Anda di halaman 1dari 15

Hal 1 dari 15

KERANGKA ACUAN KERJA


(TERM OF REFERENCE )













KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN (KKOP), DAERAH
LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKP) DAN DAERAH LINGKUNGAN KERJA
(DLKr) DISEKITAR BANDAR UDARA DIKABUPATEN BLITAR

















TAHUN ANGGARAN 2013


Hal 2 dari 15

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
Bandar Udara merupakan prasarana angkutan udara yang memerlukan pengaturan penyediaan tanah
dan ruang udara serta lingkungan yang bebas penghalang guna menjamin Keselamatan Operasi
Penerbangan dan Keselamatan masyarakat disekitarnya.
Dengan semakin meningkatnya peranan angkutan udara, maka perlu adanya pengaturan yang lebih
terarah meliputi penyediaan dan penggunaan tanah dan ruang udara bandar udara sesuai dengan
kemajuan pembangunan.
Keberadaan bangunan dan benda tumbuh mempunyai dampak terhadap pengaturan pergerakan dan
lalu lintas penerbangan dan pembangunan Bandar Udara di Kabupaten Blitar, sehingga perlu
dilakukan penyusunan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan disekitar Bandar Udara Di
Kabupaten Blitar.
Disatu sisi keselamatan operasi penerbangan ini tidak hanya meliputi wilayah di dalam bandar udara
akan tetapi mencakup wilayah diluar bandar udara, bahkan umumnya meliputi areal pemukiman
penduduk.
Untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan di bandar udara dan sekitarnya, perlu ditetapkan
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 70
Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. 48 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Bandar
Udara Umum yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang
Kebandarudaraan juga diamanatkan bahwa pada setiap Bandar Udara Umum harus mempunyai
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu dilakukan penyusunan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP),Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP) dan Daerah Lingkungan Kepentingan
(DLKr) di sekitar Bandar Udara di Kabupaten Blitar.

1.2 GAMBARAN UMUM LOKASI
Bandar Udara di Kabupaten Blitar adalah bandar udara yang terletak di desa Pojok dan Ponggok
Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur dengan posisi geografis berada pada
koordinat 08 02' 16,3" LS dan 112 07' 00,03" BT (E/ X = 623052,994 N/ Y = 9111348,878).





Hal 3 dari 15

1.3 LANDASAN HUKUM / DASAR PERTIMBANGAN
Untuk penyusunan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di Kabupaten Blitar dan
sekitarnya, diperlukan tinjauan mengenai peraturan-peraturan yang bersifat nasional maupun
internasional.
A. Peraturan Perundang-undangan
1. Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
2. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;
3. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan;
4. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 91/OT 002/Phb-80 dan No. KM 164/OT
002/Phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 4 Tahun 2000;
5. Keputusan Menteri Perhubungan No. T.11/2/4-U tahun 1960 tentang Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan
Menteri Perhubungan No. KM 13 Tahun 2000;
6. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 44 Tahun 2002 tentang Tatanan
Kebandarudaraan Nasional;
7. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 47 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Operasi
Bandar Udara;
8. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 48 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan
Bandar Udara Umum;
9. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP/32/IV/1988 tentang
Pedoman Pemberian Tanda, Pemasangan Lampu dan Pemberian Rekomendasi disekitar
Bandar Udara;
10. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP/110/VI/2000 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan Bandar
Udara dan sekitarnya;
11. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP/48/III/2001 tentang
pedoman Penelitian Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan Bandar Udara dan sekitarnya;

