluasi yang lebih dalam bagi mereka dengan penyakit akut, kritis atau sakit
kronis.
2

Skrining ini dapat diselesaikan oleh seorang ahli diet, teknisi, perawat, dokter,
atau petugas peduli kesehatan yang terkualifikasi. Petugas kesehatan lainnya dapat
membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan untuk proses skrining.
Pertanyaan skrining sederhana, cepat, dan lengkap. Data yang diperoleh bergantung
pada informasi yang dikumpulkan pada basis reguler. Pertanyaan skrining gizi yang
paling umum digunakan oleh NSU tercantum dalam Tabel 1.
3


From: Current Clinical Neurology
Critical Care Neurology and Neurosurgery
Edited by: J. I. Suarez Humana Press Inc., Totowa, NJ
5

Setelah pasien diidentifikasi melalui proses penyaringan, evaluasi menyeluruh
dilakukan. Evaluasi ini adalah penilaian gizi. Penilaian gizi didefinisikan oleh American
Dietetic Association (Council on Practice, 1994) sebagai pendekatan yang komprehensif
yang dilengkapi oleh ahli diet teregistrasi untuk mendefinisikan status gizi dengan
menggunakan riwayat medis, sosial, nutrisi dan obat-obatan, pemeriksaan fisik,
pengukuran antropometri, dan data laboratorium. Penilaian gizi melibatkan evaluasi
yang akurat dari derajat malnutrisi dan harus bergantung pada keahlian dari ahli diet
terlatih untuk menggunakan teknik dari antropometri, penilaian biokimia dan informasi
global.
Di rumah sakit berbagai jenis malnutrisi dapat terjadi. Seorang pasien dapat
menampilkan malnutrisi protein (kwashiorkor), malnutrisi protein - kalori (marasmus)
atau kombinasi di atas (kwashiorkormarasmus) (Tabel 2). Sebagai standar pedoman
perawatan gizi klinis untuk mengevaluasi pasien lihat bagian Lampiran dalam buku ini .
Informasi ini digunakan sebagai dasar dalam mengevaluasi keadaan medis pada dewasa
dan atau pasien bedah di rumah sakit umum dan sesuai dengan perawatan intensif
termasuk NSU.
3


6


7

PENILAIAN GLOBAL SUBJEKTIF
Berbeda dengan penilaian anthropometrik dan biokimia yang digunakan untuk
penilaian gizi, terdapat suatu ukuran screening sebagai Penilaian Global Subjektif dari
status gizi. Pendekatan dengan pengamatan atau observasi yang diperlukan untuk
penilaian klinis yang baik sebagai informasi yang dirakit dengan bantuan wawancara.
Dengan teknik-teknik ini didapatkan suatu pedoman observasi untuk profesional
kesehatan.
4

Penilaian Global Subjektif secara ringkas meliputi evaluasi terhadap:
4

1. Riwayat
a. Perubahan berat badan
b. Perubahan asupan makanan - yang berkaitan dengan normal
c. Setiap perubahan gastrointestinal yang bertahan lebih dari 2 minggu
(termasuk mual, diare, muntah, sembelit)
d. Setiap perubahan fungsional dan untuk berapa lama
2. Pemeriksaan fisik (misalnya, hilangnya jaringan adiposa dan edema).
3. Tingkat Penilaian Global Subjektif berdasarkan pengamatan secara keseluruhan
dan wawancara terhadap status gizi (malnutrisi) yang baik, sedang, dan buruk.

Evaluasi Fisik terhadap Status Nutrisi
Tanda-tanda fisik dari kekurangan gizi seringkali ringan, tidak spesifik, dan sulit
dibedakan dari masalah non-gizi. Semakin besar jumlah tanda-tanda ini, yang umum
untuk kekurangan zat gizi tertentu, semakin besar kekurangan gizi tersebut benar
adanya. Temuan harus dikonfirmasi dengan pengukuran antropometri, riwayat diet dan
atau tes biokimia. Tanda-tanda fisik dari kekurangan gizi tercantum dalam Tabel 3
berdasarkan area pemeriksaan.
3,4

8


9



10

Definisi dari Status Protein dan Status Jaringan Adiposa
3,4,5

Ketika penilaian nutrisi telah lengkap, rencana penatalaksanaan nutrisi dapat
dibuat dan diaktivasi. Sehingga, rencana ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan
pasien.

Protein Viseral
Protein viseral terdiri dari protein serum bersirkulasi dan protein yang
ditemukan dalam organ. Protein digunakan untuk menilai status gizi termasuk albumin,
transferrin, prealbumin, dan protein pengikat retinol. Pengukuran status protein viseral
digunakan sebagai indeks malnutrisi energi protein. Faktor-faktor non-nutritif yang
dapat mempengaruhi konsentrasi protein ini termasuk stres, sepsis, status hidrasi,
kehamilan, pengobatan, dan sintesis protein tereduksi karena status penyakit yang
diderita.
Albumin
Albumin merupakan indikator sintesis protein yang paling banyak
digunakan. Albumin dapat menentukan beratnya malnutrisi yang ditunjukkan
dari berkurangnya protein sekret:
Normal 3.5-5.0 g/dL
Deplesi ringan 2.8-3.4 g/dL
Deplesi sedang 2.1-2.7 g/dL
Deplesi berat <2.1 g/dL

