Anda di halaman 1dari 18

1

Infeksi Bakteri Clostridium tetani sebagai Penyebab Tetanus



Abstract :
Tetanus is an acute toxemia caused by neurotoxins produced by Clostridium tetani. Tetanus is an
increase in tone in the muscles that can cause central part stiffness on the face, neck, chest, back,
and abdomen. Tetanus is caused by contamination that occurs between the wound with soil, animal
feces, or metal berkarat.tetanus can also occur as a complication of severe burns, complications
frequently encountered laringospasme tetanus, muscular rigidity, Prevention else to do that is by
taking care of wounds and the provision of anti-tetanus serum (ATS).

Key word : Tetanus, Clostridium tetani
Abstrak :
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani. Tetanus terjadi peningkatan tonus pada otot-otot bagian sentral yang dapat
menimbulkan kekakuan pada bagian wajah, leher, dada, punggung, dan perut. Tetanus terjadi akibat
kontaminasi yang terjadi antara luka dengan tanah, kotoran binatang, atau logam berkarat.tetanus
juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, Komplikasi pada tetanus yang sering
dijumpai laringospasme, kekakuan otot-otot, Pencegahan lain yang dapat dilakukan yaitu dengan
merawat luka dan pemberian anti tetanus serum (ATS).
Kata kunci : Tetanus, Clostridium tetani
Pendahuluan
Tetanus berasal dari bahasa Yunani teinein yang artinya meregang. Penyakit ini telah
dikenal sejak zaman Mesir kuni lebih dari 3000 tahun yang lalu. Hipokrates kemudian
mendeskripsikan tetanus sebagai penderitaan manusia yang tiada akhir. Pada tahun 1884 Carle dan
Rattone berhasil menimbulkan tetanus pada kelinci dengan menginjeksi nervus skiatik dengan pus
dari manusia penderita tetanus. Pada tahun yang sama, Nicolaier berhasil menimbulkan tetanus
pada hewan dengan menginjeksikan tanah. Pada tahun 1889 Kitasato berhasil mengisolasi C. Tetani
dari manusia pada kultur murni dan membuktikan bahwa organisme tersebut menimbulkan penyakit
apabila diinjeksikan pada hewan. Kitasato juga melaporkan bahwa toksin C. Tetani dapat dinetralisir
oleh antibodi spesifik yang dibentuk oleh tubuh. Nocard kemudian membuktikan efek protektif
antibodi yang ditransfer secara pasif pada tahun 1897. Imunisasi pasif ini digunakan untuk
2

pengobatan dan profilaksis tetanus selama Perang Dunia I. Descombey kemudian mengembangkan
imunisasi aktif tetatnus toksoid pada tahun 1924 dan digunakan secara luas selama perang dunia II.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk menambah pengetahuan khususnya tentang tetanus seperti
mahasiswa mampu mengetahui bagaimana gejala klinisnya, penyebab dari penyakit tetanus itu
sendiri juga penatalaksanaan serta pemberian obat yang tepat menurut luka yang menyebabkan
tetanus itu sendiri.
Skenario kasus
Seorang laki-laki berusia 22 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan demam, mulut terasa kaku,
dan nyeri pada tungkai bawah sebelah kanan. Menurut keterangan pasien, 2 minggu lalu pasien
mengalami kecelakaan lalulintas, dan mengalami luka robek pada tungkai bawah kanan dan
mendapat 27 jahitan oleh seorang petugas kesehatan didesanya. Saat dilakukan inspeksi, kulit
tungkai bawah kanan didaerah luka tampak kemerahan, teraba panas dan bengkak, dari sela-sela
luka yang dijahit keluar nanah. Pasien juga tidak diberikan antibiotik oleh petugas kesehatan setelah
menjahit lukanya. Tekanan darah pasien 110/70 mmHg, denyut nadi 82x/menit.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Anamnesis bisa dilakukan secara Auto anamnesa yaitu anamnesa dilakukan pada pasien itu sendiri
apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, Apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau
kesulitan berbicara, serta pada bayi dan anak yang belum bisa berbicara dan sulit ditanyakan maka
anamnesis dapat dilakukan secara Allo anamnesa melalui keluarga terdekat yang bersama pasien
selama ia sakit.
Tujuan utama anamnesis adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang
berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap penyakitnya. Kemudian dapat dibuat
penilaian keadaan pasien. Prioritasnya adalah memberitahukan nama, jenis kelamin, dan usia
pasien, menjelaskan secara rinci keluhan utama, menjelaskan riwayat penyakit dahulu yang
signifikan, riwayat keluarga, pengobatan dan alergi, temuan positif yang relevan dengan
penyelidikan fungsional, dan menempatkan keadaan sekarang dalam konteksi situasi sosial pasien.
3

Presentasi anamnesis harus mengarah pada keluhan atau masalah. Saat melakukan anamnesis,
hindari penggunaan kata-kata medis yang tidak dimengerti oleh pasien.
1

Sesusai dengan kasus anamnesis yang dapat ditanyakan adalah sebagai berikut :
Identitas pasien, dibagian ini kita menanyakan tentang identitas pasien seperti nama, umur,
alamat dan pekerjaan untuk kita lebih mengetahui pasien. Sesuai dengan skenario kita
dapatkan pasien laki-laki berusia 22 tahun.
Keluhan utama merupakan pendorong utama si pasien untuk datang berobat seperti sesuai
dengan skenario didapatkan pasien mengeluh demam, mulut terasa kaku, dan nyeri pada
tungkai bawah sebelah kanan.
Riwayat penyakit sekarang disini kita menyakan bagaimana gejala spesifik dari keluhan
utama si pasien dan ini bisa membantu kita dalam menentukan diagnosis. Apakah ada
riwayat terkena luka? Dimana lokasi keluhannya? (apakah sama lokasinya dengan riwayat
terkena luka) Kapan mulai terjadi serangan yang dikeluhkan? Lalu juga tanya sifat
serangannya seperti kaku maupun nyeri terus menerus atau hilang kambuh?
Riwayat penyakit dahulu, kita tanyakan juga sebelumnya mengalami luka yang seperti ini,
dan jangan lupa kita juga tanyakan riwayat imunisasi.
Riwayat obat, sebelumnya sudah pernah diobati apa belum? Apakah ada perbaikan? Sesuai
dengan kasus didapatkan sudah dijahit namun tidak diberikan antibiotik.
Riwayat sosial kita tanyakan juga riwayat sosialnya dan dalam pemeliharaan lukanya
sehingga menyebabkan keluhan yang terkait.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal biasanya kita akan melihat bagaimana Keadaan umum pasien
apakah nampak sadar maupun nampak kesakitan. Selanjutnya kita akan memeriksa tanda-tanda
vital berupa suhu, denyut nadi, pernafasan dan juga tekanan darah. Nah setelah itu kita akan
melakukan pemeriksaan fisik terkait mungkin pada kasus ini kita cukup menerapkan inspeksi dan
palpasi pada daerah yang dikeluhkan. Pada inspeksi bisa kita lihat keadaan pasien apakah nampak
kesakitan yang amat sangat atau bahkan bisa ada organ tertentu yang mengalami kekakuan. Dan
juga bisa kita lihat apakah ada reaksi dari tanda-tanda peradangan pada daerah yang terkait kalau
memang kita curigai dia mengidap tetanus seperti bengkak maupun kemerahan. Selanjutnya kita
bisa melakukan palpasi, dan jangan lupa tangan kita harus steril supaya tidak menambah parah pada
organ terkait. Palpasi disini untuk kita membuktikan apakah terdapat tanda peradangan lain seperti
teraba panas dan nyeri.
4

Pada pasien tetanus biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih dari normal 38-40 derajat
celcius. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan toksin tetanus yang sudah
menganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan
penurunan perfusi jaringan otak. Apabila disertai peningkatan laju frekuensi pernapasan sering
berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum. Tekanan darah biasanya normal.

Didapatkan hasil pemeriksaan fisik dari kasus adalah sebagai berikut :
Hasil TTV : - Denyut nadi 82x/menit
- Tekanan darah 110/70 mmHg
PF terkait : - kulit tungkai bawah kanan tampak kemerahan, teraba panas dan bengkak serta dari
sela-sela luka dijahit nampak nanah.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukositosis sedang. Sekret pus dari luka yang dicurigai tetanus hendaknya dikultur
untuk memastikan apakah ada Clostridium tetani. Pemeriksaan cairan serebrospinal normal tetapi
tekanan dapat meningkat akibat kontraksi otot. Hasil elektromiografi dan elektroensefalografi
biasanya normal dan tidak membantu diagnosis. Pada kasus tertentu apabila terdapat keterlibatan
jantung elektrokardiografi dapat menunjukkan inversi gelombang T. Sinus takikardia juga sering
ditemukan.
2
Spesimen serum harus diambil untuk memeriksa kadar antitoksin. Kadar antitoksin
0,15 IU/mL dianggap protektif.
Working diagnosis
Working diagnosis merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien
setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasein. Berdasarkan pengertian tersebut
didapatkan working diagnosis untuk kasus ini yaitu tetanus. Tetanus adalah gangguan neurologis
yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin
suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
3
Pasien tersebut menderita penyakit tetanus karena terdapat gejala seperti kejang, kaku
wajah, dan terdapat luka tusuk yang dalam dan bernanah. Melalui luka tersebut bakteri Clostridium
tetani dapat masuk ke tubuh pasien Clostridium tetani yaitu obligat anaerob pembentukan spora,
gram positif, bergerak, yang tempat tinggal (habitat) alamiahnya di seluruh dunia yaitu di tanah,
debu dan saluran pencernaan berbagai binatang. Penyakit tetanus yang disebabkan oleh luka
merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi kuman anaerob Clostridium tetani bukan organisme
5