B. Ketentuan Teknis Tingkat Internasional
1. ICAO ; ANNEX 14 tentang Aerodromes dan Konvesi Chicago Tahun 1944;
2. ICAO ; Airport Services Manual (DOC 9137- An/898/2 Part 6 tentang Control of
Obstacle) Part 2 tentang Land Use and Environmental Control;
3. ICAO ; ANNEX 10 Volume 1 Part 1 Chapter 3 beserta Attachment C tentang Spesifikasi
untuk Alat Bantu Radio Navigasi;
4. Advisory Circular FAA; Chapter 1, Chapter 2 ; Chapter 3 tentang perletakan Alat Bantu
Navigasi Udara dan ketentuan Obstacle yang kemudian dimodofikasi Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara untuk syarat-syarat Kawasan disekitar perletakan Alat
Bantu Navigasi Udara.
Hal 4 dari 15

BAB II
LINGKUP KEGIATAN


2.1 MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan studi ini adalah untuk mengumpulkan data awal yang dibutuhkan guna
Penyusunan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di Bandar Udara Di Kabupaten Blitar dan
sekitarnya.
Serta menetapkan beberapa kerangka dasar horizontal dan vertikal disekitar bandar udara guna
keperluan pemberian rekomendasi batas ketinggian bangunan serta benda - benda lainnya di Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar Bandar Udara di Kabupaten Blitar dan sekitarnya.

2.2 RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Ruang Lingkup pekerjaan ini mencakup hal - hal sebagai berikut :
A. Pekerjaan Pendahuluan
Sebelum memulai rangkaian pekerjaan, maka Konsultan harus melakukan langkah
persiapan berupa penyusunan program kerja yang mencakup antara lain :
1) Penjelasan dan maksud tujuan pekerjaan secara mendetail;
2) Penyusunan detail Metodologi pelaksanaan pekerjaan;
3) Pembuatan program kerja yang meliputi :
a. Program detail kegiatan.
b. Jadwal pelaksanaan pekerjaan.
c. Perlengkapan dan organisasi kerja.
d. Penyediaan tenaga ahli.
4) Menyiapkan check list data, kuesioner dan form form penelitian yang diperlukan
untuk pengumpulan data informasi;
5) Studi kepustakaan / Literatur.
B. Pengukuran Obstacle (Penghalang)
Pekerjaan Pengukuran Obstacle (penghalang) yaitu mencakup pemasangan Bench Mark
(BM), pengukuran Poligon Primer (Utama), Poligon Sekunder, pengukuran sipat datar
Primer (Utama), sipat datar Sekunder dan pengukuran bangunan / benda tumbuh di sekitar
Bandar Udara yang membahayakan atau diduga dapat membahayakan Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan.
Hal 5 dari 15

C. Penyusunan Diskripsi Bench Mark (BM) sesuai dengan hasil perhitungan koordinat dan
ketinggian.
D. Penyusunan Laporan dan Gambar
E. Konsultasi dan pengesahan dokumen (laporan dan gambar) ke Kemenhub Udara
F. Pembuatan visualisasi gambar 3D

Hal 6 dari 15

BAB III
URAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN


3.1 PERSIAPAN SURVAI LAPANGAN DAN PENGUKURAN OBSTACLE
A. Persiapan Survei Lapangan
Dalam tahap persiapan survai lapangan pihak pelaksana pekerjaan harus membuat
program kerja, antara lain :
1) Program Kerja Pengukuran.
2) Program Kerja Masalah Keselamatan Operasi Penerbangan.
3) Program Kerja Masalah Peraturan Perundang-undangan.
4) Program Kerja Masalah Rencana Pengembangan Bandar Udara dipadukan dengan
masalah pengembangan wilayah untuk lokasi yang bersangkutan terhadap Keselamatan
Operasi Penerbangan.
B. Pengukuran BM
BM yang terpasang sebanyak 40 buah harus diikat ke titik referensi (X,Y,Z) dari
Bakosurtanal dan telah disetujui oleh Direksi. BM yang terpasang harus diukur
menggunakan GPS geodetic ketelitian dibawah 0,01 m.

C. Persiapan Pengukuran Obstacle
Dalam tahap ini, pihak pelaksana pekerjaan harus melakukan pengumpulan peta - peta
dasar, seperti : peta topografi skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000, peta foto (jika ada), peta
situasi, data Rencana Pengembangan Bandar Udara, informasi yang pasti mengenai data
titik kerangka dasar nasional, yang ada disekitar lokasi pengukuran serta data penunjang
lainnya.