Transferrin
Transferrin merupakan indikator status protein viseral yang sedikit lebih
sensitif karena waktu paruhnya lebih pendek. Konsentrasi serumnya dapat
dijadikan acuan untuk penilaian nutrisi:
Normal 200-400 mg/dL
Deplesi ringan 150-200 mg/dL
Deplesi sedang 100-150 mg/dL
Deplesi berat <100 mg/dL



11

Prealbumin
Prealbumin merupakan indikator yang lebih sensitif untuk status protein
dengan waktu paruh serumnya hanya 2-3 hari. Sintesisnya sangat sensitif
terhadap stres akibat cedera dan infeksi akut, dan merupakan salah satu variabel
metabolik pertama yang menunjukkan naiknya kebutuhan sintesis protein
selama kondisi stres. Monitor dari serum prealbumin dapat membantu
pemantauan yang adekuat untuk pemulihan nutrisi:
Normal 7-22 mg/dL Usia lahir s/d 11 tahun
12-30 mg/dL Usia 12-20 tahun
19-38 mg/dL Usia 21-64 tahun
11-29 mg/dL Usia > 65 tahun
Tingkat deplesi
Deplesi ringan 10-15 mg/dL
Deplesi sedang 5-10 mg/dL
Deplesi berat <5 mg / dL

Protein Somatik
Protein somatik adalah protein otot skeletal, yang dapat dinilai dengan
menggunakan marker yang berbeda-beda seperti sebagai indeks tinggi-kreatinin (CHI),
lipatan kulit trisep (TSF), lingkar otot lengan-tengah (MAMC), dan penurunan berat
badan. Penurunan berat badan, dari waktu ke waktu, berguna untuk menilai status
protein somatik dan dapat diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, atau berat.
Persentase ringan dari penurunan berat badan adalah penurunan (kurang dari) 1%
berat badan dalam 1 minggu, 2% dalam 1 bulan; 5% dalam 3 bulan; dan 7,5% dalam 6
bulan. Persentase penurunan berat badan sedang adalah 1-2% dalam 1 minggu, 5%
dalam 1 bulan; 7,5% dalam 3 bulan, dan 10% dalam 6 bulan. Persentase berat dari
penurunan berat badan adalah (lebih besar dari) 3% dalam 1 minggu, 6% dalam 1
bulan; 8% dalam 3 bulan, dan 11% dalam 6 bulan.

Jaringan Adiposa
Jaringan adiposa adalah jaringan yg terdiri dari massa berupa sel-sel lemak.
Berat badan sebagai persentasi dari berat badan ideal (IBW), diklasifikasikan untuk
derajat kurangnya nutrisi sebagai berikut:
12

Normal 90-100% IBW
Deplesi ringan 80-90% IBW
Deplesi sedang 70-80% IBW
Deplesi berat <70% IBW
Overweight >120% IBW
>150% = obese
>200% = morbidly obese
BALANS NITROGEN
Keseimbangan nitrogen digunakan sebagai indeks status protein. Hal ini
menentukan jumlah nitrogen yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan nitrogen
dengan menilai kehilangan nitrogen urin, yang menentukan keparahan katabolisme
protein dan kecukupan rejimen gizi individu. Balans nitrogen positif menunjukkan
retensi nitrogen yang dihasilkan dari pertumbuhan, kehamilan, pelatihan atletik dan
pemulihan dari penyakit. Balans nitrogen negatif menunjukkan hilangnya nitrogen,
yang mungkin akibat dari kuantitas atau kualitas yang tidak mencukupi dari asupan
protein, asupan kilokalori tidak memadai, atau percapatan katabolisme protein. Balans
nitrogen nol menunjukkan keseimbangan nitrogen. Tujuan terapi nutrisi adalah balans
positif 4 g nitrogen per hari. Keseimbangan nitrogen adalah perbedaan antara asupan
nitrogen dan output yang dihitung untuk klinis tujuan sebagai berikut.
3,6



Dalam rumus di atas, asupan nitrogen dihitung dengan membagi asupan protein
selama 24 jam (enteral dan parenteral) dengan faktor. yang merupakan persen nitrogen
dalam protein. Karena sekitar 90% dari output nitrogen harian diekskresikan sebagai
urea, keluaran nitrogen diperkirakan sebagai nitrogen urea dalam urin untuk periode
24 jam yang sama. Dalam perhitungan ini ditambahkan konstanta hilangnya nitrogen
nonurea urin sebanyak 2 g. Kehilangan nitrogen dalam tinja dan integumen kulit,
rambut, dan kuku dikonversi dengan menambahkan 0,02 g nitrogen per kg berat badan
13

atau total sekitar 4 g. Keseimbangan nitrogen yang dihitung dengan metode ini memiliki
kelemahan dalam pengumpulan data. Perhitungan ini sulit diaplikasikan untuk pasien
dengan luka bakar, diare, muntah, fistula drainase, perdarahan, kehilangan pada
pencernaan bagian atas, dan kerugian nitrogen lainnya. Hal-hal tersebut akan
menegatifkan keseimbangan nitrogen. Balans nitrogen membutuhkan pengumpulan
data yang akurat. Rumus balans nitrogen ini tidak valid pada pasien dengan penyakit
ginjal.
3,5,6