yang menginvasi jaringan, malahan menyebabkan penyakit melalui toksin tunggal, tetanospasmin
yang lebih sering disebut sebagai toksin tetanus.
Toksin yang dikeluarkan oleh bakteria tersebut (tetanospasmin) bisa diabsorbsi pada hujung
syaraf motorik melalui sumbu silindrik dibawa ke kornu anterior susunan syaraf pusat. Toksin
tersebut bisa juga diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk ke dalam susunan syaraf pusat. Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang
menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mempersarafi otot mesetter sehingga terjadi
trismus, oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tesebut.
Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat tetapi juga dihilangkan
kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas. Karena itulah timbulnya
gejala spasme dan kekakuan otot pada pasien.
Differential diagnosis
Differential diagnosis merupakan suatu diagnosis pembanding dengan gejala yang serupa terhadap
penyakit utama, yang didapatkan ketika melakukan anamnesis. Oleh karena itu perlu adanya
pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis utama.
Meningitis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor
tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan
punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda Kernig dan Brudzinsky positif.
4
Luka
Luka adalah hilang atau pun rusaknya sebagian dari jaringan tubuh. Keadaan luka ini
banyak faktor penyebabnya.
5
Diantara penyebab dari luka adalah dapat trauma benda tajam atau
tumpul, ledakan, zat kimia, perubahan suhu, sengatan listrik, atau pun gigitan hewan.
2

Adapun tipe penyebab luka adalah :
1. Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi
luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.
2. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
6

Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit
merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.
3. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan
luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai
abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum (luka tembus).
4. Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
Penyebab luka karena benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat
dari kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan
berdarah (hematoma) bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ
dalam terbentur dapat menyebabkan akibat yang serius.
5. Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka
akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.
6. Vulnus Schlopetorum (Luka Tembak)
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa
tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum.
7. Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka
tergantung dari bentuk gigi.
8. Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak
atau proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
9. Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi
tinggi, terdapat gejala pathom limb.
10. Vulnus Combustion (Luka Bakar)
Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan
berbagai derajat mulai dari lepuh (bula carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau
anesthesia.
6

Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan Primer
7

Fase Inflamasi (Reaksi)
Inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah beberapa menit dan
berlangsung selama sekitar 3 hari setelah cedera.
Proses perbaikan terdiri dari mengontrol perdarahan (hemostatis), mengirim darah dan sel ke
area yang mengalami cedera (inflamasi), dan membentuk sel-sel epitel pada tempat cedera
(epitelialisasi). Selama proses hemostatis, pembuluh darah yang cedera akan mengalami
konstriksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan. Bekuan-bekuan darah
membentuk matriks fibrin yang nantinya akan menjadi kerangka untuk perbaikan sel.
7

Fase Proliferasi (Regenerasi)
Fase proliferasi terjadi dalam waktu 3-24 hari. Aktivitas utama selama fase regenerasi ini
adalah mengisi luka dengan jaringan penyambung atau jaringan granulasi yang baru dan
menutup bagian atas luka dengan epitelisasi.
7

Maturasi (Remodeling)
Maturasi, yang merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka, dapat memerlukan waktu
lebih dari satu tahun, bergantung pada kedalaman dan kaluasan luka. Serat kolagen
mengalami remodeling atau reorganisasi sebelum mencapai bentuk normal.
7

Penyembuhan Sekunder
Luka dengan jaringan yang hilang, seperti luka bakar,luka tekan atau luka laserasi yang
parah akan mengalami penyembuhan sekunder. Penyembuhan sekunder memerlukan waktu yang
lebih lama sehingga kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar. Tepi luka tidak saling berdekatan.
Luka akan tetap terbuka hingga terisi oleh jaringan parut. Luka terbuka yang besar biasanya lebih
banyak mengeluarkan cairan dari pada luka tertutup. Inflamasi yang terjadi sering kali bersifat
kronik dan jaringan yang rusak lebih banyak dipenuhi oleh jaringan granulasi yangrapuh daripada
dipenuhi oleh kolagen.
Fase awal tetanus dapat menimbulkan keraguan, misalnya saja seseorang dengan keadaan infeksi
lokal di daerah mulut dan mengalami trismus. Kemungkinan lainnya adalah meningitis dan
ensefalitis. Jika ada pasien dengan gejala histeria itu akan lebih mempersulit dalam
membedakannya dengan pasien tetanus.
Gejala Klinik
8

Tetanus umumnya memiliki gejala seperti kaku M. Maseter kemudian kaku kuduj,
punggung (opistotonus). Rhisus sardonikus (otot wajah kaku). Dinding perut seperti papan.
Ekstremitas kaku, kejang-kejang hipertonus terhadap rangsang. Dapat terjadi gangguan nafas yang
menyebabkan anoxia hingga meninggal.
Periode inkubasi yaitu rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7
hingga 10 hari.
2
Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi
antara 1 hingga 7 hari. Minggu pertama ditandai dengan rigiditas dan spasme otot yang semakin
parah. Spasme berkurang selepas 2 hingga 3 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lama.
Pemulihan terjadi karena tumbuhnya lagi akson terminal dan karena penghancuran toksin.
Pemulihan bisa memerlukan waktu sampai 4 minggu.
2
Setelah diagnosis tetanus dibuat harus
ditentukan derajat keparahan penyakit. Beberapa sistem skoring tetanus dapat digunakan,
diantaranya adalah skor Phillips,Dakar, Ablett, dan Udwadia. Sistem skoring tetanus juga sekaligus
bertindak sebagai penentu prognosis.
Derajat Beratnya Penyakit
Pengobatan mempunyai tiga prinsip yaitu atasi akibat eksotoxin yang terikat syaraf, netralisir
kuman yang beredar dan hilangkan kuman penyebab. Langkah menentukan derajat penyakit:
- Score < 9 : tetanus ringan
- Score 9-16 : tetanus sedang
- Score > 16 : tetanus berat
Score Tetanus Menurut Philips
Tolok ukur Waktu Nilai
Inkubasi <48 jam
2-5 hari
6-10 hari
11-14 hari
>14 hari
5
4
3
2
1
Lokal Infeksi (port dentree) Intern/ umbilikus
Leher,kepala,badan
Extreminitas proximal
Extreminitas distal
Unknown
5
4
3
2
1
Imunisasi Tidak ada 10
9

Mungkin ada, ibu
>10 tahun yang lalu
<10 tahun yang lalu
Proteksi lengkap
8
4
2
0
Faktor yang memberatkan Penyakit membahayakan jiwa
Tidak lgs membahayakan jiwa
Penyakit ringan
ASA derajat !
10
8
4
2
1

Derajat I (ringan), Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan
pernapasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
Derajat II (sedang), Trismus sedang, rigiditas tampak jelas, spasme singkat ringan sampai
sedang, gangguan pernapasan sedang dengan frekuensi pernapasan lebih dari 30x, disfagia
ringan.
Derajat III (berat), Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks berkepanjangan,
frekuensi pernapasan lebih dari 40x, serangan apnea, disfagia berat dan takikardia lebih dari
120.
Klasifikasi Tetanus
a) Tetanus Generalisata
Gambaran klinikal terhadap tetanus generalisata ialah adanya trimus, meningkatnya tonus otot dan
spasmegeneralisata.
2,3
Gejala awal tetanus kaku kaduk, nyeri tenggorokan dan kesulitan untuk
membuka mulut. Spasme otot masseter menyebabkan trismus yang meluas ke otot-otot wajar yang
menyebabkan ekspresi wajah yang khusus yaitu Sardonic Grine.
2
Spasme menyebar ke otot-otot
menelan yang lain menyebabkan rigiditas otot leher. Ini seterusnya mengakibatkan opistotonus dan
gangguan respirasi oleh kerana turunnya kelenturan dinding dada.
3
Bisa terjadi disuria dan retensi
urine,kompressi fraktur dan pendarahan didalam otot disebabkan spasme yang terjadi terus
menerus, sangat berat. Stimulasi secara internal maupun eksternal mampu menyebabkan spasme.
Differensial diagnosis mencakupi infeksi orofaringeal, reaksi obat distonik, hipokalsemia,
keracunan striknin, dan histeria.
2

b) Tetanus Lokal
10

Tetanus tipe ini bentuk jarang karena rigiditas dan spasme hanya pada otot-otot di sekitar luka.
2-4

Otot sekitar area luka akan nyeri dan lemah untuk 2 hingga 3 hari kemudian rigid. Refleks tendon
dalam menjadi hiperaktif.
4
Kelemahan otot dapat terjadi akibat peran toksin pada tempat hubungan
neuromuskuler. Ia mampu untuk berkembang menjadi tetanus generalisata tetapi dalam bentuk yang
ringan dan jarang menimbulkan kematian. Ia dapat dicegah dengan pengambilan antitoksin.
4

c) Tetanus Sefalik
Tetanus sefalik jarang ditemukan,terjadinya setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Otot wajah
yang sering terlibat diikuti otot okular dan seterusnya lingual dan faringual.
4
Trimus dijumpai dan
disfungsi satu atau lebih saraf kranial yang tersering adalah saraf ke tujuh.
2
Masa inkubasinya
sekitar 1 atau 2 hari selepas luka. Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi.
d) Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak diimunisasi secara
adekuat terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat yang tidak steril.
2
Tetanus ini terjadi
dalam bentuk generalisata dan jika tidak diobati boleh mengakibatkan fatal.
1,2
Rigiditas, sulit
menelan ASI, iritabilitas dan spasme merupakan gambaran khas tetanus neonatorum.
2,4
Spasme
otot-otot laring dan pernapasan dapat menyebabkan obstruksi saluran pernapasan. Mortaliti terjadi
setinggi 90% disebabkan oleh apnea pada minggu pertama dan septicemia pada minggu kedua yang
disebabkan oleh infeksi pada tali pusat.
4
Komplikasi lain adalah pneumonia, pendaraham pada
systim saraf pusat atau pulmonari. Demam dengan suhu 40
0
C adalah lazim karena banyak energi
metabolik yang dihabiskan oleh otot-otot spastik.
Etiologi
Tetanus disebabkan oleh batang gram (+) Clostridium tetani. Bakteri ini terdapat dimana-
mana, dengan habitat alamnya ada ditanah. Tetapi dapat diisolasi juga dari kotoran binatang
peliharaan dan manusia. Merupakan bakteri gram (+) berbentuk batang yang selalu bergerak dan
merupakan bakteri anaerob obligat yang menghasilkan spora. Spora yang dihasilkan tidak
berwarna, berbentuk oval menyerupai raket tenis. Spora ini dapat bertahan selama bertahun-tahun
pada lingkungan tertentu, tahan terhadap sinar matahari dan resisten terhadap berbagai desinfektan
dan pendidihan selama 20 menit.
8
Sel yang terinfeksi oleh bakteri ini dengan mudah dapat di inativasi dan sensitif terhadap
beberapa antibiotik (metronidazol,penisilin dan lainnya). Bakteri ini jarang dikultur karena
11

diagnosisnya berdasarkan klinis. Clostridium tetani menghasilkan efek-efek klinis melalui ekstoksin
yang kuat. Tetanospasmin dihasilkan dalam sel-sel yang terinfeksi dibawah kendali plasmin.




Gambar 1. Clostridium Tetani
Epidemiologi
Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu non imun, individu
dengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh
yang kemudian gagal mempertahankan imunitas secara adekuat dengan vaksinasi ulangan.
Walaupun tetanus dapat dicegah dengan imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang
membebani seluruh dunia terutama dinegara beriklim tropis dan negara-negara sedang berkembang,
sering terjadi di brazil, filiphina, vietnam, indonesia, dan negara lain dibenua asia. Penyakit ini
umum terjadi di daerah pertanian, didaerah pedesaan pada daerah dengan iklim hangat, selama
musim panas dan pada penduduk pria. Pada negara-negara tanpa program imunisasi yang
komprehensif, tetanus terjadi terutama pada neonatus dan anak-anak.
2
Walaupun WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun 1995, tetanus tetap
bersifat endemik pada negara-negara sedang berkembang dan WHO memperkirakan kurang lebih
1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh dunia pada tahun 1992, termasuk didalamnya 580.000
kematian akibat tetanus neonatorum, 210.000 di asia tenggara, dan 152.000 di afrika. Penyakit ini
jarang dijumpai di negara-negara maju. Diafrika selatan, kira-kira terdapat 300 kasus pertahun, kira-
kira 12-15 kasus dilaporkan terjadi tiap tahun di inggris.
2
Di Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus terjadi akibat trauma akut, seperti luka
tusuk, laserasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma didalam rumah atau selama bertani,
berkebun dan aktivitas luar ruangan yang lain. Trauma yang menyebabkan tetanus bisa berupa luka
besar tapi dapat juga luka kecil, sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis, bahkan pada
beberapa kasus tidak dapat diidentifikasi adanya trauma. Tetanus dapat merupakan komplikasi
penyakit kronis, seperti ulkus, abses dan gangren. Tetanus dapat pula berkaitan dengan luka bakar,
12

infeksi telinga tengah, pembedahan, aborsi dan persalinan. Pada beberapa psien tidak dapat
diidentifikasi adanya port dentree.
2
Pada akhir tahun 1940an dilaporkan 300 sampai 600 kasus pertahun di Amerika serikat.
Pada tahun 1947 insidensi tetanus mencapai 3.9 kasus per juta populasi, kontras dengan angka
insidensi tahunan antara tahun 1998-2000 yang dilaporkan tiap tahun dan pada saat ini antara 50-70
kasus pertahun diaporkan di amerika serikat.

Resiko terjadinya tetanus paling tinggi pada populasi usia tua. Survey serologis skala luas
terhadap antibodi tetanus dan difteri yang dilakukan antara tahun 1988-1994 menunjukan bahwa
secara keseluruhan, 72% penduduk Amerika Serikat berusia diatas 6 tahun terlindungi terhadap
tetanus. Sedangkang pada anak antara 6-11 tahun sebesar 91%, presentase ini menurun dengan
bertambahnya usia, hanya 30% individu berusia diatas 70 tahun (pria 45%, wanita 21%) yang
mempunyai tingkat antibodi yang adekuat.