3.2 SURVEI LAPANGAN, PENGUKURAN KERANGKA DASAR DAN OBSTACLE
A. Survei Lapangan
Data yang perlu didapat dalam survai lapangan, antara lain :
1) Data rencana pengembangan wilayah dan rencana perluasan kota untuk lokasi yang
bersangkutan.
2) Data tata guna tanah dan rencana tata guna tanah di lingkungan Bandar Udara dan
sekitarnya.
3) Data tentang Air Traffic Control untuk Bandar Udara yang bersangkutan.
4) Data fasilitas landasan dan Rencana Pengembangan Bandar Udara.
5) Data fasilitas Keselamatan Operasi Penerbangan, khususnya Fasilitas Alat Bantu Navigasi
Penerbangan.
6) Data topografi di kawasan Bandar Udara.
7) Dan lain - lain.
Hal 7 dari 15

B. Pengukuran Kerangka Dasar dan Obstacle
Secara garis besar tahap pekerjaan ini terdiri dari :
1) Pemasangan Bench Mark ( BM )
Bench Mark (BM) dipasang pada lokasi yang sesuai dengan rencana perletakan BM
yang telah di tentukan di atas peta dasar.
Bench Mark berukuran (1,00 x 0,30 x 0,30) m
3
dibuat dari campuran beton, diberi
kerangka besi ditengah tengahnya, dipasangi baut Kuningan dan di beri nomor/ kode
pengenal yang terbuat dari marmer.
Bench Mark ditanam 0,75 m

sehingga bagian yang berada diatas permukaan tanah
0,25m. BM ditanam di tempat yang aman dan mudah dicari, dan dipasang pada setiap
radius + 3 - 5 km. BM ditanam di dalam area rencana bandar udara sebanyak 2 (dua)
buah dan diluar area rencana bandar udara (area KKOP) sebanyak 38 (tiga puluh
delapan) buah dan diharuskan posisi pemasangan berada di dekat fasilitas umum dan
mudah diakses, dilihat.
2) Pengukuran Poligon.
Pengukuran poligon bertujuan untuk membuat atau menambah titik - titik kerangka
dasar horizontal dan ketinggian. Pengukuran poligon diikatkan pada titik - titik
kerangka dasar horizontal nasional yang terdekat. Apabila tidak ada titik kerangka dasar
horizontal nasional letaknya relatif jauh dari lokasi pengukuran, maka dapat ditentukan
titik kerangka dasar horizontal yang ada di sekitar bandar udara yang bersangkutan
misalnya Bench Mark milik Departemen PU, BPN atau BAPPEDA.
Pengukuran poligon terdiri dari poligon utama dan poligon sekunder.
a. Poligon Utama
Jalur poligon utama membentuk jaringan dari beberapa loop yang tertutup, melalui
kedua ujung titik as landasan.
(1) Pengukuran sudut.
(a) Alat yang digunakan adalah Theodolit.
(b) Pengukuran harus menggunakan metode "Fixed Tripod System" yaitu
dengan menggunakan 4 ( empat ) buah statip dengan 3 (tiga) buah kiap /
tribrach. Selama pengamatan berlangsung statip tersebut harus tetap
berada di satu titik, hanya target dan theodolit saja yang berpindah.
(c) Theodolit terlebih dulu harus dicek, apabila salah kolimasi lingkaran
horizontal lebih besar dari 30 " atau salah index lebih besar dari 1 ' maka
harus dilakukan kalibrasi.
(d) Sebagai titik bantu digunakan patok kayu dengan ukuran ( 0,50 x
0,05 x 0,05 ) m
3
. ditengahnya diberi paku payung, cat merah dan diberi
nomor / kode mengenal, Bagian patok kayu ditanam sedalam 35 cm.
(e) Pembacaan dilakukan dengan double seri dengan ketelitian 1 "
(f) Salah penutup sudut maksimum 10 " V.N, dimana N = jumlah titik.