Balans nitrogen merupakan sarana berharga untuk mengevaluasi apakah
anabolisme telah tercapai dengan terapi nutrisi. Keseimbangan ini harus diukur setelah
cara pemberian diet ditetapkan dan dalam hubungannya dengan evaluasi kebutuhan
lainnya untuk menilai kecukupan akan dukungan nutrisi. Meskipun balans positif dari
2-4 g nitrogen per hari merupakan yang diinginkan untuk mencukupi status anabolik,
tujuan manajemen untuk pasien dengan sakit kritis akan tercapai dengan kehilangan
nitrogen minimal. Setelah keadaan stres teratasi, keseimbangan nitrogen positif dapat
diwujudkan.
4

VITAMIN/MINERAL
Asupan vitamin dan mineral yang adekuat diperlukan. Tunjangan diet yang
dianjurkan (RDA) dan referensi asupan makanan (DRI) memberikan suatu pedoman.
Setiap individu memerlukan suplementasi tergantung pada status gizi pada masuk,
diagnosis, riwayat kesehatan, terapi, distribusi nutrisi selama rawat inap, dan asupan
gizi.
3

KALORIMETRI INDIREK
3,5,7

Kalorimetri indirek digunakan untuk individu yang memiliki kondisi medis, yang
membuat suatu persamaan sulit digunakan untuk memperkirakan kebutuhan energi.
Karbon dioksida dihasilkan sebanding dengan tingkat metabolisme, digunakan untuk
menghitung pengeluaran energi istirahat (REE). Gerbong metabolik mengukur asupan
oksigen dan pembentukan karbon dioksida untuk perhitungan ini. Pasien baik dengan
napas spontan maupun ventilator-dependen dapat dievaluasi dengan menggunakan
kalorimetri indirek dalam jumlah waktu yang minimal. Metode ini mengukur REE, yang
terdiri dari pengeluaran energi basal (BEE), dan kebutuhan metabolisme dari pasien
sadar, stres, keadaan sakit, aksi termal dinamis akibat makanan dan atau trauma. Untuk
14

menyertakan adanya aktivitas fisik, REE dikalikan dengan faktor aktivitas 1.0-1.3 untuk
menghitung pengeluaran total energi (TEE).
Oksidasi setiap kelompok gizi berkembang pada pembagian tingkat pernapasan
(RQ) tertentu. RQ adalah rasio karbon dioksida terekspirasi terhadap jumlah oksigen
terinspirasi atau RQ = VCO2/O2. RQ dapat diketahui dari kalorimetri indirek untuk
menilai penggunaan nutrisi dan diterapkan untuk memodifikasi dukungan nutrisi
pasien. RQ ini didasarkan pada asumsi bahwa semua energi berasal dari oksidasi
karbohidrat, protein, dan lemak. Jumlah oksigen diserap dan karbon dioksida yang
dihasilkan cukup deskriptif dan tidak berubah untuk setiap sumber pembakaran. RQ
untuk lemak adalah 0.70; oksidasi karbohidrat (glukosa) adalah 0.95-1.00; oksidasi
protein adalah 0.80-0.82; oksidasi campuran diet adalah 0.85; ketosis kurang dari 0.60.
Diet campuran dengan RQ 0.85 adalah tujuan yang optimal. RQ lebih besar dari 1.0
dapat terjadi ketika asupan karbohidrat (glukosa) atau asupan kalori total berlebihan.
Biasanya dalam situasi ini total kalori harus dikurangi. Jika RQ sama dengan 1.0,
disarankan untuk mengurangi karbohidrat dan meningkatkan lipid (lemak). Jika RQ
kurang dari 0.82, energi total mungkin perlu ditingkatkan.
Faktor-faktor tertentu selama pengukuran kalorimetri indirek perlu
dipertimbangkan mengenai kehandalannya dalam evaluasi: (1) pasien harus terjaga,
saat istirahat, dan dalam posisi terlentang, (2) pasien yang makan harus dievaluasi
pengukuran 2 jam setelah makan, (3) dukungan nutrisi tidak boleh terganggu selama
pengukuran, (4) individu yang memiliki aktivitas berat seperti terapi fisik
membutuhkan pengukuran yang diperoleh setidaknya 1 jam setelah kegiatan tersebut;
(5) pengukuran harus diperoleh ketika tanda-tanda vital dan pengaturan ventilator
stabil; (6) kalorimetri indirek memiliki kecenderungan untuk menjadi tidak akurat
ketika pengaturan oksigen pada ventilator lebih besar dari 50%; (7) kalorimetri indirek
bukanlah dari nilai dengan udara terekspirasi yang tidak komplit atau jika hanya
sebagian oksigen terinspirasi saja yang diperoleh.






