Anda di halaman 1dari 5

Buku Alih Bahasa, Terbit Desember 2009

PERKAWINAN BUGIS
Refleksi Status Sosial dan Budaya di Baliknya
Susan Bolyard Millar

Diterjemahkan dari Bugis Wedding:


Ritual of Social Location in Modern
Indonesia (Monograph No. 29,
Center for South and South East
Asia Sudies, University of California
at Berkley.
C

1
Kata Pengantar Alih Bahasa
Pada kesempatan pertemuan pembahasan naskah awal terjemahan buku ini di tempat
kediaman pengarang (Dr. Susan Bolyard Millar) di Madison, Wisconsin, Amerika
Serikat, tanggal 06 Oktober 2007, saya mendapatkan amanah dari beliau memberikan
“Kata Pengantar Alih Bahasa” untuk menjelaskan latar belakang dan hasil pembicaraan
dengan pengarang, termasuk persetujuan beliau untuk mengadakan revisi judul guna
menjaga kesinambungan keterkaitan maknanya dengan konsep-konsep dasar tulisan.
Catatan pengarang untuk meminta saya memberikan pengantar tersebut adalah sebagai
berikut:
“Forward by A. Hafied A. Gany explaining discussions with author (S.
Millar) leading to revise the title to indicate continued relevance of core
concepts”.
---------
Di sekitar awal Oktober 1989 saat saya cuti dari kantor saya di Provinsi Lampung untuk
berlibur di rumah kediaman orang tua saya di Watan Soppeng, Sulsel, saya temukan buku
yang dibahas ini tergeletak di atas meja kerja bapak saya. Saya hanya sempak melirik
untuk sambil lalu membaca judul buku tersebut yakni “Bugis Weddings – Ritual of
Social Location in Modern Indonesia”. Saya baru mencoba membuka-buka buku tersebut
tanpa ketertarikan pada keesokan harinya setelah saya diberitahu ayah saya bahwa dia
menerima kiriman buku dari Amerika beberapa hari sebelum kedatangan saya, tapi beliau
hanya menngeletakkan buku tersebut di atas meja tulisnya karena tidak bisa mengerti
Bahasa Inggeris. Ayah saya minta saya membacanya dan menyampaikan kepada beliau
kalau ada hal-hal yang menarik.
Saya masih saja diliputi rasa ketidaktertarikan membolak balik lembaran buku tersebut
sampai saat saya menemukan pada lembar ketiga dari depan terpampang sebuah kalimat
di atas lembar kalaman kosong kedua bertuliskan “I dedikate this book to Haji Andi
Abdullah Gany and the late Haji Adawiah” (Saya persembahkan buku ini kepada Andi
Abdullah Gany dan Almarhum Haji Adawiah). Mata dan perhatian saya dengan serta
merta menjadi tersita, disertai perasaan bersalah, malu bercampur terharu dan dengan
penuh rasa keingintahuan setelah membaca tulisan tersebut. Saya lalu membatin, begitu
bermaknakah peranan kedua orang tua saya terhadap pengarang, sampai-sampai dengan
tulus mempersembahkan buku terbitan Universitas California Berkeley tersebut kepada
beliau?
Saya kemudian mendapati diri saya tertelan oleh suasana batin yang menghablur melahap
kalimat dari kalimat buku kajian antropologi tersebut dengan tidak mengindahkan waktu
istirahat – meskipun saya mengakui bahwa latar belakang pendidikan dan pengalaman
saya adalah dalam bidang teknik sipil keairan – yang sangat berbeda dengan substansi
buku yang saya sedang tekuni tersebut. Hanya dalam bilangan waktu belasan jam saja
saya selesai menyimak buku tersebut dan langsung bernafas lega penuh kepuasan dan
rasa suka cita seolah-olah baru saja menemukan diri peribadi dengan nuansa batin yang
seutuhnya. Ternyata buku tersebut bukan hanya telah meningkatkan dan mengukuhkan
eksistensi pembelajaran saya – sebagai orang Bugis – tentang suatu sisi kehidupan sosial
budaya orang Bugis, tapi rupanya sejak proses awal penelitian sampai terwujudnya buku
tersebut telah sebelumnya menjadi bagian dari instrument pertumbuhan dan pembentukan