Hal 8 dari 15

(g) Pengamatan sudut vertikal untuk reduksi kejarak datar dilakukan dengan
2 seri pada setiap ujung titik poligon.
(2) Pengukuran jarak.
- Alat EDM atau Total Station yang digunakan terlebih dulu harus dicek
(dikalibrasi) terhadap basis yang diketahui jaraknya.
- Setiap pengamatan jarak paling sedikit dilakukan 3 kali pembacaan dan
kemudian diratakan.
- Temperatur dan tekanan udara dicatat untuk hitungan koreksi refraksi
- Ketelitian alat ukur jarak yang digunakan harus + (5 mm + 5 mm / km).
(3) Pengamatan matahari.
- Harus memakai prisma Reoloff.
- Pengamatan matahari minimal 2 seri untuk pagi dan 2 seri untuk sore hari.
- Pengamatan dilakukan pada saat tinggi matahari 20
0
- 40
0

- Pengamatan dilakukan setiap jarak + 1 Km, pada titik simpul dan di ujung
As landasan serta dilakukan diatas titik - titik tetap (bench mark) dengan
titik target diusahakan ke BM yang lain.
- Pengamatan sudut dengan kesalahan maksimum 15" ( second ).
b. Poligon Sekunder
(1) Pengukuran Sudut.
- Jalur pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik poligon utama.
- Pengukuran sudut dilakukan satu seri, dengan ketelitian sudut 2 ' (menit )
- Alat theodolit yang digunakan adalah Wild T-O atau sejenisnya.
- salah penutup sudut maksimum 2 ' V.N, dimana N = jumlah titik poligon.
(2) Pengukuran jarak.
- Jarak setiap sisi poligon diukur dengan pita ukur minimal 2 kali pembacaan
dan hasilnya diratakan .
- Salah penutup jarak linier maksimum 1 : 5.000.
(3) Pengukuran Sipat datar.
Pengukuran sipat datar bertujuan untuk menentukan ketinggian titik-titik
kerangka dasar horizontal pemetaan yang meliputi pengukuran sipat datar
utama dan sipat datar sekunder.
(a) Pengukuran sipat datar utama.
Titik referensi tinggi ditentukan terhadap titik tinggi nasional (TTG) atau
titik-titik lain yang ketinggiannya dalam sistem nasional/ MSL.
Jalur Pengukuran Sipat Datar Primer akan mengikuti jalur pengukuran
Poligon Primer kecuali bila ditemui daerah yang terjal atau gunung
sehingga tidk memungkinkan dilakukan pengukuran waterpass, maka
akan menggunakan cara Trigonometris.