15

BAB III
JENIS SUPORT NUTRISI


Berbagai defisit neurologis dapat mempengaruhi sistem saraf otonom,
hipothalamus, hipofisis, dan batang otak. Gangguan ini dapat mempengaruhi nafsu
makan, penggunaan energi basal, pencernaan dan stabilitas yang normal. Kelainan gizi
termasuk cachexia, mengurangi kebutuhan energi seperti pada para atau kuadriplegia,
serta meningkatkan metabolisme seperti cedera otak traumatis (TBI). Semua faktor ini
dapat berdampak pada metode yang diinginkan untuk mengukur dukungan nutrisi.
1,2


NUTRISI ENTERAL
1,3,7

Untuk asupan per oral, patut mempertimbangkan diagnosis pasien saat itu,
riwayat medis dan kebutuhan untuk modifikasi konsistensi makanan berdasarkan
kemampuan mengunyah dan menelan. Dukungan nutrisi mungkin perlu
dipertimbangkan sebagai pengobatan jangka pendek atau jangka panjang untuk
menghindari nutrisi yang tidak memadai dengan kelainan neurologis individu . Saluran
pencernaan (GI) adalah rute pilihan untuk dukungan gizi dengan penggunaan nutrisi
parenteral total jika saluran pencernaan tidak berfungsi. Penggunaan rute enteral akan
menurunkan terjadinya translokasi bakteri, meningkatkan integritas usus mukosa dan
aktivitas enzimatik, serta meningkatkan status gizi secara keseluruhan bila
dibandingkan dengan nutrisi parenteral. Pada Gambar 1, disajikan algoritma untuk
membantu pengambilan keputusan tentang jenis dukungan nutrisi untuk dipenuhi.
Banyak pasien dirawat di NSU menerima makan melalui selang. Untuk nutrisi via selang
ini, berbagai formula ditawarkan. Penting juga bahwa sebelum mempertimbangkan
jenis makanan melalui selang, peninjauan kembali akan indikasi, klinis ketika dukungan
enteral dapat dilaksanakan, dan kontraindikasi terhadap nutrisi enteral dipastikan
seperti yang disajikan di bawah ini.
16


Gambar 1. Algorithm to help with decision making regarding type of nutrition support to be initiated
17

Indikasi untuk Dukungan Nutrisi Enteral
Fungsi saluran pencernaan yang tidak mencukupi (<80%) selama diberikan
asupan nutrisi dalam memenuhi kebutuhan
Malnutrisi Protein-Kalori (PCM) dengan asupan oral yang tidak memadai untuk
72 jam sebelumnya dan diperkirakan kurangnya perbaikan dalam beberapa
waktu ke depan
Disfagia berat
Output fistula enterocutaneous rendah (<500 mL sisa residu per hari)
Pasien malnutrisi dengan AIDS
Klinis ketika Dukungan Nutrisi Enteral masih mungkin Membantu
Paska operasi besar
Transplantasi organ dengan status NPO terantisipasi > 4 hari
Ventilasi mekanis
Sindrom usus-pendek dengan minimal 100 cm usus kecil dan 150 cm panjang
ileum
Pankreatitis ringan
Obstruksi esofagus
Terapi radiasi
Neoplasma
Penyakit kejiwaan yang mengakibatkan buruknya intake per oral
Cachexia jantung
Multisystem organ failure
Kegagalan hepatik
Kontraindikasi untuk Dukungan Nutrisi Enteral
Obstruksi mekanik komplit pada usus
Kurangnya daya serap usus
Ileus atau hipomotilitas usus berat
Output fistula enterocutaneous rendah (<500 mL residu enterik per hari)
Pankreatitis akut berat
Intoleransi terhadap pemberian makanan enteral seperti yang ditunjukkan
oleh adanya residu tinggi, distensi abdomen, atau ileus
Perdarahan besar saluran pencernaan
Muntah berkepanjangan
18

Enterocolitis berat
Prognosis pasien yang tidak menjamin dukungan nutrisi yang agresif
Apabila dukungan nutrisi ditolak oleh pasien atau wali sah dan sesuai dengan
masing-masing kebijakan lembaga dan hukum negara tertentu
Prinsip Dasar yang Perlu Dipertimbangkan dalam Pemberian Obat
terhadap Pasien dengan Dukungan Enteral
Jika pasien mampu untuk minum obat per oral
Obat cair adalah bentuk sediaan yang lebih digunakan
Hindari menghancurkan obat-obatan, kecuali dinyatakan disetujui oleh
produsen
Alirkan feeding tube dengan 30 mL air sebelum dan setelah pemberian obat
Ketika beberapa obat harus diberikan secara bersamaan, semua obat harus
dberikan secara terpisah, dan tube (selang) dialirkan dengan setidaknya 5 mL air
setelah setiap dosis
Jangan menambahkan obat langsung ke susu formula (makanan)
Tahan selang ketika memberikan obat - ini sangat penting untuk fenitoin .
Obat dan nutrisi enteral: yang penting untuk diingat adalah propofol, sangat
umum digunakan sebagai sedatif di NSU, adalah formulasi lipid 1.1 Kcal/ml
(10% lipid). Oleh karena itu, kebutuhan gizi perlu disesuaikan. Selalu
berkonsultasi dengan apoteker (farmasi) untuk pertanyaan mengenai
kompatibilitas dari obat-obatan dan makanan enteral.

