Anda di halaman 1dari 3

Banyak trik dilakukan untuk menjaring pengunjung di era persaingan keras antar pusat

belanja. Semua dilakukan, agar tenant (penyewa) atau pemilik kios-kios juga betah
berdagang di tempat itu. Lihat saja, Pusat Elektronik Ratu Plaza di Jakarta Selatan. Setelah
terkesan begitu lama kurang populer, pengelola membuat langkah untuk meraih pengunjung
dengan menggandeng hipermarket Carrefour.
Lalu, untuk membidik lifestyle (gaya hidup) warga Ibu Kota, sejumlah tenant mulai
menyajikan kopi hangat dan cemilan. Waktu terus bergulir, pusat belanja itu juga membuka
lebar-lebar perdagangan digital video disc (DVD) di lantai empat.
Kehadiran toko dan counter-counter yang menawarkan DVD, tampaknya membuat suasana
pusat belanja itu bergairah kembali. Tidak sedikit pengunjung yang sengaja datang untuk
mendapatkan DVD dengan harga murah. Sementara itu, The Plaza Semanggi berusaha
menggaet pengunjung lewat kerja sama dengan penyelenggara Indonesian Idol. Ribuan
penonton itu pada akhirnya menjadi konsumen dari toko-toko dan gerai di pusat belanja baru
tersebut.
Setidaknya, seusai menonton penampilan sang idola, ribuan penonton Indonesian Idol itu
menyerbu kafe-kafe atau restoran. Tentu, The Plaza Semanggi tetap menjaga kesan eksklusif
dan memelihara penataan interiornya agar tetap unik dan sedap dipandang. Sekali lagi, itulah
cara menarik ribuan pengunjung.
Konsep one stop shopping
Kisah-kisah sukses para pengelola pusat belanja menarik pengunjung itu tentu dengan cepat
akan diikuti pengelola lainnya. Belakangan konsep one stop shopping juga berkembang
begitu pesat. Entah siapa yang memulai konsep one stop shopping, tapi yang pasti konsep ini
secara perlahan mulai mendapat tempat di hati konsumen. Mungkin tidak perlu juga
diketahui siapa pencetus konsep ini. Bagi pemilik sarana one stop shopping, pasti yang
penting adalah konsumen senang berbelanja di sana. Sementara bagi kosumen, yang
diperlukan adalah one stop shopping yang bisa memenuhi kebutuhan mereka.
Konsep one stop shopping berbeda dengan mal. Perbedaan tersebut terletak pada jenis produk
dan jasa yang dijual. Kalau dalam mal. mungkin berbagai jenis produk dari A sampai Z bisa
diperoleh. Bahkan kalau diteliti. dalam mal antara lain ada department store, pasar swalayan,
pusat jajan, restaran, kafe, gerai-gerai yang menjual pakaian bermerek, bioskop, toko buku,
toko-toko yang menjual jam, perhiasan, alat-alat alahraga, furnitur, dan gift shop. Sementara
dalam pusat belanja one stop shopping, hanya satu jenis produk dan yang terkait. Tentu ada
tempat makan dan minum, untuk membuat betah pengunjung. Misalnya, one stop shopping
untuk mobil, pasti hanya mobil yang dijual dengan toko-toko penunjang.
Dalam bidang elektronika, sudah lebih awal diimplementasikannya konsep one stop
shopping. Segala sesuatu bisa diperaleh di sana. Mau teve, tinggal angkat, ingin DVD, radio
kaset, VCD, semuanya tinggal pilih dari berbagai merek yang ada. Mulai dari merek yang
dikenal sampai kepada merek yang jarang disebut Orang. Sementara. bagi ibu-ibu rumah
tangga. kebutuhan akan lemari es. dan perlengkapan dapur semacarn kompor pasti
disediakan berbagai alternatif. Sementara bagi yang ingin membangun home-theater tempat
ini memang ahlinya. Bahkan, mereka siap untuk memberikan advis untuk menentukan
kombinasi produk-produk terbaik untuk suatu home-theater. Produk-produk penunjang pun
tersedia berlimpah. seperti kosong. kaset kosong, vhs kosong dan tentu saja pusat jajan yang
menawarkan macam-macam makanan dan minuman bagi konsumen hendak rileks setelah
berbelanja produk-produk elektronik.