Hal 9 dari 15

Adapun spesifikasi teknis pengukurannya, yaitu :
- Alat sipat datar yang digunakan adalah Automatic level orde 2 seperti :
Wild NAK-2, Zeiss-Ni.
- Jalur pengukuran mengikuti jalur poligon utama.
- Pembacaan dilakukan terhadap 3 ( tiga ) benang (atas, tengah, bawah ).
- Minimal 2 kali dalam setiap minggu alat harus dicek kesalahan garis
bidik ( kolimasi ).
- Jumlah slag perseksi harus genap.
- Pada waktu pembidikan diusahakan agar jarak belakang (DB) sama
dengan jarak ke muka (DM ).
Apabila DB DM, hasil hitungan beda tinggi perlu dikoreksi
terhadap faktor koreksi garis bidik.
- Jarak pembacaan dari alat waterpas kerambu maksimum 50 M.
- Pengukuran perseksi dilakukan pergi dan pulang .
- Rambu harus diberi alas atau Straatpot, kecuali pada patok kayu atau
BM.
- Dalam pengukuran sipat datar, rambu-rambu harus digunakan secara
selang - seling, sehingga rambu yang diamati pada titik awal akan
menjadi rambu yang diamati pada titik akhir pada setiap seksi.
- Tinggi patok kayu dan BM dari permukaan tanah harus diukur.
- Kesalahan penutup maksimum 8 D mm., dimana D adalah jarak
dalam satuan km.
(b) Pengukuran sipat datar sekunder.
- Jalur Pengukuran sipat datar sekunder mengikuti jalur poligon
sekunder.
- Kesalahan penutup maksimum 15 D. mm, dimana D adalah jarak
dalam satuan km.
- Pengukuran hanya dilakukan untuk arah pergi saja dan dilakukan
dengan double stand.
- Alat sipat datar yang digunakan adalah automatic arde 3 seperti :
Wild NAK-1, Sokkisha C-3A.
- Ketentuan ketentuan lain sama seperti pada pengukuran sipat datar
utama.
(4) Pengukuran Situasi dan Obstacle.
- Pengukuran obstacle bertujuan untuk mengetahui posisi dan ketinggian
bangunan / benda tumbuh di sekitar Bandar Udara yang membahayakan
atau diduga dapat membahayakan Keselamatan Operasi Penerbangan.
- Yang dimaksud bangunan atau benda tumbuh adalah suatu bangunan atau
benda termasuk benda bergerak yang didirikan atau dipasang.

Hal 10 dari 15

- Pengukuran posisi horizontal obstacle dilakukan dengan metode mengikat
kemuka.
- Ketelitian pengukuran sudut horizontal sama dengan pengukuran sudut
horizontal poligon utama.
- basis pengukuran diusahakan menggunakan titik - titik poligon utama
(BM)
- Pengukuran tinggi obstacle dilakukan dengan metode trigonometris.
- Pengukuran sudut vertikal dilakukan 2 ( dua ) seri, dengan ketelitian sudut
10 " ( second ), dengan menggunakan alat theodolit Wild T - 2 atau yang
sejenisnya.
- Tinggi muka tanah obstacle terhadap ketinggian referensi ditentukan
dengan melakukan pengukuran sipat datar, dengan ketelitian minimal
sama dengan ketelitian sipat datar sekunder.
C. PENGOLAHAN DATA SURVEI LAPANGAN
1) Pengolahan Data Survei Lapangan
Didalam pengolahan data, pihak pelaksana pekerjaan harus mempertimbangkan :
a. Rencana pengembangan Wilayah dan Pengembangan kota jangka panjang untuk
lokasi yang bersangkutan;
b. Rencana Pengembangan Bandar Udara di Kabupaten Blitar;
c. Rencana Prosedur dan Pengaturan Lalu Lintas udara (Air Traffic Control) Jangka
Panjang;
d. Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan Bandar Udara;
e. Ketentuan yang terdapat pada Annex 14 ICAO (International Civil Aviation
Organization) Konvensi Chicago tahun 1944;
f. Ketentuan yang terdapat pada Airport Services Manual ICAO, Part 6 Control of
Obstacle;
g. Ketentuan Sistim Koordinat Bandar Udara, sistim Perhitungan Ketinggian yang digunakan
oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;
h. Ketentuan tentang Pemberian Nomor Titik Bench Mark;
i. Ketentuan tentang Batas - batas Ketinggian di sekitar Alat Bantu Navigasi
Penerbangan, seperti : NDB (Non Directional Beacon), Inner, Middle dan Outer
Marker (IM/MM/OM), Doppler Very High Frequency Omni Range (DVOR)/
Distance Measuring Equipment (DME), Radar, ILS - Localizer dan ILS - Glide Path dll;
j. Dan sebagainya.
2) Pengolahan Data Pengukuran Kerangka Dasar dan Obstacle
a. Perhitungan Poligon
- Hasil pengukuran poligon utama dihitung dengan menggunakan peralatan metode
Bowditch kemudian dilakukan perhitungan perataan kwadrat terkecil dengan
menggunakan hasil hitungan pertama sebagai koordinat pendekatan.
- Hasil pengukuran poligon sekunder dihitung dengan menggunakan metode
Hal 11 dari 15