2
diri saya yang cukup dominan, hingga saat ini. Studi ini secara kebetulan saya ketahui,
karena Dr. Susan Millar dan Suaminya Dr. Terry Millar dan seorang anak balitanya
Jessica Millar, selama melakukan kajian lapangan tinggal bersama orang tua saya di
Soppeng – kendatipun saat tersebut saya tidak pernah bertemu beliau karena saya bekerja
dan tinggal di Provinsi Lampung.
Rupanya setelah menyimak dengan tekun, baru saya menyadari bahwa terlalu banyak
ikhwal sosial ekonomi, adat istiadat serta budaya Orang Bugis, yang saya tidak ketahui
konsepsinya meskipun saya sehari-harinya – sampai saat meninggalkan kampung
halaman merantau ke daerah lain – menjadi pelaku aktif ikhwal keseharian tersebut. Kini
saya baru menyadari bahwa semua tatanan maupun ritual keseharian sosial yang tadinya
saya hanya terima secara dogmatik, ternyata merupakan refleksi kesejatian masyarakat
yang terbentuk melalui proses interaksi sosial budaya yang cukup lama. Hal ini
menjadikan saya sangat kagum dengan buku karangan Dr. Susan Millar ini, khususnya
bahwa beliau sebagai pengamat asing dari luar, mampu mengungkapkan hakikat perilaku
sosial ekonomi, adat istiadat serta budaya Bugis (khususnya refleksi harga diri dan status
sosial), dengan hanya melalui kajian antropologis terhadap ritual perkawinan Bugis di
lokasi kajian yang secara geografis terbatas pula. Sepanjang pengertian saya menyimak
buku tersebut, saya berpendapat bahwa konsep yang terungkap dari kanjian dan analisis
yang melatarbelakangi sintesis kajian tersebut dapat berlaku sebagai refleksi generik
tatanan perilaku sosial budaya orang bugis, yang tak tergantung dari substansi obyek
kajian, dan tak pula lekang dimakan waktu serta pergeseran modernisasi ritual kehidupan
masa kini dan ke depan. Namun demikian, di balik refleksi generik yang disodorkan
dalam buku ini, tentunya saya juga tidak menyangkal bahwa, dalam menarik garis lurus
penggeneralisasian, pasi di sana-sini terdapat penyimpangan anomalistik dimensional
maupun parameter tak-teraba yang diakibatkan oleh adanya perbedaan-perebedaan
pluralistik setempat yang disertai pergeseran paradigma yang berjalan sesuai kodratnya.
Tatkala menerima amanat dari pengarang untuk turut melakukan pemolesan terhadap
naskah alih bahasa yang disusun oleh Tim Ininnawa ini, saya langsung menerimanya
tanpa tedeng aling-aling, kendatipun saya hanya memiliki latar belakang pendidikan yang
berbeda, dan modal percaya diri saja. Saya dalam menerima amanat tersebut, semata-
mata dimotivasi oleh keinginan keras membagi pengalaman kepada sidang pembaca yang
budiman dalam mengambil manfaat sebesar-besarnya dari kehadiran alih bahasa buku
yang satu ini di tengah-tengah kita semua.
Pada dasarnya, buku ini menguraikan melalui pendekatan antropologis bahwa Pernikahan
bagi orang Bugis merupakan peristiwa yang sangat-sangat bermakna, namun pada saat
yang sama juga merupakan peristiwa yang sangat menyenangkan untuk dinikmati
bersama dalam komunitas mereka. Dalam proses interaksi perhelatan perkawinan, orang
Bugis menggunakan banyak simbol-simbol untuk mengungkapkan aspirasi, status diri,
serta sosial, dan budaya pihak penyelenggara, sekaligus tamu-tamu yang diundang.
Penulis menggarisbawahi bahwa interaksi antar tetamu pernikahan pada umumnya
diibaratkan sebagai arena pergunjingan dan penialian terhadap keberadaan dan
penampilan orang lain.
Interaksi simbolis yang digunakan, umumnya terdiri dari tingkah laku yang
mengungkapkan hubungan kompetitif antar penyelenggara pesta perkawinan dengan
status sosial maupun derajat keturunan yang setara atau berbeda di sekitarnya. Simbol-