Patogenesis
Clostridium tetani masuk kedalam tubuh manusia melalui luka. Semua jenis luka dapat
terinfeksi oleh kuman tetanus, seperti luka laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka bakar, luka gigit
oleh manusia atau binatang, luka suntikan, dan sebagainya. Pada 60% dari pasien tetanus, porte
dentree terdapat didaerah kaki, terutama pada luka tusuk. Infeksi tetanus dapat juga terjadi melalui
uterus sesudah persalinan atau abortus provokatus. Pada bayi baru lahir, clostridium tetani dapat
masuk melalui umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa memperhatikan kaidah asepsis antisepsis.
Otitis media atau gigi yang berlubang dapat dianggap sebagai porte dentree bila pada pasien
tetanus tersebut tidak ditemukan luka yang diperkirakan sebagai tempat masuknya kuman tetanus.
2
Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif bila lingkungannya memungkinkan
untuk perubahan bentuk tersebut dan kemudian mengeluarkan eksotoksin. Kuman tetanusnya
sendiri tetap tinggal di daerah luka, tidak ada penyebaran kuman. Kuman ini membentuk dua
macam eksotoksin yang dihasilkan, yaitu tetanolisin dan tetanospamin.
9
Tetanolisin dalam percobaan dapat menghancurkan sel darah merah, tetapi tidak
menimbulkan tetanus secara langsung, melainkan menambah optimal kondisi lokal untuk
berkembangnya bakteri. Tetanospamin terdiri atas protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf.
Toksin ini diabsorbsi oleh end organ saraf diujung saraf motorik dan diteruskan melalui saraf
sampai ke sel ganglion dan susunan saraf pusat. Bila telah mencapai sususnan saraf pusat dan
terikat pada sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau
berdegenerasi, lambat menyerap toksin, sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak menyerap.
13

Penatalaksanaan Umum
Non Medika Mentosa
Pada perawatan harus dilakukan observasi ketat, terutama jalan napas, perubahan posisi, dan
perawatan kulit untuk mencegah dekubitus. Fisioterapi paru dan anggota gerak serta perawatan
mata juga merupakan bagian dari perawatan baku. Pemberian nutrisi yang adekuat dapat dilakukan
dengan nutrisi parenternal dan enternal selama keadaan usus baik, nutrisi enternal merupakan
pilihan, tetapi bila perlu dilakukan pemberian makan lewat pipa lambung atau gastrostomi.
10
Dalam merawat pasien tetanus sebaiknya diusahakan ruangan yang tenang yang dilindungi dari
rangsangan penglihatan, pendengaran, dan perabaan. Selain itu, dilakukan staf perawatan yang
berpengalaman dan mempunyai dedikasi tinggi serta bertanggung jawab. Ruangan yang gelap tidak
diperlukan karena perubahan dari gelap ke terang tiba-tiba dapat memicu timbulnya kejang.
Medica Mentosa
Diazepam
Dipergunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi semua tingkatan
sistem saraf pusat, ternasuk bentukan limbik dan retikular, mungkin dengan meningkatkan aktivitas
GABA, suatu neurotransmiter inhibitori utama.
2

Dosis Dewasa
Spasme ringan: 5-10 mg oral tiap 4-6 jam apabila perlu
Spasme sedang: 5-10 mg IV apabila perlu
Spasme berat: 50-100 mg dalam 500 ml D5, diinfuskan 40 mg per jam
Kontraindikasi: hipersensitivas, glaukoma sudut sempit
Interaksi: toksisitas benzodiazepin pada sistem saraf pusat meningkat dipergunakan
bersamaan dengan alkohol, fenothiazin, barbiturat dan MAOI; cisapride dapat meningkatkan
kadar diazepam secara bermakna


Fenobarbital
14

Dosis obat harus sedemikian rendah sehingga tidak meyebabkan depresi pernafasan, Jika
pada pasien terpasang ventilator, dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mendapatkan efek sedasi
yang diinginkan.
2

Dosis dewasa: 1 mg/kg IM tiap 4-6 jam tidak melebihi 400 mg/hari
Dosis pediatrik: 5 mg/kg IV/IM dosis terbagi 3 atau 4 hari
Kontraindikasi: hipersensitifitas, gangguan fungsi hati, penyakit paru-paru berat dan pasien
nefritis
Baklofen
Baklofen intratekal, relaksan otot kerja sentral telah dipergunakan secara eksperimental
untuk melepaskan pasien dari ventilator dan untuk menghentikan infus diazepam. Baklofen
intratekal 600 kali lebih poten daripada baklofen per oral. Injeksi intratekal berulang bermanfaat
untuk mengurangi durasi ventilasi buatan dan mencegah intubasi. Mungkin berperan dengan
menginduksi heperpolarisasi dari ujung aferen dan mengahambat refleks monosinaptik dan
polisinatik pada tingkat spinal. Keseluruhan dosis dapat diulang setelah 12 jam atau lebih apabila
spasme paroksismal kembali terjadi. Pemberian baklofen secara terusmenerus telah dilaporkan pada
sejumlah kecil pasien tetanus.
2

Dosis dewasa: <55 th: 100 mcg IT
>55 th : 800 mcg IT
Dantrolen
Dantrolen menyebabkan relaksasi otot rangka dengan cara menghambat penglepasan ion Ca
dari reticulum sarkoplasmik. Kekuatan kontraksi otot menurun paling banyak 75-80%. Dantrolen
digunakan untuk mengurangi spasme otot akibat kerusakan medulla spinalis dan otak.
Dosis dewasa: 1 mg/kg sealama 3 jam, diulang tiap 4-6 jam apabila perlu
Kontraindikasi: hipersensitivitas, penyakit hati aktif (hepatitis,sirosis)
Interaksi: Toksisitas meningkat apabila diberikan bersamaan dengan klofibrat dan warfarin
Penisilin G
Berperan dengan mengganggu pembentukan polipeptida dinding otot selama multiplikasi
aktif, menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap mikroorganisme yang rentan. Diperlukan terapi
selama 10-14 hari.
2

Dosis dewasa: 3 x 1,5 juta/unit
15

Kontraindikasi: hipersensitivitas
Metronidazol
Metronidazol aktif melawan bakteri anaerob dan protozoa.Metronidazol memperlihatkan
daya amubisid langsung. Sampai saat ini belum ditemukan amuba yang resisten terhadap
metronidazol. Dapat diabsorpsi ke dalam sel dan senyawa termetabolisme sebagian yang terbentuk
mengikat DNA dan menghambat sintesis protein, yang menyebabkan kematian sel.
Direkomendasikan terapi selama 10-14 hari. Beberapa ahli merekomendasikan metronidazol
sebagai antibiotika pada terapi tetanus karena penisilin G juga merupakan agonis GABA yang dapat
memperkuat efek toksin.
2

Dosisdewasa: 500 mg per oral tiap 6 jamatau 1 g tiap 12 jam, tidaklebihdari 4g/hari
Kontraindikasi : hipersensitivitas, trisemesterpertamakehamilan
Doksisiklin
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan pengikatan pada sub unit 30s
dan 50s ribosomal dari bakteri yang rentan. Direkomendasikan terapi selama 10-14 hari.
1

Dosis dewasa: 100 mg per oral/tiap 12 jam
Kontraindikasi: hipersensitivitas, disfungsi hati berat
Interaksi: bioavailabilitas menurun dengan antasida yang mengandung aluminium, kalsium,
besi, atau subsalisilat bismuth, tetrasiklin dapat meningkatkan efek hipoprotrombinemik dari
antikoagulan
Vekuronium
Merupakan agen pemblokade neuromuscular protipik yang menyebabkan terjadinya
paralisis muskuler.
1

Dosis dewasa: 0,08-0,1 mg/kg dapat dikurangi menjadi 0,05 mg/kg apabila pasien telah
diterapi dengan suksinilkolin
Kontraindikasi: hipersensitivitas, miastenia gravis, dan sindroma yang berkaitan
Interaksi: apabila vekuronium dipergunakan bersama dengan anestesi inhalasi, blockade
neuromuscular diperkuat, gagal hati dan gagal ginjal.

Berdasarkan tingkat penyakit tetanus
Tetanus ringan
16

Penderita diberikan penaganan dasar dan umum, meliputi pemberian antibiotik, HTIG/anti
toksin, diazepam, membersihkan luka dan perawatan suportif seperti diatas.
Tetanus sedang
Penanganan umum seperti diatas. Bila diperlukan dilakukan intubasi atau trakeostomi dan
pemasangan selang nasogastrik delam anestesia umum. Pemberian cairan parenteral, bila
perlu diberikan nutrisi secara parenteral.
Tetanus berat
Penanganan umum tetanus seperti diatas. Perawatan pada ruang perawatan intensif,
trakeostomi atau intubasi dan pemakaian ventilator
Komplikasi
Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai: laringospasme, kekakuan otot-otot
pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia serta kompressi fraktur vertebra dan
laserasi lidah akibat kejang. Spasme otot dan kejang menyebabkan fraktura, embolisme pulmonalis
mempunyai insidens penyerta yang tinggi dan dapat timbul disfungsi autonom, yang menyebabkan
hipertensi dan aritmia jantung. Komplikasi pneumonia aspirasi juga menjadi salah satu penyebab
kematian.
11
Selain itu bisa terjadi rhabdomyolysis dan renal failure. Rhabdomyolysis adalah keadaan
dimana otot rangka dengan cepat hancur, sehingga mengakibatkan mioglobin (protein otot) bocor
ke dalam urin. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut.

Pencegahan
Mengingat banyaknya masalah dalam penanggulangan tetanus serta masih tingginya angka
kematian (30-60%), tindakan pencegahan merupakan usaha yang sangat penting dalam upaya
menurunkan morbiditas dan mortilitas akibat tetanus. Ada dua cara mencegah tetanus, yaitu
perawatan luka yang adekuat dan imunisasi aktif dan pasif.
Imunisasi aktif didapat dengan menyuntikan toksoid tetanus dengan tujuan merangsang
tubuh membentuk antibodi. Manfaat imunisasi aktif ini sudah banyak dibuktikan. Angka kegagalan
dari tindakan ini sangat rendah. Imunisasi pasif diperoleh dengan memberikan serum yang sudah
mengandung antitoksin heterolog (ATS) atau antitoksin homolog (imunoglobulin antitetanus).
Berdasarkan riwayat imunitas dan jenis luka, baru ditentukan pemberian antitetanus serum atau
toksoid. Ada keraguan untuk memberikan serum antitetanus bersamaan dengan toksoid jarena
ditakutkan terjadinya netralisasi toksoid oleh ATS. Ini dapat dicegah dengan memberikannya secara
terpisah pada tempat penyuntikan yang berjauhan, misalnya lengan kanan dan paha kiri.
17

Semua individu dewasa yang imun secara parsial atau tidak sama sekali hendaknya
mendapatkan vaksin tetanus, seperti halnya pasien yang sembuh dari tetanus. Serial vaksinasi untuk
dewasa terdiri atas tiga dosis: dosis pertama dan kedua diberikan dengan jarak 4-8 minggu dan
dosis ketiga diberikan 6 sampai 12 bulan setelah dosis pertama. Dosis ulangan diberikan tiap 10
tahun dan dapat diberikan pada usia dekade pertengahan seperti 35,45 dan seterusnya. Namun
demikian pemberian vaksin lebih dari 5 kali tidak diperlukan untuk individu diatas 7 tahun toksoid
kombinasi difteri dan tetanus (DT) yang diabsorpsi lebih dipilih. Vaksin yang diabsorpsi lebih
disukai karena menghasilkan titer antibodi yang lebih menetap daripada vaksin cair.
5
Luka bersih
imunisasi tak lengkap beri toxoid, imunisasi lengkap (<5th) ATS/Toxoid tidak perlu. Luka kotor
imunisasi tak lengkap (<10th) beri ATS dan Toxoid, imunisasi lengkap (<5th) ATS dan Toxoid
tidak perlu.
Prognosis
Penerapan metode untuk monitoring dan oksigenasi suportif telah secara nyata memperbaiki
prognosis tetanus. Angka fatalitas kasus dan penyebab kematian bervariasi secara dramatis
tergantung pada fasilitas yang tersedia. Laporan yang didapatkan penurunan mortalitas dari 44% ke
15% setelah adanya penatalaksanaan ICU guna mengontrol lebih intensif keadaan penderita.

Di
negara-negara sedang berkembang, tanpa fasilitas untuk perawatan intensif jangka panjang dan
bantuan ventilasi, kematian akibat tetanus berat mencapai lebih dari 50% dengan obstruksi jalan
napas, gagal nafas dan gagal ginjal merupakan penyebab utama. Mortalitas sebesar 10% merupakan
target yang dapat dicapai oleh negara-negara maju.
9
Prognosis buruk pada umumnya terjadi pada penderita usia tua, pada penderita neonatus dan
pada pasien dengan periode inkubasi yang pendek, interval yang pendek antara onset gejala sampai
tiba di RS. Tetanus yang berat umumnya membutuhkan perawatan ICU 3-5 minggu, pada saat
tersebut pasien mungkin membutuhkan bantuan ventilasi jangka panjang. Tonus yang meningkat
dan spasme minor dapat terjadi sampai berbulan-bulan, namun pemulihan dapat diharapkan
sempurna, kembali ke fungsi normalnya. Pada beberapa penelitian pengamatan pada pasien yang
selamat dari tetanus, sering dijumpai menetapnya problem fisik dan psikologis.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, dapat disimpulkan pasien menderita
tetanus. Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri anaerob Clostridium tetani.
Tetanus memiliki gejala awal seperti demam,mulut terasa kaku, nyeri kepala, dan iritabilitas yang
sering disertai kekakuan, sukar mengunyah, dan spasme otot leher. Pada keadaan yang lebih lanjut
18

terdapat gejala seperti trismus, kejang opistotonus dan sampai menimbulkan kematian. Pemeriksaan
tetanus dapat dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan diagnosis. Setelah
melakukan pemeriksaan barulah dilakukan tindakan pengobatan seperti pemberian globulin anti
tetanus, debridemen luka, dan antitoksin tetanus. Tetanus sebaiknya dicegah dengan memberikan
vaksin sejak dini daripada mengobatinya.

Anda mungkin juga menyukai