perataan Bowditch.
- Hasil hitungan koordinat disajikan dalam sistim koordinat proyeksi U.T.M.
(Universal Transverse Mercator), sistim Geografis (WGS - 84) dan sistim
Koordinat Bandar Udara.
- Dalam perhitungan kerangka dasar horizontal (poligon utama), kesalahan
memanjang (longitudinal error) dan kesalahan melintang (transversal error)
maksimum 4 D mm, dimana D adalah jarak titik awal dan titik akhir poligon,
dalam satuan km.
b. Perhitungan Sipat Datar
- Hasil pengukuran sipat datar utama dihitung dengan cara perhitungan perataan
kwadran terkecil.
- Hasil pengukuran sipat datar sekunder dihitung dengan cara perhitungan
perataan biasa dan diikatkan ke titik sipat datar utama.
- Perhitungan tinggi (H) diikatkan ke titik kerangka dasar vertikal Nasional (TTG)
dan dihitung dalam sistim Ketinggian Bandar Udara (Aerodrome Elevation
System).
c. Perhitungan Situasi dan Obstacle
- Hasil pengukuran obstacle dihitung tinggi dan posisinya dengan mengikatkan
ketitik poligon utama/ sekunder dan titik sipat datar utama/ sekunder.
- Dalam perhitungan besaran obstacle, harus memperhatikan persyaratan -
persyaratan yang berlaku.

3.3 PENYAJIAN DATA PENGUKURAN KERANGKA DASAR
A. Penyajian dan Penggambaran Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di Bandar Udara
di Kabupaten Blitar dan sekitarnya dilakukan dengan ketentuan sbb :
1) Data Topografi berupa besaran koordinat harus disajikan dalam Sistem Koordinat Bandar
Udara (ACS), Sistem Koordinat UTM dan Sistem Koordinat Geografis.
2) Data Topografi berupa besaran titik tinggi disajikan dalam sistem Titik Tinggi Nasional
(Mean Sea Level) dan Sistem Elevasi Bandar Udara (AES).
3) Peta situasi detail obyek obstacle diwujudkan dalam bentuk peta situasi detail obstacle
skala 1 : 2.500.
4) Penampang memanjang dibuat dengan skala horizontal 1 : 2.500 dan skala vertikal 1 :
500.
5) Penampang melintang dibuat dengan skala horizontal 1 : 500 dan skala vertikal 1 :
100.
6) Dalam gambar penampang memanjang dan penampang melintang dicantumkan besaran
ketinggian obyek obstacle yang melebihi batas yang dipersyaratkan, tinggi muka tanah,
tinggi bangunan dan sebagainya.


Hal 12 dari 15

B. Penyajian Data Pengukuran Kerangka Dasar dan Obstacle
Tahap pekerjaan ini terdiri dari :
1) Persiapan Penyajian data
Sistim koordinat peta untuk keperluan perencanaan teknis Bandar Udara berbeda
dengan sistim koordinat pemetaan pada umumnya. Titik referensi koordinat untuk
keperluan perencanaan teknis Bandar Udara disebut Aerodrome Coordinate System (
ACS) atau sistim koordinat Bandar Udara. Dalam sistim ini, sumbu X, dengan Y = +
20.000 m, diambil berimpit dengan centre line runway sumbu Y, dengan X = + 20.000
m, diambil melalui ujung kanan runway atau ujung kiri runway. Dengan perkataan lain
titik sistim koordinat Bandar Udara terletak pada ujung kiri atau ujung kanan runway
yang tidak mengalami rencana perpanjangan. Sedangkan titik referensi Geografis untuk
menentukan posisi Bandar Udara disebut Aerodrome Reference Point (ARP) atau titik
Referensi Geografis Bandar Udara dan besarnya dinyatakan dalam Lintang (L) dan Bujur
(B).
2) Penyajian besaran koordinat dan tinggi
Penyajian data topografi berupa besaran koordinat harus disajikan dalam sistim
koordinat Universal Transverse Mercator (U.T.M), sistem koordinat geografis dan sistim
koordinat Bandar Udara. Sedangkan sajian data ketinggian berupa besaran titik tinggi
disajikan dalam sistim titik tinggi Nasional Mean Sea Level (MSL) dan sistim ketinggian
Bandar Udara.