3
simbol ini digunakan untuk mengungkapkan hubungan hierarkis satu sama lain antar
status sosial yang tidak setara maupun yang setara, dan membentuk jenis simbol-simbol
sekunder. Dalam buku ini, penulis banyak mengungkap dan menjelaskan simbol-simbol
yang menunjukkan hubungan kompetitif dan hierarkis, mencerminkan bagaimana praktik
adat di dalam berbagai tatanan masyarakat dan adat istiadat setempat.
Dengan melakukan observasi pada proses di mana dua keluarga mengajukan dan
menerima lamaran pernikahan, dan mempersiapkan serta menyelenggarakan seluruh
proses sosialisasi dan upacara pesta perkawinan mereka masing-masing, penulis berhasil
mengkaji banyak fenomena sosial dan budaya untuk memeroleh pembenaran konseptual
atas hubungan kompetitif yang menegangkan bagi para pihak terkait dalam
penyelenggaraan pernikahan. Kendatipun lingkup bahasan buku ini tidak sampai
mengungkap secara kasuistis, meskipun perlu, bagaimana kecenderungan resultante
komulatif interaksi antar lintas status sosial, budaya dan derajat kebangsawanan, yang
yang secara perlahan namun pasti terus bermetamorfose dan pada gilirannya bermuara
pada tatanan sosial, budaya, dan eksistensi status diri masyarakat Bugis di era modern,
sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk memberikan nuansa yang lebih kongkret terhadap wawasan, gagasan dan konsepsi
serta hasil kajian yang disuguhkan dalam buku ini, Dr. Susan Millar menyetujui usul saya
untuk memodifikasi terjemahan judul asli buku dalam Bahasa Inggeris “Bugis Weddings
– Ritual of Social Location in Modern Indonesia” menjadi judul dalam alih bahasa
Indonesianya yakni “PERKAWINAN BUGIS – Refleksi Status Sosial dan Budaya di
Baliknya”, yang berbeda dengan terjemahan bebas judul buku aslinya. Alih bahasa yang
saya lakukan, hanya semata-mata men-streamline-kan gaya bahasa bab-demi-bab dari
buku ini, yang rupanya diterjemahkan oleh anggota tim Ininnawa melalui orang yang
berbeda. Di samping itu, Dr Susan Millar juga meminta saya mengupayakan memoles
kalimat-kalimat maupun istilah teknik (jargon) yang sulit dicarikan padanannya dalam
bahasa Indonesia dengan terjemahan bebas, tanpa menghilangkan istilah aslinya dalam
Bahasa Inggeris.
Konsultasi dengan Pengarang, kami lakukan melalui proses estafet selama lima hari
bertamu didampingi isteri saya ke tempat kediaman Dr. Susan Millar – pembahasan kami
lakukan baik di beranda depan sambil minum teh, di ruang makan sambil bersantap, di
restoran pada waktu sarapan pagi, makan siang, maupun malam, di mobil (yang
dikemudikan Dr. Terry Millar – Suami Dr. Susan) – maupun di sepanjang perjalanan
wisata pulang-pergi ke Kota Galena, Illinois (Negara Bagian tetangga Wisconsin), dan di
selah-selah waktu senggang di rumah dan di hotel sepanjang kunjungan saya bersama
isteri di kediaman Keluarga Dr. Susan Millar tersebut. Puncak konsultasi kami lakukan
melalui diskusi interaktif bertiga selama tiga jam “on-line” dengan Dr. Barbara Harvey –
seorang pakar politik senior Amerika yang banyak melakukan studi kajian dan banyak
menulis buku tentang Sulawesi Selatan, yang saat ini berdomisili di New York – dan
kami bertiga sempat menyimpulkan pembahasan keseluruhan substansi buku yang
memerlukan klarifikasi, tanggapan, koreksi dan pelurusan pengertian semacamnya.
Patut dikemukakan bahwa keseluruhan rangkaian proses alih bahasa buku ini, meskipun
waktunya relatif lama, namun banyak sekali terkandung hikmah serta kemudahan yang
seolah-olah berjalan secara kebetulan, di mana secara bertepatan saya akan berkunjung
bersama isteri ke kediaman Dr. Susam Millar di Amerika Serikat, pada saat yang

4
bersamaan sempat berkenalan dengan Bapak Anwar Jimpe Rachman Pimpinan Penerbit
Ininnawa yang menyanggupi – dalam waktu hanya tiga minggu sebelum saya berangkat –
menyiapkan naskah terjemahan untuk saya bawa berkonsultasi dengan pengarangnya di
Amerika Serikat. Kebetulan juga bahwa materi (Thesis Doktoral, Universitas Cornel atas
nama Dr. Susan Bolyard Millar yang berjudul “Bugis Society: Given by the Wedding
Guest”), yang menjadi rujukan utama buku ini, jauh sebelumnya secara kebetulan pula,
sudah saya petik manfaatnya, baik dalam wujud metode kajian maupun substansinya
sendiri. Dengan demikian, saya telah membuktikan betapa banyaknya hikmah baik yang
nyata maupun tersembunyi di balik keberadaan buku yang ada di depan sidang pembaca
yang budiman. Disertai ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak
terkait, saya memanjatkan doa kepada Tuhan, Zat yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, semoga buku ini dapat memberikan manfaat, bahkan lebih melimpah ruah
dari sekedar pengalaman saya – yang secara kebetulan – menyimak, menimba manfaat
dan khususnya terlibat dalam proses akhir alih bahasa buku ini. Amien.

Jakarta, Medio April 2008

A. Hafied A. Gany, Ph.D., P.Eng.

Anda mungkin juga menyukai