Konsep one stop shopping dalam elektronika bisa dilihat pada Electronic City yang ada di
kawasan Semanggi. Konsumen betah di sana. mengingat aneka pilihan tersedia. Sementara
tukarannya (trade-off) juga pasti memuaskan konsumen. Sebagai pusat perdagangan segala
ada dalam bidang Elektronika, Electronic City tidak lepas dari prinsip dasar ekonomi pilihan
dan tukaran.
Konsumen tidak perlu bandingkan harga dengan tempat lain. Karena boleh dikatakan sama.
Sementara pilihan apa pun hampir sepenuhnya tersedia di tempat ini. Tingkat kepercayaan
konsumen yang tinggi tentu disebabkan pelayanan yang berkualitas dan produk yang dijamin
mutu. Alhasil. konsep ini memang merupakan tempat belanjaa kini.
Bentuk one stop shopping yang juga sukses sampai saat ini adalah Jakarta Design Centre.
Singkatnya di sini, konsumen berbelanja segala sesuatu yang berurusan dengan keperluan
untuk membuat rumah, gedung, dan yang sejenis. Mulai paku sampai ke urusan desain
interior bisa dibeli di sini. kwalitas bagus. harga bersaing. dan yang utama konsumen hanya
tinggal pindah lantai dengan eskalator. Kegagalan terlihat ketika konsep ini diterapkan untuk
bidang furnitur.
Pada awalnya terlihat bagus. apalagi macam-macam furnitur berada dalam satu gedung yang
megah. Entah apa menjadi faktor ketidakberhasilannya. Namun satu hal pasti. ketika ada
pameran fumitur di satu tempat seperti Jakarta Convention Centre, pengunjung pasti banyak
sekali. Boleh jadi konsep one stop shopping dengan menampilkan berbagai merek furnitur
memang tidak cocok. lni beda dengan IKEA. seperti halnya di Singapura dan negara-negara
lainnya, merupakan one stop shopping dalam furnitur semuanya bermerek lKEA.
Pengunjungnya selalu ramai.
Pernah pada suatu saat muncul pemikiran di kalangan dokter untuk membangun one stop
shopping dalam pelayanan kesehatan. Keinginan semacam ini bisa dimengerti mengingat
makin sadarny masyarakat kelas menengah akan hidup sehal Dari segi pendapatan pasti
mereka tidak akan ragu untuk membayar mahal bagi pelayanan kesehatan berkualitas. Boleh
Jadi pemikiran seperti ini didorong oleh banyaknya orang Indonesia yang berobat ke
Singapura dan Australia.
Impian para dokter menjadi kenyataan dengan berdirinya one stop shopping dalam
pelayanan kesehatan. Tentu konsep ini tidak sama dengan ramah sakit yang mempunyai
fasilitas rawat inap. Sayang konsep ini gagal total, mengingat beberapa faktor, terutama
banyaknya rumah sakit dan klinik dokter 24 jam di sekitarnya. Padahal, berbagai fasilitas
betul-betul untuk konsumen.
Baru-baru ini telah diresmikan one stop shopping untuk mobil. Dalam bangunan megah dua
lantai, para mobil mania akan menikmati suasana yang didesain sedemikian rupa, sehingga
dari Isuzu Panther sampai ke Rolls Royce dan Ferrari tersedia. Kalau soal warna, tinggal
dipesan dan akan dikirm langsung ke rumah pembeli.
Walaupun one stop shopping mobil masih baru, konsumen akan senang untuk datang ke
sana, walaupun sekadar melihat-lihat saja. Apalagi di lantai dua tersedia kaset-kaset dari
macam-macam penyanyi dalam dan luar negeri. Fasilitas ini masih dilengkapi dengan
berbagai restoran yang menyajikan macam-macam makanan. Pengelola tempat ini pasti akan
mendapat saingan dari berbagai show room yang ada di Jakarta.
Prinsip Customer Focused
Konsep one stop shopping menarik dan bagus, namun dalam aplikasinya, bagi James C.
Anderson dan James A. Narus, Pakar manajemen harus memahami apa yang bernilai bagi
konsumen. Artinya sejauh mana produk dan jasa dalam one stop shopping harga bagi
konsumen. Memang konsumen lah yang harus selalu menjadi titik tolak.
Konsep one stop shopping menuntut beberapa hal penting agar tidak merugi. Yang pertama
adalah studi kebutuhan pelanggan. Studi ini mempelajari apa saja perilaku dan kebutuhan
pelanggan jika mendatangi gerai bisnis kita. Contoh sederhananya adalah jika kita membuka
bisnis pemberhentian perjalanan darat, kita harus tahu, yang berhenti itu siapa saja? Lalu latar
belakangnya seperti apa? Sebesar apa daya belinya, menginginkan apa jika singgah ke gerai
kita? Apa yang mereka inginkan dan yang mereka butuhkan dari kita? Dan berbegai
pertanyaan yang bisa menjawab dengan tansparan apapun yang ingin kita ketahui.
Jawaban pertanyaan itu akan menjawab, jika kita mau menjual makanan, tentu menu apa
yang akan disajikan. Lalu dengan cara apa? Cepat /lambat. Jawaban itu juga bisa menentukan
berapa jumlah kamar mandi yang akan disiapkan. Apakah perlu pemanas atau tidak? Apakah
perlu membuka gerai souvenir? Apakah perlu membuat pojok ATM? Apakah perlu menjual
BBM? dll
Prinsip kedua yang penting dalam membangun one stop shopping adalah spesialisasi. Jika
masing-masing bagian produk/jasa tidak dikerjakan dengan khusus dan fokus, maka hasilnya
tidak akan maksimal. Akan ada bagian-bagian yang terbengkalai. Karena memang pekerja
kita tidak bisa mendua.
Jika seorang pelayan restoran, selain melayani di restoran tetapi juga ditugaskan untuk
membersihkan kamar mandi dan mejadi penjaga parkir, niscaya hasilnya akan tidak
maksimal, jangan-jangan malah menghancurkan sistem pelayanan itu sendiri. Yang sering
dilupakan adalah pegawai tingkat atasnya seringkali merangkap berbagai produk/jasa,
sehingga fokus perhatiannya juga menjadi bias. Jika bias itu terjadi berkelanjutan, maka akan
ada bagian-bagian yang mengindikasikan kerusakan/kerugian.
Prinsip one stop shopping yang ketiga adalah harus ada kekompakan tema antar produk yang
dipasarkan. Jika anda hadir sebagai suplier bahan bangunan, pastikan anda komit dengan
tema itu. Lengkapi outlet anda dengan berbagai bahan untuk rumah, interior, landskap,
taman, pesta kebun, perlengkapan dapur, cat, pertukangan, keramik, perlengkapan kamar
mandi, sistem keamanan rumah, perbankan yang berhubungan dengan kredit rumah, dan
berbagai aksesoris yang diperlukan dalam sebuah rumah.
Pastikan anda menghipnotis pelanggan anda dengan meyakinkan mereka bahwa semua
kebutuhan tentang rumah pasti ada di gerai anda.
Selanjutnya baru anda lengkapi gerai anda dengan hal-hal lain yang diperlukan oleh
pengunjung, seperti jasa informasi, jasa taksi, jasa pengepakan, jasa titipan kilat, gerai
makanan/minuman, jasa ATM dll.

Anda mungkin juga menyukai