Hal 13 dari 15

BAB IV
KETENTUAN PELAKSANAAN PEKERJAAN


4.1 PERSYARATAN TUGAS
A. Syarat Teknis
Dalam rangka mengajukan usulan teknis, konsultan harus dapat menjelaskan pandangan
dan rencana konsultan dalam melaksanakan pekerjaan. Usulan teknis tersebut harus berisi
uraian - uraian sebagai berikut :
1) Penjelasan dan maksud tujuan pekerjaan secara mendetail.
2) Pendekatan Teknis :
a) Rencana Operasi.
b) Analisis teknis.
3) Bagan Organisasi Pelaksana.
4) Jadwal waktu (Time Schedule) pelaksanaan pekerjaan.
5) Jadwal personalia (Manning Schedule) dan daftar personil tim inti.
6) Perincian tugas masing - masing personil dalam melaksanakan pekerjaan.
7) Jadwal penggunaan peralatan pokok dan daftar peralatan.
8) Riwayat hidup personil yang diusulkan oleh Konsultan, dimana dicantumkan nama,
umur, pendidikan, fotocopy ijazah, pengalaman kerja, jabatan dalam perusahaan, dan
sebagainya.
9) Daftar peralatan yang akan digunakan dan yang telah dimiliki oleh konsultan.
10) Uraian tentang perusahaan konsultan dan pengalaman kerjanya.

B. Kebutuhan dan Persyaratan Personil
Persyaratan tenaga jasa Konsultasi yang diusulkan harus mengacu kepada persyaratan
nasional yang ditentukan oleh Bappenas. Adapun kebutuhan tenaga untuk layanan jasa
konsultansi dengan kualifikasi keahlian dan pengalaman profesional di bidangnya masing-
masing adalah sbb :
1) Tenaga Ahli
Mengingat pekerjaan ini menyangkut berbagai disiplin ilmu, maka konsultan diminta
mengajukan tenaga ahli profesional dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan
antara lain :
a) Ahli Perencana Bandar Udara (Team Leader), berpendidikan S-1 Teknik Sipil dan
berpengalaman sesuai bidang tugasnya sekurang-kurangnya 13 tahun;
b) Ahli Perencanaan Prosedur / Operasi Penerbangan, berpendidikan S-1 Teknik
Sipil/ Teknik Penerbangan dan berpengalaman sesuai bidang tugasnya sekurang -
kurangnya selama 9 Tahun atau berpendidikan Diploma III ATC dan
berpengalaman sesuai bidang tugasnya sekurang - kurangnya selama 9 Tahun;

Hal 14 dari 15

c) Ahli Teknik Geodesi, berpendidikan S-1 Teknik Geodesi/ Teknik Sipil dan
berpengalaman sesuai bidang tugasnya sekurang-kurangnya 9 tahun;
2) Tenaga Pendukung / Penunjang
Dalam mendukung pelaksanaan pekerjaan ini, Konsultan dapat menggunakan tenaga
pendukung/ penunjang, antara lain :
a) Administrasi
b) Operator Komputer
c) CAD Operator
d) Teknisi Surveyor
e) Pesuruh (Office Boy)