Terkadang pasien mungkin memiliki masalah toleransi pemberian nutrisi secara
enteral. Pada Tabel 4, kami merekomendasikan solusi untuk membantu permasalahan
pasien.
19




20

Pilihan Produk untuk Nutrisi Enteral
Pilihan yang tepat produk nutrisi enteral penting (lihat Lampiran). Produk
enteral umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:
Protein Intak/Bebas Laktosa: harus digunakan untuk pasien dengan fungsi
saluran pencernaan yang normal dengan stres metabolik atau cedera minimal.
Cocok untuk penyakit ringan atau bedah minor, termasuk formula yang
mengandung serat.
Protein Intak/Bebas Laktosa/Densitas Tinggi Kalori: harus digunakan untuk
pasien dengan fungsi saluran pencernaan normal, yang membutuhkan cairan
atau restriksi volume dan mengalami stres metabolik atau cedera minimal.
Cocok untuk penyakit ringan atau bedah minor. Juga cocok untuk pasien dengan
fungsi GI normal, tetapi mengalami stres metabolik sedang hingga berat atau
untuk penyembuhan luka dan luka postoperasi.
Peptide (Diet "Semielemental"): harus digunakan untuk pasien dengan
penurunan fungsi GI sedang hingga berat dan stres metabolik minimal sampai
sedang atau cedera termasuk output fistula enterocutaneous yang rendah, AIDS,
sindrom malabsorpsi, sindrom iritasi usus (IBD), usus pendek, dan pankreatitis
ringan.
Asam Amino Bebas (Diet Elemental): diindikasikan untuk pasien dengan
penurunan fungsi GI sedang hingga berat, dan dalam kondisi stres metabolik
yang sedang hingga berat .
Protein Intak/Bebas Laktosa/Densitas Tinggi Kalori/Rendah Elektrolit:
biasanya ditujukan kepada pasien dialisis untuk menyediakan makanan tinggi
kalori, tinggi protein pada keadaan restriksi cairan dengan administrasi
elektrolit yang tepat .
Protein Intak/Bebas Laktosa/Tinggi Lemak/Rendah Karbohidrat/Padat Kalori:
diindikasikan untuk pasien dengan kondisi signifikan pernapasan dan paru
dengan peningkatan retensi atau produksi CO2.



21


22



23

NUTRISI PARENTERAL TOTAL
3,5,7,8

Nutrisi Parenteral Total (TPN) dapat disediakan untuk pasien yang bukan
merupakan kandidat untuk pemberian nutrisi enteral (Gambar 1). Berikut ini kami
hadirkan indikasi, komplikasi, dan panduan administrasi untuk TPN/lipid.

Indikasi untuk Nutrisi Parenteral Total
Termasuk untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi pemberian makanan
enteral. Indikasi lainnya adalah pasien yang tidak diberikan nutrisi per oral (NPO)
untuk 5 hari atau lebih; malabsorpsi berat dengan gizi buruk; obstruksi GI atau ileus
selama 5 hari atau lebih; pankreatitis akut sedang hingga berat dengan nyeri; pasien
katabolik parah dengan atau tanpa malnutrisi ketika saluran pencernaan tidak dapat
digunakan (atau diantisipasi menjadi tidak dapat digunakan) dalam 5-7 hari. Terdapat
klinis lainnya dimana TPN juga membantu termasuk: saat stres sedang hingga berat
seperti trauma atau operasi besar bila asupan enteral diperkirakan tidak mencukupi
dalam waktu 7-10 hari, fistula enterocutaneous, penyakit radang usus, dan hiperemesis
gravidarum ketika mual dan muntah berlangsung kurang dari 7-10 hari. Sebagian kecil
pasien akan membutuhkan nutrisi parenteral perifer (PPN) terutama mereka yang
membutuhkan nutrisi parenteral jangka pendek (< 7 hari) dan dalam situasi di mana
akses pusat untuk dukungan nutrisi tidak tersedia.

Administrasi TPN
TPN dapat diberikan berkelanjutan selama lebih dari 24 jam (cocok untuk
kebanyakan pasien rawat inap) atau dalam siklus terjadwal. Berikut ditunjukkan
beberapa rekomendasi berdasarkan penatalaksanaan TPN pada pasien NSU.
Inisiasi TPN: Pedoman berikut dapat diikuti ketika mengaplikasikan TPN.
Konsentrasi continuous-dextrose lebih besar dari 10% harus diinfuskan pada
satu setengah kali nilai akhir selama 12 jam, kemudian ditingkatkan menjadi
nilai akhir.
Cycled-TPN harus diinfuskan selama 12-18 jam dalam semalam. Ketika awal,
dimulai dari 50 mL per jam selama 30 menit, meningkat menjadi 110 mL / jam
(atau nilai akhir jika <100 mL / jam) selama 30 menit, kemudian meningkat ke
nilai akhir (jika lebih besar).
24

Emulsi lemak harus diinfuskan pada jadwal yang sama sebagai solusi
dekstrosa, namun tidak perlu di tapering.
Menghentikan TPN: Begitu keputusan telah dibuat untuk menghentikan TPN,
rekomendasi berikut berguna untuk menghindari komplikasi.
Membalikkan jadwal taper.
Memantau hipoglikemia.
Jika TPN harus dihentikan segera, berikan solusi dekstrosa 10% dan kemudian
tapering secara bertahap.
Monitoring: Selama pemberian TPN ada beberapa parameter yang perlu diikuti
secara hati-hati sebagai berikut.
Awal: Chem 23, prealbumin, hitung sel darah lengkap (CBC).
Harian: berat badan, asupan dan keluaran.
Dua kali seminggu: Chem 10
Mingguan: Chem 16, CBC count prealbumin

Emulsi Lemak
Tambahan kalori dan asam lemak esensial dapat diberikan dengan 10% lipid -
1.1 Kcal / mL, atau 20% lipid -2.0 Kcal / mL. Pilihan 10% atau 20% tergantung pada
jumlah kebutuhan cairan pasien. Sepuluh persen emulsi lemak akan membutuhkan
kira-kira dua kali lebih banyak volume cairan dari emulsi lemak 20% untuk jumlah
kalori yang sama.

Komplikasi Nutrisi Parenteral Total
Komplikasi utama TPN umumnya berhubungan dengan infeksi kateter atau
gangguan elektrolit / metabolik (Tabel 5 dan 6). Namun, efek samping klinis penting
lainnya dari TPN yang perlu dipertimbangkan adalah status defisiensi dan kelainan
fungsi hati. Pasien TPN jangka panjang beresiko kekurangan vitamin, mineral, dan asam
lemak. Instruksi TPN harus mencakup lipid dan dilengkapi dengan vitamin dan mineral.
Kelainan hati sering terjadi pada pasien TPN. Penyebabnya tidak jelas dan mungkin
multifaktorial. TPN-terkait kelainan hati dapat diminimalkan dengan tidak kelebihan
diet terutama glukosa, dan dengan cycling-TPN. Asam ursodeoxycholic harian (600-900
mg/hari) dapat menurunkan kelainan tes fungsi hati kolestatik pada pasien dengan TPN
jangka panjang.
25




26

SINDROMA REFEEDING
7,8

Pada pasien dengan malnutrisi sedang-berat, refeeding secara enteral atau
parenteral dapat mengakibatkan perangsangan perubahan konsentrasi serum fosfat,
magnesium, dan kalium. Konsentrasi rendah dari serum elektrolit tersebut dapat
menunjukkan fenomena refeeding. Hal ini dapat terjadi akibat cepat dan banyaknya
administrasi nutrisi pada pasien yang sedang dalam proses peralihan dari status
kelaparan ke status anabolik. Kemungkinan komplikasi yaitu termasuk kelemahan otot
umum, tetani, disfungsi miokard termasuk disritmia kardia, aritmia, kejang, retensi
natrium dan air berlebihan, komplikasi paru, anemia hemolitik, disfungsi fagosit dan
kematian akibat gagal jantung atau napas. Untuk pasien dengan peningkatan risiko
untuk refeeding syndrome, penting untuk memantau elektrolit (magnesium, fosfor,
kalium) setiap hari dan dipenuhi sesuai keperluan untuk mengurangi risiko pergeseran
berat.
Rekomendasi berikut harus diikuti untuk menghindari refeeding syndrome:
8

1. Mengantisipasi masalah setiap kali "pasien beresiko" makan (penurunan berat badan
dan penambahannya kembali sewaktu-waktu).
2. Tujuan gizi awal harus tidak melebihi 20-30 Kcal/kg/hari atau antara 800 dan 1000
Kcal/hari awalnya. Dapat ditingkatkan untuk keperluan keadaan stres 25-35
Kcal/kg/hari dan 1,5 g Pro/kg/hari lebih dari 1-2 minggu, dengan toleransi minimal
pemberian 3 hari.
3. Memantau erat fosfor, magnesium, dan kalium, terutama selama minggu pertama dari
suport gizi dan suplemen yang diperlukan.
4. Memberikan suplemen vitamin, khususnya tiamin.
5. Memantau kelebihan cairan dan gagal jantung kongestif.









27

BAB IV
CRITICAL CARE PADA KELAINAN NEUROLOGIS


PERTIMBANGAN KHUSUS
Kelainan neurologis yang berada di luar pedoman yang sudah disediakan
membutuhkan pertimbangan dan akan dibahas di bawah. Nutrisi dini telah dikaitkan
dengan pemulihan neurologis yang lebih cepat dan lebih baik terhadap kelangsungan
hidup pasien TBI. Beberapa dokter memperkirakan kebutuhan energi berdasarkan
berat aktual. Biasanya, berat di atas 125% yang diinginkan disesuaikan dan berat yang
disesuaikan ini digunakan untuk perhitungan. Berat yang disesuaikan didefinisikan
sebagai berat aktual dikurangi berat badan yang diinginkan. Nilai ini dikalikan dengan
25% dan kemudian ditambahkan ke berat badan yang diinginkan.
3


PERSAMAAN HARRIS-BENEDICT DALAM PERAWATAN KRITIS
Persamaan Harris-Benedict sering digunakan dalam perawatan kritis untuk
menghitung kebutuhan kalori pasien. Penggunaan persamaan Harris-Benedict tanpa
faktor stres dan aktivitas lebih sering digunakan pada pasien sakit kritis di mana
overfeeding dapat memiliki efek negatif yang signifikan.
1,3

Dalam NSU, persamaan Harris-Benedict 1.25-1.3 gabungan dari faktor stres
dan aktivitas atau 28-30 Kcal/kg/hari, sering digunakan. Situasi variabel untuk pasien
timbul dan harus dipertimbangkan. Kesulitan menyapih, dekubitus, ventilasi mekanis,
berat badan rendah atau kehilangan berat badan, berat badan meningkat karena status
cairan positif atau obesitas, deplesi status protein, gangguan fungsi ginjal, hiperglikemia
tidak terkendali perlu dipertimbangkan ketika menilai kebutuhan kalori. Dalam NSU,
kebutuhan protein ditentukan tergantung pada kondisi pasien dengan rentang 1.1-2.0 g
prot/kg berat badan yang diinginkan atau disesuaikan. Beberapa rekomendasi disajikan
pada Tabel 7.
3,9





28





29


Sepsis
Pasien dengan sepsis berkembang sering secara nutrisi dikompromikan sebelum
terjadi perkembangan infeksi signifikan lebih lanjut. Hal ini penting untuk memberikan
nutrisi yang cukup bagi orang-orang ini jika mereka akan mendapatkan kembali
kesehatan yang lebih baik. Mulailah dengan perhitungan kalori yang dibutuhkan baik
menggunakan persamaan Harris-Benedict atau memperkirakan bahwa individu sepsis
membutuhkan kira-kira 25-35 Kcal/kg/hari. Kalorimetri indirek dapat berguna untuk
penentuan kalori pada individu dengan komplikasi. Kebutuhan protein pada pasien ini
biasanya sekitar 1.2-2.0 g/kgBB/hari. Hiperglikemia harus dihindari dengan
memoderasi karbohidrat/kalori dan rekomendasi lemak harus antara 15% dan 30%
dari total kebutuhan. Beberapa peneliti telah merekomendasikan administrasi yang
disebut imunomodulator seperti nukleotida, asam lemak omega-3, glutamin, dan
arginin.
9,10


Traumatic Brain Injury (TBI)
Respon metabolisme untuk TBI berat yang cukup dramatis. Hipermetabolisme
kadang-kadang setinggi 100 % di atas normal dan peningkatan ini sebanding dengan
tingkat keparahan cedera otak. Manajemen nutrisi melibatkan penilaian kebutuhan
kalori individu dengan cedera. Perhitungan kalori kebutuhan harus mencerminkan
pengeluaran energi saat istirahat (REE), yang meningkat dengan rata-rata 40-75 %
30

[(1.40 -1,75 kal HB (Harris-Benedict)] dan tetap pada tingkat ini selama 10 hari
setelah cedera. Kalori dapat diperkirakan 35-40 Kcal/kg/hari untuk menjelaskan
peningkatan besar dalam tingkat metabolisme. Namun, pada pasien dengan kematian
otak atau koma induksi-barbiturat, REE dapat menurunkan 24-25 % (mulai dari 20 %
sampai 50 %) dari pengeluaran energi yang diprediksi dan harus disesuaikan.
Kebutuhan protein pada TBI diperkirakan 1.5-2.0 g/kg/hari dan bisa meningkat hingga
2.2-2.5 g/kg/hari. Kalori terhadap rasio nitrogen dalam kasus ini harus kira-kira 100:1.
Meskipun saluran gastrointestinal (GI) adalah rute disukai untuk pengiriman nutrisi
pada pasien ini, penting untuk dicatat bahwa perubahan dalam fungsi GI dapat terjadi
tanpa adanya trauma abdomen terkait. Pasien dengan TBI parah dapat berhasil diobati
dengan pemberian makanan melalui duodenum atau jejunum, sesuai kebutuhan.
10


Poli-Trauma
Ada beberapa metode untuk menilai kebutuhan energi pada pasien poli-trauma.
Kalorimetri indirek tetap merupakan "standar emas" dengan akurasi terbaik untuk
mengukur kebutuhan energi. Dengan mempertimbangkan semua bentuk dan fase
cedera traumatis, kebutuhan dapat berkisar antara 20-35 Kcal/kg/hari dari berat badan
biasanya. Disarankan bahwa berat badan ideal atau disesuaikan digunakan untuk
individu yang mengalami obesitas untuk menghindari overfeeding. Kebutuhan protein
untuk pasien stres adalah 20-25% dari total asupan gizi protein atau dari 1.5-2.0
g/kg/hari dari berat yang diinginkan atau disesuaikan. Sebuah kisaran yang lebih tinggi
perlu pertimbangan untuk mempromosikan keseimbangan nitrogen atau untuk
meminimalkan kehilangan nitrogen.
3,10


Trauma Medulla Spinalis
Pasien dengan trauma medulla spinalis (SCI) memiliki status ekskresi nitrogen
yang panjang, pembuangan kalsium berlebih, penurunan berat badan yang besar dan
penurunan kebutuhan metabolisme basal. Perawatan awal pasien ini adalah untuk
melindungi mereka dari kerusakan saraf tulang belakang lebih lanjut. Hal ini dicapai
dengan mengatasi edema medula spinalis, pemantauan cairan dan elektrolit,
pencegahan gangguan pernapasan, dan memberikan dukungan umum. Pemeliharaan
kesehatan gizi merupakan unsur penting dalam mencegah perkembangan tekanan
ulkus karena gizi buruk memiliki kecenderungan untuk menyebabkan infeksi. Pasien
31

SCI harus menerima diet berserat tinggi setidaknya 30 g mengandung gandum, produk
dedak/bekatul, sayuran hijau, dan buah-buahan. Perkiraan kebutuhan energi harian
untuk cedera medula spinalis dianjurkan untuk menggunakan berat badan aktual pada
fase akut. Setelah bulan pertama cedera, IBW harus disesuaikan kecuali pasien
diberikan steroid. Untuk pasien paraplegi, IBW disarankan menjadi 4.5 kg di bawah
IBW dari hasil perhitungan, dan untuk kuadriplegi, IBW disarankan menjadi 9 kg di
bawah IBW perhitungan. Kebutuhan kalori didasarkan pada berat badan yang
disesuaikan. Untuk individu paraplegi, digunakan 28 Kcal/kg. Individu kuadriplegi
membutuhkan 23 Kcal/kg.
3,9,10


Penyakit Neurologis Lainnya
Status penyakit neurologis lainnya yaitu termasuk penyakit serebrovaskular,
penyakit Parkinson (PD), amiotropik lateral sclerosis (ALS), multiple sclerosis (MS),
demensia, penyakit Huntington, dan penyakit Alzheimer. Pasien-pasien ini mungkin
menderita masalah yang sama, seperti nutrisi buruk, disfagia, mobilitas rendah,
penurunan kemampuan kognitif, infeksi saluran kemih dan atau gangguan usus maupun
berkemih. Kebutuhan nutrisi untuk orang-orang ini berkisar antara 22 dan 25 Kcal/kg
berat badan aktual atau disesuaikan dan dikoreksi untuk ambulasi. Kebutuhan protein
sekitar 0,8 g/kg. Karena pentingnya interaksi antara diet dan obat-obatan, pasien PD
membutuhkan perhatian khusus. Pasien PD harus makan diet seimbang dengan protein
0,8 g/kg/hari dan karbohidrat terhadap protein rasio 5:1 dalam semua makanan. Diet
rendah protein dapat meningkatkan efek terapi levodopa. Protein dalam diet harus
didistribusikan untuk mengurangi atau menghilangkan asupan pada siang hari.
3,9


Disfungsi Neuromuskular
Disfungsi neuromuskular termasuk sindrom Guillain-Barr (SGB) dan
myasthenia gravis (MG). Untuk SGB, kebutuhan energi harus dinilai dengan kalorimetri
indirek atau 40-45 nonprotein Kcal/ kg. Kebutuhan protein berkisar 2.0-2.5 g/kg dan
dapat dinilai dari 24 jam kebutuhan nitrogen urea pada urin. Fungsi mengunyah dan
menelan sering terganggu dan pemberian makanan enteral dibutuhkan.
2,6




32

KESIMPULAN
Nutrisi merupakan komponen penting pada perawatan pasien secara
keseluruhan. Gizi yang cukup dapat meningkatkan outcome dan memperpendek length
of stay. Banyak pasien yang dirawat di NSU dengan status gizi baik. Namun, sebagian
besar berada pada status gizi beresiko karena dependensi mereka pada sarana nutrisi
alternatif akibat insiden neurologis yang dialami. Evaluasi oleh ahli diet dan
pemantauan terus menerus oleh seluruh tim medis mengenai kecukupan dukungan
nutrisi sangat penting. Tujuan dari terapi gizi adalah untuk mencegah timbulnya deplesi
dari gizi atau memperbaikinya sebelum mencapai suatu perburukan yang signifikan.





















33

DAFTAR PUSTAKA

1. Irwin KJ, Hensin-Petrik M. Disorders and Diseases and Disorder of the
Neurological System in: Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL, Nutrition therapy
and pathophysiology, 2
nd
ed. Cengage Learning, Inc. 2010, pp 617-622.
2. Weissman C. Nutrition in the Intensive Care Unit. Critical Care. 1999 Vol. 3 No. 1
R69-73.
3. Newman NA. Nutrition and Diet Therapy in the Neurosciences Critical Care Unit
in: Suarez JI, Tarsy D, Critical Care Neurology and Neurosurgery. Humana Press
Inc. 2004;14:267-90.
4. Heyland DK et al. Canadian Clinical Practice Guidelines for Nutrition Support in
Mechanically Ventilated, Critically Ill Adult Patients. Journal of Parenteral and
Enteral Nutrition. 2008 Vol. 7 No. 5 p355-68.
5. Diaz JJ, Pousman R, Binkley J, Mills B. Critical Care Nutrition Practice
Management Guidelines. Vanderbilt University Medical Center TICU, SICU, NCU,
BICU. 2004; 44 pages.
6. Anderson ID. Care of the Critically Ill Surgical Patient in: Goldhill DR, Withington
PS, Textbook of Intensive Care Part 4. Nutrition. London: The Medicine Publishing
Company Ltd. 2003;7:1041-59.
7. PDGKI. Pedoman Tata Laksana Gizi Klinik. Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi
Klinik Indonesia (PDGKI), Jakarta, 2008.
8. Finestone HM dan Greene-Finestone LS. Rehabilitation medicine: Diagnosis of
dysphagia and its nutritional management for stroke patients. CMAJ
2003;169(10): 1041-4.
9. Aquilani R, Sessarego P, Iadarola P, Barbieri A. Boschi F. Nutrition for Brain
Recovery After Ischemic Stroke, An Added Value to Rehabilitation. Nutr Clin
Pract June 2011 vol. 26 no. 3 339-345.
10. Kidd PM. Integrated Brain Restoration after Ischemic Stroke Medical
Management, Risk Factors, Nutrients, and other Interventions for Managing
Inflammation and Enhancing Brain Plasticity. Alternative Medicine Review
2009,14,1.

Anda mungkin juga menyukai