Anda di halaman 1dari 2

Etika ekonomi dalam Memanfaatkan Faktor-faktor Produksi

Etika ekonomi dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi adalah bagaimana cara kita
memanfaatkan faktor-faktor produksi yang ada dengan sebaik-sebaiknya agar memberikan
keuntungan yang maksimum, namun dengan tidak mengobankan atau merugikan kepentingan
orang atau pihak lain yang jauh lebih banyak. Faktor-faktor produksi yang ada harus dikelola dengan
baik. Misalnya, faktor produksi tanah, harus selalu dijaga kelestariannya dan disuburkan setiap saat.
Air laut, sungai, dan danau harus dijaga kebersihannya agar seluruh ekosistem yang ada dapat terus
berfungsi dengan baik. Ikan yang terus hidup dan air yang bersih dapat digunakan untuk berbagai
keperluan. Begitu pula dengan hutan, perpohonan di hutan tetap dijaga kelestariannya. Kita boleh
saja melakukan ekploitasi { pemanfaatan } terhadap sumber daya alam, dengan syarat tidak merusak
lingkungan dan merugikan orang lain. Selain pemanfaatan sumber daya alam, pemanfaatan juga
berlaku bagi sumber daya manusia biasannya dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan berusaha
semaksimal mungkin memanfaatkan kemampuan tenaga kerjanya demi tercapainya tujuan
perusahaan. Tenaga kerja tidak bisa bekerja melampaui batas kemampuannya. Modal yang kita
miliki juga harus diperlakukan secara efisien, melebihi kebutuhan [ perobosan ]. Kelebihan dana hasil
pemenuhan kebutuhan sebaiknya ditabung dalam bentuk barang. Untuk modal dalam bentuk
barang, diperhatikan penggunaannya agar selalu berfungsi dengan baik { tetap produktif } dan tahan
lama.

Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan
Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis
tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah
dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya
perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam
dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang
itu akan dapat diatasi. Ahli pemberdayaan kepribadian Uno (2004) menjelaskan bahwa
mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan
santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling
menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap
menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi.
Itu berupa senyum -- sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalahgunakan
kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong
pembicaraan orang lain. Dengan kata lain, etiket bisnis
itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai,
meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Sedangkan
berbisnis dengan etika ekonomi adalah menerapkan aturan-aturan umum
mengenai etika pada perilaku ekonomi. Etika ekonomi menyangkut moral, kontak sosial,
hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai
etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap
insan ekonomi yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang
usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis
dengan baik dengan cara peka dan toleransi.

Anda mungkin juga menyukai