C. Asistensi dan Diskusi
Dalam tiap tahapan pekerjaan, harus diadakan asistensi dan diskusi antara konsultan
dengan pemberi tugas guna mengevaluasi dan memecahkan permasalahan yang timbul.
Pemberi tugas akan mendelegasikan kewenangan asistensi dan diskusi tersebut kepada Tim
Teknis yang dibentuk untuk keperluan tersebut. Dalam diskusi ini konsultan harus
memberikan penjelasan kepada pemberi tugas mengenai apa yang telah dilakukan dalam
tiap tahapan pekerjaan, sekaligus memintakan persetujuan mengenai apa yang telah
disepakati bersama dalam tiap tahapan pekerjaan.
Bila dianggap perlu, konsultan dapat diminta melakukan ekspose untuk tiap tahapan
pekerjaan.

4.2 SISTIM PELAPORAN
Konsultan wajib menyerahkan laporan hasil pekerjaan sebagai berikut :
A. Laporan Pendahuluan (Inception Report)
Merupakan laporan pertama yang harus diserahkan sebelum melakukan survei lapangan
serta pengukuran kerangka dasar. Laporan diserahkan sebanyak 10 (sepuluh) copy.
B. Laporan Antara (Interim Report)
Berisi hasil pengumpulan data survei lapangan maupun pengukuran kerangka dasar.
Laporan ini memuat antara lain :
1) Analisis pendahuluan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).
2) Perhitungan pendahuluan hasil pengukuran kerangka dasar situasi.
3) Laporan diserahkan sebanyak 10 (sepuluh) copy.
C. Konsep Laporan Akhir (Draft Final Report)
Konsep Laporan Akhir meliputi antara lain :
1) Analisis dan perhitungan koordinat kerangka dasar horizontal dan kerangka dasar
vertikal.
2) Analisis dan perhitungan tiap-tiap Bench Mark (BM) hasil pengukuran dengan GPS
Geodetic
3) Konsep laporan Deskripsi Bench Mark (BM).
Hal 15 dari 15

4) Gambar Area KKOP, Potongan Memanjang dan Melintang area KKOP
5) Gambar Area DLKR dan DLKP
6) Daftar Obstacle beserta koordinat x,y,z dan kelebihan elevasi obstacle
Laporan diserahkan sebanyak 10 (sepuluh) copy.
D. Diskripsi Bench Mark
Berisikan tentang laporan hasil survei lapangan, pengukuran kerangka dasar dan obstacle
disertai penjelasan/ deskripsi dan dokumentasi masing-masing bench mark (BM).
Laporan diserahkan sebanyak 10 (sepuluh) copy.
E. Laporan Akhir (Final Report)
Merupakan laporan akhir studi yang dibuat berdasarkan perbaikan-perbaikan setelah
Konsultan mengadakan diskusi dan asistensi terakhir kepada Pemberi Tugas.
Laporan diserahkan sebanyak 10 (sepuluh) copy.
F. Laporan Ringkas (Executive Summary)
Merupakan ringkasan dari laporan akhir yang memuat hasil pengambilan data primer,
analisa data dan penggambaran area KKOP, DLKR dan DLKP

4.3 JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN.
Pekerjaan Studi Penetapan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara di
Kabupaten Blitar dilaksanakan paling lama dalam waktu 150 (seratus lima puluh) hari kalender.

4.4 VOLUME PENGUKURAN KERANGKA DASAR DAN OBSTACLE
A. Pemasangan Bench Mark = 40 unit
B. Pengukuran Poligon Utama = 194 km
C. Pengukuran Poligon Sekunder = 80 km
D. Pengukuran Sipat Datar Utama = 40 km
E. Pengukuran Sipat Datar Sekunder = 80 km
F. Luas daerah pengukuran situasi & Obstacle = 780 km
2


4.5 LAIN - LAIN
Petunjuk dan ketentuan - ketentuan lain yang belum tercakup dan merupakan tambahan /
pelengkap, akan diberikan kepada Konsultan sebagai kelengkapan pekerjaan studi tersebut
apabila diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai