Anda di halaman 1dari 73

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PEDOMAN TEKNIS
PENYELENGGARAAN SPIP
SUB UNSUR
IDENTIFIKASI RISIKO
(2.1)

NOMOR : PER-1326/K/LB/2009
TANGGAL : 7 DESEMBER 2009

KATA PENGANTAR

Pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern


Pemerintah

(SPIP)

merupakan

tanggung

jawab

Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sesuai dengan


pasal 59 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pembinaan ini merupakan
salah satu cara untuk memperkuat dan menunjang efektivitas
sistem

pengendalian

intern,

yang

menjadi

tanggung

jawab

menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota sebagai


penyelenggara sistem pengendalian intern di lingkungan masingmasing.
Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang menjadi tugas dan
tanggung jawab BPKP tersebut, meliputi:
1. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;
2. sosialisasi SPIP;
3. pendidikan dan pelatihan SPIP;
4. pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan
5. peningkatan kompetensi auditor aparat

pengawasan intern

pemerintah.
Kelima kegiatan dimaksud diarahkan dalam rangka penerapan
unsur-unsur SPIP, yaitu:
1. lingkungan pengendalian;
2. penilaian risiko;
3. kegiatan pengendalian;
4. informasi dan komunikasi; dan
5. pemantauan pengendalian intern.

2.1 Identifikasi Risiko

Untuk memenuhi kebutuhan pedoman penyelenggaraan SPIP,


BPKP telah menyusun Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan
SPIP. Pedoman tersebut merupakan pedoman tentang hal-hal apa
saja yang perlu dibangun dan dilaksanakan dalam rangka
penyelenggaraan SPIP. Selanjutnya, pedoman tersebut dijabarkan
ke

dalam

pedoman

teknis

penyelenggaraan

masing-masing

subunsur pengendalian. Pedoman teknis sub unsur ini merupakan


acuan

langkah-langkah

yang

perlu

dilaksanakan

dalam

penyelenggaraan subunsur SPIP.


Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP Sub unsur Identifikasi
Risiko pada unsur Penilaian Risiko merupakan acuan yang
memberi arah bagi lembaga dan instansi pemerintah, baik pusat
maupun daerah dalam menyelenggarakan sub unsur tersebut, dan
dapat

disesuaikan dengan karakteristik masing-masing instansi

yang meliputi fungsi, sifat, tujuan, dan kompleksitas instansi


tersebut.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangsempurnaan
dalam penyusunan pedoman ini. Oleh karena itu, masukan dan
saran perbaikan dari pengguna pedoman ini, sangat diharapkan
sebagai bahan penyempurnaan.

Jakarta, Desember 2009


Plt. Kepala,

Kuswono Soeseno
NIP 19500910 197511 1 001
2.1 Identifikasi Risiko

ii

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................

B. Sistematika Pembahasan ........................................

BAB II GAMBARAN UMUM


A. Risiko ........................................................................

B. Proses Pengelolaan Risiko ....................................... 13


C. Penilaian Risiko ......................................................... 17
D. Parameter Penerapan .............................................. 20

BAB III LANGKAH IDENTIFIKASI RISIKO


A. Persiapan Identifikasi Risiko ..................................... 29
B. Pelaksanaan Identifikasi Risiko ................................. 35

BAB IVPENUTUP

2.1 Identifikasi Risiko

iii

2.1 Identifikasi Risiko

iv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian risiko merupakan salah satu unsur dalam Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), selain unsur lingkungan
pengendalian, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi,
serta pemantauan pengendalian intern. Proses pengendalian
menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai, maka yang
menjadi fondasi dari pengendalian adalah orang-orang (SDM)
di dalam organisasi yang membentuk lingkungan pengendalian
yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ingin
dicapai instansi pemerintah.
Penyelenggaraan unsur pertama SPIP, yaitu lingkungan
pengendalian dalam rangka peningkatan kondisi lingkungan
yang

nyaman

sehingga

menimbulkan

kepedulian

dan

keikutsertaan seluruh pegawai, haruslah menjadi komitmen


bersama dalam melaksanakannya. Hal ini sangatlah penting
untuk

terselenggaranya

unsur-unsur

SPIP

lainnya. Untuk

membangun kondisi nyaman tersebut, lingkungan pengendalian


yang

baik

harus

memiliki

kepemimpinan

yang

kondusif.

Kepemimpinan yang kondusif diartikan sebagai situasi dimana


pemimpin selalu mengambil keputusan dengan mendasarkan
pada data hasil penilaian risiko. Berdasarkan kepemimpinan
yang kondusif inilah, maka muncul kewajiban bagi pimpinan
untuk

menyelenggarakan

penilaian

risiko

di

instansinya.

Penilaian risiko dengan dua sub unsurnya, dimulai dengan


2.1 Identifikasi Risiko

melihat kesesuaian antara tujuan kegiatan yang dilaksanakan


instansi pemerintah dengan tujuan sasarannya, serta kesesuaian
dengan tujuan strategis yang ditetapkan pemerintah.
Setelah penetapan tujuan, instansi pemerintah melakukan
identifikasi

atas

memengaruhi

risiko

intern

keberhasilan

dan

ekstern

pencapaian

yang

tujuan

dapat

tersebut,

menganalisisnya untuk mendapatkan risiko yang memiliki


kemungkinan (probability) kejadian dan dampak yang sangat
tinggi sampai dengan risiko yang sangat rendah.
Berdasarkan hasil analisis risiko, selanjutnya dilakukan
respon atas risiko dengan membangun kegiatan pengendalian
yang tepat. Kegiatan pengendalian dibangun dengan maksud
untuk memastikan bahwa respon risiko yang dilakukan instansi
pemerintah sudah efektif. Seluruh penyelenggaraan unsur SPIP
tersebut

haruslah

dilaporkan

dan

dikomunikasikan

serta

dilakukan pemantauan secara terus-menerus guna perbaikan


yang berkesinambungan.
Risiko

mengacu

pada

ketidakpastian

(uncertainty).

Ketidakpastian diartikan sebagai kurangnya pengetahuan dalam


menjelaskan sesuatu atau hasilnya di masa depan, dengan
banyak

kemungkinan

hasil,

sementara

risiko

adalah

ketidakpastian yang kemungkinan hasilnya akan berakibat tidak


diinginkan

atau

mendatangkan

kerugian

yang

signifikan.

Meskipun berkonotasi negatif, risiko bukan merupakan sesuatu


yang harus dihindari melainkan harus dikelola melalui suatu
mekanisme yang dinamakan pengelolaan (manajemen) risiko.

2.1 Identifikasi Risiko

Di samping itu, penilaian risiko (risk assessment)


diartikan sebagai the overall process of risk identification, risk
analysis, and risk evaluation (Australian Standard/New Zealand
Standard, 4360: 2004) dan merupakan bagian terpadu dari
proses pengelolaan risiko. Dasar pemikiran pengelolaan risiko
adalah bahwa setiap entitas, baik yang berbentuk korporasi yang
berorientasi

laba

maupun

organisasi

masyarakat

yang

berorientasi nirlaba, serta sektor publik (badan pemerintah,


instansi pemerintah) yang berorientasi kepentingan publik
dibentuk dan dikelola untuk memberikan atau menghasilkan nilai
bagi para pemangku kepentingan (stakeholders).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP), khususnya Bagian Ketiga pasal 13 ayat (1), disebutkan
bahwa

pimpinan

instansi

pemerintah

wajib

melakukan

penilaian risiko. Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008, pasal 13,


disebutkan bahwa penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas
kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan
dan sasaran instansi pemerintah. Lebih lanjut, dalam PP
tersebut disebutkan bahwa penilaian risiko terdiri atas identifikasi
risiko dan analisis risiko.
Sehubungan

dengan

hal

tersebut,

untuk

dapat

melakukan penilaian risiko yang mencakup identifikasi, analisis,


dan evaluasi risiko terhadap sektor publik atau instansi
pemerintah, maka dipandang perlu tersedianya suatu pedoman
teknis yang dapat mengarahkan pelaksanaan penilaian risiko
agar dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Perangkat dan
metode yang digunakan harus menjamin bahwa semua risiko
entitas atau instansi pemerintah dapat
2.1 Identifikasi Risiko

diidentifikasi

dan
3

pengendalian yang ada dapat dinilai. Keduanya merupakan


informasi penting yang diperlukan dalam memberikan masukan
kepada pimpinan instansi mengenai langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam menangani risiko-risiko tersebut.
Buku pedoman teknis ini secara garis besar membahas
langkah penetapan konteks atau tujuan instansi dan langkah
identifikasi risiko. Penetapan tujuan dan identifikasi risiko adalah
bagian dari penilaian dan pengelolaan risiko instansi.
Tujuan dan manfaat buku pedoman teknis ini adalah
untuk memberikan panduan dalam melakukan identifikasi risiko
pada sektor publik atau instansi pemerintah. Identifikasi risiko
bertujuan untuk memberikan masukan kepada pimpinan instansi
pemerintah mengenai risiko-risiko yang dihadapi oleh instansi
pemerintah.
Secara khusus, buku pedoman teknis ini diharapkan
dapat memberikan pemahaman kepada tim penilai (assessor)
mengenai bagaimana (how to) melakukan langkah-langkah
atau prosedur dalam mengidentifikasi

risiko, sehingga dapat

memberikan hasil yang optimal.


Ruang lingkup identifikasi risiko ini mencakup langkahlangkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan identifikasi
risiko pada sektor publik yang terdiri atas identifikasi risiko
potensial, baik risiko yang berasal dari lingkungan internal
maupun lingkungan eksternal instansi pemerintah. Namun,
dalam identifikasi risiko perlu dilakukan
terlebih dahulu yang

penetapan konteks

terkait dengan penetapan tujuan dan

sasaran instansi pemerintah. Hal ini sejalan dengan PP Nomor


60 Tahun 2008 pasal 13 ayat (3), yang menyebutkan bahwa
dalam rangka penilaian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat
2.1 Identifikasi Risiko

(1), pimpinan instansi pemerintah menetapkan (a) tujuan instansi


pemerintah; dan (b) tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
B. Sistematika Pembahasan
Pedoman Teknis Identifikasi Risiko merupakan pedoman
pertama dari Pedoman Teknis Penilaian Risiko, dan disusun
dalam struktur bab dengan pembahasan sebagai berikut:
Bab I

Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang dan
sistematika pembahasan.

Bab II

Gambaran Umum
Dalam bab ini diuraikan secara singkat pengertian risiko,
proses pengelolaan risiko, dan penilaian risiko.

Bab III Langkah Identifikasi Risiko


Dalam bab ini diuraikan hal-hal sebagai berikut:
A. Persiapan Identifikasi Risiko
Subbab ini menguraikan mengenai hal-hal yang
harus disiapkan dalam rangka identifikasi risiko.
B. Pelaksanaan Identifikasi Risiko
Subbab ini menguraikan mengenai pelaksanaan
tahapan Identifikasi risiko.
Bab IV Penutup
Bab ini menguraikan secara singkat simpulan umum
dalam rangka melakukan identifikasi risiko.
Pedoman ini dimaksudkan hanya untuk identifikasi risiko,
yang

meliputi

juga

penetapan

konteks/tujuan

instansi,

sedangkan analisis risiko akan dibahas pada pedoman tersendiri.


2.1 Identifikasi Risiko

2.1 Identifikasi Risiko

BAB II
GAMBARAN UMUM
Bab ini memberikan gambaran umum tentang risiko, proses
pengelolaan risiko, dan penilaian risiko. Penilaian risiko sangat
berkaitan erat dengan proses pengelolaan risiko.
A. Risiko
1. Pengertian Risiko
Setiap keputusan untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu, keduanya membawa konsekuensi atau
dampak risiko. Risiko merupakan kondisi yang jika terjadi
akan menghambat atau mengganggu pencapaian tujuan
suatu organisasi, baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung, yang merupakan hasil dari kombinasi kemungkinan
(likelihood) terjadinya peristiwa dan besaran dari konsekuensi
atau dampaknya (consequences or impact). Risiko dapat
didefinisikan dalam berbagai cara.
Handbook (HB) 436: 2004 of Risk Management
Guidelines Companion to AS/NZS 4360: 2004, halaman 3,
mendefinisikan risiko sebagai:
the chance of something that will have an impact on
objectives. A risk is often specified in terms of an event or
circumstance and the consequences that may flow from it.
Risk is measured in terms of a combination of the
consequences of an event and their likelihood.

2.1 Identifikasi Risiko

Sesuai dengan penjelasan pasal 3 huruf b Peraturan


Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan penilaian risiko adalah kegiatan penilaian
atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian
tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
Menurut Ronny Kountur, D.M.S., Ph.D, (2008, halaman
6), dinyatakan bahwa risiko diartikan sebagai kemungkinan
kejadian yang merugikan. Ada tiga unsur penting yang dapat
menunjukkan apakah suatu potensi kejadian dapat disebut
risiko, yaitu:
a. Merupakan suatu kejadian;
b. Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi
dapat saja terjadi, atau tidak terjadi;
c. Jika sampai terjadi, ada akibat yang ditimbulkannya, yaitu
kerugian.
Di

samping itu, terdapat tiga unsur lain yang

menentukan tingkat risiko, yaitu paparan atau kemunculan


(exposure), waktu, dan kerentanan. Waktu dan kerentanan
dikelompokkan ke dalam kemungkinan, sedangkan paparan
dikelompokkan ke dalam akibat atau dampak.
Risiko juga diartikan sebagai fungsi atau terkait dengan
ketidakpastian (uncertainty). Bramantyo Djohanputro, Ph.D
(2008, halaman 30) menyatakan: Yang paling mendasar,
pengertian risiko sebagai ketidakpastian yang telah diketahui
tingkat probabilitas kejadiannya. Pengertian lain dan sering
digunakan

oleh

ketidakpastian

kebanyakan

yang

dapat

orang,

dikuantifikasi,

risiko
yang

adalah
dapat

menyebabkan kerugian atau kehilangan. Risiko juga dapat


diartikan penyebaran atau penyimpangan dari target, sasaran,
atau harapan.
2.1 Identifikasi Risiko

Berdasarkan pada dampaknya terhadap tujuan, risiko


dikenal sebagai risiko sisi bawah (downside risks) dan risiko
sisi atas (upside risks). Risiko sisi bawah mengacu kepada
terjadinya hal buruk yang secara negatif memengaruhi tujuan.
Risiko sisi atas mengacu kepada terjadinya hal-hal baik
(positif) yang diharapkan untuk secara positif memengaruhi
tujuan. Dengan demikian, risiko merupakan kejadian yang
mempunyai dampak positif (sisi atas) dan negatif (sisi bawah)
pada pencapaian tujuan organisasi, yang diukur berdasarkan
kemungkinan dan konsekuensinya.
Dari beberapa penjelasan di atas, yang dimaksudkan
dengan risiko dalam pedoman teknis ini adalah kemungkinan
kejadian

yang

mengancam

pencapaian

tujuan

dan

sasaran Instansi pemerintah.


2. Kategori Risiko
Untuk memudahkan identifikasi risiko, maka perlu
dilakukan kategori atau pengelompokan risiko. Ada beberapa
kategori risiko bergantung dari sudut pandang mana kita
melihatnya.
Risiko dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
a. Risiko dari Sudut Pandang Penyebab
Apabila dilihat dari sebab terjadinya, ada dua macam risiko,
yaitu risiko keuangan, dan risiko operasional. Risiko
keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor
keuangan.

Risiko

operasional

adalah

risiko

yang

disebabkan oleh faktor-faktor nonkeuangan, misalnya


manusia, teknologi, sistem dan prosedur, serta alam. Di
samping risiko dari sudut pandang penyebab, risiko juga
2.1 Identifikasi Risiko

bersumber
berdampak

dari

risiko

terhadap

strategis,
entitas

yaitu

dan

risiko

bersifat

yang

strategis

(misalnya keuangan, perubahan politik, dan keamanan)


sebagai akibat keputusan strategis yang tidak sesuai
dengan lingkungan eksternal dan internal organisasi, serta
risiko eksternalitas, yaitu risiko yang timbul dari faktor
eksternal, antara lain reputasi, lingkungan, sosial, dan
hukum (Bramantyo Djohanputro, 2008, hal. 66-67).
b. Risiko dari Sudut Pandang Akibat
Ada dua kategori risiko jika dilihat dari akibat yang
ditimbulkan, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif.
Apabila suatu kejadian berakibat hanya merugikan dan
tidak memungkinkan adanya keuntungan disebut risiko
murni, misalnya terjadi kebakaran. Risiko spekulatif adalah
risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian
tetapi juga memungkinkan terjadinya keuntungan, misalnya
risiko melakukan investasi.
c. Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas
Ada berbagai macam aktivitas yang dapat menimbulkan
risiko, misalnya aktivitas pemberian kredit oleh bank,
aktivitas pelayanan kepada masyarakat.
d. Risiko dari Sudut Pandang Kejadian
Risiko dilihat dari sudut pandang kejadian, misalnya risiko
kebakaran. (Ronny Kountur, Ph.D, 2008, halaman 14 -19).
Pendapat lain menyatakan beberapa sumber risiko
dapat dilihat dari sumber terjadinya, yaitu : (1) Lima M: SDM
(Man), Anggaran (Money), Peralatan (Machines), Sisdur
informasi (Methods), dan Sarpras (Materials); (2) Kegiatan
2.1 Identifikasi Risiko

10

manajemen (Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan,


dan Pengawasan); dan (3) Aspek lainnya (Koordinasi, Sosial
Ekonomi, Politik, Hukum, dan Lingkungan).
Komponen

suatu risiko berhubungan atau berkaitan

dengan (sesuai dengan HB 436: 2004, halaman 38):


a. Sumber risiko atau bahaya (hazard) sesuatu yang
mempunyai potensi intrinsik menjadi atau membantu
terjadinya

kerugian

(harm),

misalnya

bahaya

kimia,

pesaing, dan pemerintah.


b. Suatu kejadian atau insiden sesuatu yang terjadi,
sebagaimana sumber risiko, mempunyai dampak yang
berkaitan dengan kebocoran, pesaing masuk ke dalam
atau keluar dari pasar, regulasi baru atau regulasi yang
direvisi,

atau

beberapa

ukuran

atau

kinerja

untuk

memenuhi tingkat hasil tertentu.


c. Suatu konsekuensi (hasil atau dampak) pada pemangku
kepentingan dan aset, misalnya kerusakan lingkungan,
pasar yang meningkat, menderita kerugian, memeroleh
laba, bertambahnya regulasi, atau menurunnya persaingan.
d. Suatu penyebab (apa dan mengapa), (biasanya berkaitan
langsung dengan penyebab pokok) atas timbulnya bahaya
atau kejadian yang terjadi, misalnya desain, intervensi
orang,

pendanaan,

predikisi

atau

kegagalan

untuk

memprediksi aktivitas pesaing, dan kegagalan untuk


memasuki pasar atau ekspansi.
e. Pengendalian

dan

tingkat

efektivitas

pengendalian,

misalnya sistem deteksi, sistem pembersihan, kebijakan,


pengamanan, pelatihan, riset pasar, dan pengawasan
pasar.
f. Kapan terjadi risiko dan dimana kemungkinan terjadinya.
2.1 Identifikasi Risiko

11

Sumber risiko, menurut

Australian Standard/New

Zealand Standard (AS/NZS) 4360:2004, meliputi: perilaku


personel, aktivitas manajemen dan pengendalian, kondisi
ekonomi, kejadian yang biasa/tidak biasa, kondisi politik, isuisu teknologi/teknikal, hubungan hukum dan komersial,
tanggung jawab produk/profesional/publik, dan aktivitas itu
sendiri.
Dalam penjelasan PP Nomor 60 Tahun 2008, pasal 16
huruf (b) dan (c) disebutkan bahwa risiko dapat berasal dari
faktor eksternal dan faktor internal, serta faktor lain, yang
dapat dikhtisarkan sebagai berikut:
a. Risiko yang berasal dari faktor eksternal, misalnya
peraturan

perundang-undangan

baru,

perkembangan

teknologi, bencana alam, dan gangguan keamanan.


b. Risiko

yang

berasal

dari

faktor

internal,

misalnya

keterbatasan dana operasional, sumber daya manusia


yang tidak kompeten, peralatan yang tidak memadai,
kebijakan dan prosedur yang tidak jelas, serta suasana
kerja yang tidak kondusif.
c. Risiko yang berasal dari faktor lain adalah risiko akibat
kegagalan pencapaian tujuan dan keterbatasan anggaran
yang

pernah

terjadi,

antara

lain

disebabkan

oleh

pengeluaran program yang tidak tepat, pelanggaran


terhadap pengendalian dana, dan ketidaktaatan terhadap
peraturan perundang-undangan, risiko yang melekat pada
sifat misinya atau pada signifikansi dan kompleksitas dari
setiap program atau kegiatan spesifik dilaksanakan.

2.1 Identifikasi Risiko

12

Dalam

praktiknya,

terdapat

banyak

risiko

dan

kebanyakan saling berinteraksi satu sama lain. Satu risiko


memiliki

banyak

potensi

konsekuensi

pada

berbagai

perspektif, dan satu perspektif dapat merupakan akibat dari


beberapa risiko yang memengaruhi secara simultan. Oleh
karena itu, perlu adanya pengelolaan risiko terintegrasi, selain
pengelolaan risiko yang secara otomatis melekat

menjadi

bagian dari tugas pemegang jabatan masing-masing, yang


terkait dalam suatu organisasi.
B. Proses Pengelolaan Risiko
Dalam lingkungan organisasi atau instansi pemerintah,
perhatian atas pentingnya

pengelolaan risiko

dan sistem

pengendalian intern telah meningkat, sehingga membawa


tanggung jawab yang lebih besar bagi orang-orang yang
mengelola risiko. Oleh karena itu, manajemen organisasi
mempunyai harapan yang lebih tinggi untuk mengawasi
(oversight) dan mengelola risiko utama dalam organisasi mereka,
serta bagaimana risiko dan upaya-upaya pengendaliannya dapat
mendukung kinerja organisasi.
Sistem pengendalian intern adalah proses yang integral
pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terusmenerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan (PP Nomor 60 Tahun 2008).

2.1 Identifikasi Risiko

13

Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 Bab II, pasal 3, disebutkan


bahwa SPIP terdiri atas unsur (a) lingkungan pengendalian,
(b) penilaian risiko, (c) kegiatan pengendalian, (d) informasi dan
komunikasi, dan (e) pemantauan pengendalian intern.
Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan
tujuan instansi pemerintah yang jelas dan konsisten, baik pada
tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya,
instansi pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif
risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik
yang bersumber dari dalam maupun luar instansi. Terhadap
risiko yang telah diidentifikasi dianalisis untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan instansi
pemerintah merumuskan pendekatan pengelolaan (manajemen)
risiko dan kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk
memperkecil risiko.
Pengertian pengelolaan risiko yang secara luas telah
digunakan, di antaranya sebagai berikut:
budaya, proses, dan struktur yang diarahkan kepada
pengelolaan yang efektif atas potensi kejadian dan dampak
yang tidak diinginkan. (Australian Standard/New Zealand
Standard , AS/NZS, 4360:2004)
proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen,
dan personil lain entitas tersebut, diterapkan dalam
penetapan strategi dan berlaku di seluruh perusahaan,
dirancang untuk mengidentifikasi peristiwa potensial yang
dapat memengaruhi entitas itu, dan mengelola risiko agar
tetap ada dalam selera risikonya, sehingga dapat
memberikan jaminan yang memadai mengenai pencapaian
tujuan entitas.
(COSO Enterprise Risk Management, 2004 COSO)
pendekatan yang kuat dan terkoordinasi untuk menilai dan
merespon semua risiko yang memengaruhi pencapaian
tujuan strategis dan keuangan organisasi. Ini meliputi, baik
risiko sisi atas maupun risiko sisi bawah. (IIA, 2004)
2.1 Identifikasi Risiko

14

Pengertian proses pengelolaan risiko (AS/NZS 4360:


2004) adalah penerapan sistematis kebijakan manajemen,
prosedur, dan sejumlah tugas dalam menetapkan konteks,
mengidentifikasi,

menganalisis,

mengevaluasi,

menangani,

mengomunikasikan, dan memonitor risiko. Dari pengertian


proses

pengelolaan

risiko

tersebut,

unsur-unsur

proses

pengelolaan risiko meliputi:


1. Menetapkan konteks;
2. Mengidentifikasi risiko;
3. Menganalisis risiko;
4. Mengevaluasi risiko;
5. Menangani risiko;
6. Komunikasi dan konsultasi; serta
7. Memantau dan mereviu (Lihat Gambar 1 Proses Manajemen
Risiko).
Menurut AS/NZS 4360: 2004, pengelolaan risiko sudah
mencakup di dalamnya penilaian risiko, yang meliputi identifikasi,
analisis, dan evaluasi risiko. Jika dibandingkan dengan penilaian
risiko menurut PP Nomor 60/2008, pada dasarnya kedua hal
tersebut adalah sama, dimana penilaian risiko terdiri atas
identifikasi dan analisis risiko (sudah termasuk di dalamnya
adalah respon risiko). Pedoman ini menggunakan istilah
penilaian risiko menurut PP 60 Tahun 2008, namun sebagai
tambahan rujukan juga digunakan istilah penilaian risiko menurut
AS/NZS 4360: 2004, terutama pemakaian istilah evaluasi risiko
(dibahas pada Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Sub
Unsur Analisis Risiko), yang selanjutnya tahap evaluasi ini akan
digunakan pada saat pemilihan respon risiko.
2.1 Identifikasi Risiko

15

Gambar 1 Proses Manajemen Risiko

Sumber : AS/NZS 4360:2004

Menurut

Enterprise Risk Management Integrated

Framework yang diterbitkan oleh COSO tahun 2004 (ERM


COSO), disebutkan bahwa unsur-unsur pengelolaan risiko
meliputi: (1) Lingkungan

internal, (2) Penetapan tujuan,

(3) Identifikasi peristiwa, (4) Penilaian risiko, (5) Respon risiko,


(6) Aktivitas pengendalian, (7) Informasi dan komunikasi, dan (8)
Pemantauan. Dengan penjelasan dari ERM COSO, menjadi
lebih jelas lagi bahwa pengelolaan risiko pada dasarnya sama
komponennya.

2.1 Identifikasi Risiko

16

C. Penilaian Risiko
1. Pengertian Penilaian Risiko
Sebelum menguraikan lebih lanjut pengertian penilaian
risiko, beberapa istilah penilaian risiko (risk assessment)
mempunyai pengertian yang berbeda, tumpang tindih, dan
saling dipertukarkan dalam pemakaiannya dalam literatur
pengelolaan risiko.

Misalnya, istilah risk analysis, risk

assessment, dan risk evaluation. Pemakaian istilah-istilah


ini diartikan sebagaimana yang terdapat dalam pedoman ini.
Contohnya, istilah penilaian risiko dalam PP Nomor 60 Tahun
2008 tentang SPIP adalah sama pengertiannya dengan risk
assessment.
Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, khususnya
bagian ketiga, pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa pimpinan
instansi wajib melakukan penilaian risiko. Penilaian risiko
sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1),

terdiri

atas

(a) identifikasi risiko; dan (b) analisis risiko.


Lebih lanjut dalam PP tersebut disebutkan bahwa
penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan
instansi pemerintah yang jelas dan konsisten, baik pada
tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Hal ini sejalan
dengan proses pengelolaan risiko, baik menurut AS/NZS
maupun COSO, bahwa sebelum melakukan penilaian risiko
harus ditetapkan terlebih dahulu penetapan konteks atau
tujuan organisasi/entitas.

2.1 Identifikasi Risiko

17

Menurut Handbook 436: 2004, penilaian risiko (risk


assessment) diartikan sebagai the overall process of risk
identification, risk analysis, and risk evaluation. Ini dapat
dilihat dari Gambar Proses Pengelolaan Risiko, dimana
penilaian risiko merupakan bagian yang integral atau terpadu
dari proses pengelolaan risiko.
Hal ini juga sejalan dengan definisi yang dikemukakan
oleh Allen L. Burgensen bahwa penilaian risiko adalah
A systematic process of organizing to support a risk decision
to be made within a risk management process. It consists of
the identification of the hazards and analysis and
evaluation of risks associated with the exposure to these
hazard.
Menurut Australian Government, Department of the
Environment and Heritage Australian Government Office
(2006, halaman 43) penilaian risiko didefinisikan sebagai The
set of tasks to here collectively as a risk assessment, consists
of three central steps in the risk management process: identify
the risks, analyze the risks, and evaluate the risks.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian
risiko merupakan proses yang dilakukan oleh suatu instansi
atau organisasi

dan merupakan bagian yang integral dari

proses pengelolaan risiko dalam pengambilan keputusan


risiko dengan melakukan tahap identifikasi risiko, analisis
risiko, dan evaluasi risiko. Proses penilaian risiko dilakukan
setelah dilakukan penetapan tujuan organisasi.

2.1 Identifikasi Risiko

18

Jika

dikaitkan

dengan

SPIP,

penilaian

risiko

merupakan unsur atau komponen sistem pengendalian intern,


dengan subunsur identifikasi dan analisis risiko, sedangkan
evaluasi risiko, dengan mempertimbangkan bahwa proses
evaluasi
akan

sejatinya

adalah

diprioritaskan

proses

(setelah

menilai
dianalisis,

risiko

yang

termasuk

mempertimbangkan tingkat risiko yang dapat diterima) dan


direspon, maka proses ini dapat digabungkan dalam proses
analisis risiko.
2. Tujuan Penilaian Risiko
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, penilaian
risiko merupakan bagian yang integral atau terpadu dari
proses pengelolaan risiko dan juga sistem pengendalian
intern. Proses dapat didefinisikan sebagai urutan tindakan
yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini berarti
proses penilaian risiko merupakan prosedur terpadu, yang
meliputi identifikasi dan analisis risiko-risiko yang timbul.
Dari pengertian tersebut, maka tujuan penilaian
risiko adalah untuk:
1. Mengidentifikasi dan menguraikan semua risiko potensial
yang berasal, baik dari faktor internal maupun faktor
eksternal;
2. Memeringkat risiko-risiko yang memerlukan perhatian
manajemen instansi dan yang memerlukan penanganan
segera atau tidak memerlukan tindakan lebih lanjut; dan
3. Memberikan suatu masukan atau rekomendasi untuk
meyakinkan bahwa terdapat risiko-risiko yang menjadi
prioritas paling tinggi untuk dikelola dengan efektif.
2.1 Identifikasi Risiko

19

3. Pengertian Identifikasi Risiko


Identifikasi risiko adalah proses menetapkan apa,
dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana sesuatu dapat
terjadi,

sehingga

dapat

berdampak

negatif

terhadap

pencapaian tujuan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan


suatu daftar sumber-sumber risiko dan kejadian-kejadian
yang berpotensi membawa dampak terhadap pencapaian tiap
tujuan

yang

telah

diidentifikasi

dalam

penetapan

konteks/tujuan. Potensi kejadian-kejadian tersebut dapat


mencegah, menghambat, menurunkan, memperlama atau
justru meningkatkan pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
Setelah mengidentifikasi apa yang dapat terjadi, maka
perlu dipertimbangkan kemungkinan-kemungkinan penyebab
dan skenario-skenario yang dapat terjadi. Terdapat banyak
jalan untuk kemunculan suatu kejadian, dan oleh karenanya
adalah perlu agar jangan sampai ada penyebab-penyebab
signifikan yang tertinggal.
D. Parameter Penerapan
Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan
tujuan instansi pemerintah yang jelas dan konsisten, baik pada
tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya,
instansi pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif
risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik
yang bersumber dari dalam maupun luar instansi. Berikut ini
adalah

parameter

yang

merupakan

hal-hal

yang

harus

diperhatikan oleh pimpinan dalam rangka penerapan unsur


penilaian risiko sub unsur identifikasi risiko.
2.1 Identifikasi Risiko

20

1. Penetapan Tujuan Instansi Pemerintah


a. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan instansi
pemerintah

dengan

berpedoman

pada

peraturan

perundang-undangan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan


adalah sebagai berikut:
1) Pimpinan

instansi

pemerintah

menetapkan

tujuan

instansi pemerintah secara keseluruhan dalam bentuk


misi, tujuan dan sasaran, sebagaimana dituangkan
dalam rencana strategis dan rencana kinerja tahunan.
2) Tujuan instansi pemerintah secara keseluruhan disusun
sesuai dengan persyaratan program yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan.
3) Tujuan instansi pemerintah secara keseluruhan harus
cukup spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan
terikat waktu.
b. Seluruh

tujuan

instansi

pemerintah

secara

jelas

dikomunikasikan pada semua pegawai sehingga pimpinan


instansi pemerintah mendapatkan umpan balik, yang
menandakan bahwa komunikasi tersebut berjalan secara
efektif.
c. Pimpinan

instansi

pemerintah

menetapkan

strategi

operasional yang konsisten dengan rencana strategis


instansi pemerintah dan rencana penilaian risiko. Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
1) Rencana

strategis

mendukung

tujuan

instansi

pemerintah secara keseluruhan.


2) Rencana strategis mencakup alokasi dan prioritas
penggunaan sumber daya.

2.1 Identifikasi Risiko

21

3) Rencana strategis dan anggaran dirancang secara rinci


sesuai dengan tingkatan instansi pemerintah.
4) Asumsi

yang

mendasari

rencana

strategis

dan

anggaran instansi pemerintah, konsisten dengan kondisi


yang terjadi sebelumnya dan kondisi saat ini.
d. Instansi pemerintah memiliki rencana strategis yang
terpadu dan penilaian risiko, yang mempertimbangkan
tujuan instansi pemerintah secara keseluruhan dan risiko
yang berasal dari faktor intern dan ekstern, serta
menetapkan suatu struktur pengendalian penanganan
risiko.
2. Penetapan Tujuan Tingkat Kegiatan
a. Penetapan

tujuan

pada

tingkatan

kegiatan

harus

berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis instansi


pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah
sebagai berikut:
1) Semua kegiatan penting didasarkan pada tujuan dan
rencana

strategis

instansi

pemerintah

secara

keseluruhan.
2) Tujuan pada tingkatan kegiatan dikaji ulang secara
berkala untuk memastikan bahwa tujuan tersebut masih
relevan dan berkesinambungan.
b. Tujuan pada tingkatan kegiatan saling melengkapi, saling
menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya.
c. Tujuan pada tingkatan kegiatan relevan dengan seluruh
kegiatan utama instansi pemerintah. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

2.1 Identifikasi Risiko

22

1) Tujuan pada tingkatan kegiatan ditetapkan untuk


semua kegiatan operasional penting dan kegiatan
pendukung.
2) Tujuan pada tingkatan kegiatan konsisten dengan
praktik dan kinerja sebelumnya yang efektif serta
kinerja industri/bisnis yang mungkin dapat diterapkan
pada kegiatan instansi pemerintah.
d. Tujuan pada tingkatan kegiatan mempunyai unsur kriteria
pengukuran.
e. Tujuan pada tingkatan kegiatan didukung sumber daya
instansi pemerintah yang cukup. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
1) Sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan
sudah diidentifikasi.
2) Jika tidak tersedia sumber daya yang cukup, pimpinan
instansi pemerintah harus memiliki rencana untuk
mendapatkannya.
f. Pimpinan instansi pemerintah mengidentifikasi tujuan pada
tingkatan kegiatan yang penting terhadap keberhasilan
tujuan instansi pemerintah secara keseluruhan. Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
1) Pimpinan instansi pemerintah mengidentifikasi hal yang
harus

ada

atau

dilakukan

agar

tujuan

instansi

pemerintah secara keseluruhan tercapai.


2) Tujuan pada tingkatan kegiatan yang penting harus
mendapat perhatian dan direviu secara khusus serta
capaian kinerjanya

dipantau secara

teratur

oleh

pimpinan instansi pemerintah.


2.1 Identifikasi Risiko

23

g. Semua tingkatan pimpinan instansi pemerintah terlibat


dalam proses penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan
dan berkomitmen untuk mencapainya.

3. Identifikasi Risiko
a. Pimpinan instansi pemerintah menggunakan metodologi
identifikasi risiko yang sesuai untuk tujuan instansi
pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara
komprehensif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah
sebagai berikut:
1) Metode kualitatif

dan kuantitatif

digunakan

untuk

mengidentifikasi risiko dan menentukan peringkat risiko


relatif secara terjadwal dan berkala.
2) Cara suatu risiko diidentifikasi, diperingkat, dianalisis,
dan diatasi telah dikomunikasikan kepada pegawai yang
berkepentingan.
3) Pembahasan identifikasi risiko dilakukan pada rapat
tingkat pimpinan instansi pemerintah.
4) Identifikasi risiko merupakan bagian dari prakiraan
rencana jangka pendek dan jangka panjang, serta
rencana strategis.
5) Identifikasi risiko merupakan hasil dari pertimbangan
atas temuan audit, hasil evaluasi, dan penilaian lainnya.
6) Risiko yang diidentifikasi pada tingkat pegawai dan
pimpinan tingkat menengah menjadi perhatian pimpinan
instansi pemerintah yang lebih tinggi.

2.1 Identifikasi Risiko

24

b. Risiko dari faktor eksternal dan internal diidentifikasi


dengan menggunakan mekanisme yang memadai. Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
1) Instansi pemerintah memertimbangkan risiko dari
perkembangan teknologi.
2) Risiko yang timbul dari perubahan kebutuhan atau
harapan badan legislatif, pimpinan instansi pemerintah,
dan masyarakat sudah dipertimbangkan.
3) Risiko yang timbul dari peraturan perundang-undangan
baru sudah diidentifikasi.
4) Risiko yang timbul dari bencana alam, tindakan
kejahatan,

atau

tindakan

terorisme

sudah

dipertimbangkan.
5) Identifikasi risiko yang timbul dari perubahan kondisi
usaha, politik, dan ekonomi sudah dipertimbangkan.
6) Risiko

yang

timbul

dari

rekanan

utama

sudah

dipertimbangkan.
7) Risiko yang timbul dari interaksi dengan instansi
pemerintah lainnya dan pihak di luar pemerintahan
sudah dipertimbangkan.
8) Risiko yang timbul dari pengurangan kegiatan dan
pengurangan pegawai instansi pemerintah sudah
dipertimbangkan.
9) Risiko yang timbul dari rekayasa ulang proses bisnis
(business process re-engineering) atau perancangan
ulang proses operasional sudah dipertimbangkan.
10) Risiko yang timbul dari gangguan pemrosesan sistem
informasi dan tidak tersedianya sistem cadangan
sudah dipertimbangkan.
2.1 Identifikasi Risiko

25

11) Risiko yang timbul dari pelaksanaan program yang


didesentralisasi sudah diidentifikasi.
12) Risiko yang timbul dari tidak terpenuhinya kualifikasi
pegawai dan tidak adanya pelatihan pegawai sudah
dipertimbangkan.
13) Risiko yang timbul dari ketergantungan terhadap
rekanan atau pihak lain dalam pelaksanaan kegiatan
penting instansi pemerintah sudah diidentifikasi.
14) Risiko yang timbul dari perubahan besar dalam
tanggung jawab pimpinan instansi pemerintah sudah
diidentifikasi.
15) Risiko yang timbul dari akses pegawai yang tidak
berwenang

terhadap

aset

yang

rawan

sudah

dipertimbangkan.
16) Risiko yang

timbul

dari kelemahan

pengelolaan

pegawai.
17) Risiko yang timbul dari ketidaktersediaan dana untuk
pembiayaan program baru atau program lanjutan
sudah dipertimbangkan.
c. Penilaian atas faktor lain yang dapat meningkatkan risiko
telah dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan
adalah sebagai berikut:
1) Risiko yang timbul dari kegagalan pencapaian misi,
tujuan, dan sasaran masa lalu atau keterbatasan
anggaran sudah dipertimbangkan.
2) Risiko yang timbul dari pembiayaan yang tidak memadai,
pelanggaran penggunaan dana, atau ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan di masa lalu
sudah dipertimbangkan.
2.1 Identifikasi Risiko

26

3) Risiko melekat pada misi instansi pemerintah, program


yang kompleks dan penting, serta kegiatan khusus
lainnya sudah diidentifikasi.
d. Risiko instansi pemerintah secara keseluruhan dan pada
setiap tingkatan kegiatan penting sudah diidentifikasi.

2.1 Identifikasi Risiko

27

2.1 Identifikasi Risiko

28

BAB III
LANGKAH IDENTIFIKASI RISIKO
Sebagaimana telah dijelaskan di latar belakang pedoman ini (Bab I),
pimpinan instansi berperan dalam rangka melakukan penilaian
risiko di instansinya. Dalam Bab ini, langkah identifikasi risiko
dibahas secara lebih mendalam.
A. Persiapan Identifikasi Risiko
Tahapan persiapan identifikasi risiko dimulai dengan
survei pendahuluan. Tim (satgas internal organisasi) yang
ditunjuk, menyampaikan maksud untuk melakukan survei
pendahuluan kepada pejabat instansi yang bertanggung jawab
atas kegiatan yang akan dinilai risikonya.
Dari hasil survei ini, tim akan memeroleh dan memahami
profil instansi, termasuk struktur organisasi, tugas pokok dan
fungsi, kebijakan , serta prosedur pengelolaan risikonya.
Kemudian tim membicarakan ruang lingkup penilaian risiko yang
akan dilakukan.
Berdasarkan

data

hasil

survei

pendahuluan,

tim

kemudian membuat perencanaan identifikasi risiko, termasuk


di dalamnya menentukan lingkup dan tujuan, kualitas dan jumlah
sumber daya manusia, serta anggaran biaya yang dibutuhkan.
Tahap persiapan identifikasi risiko meliputi:
1. Pembicaraan Awal
Tim akan menjelaskan dan mendiskusikan kepada
pihak yang akan dinilai mengenai tujuan, lingkup, rencana
pelaksanaan, metode pengumpulan data, metode analisis,
2.1 Identifikasi Risiko

29

dan pembentukan contact person. Hal-hal penting yang perlu


dikomunikasikan dalam pembicaraan awal pada pimpinan
instansi adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Penilaian Risiko
1) Menyampaikan kepada pimpinan instansi tentang tujuan
identifikasi

risiko,

sekaligus

batasan

yang

akan

diidentifikasi sehingga pada saat pelaksanaannya nanti


antara pihak yang dinilai maupun pihak penilai dapat
bekerja sama dalam hal kemudahan bertugas, serta
kemudahan dalam menyampaikan informasi dan data
yang diperlukan.
2) Beberapa hal penting yang dapat disampaikan berkaitan
dengan tujuan, antara lain:
a) Memahami sejauh mana kondisi penerapan sistem
pengendalian dan pengelolaan risiko pada instansi,
dan memberikan saran perbaikan bagi penerapan
sistem pengendaliannya;
b) Memberikan keyakinan (assurance) atas pendekatan
pengelolaan risiko instansi dan nilai tambah dalam
proses organisasi agar lebih ekonomis, efisiensi,
efektif, dan meningkatkan akuntabilitas instansi;
c) Menyampaikan bahwa secara tidak langsung dapat
membantu pimpinan instansi atau manajemen dalam
meningkatkan

sistem

pengendalian

intern

dalam

organisasi mereka.

2.1 Identifikasi Risiko

30

b. Ruang Lingkup
Tim penilai perlu menyampaikan kepada pihak yang
dinilai mengenai ruang lingkup yang akan dinilai. Batasan
yang akan dinilai harus disesuaikan dengan kondisi
instansi yang menjalankan proses penilaian risiko. Ruang
lingkup pelaksanaan penilaian risiko antara satu unit
dengan unit lain dapat saja berbeda. Pelaksanaan
penilaian risiko instansi dapat dilakukan pada:
1) Tingkat strategis, meliputi antara lain pengembangan
kebijakan, penyampaian layanan, program ketaatan,
dan pertimbangan politik;
2) Tingkat instansi dan program, meliputi antara lain
prioritas dan strategi organisasi, manajemen keuangan,
hubungan antar organisasi, teknologi, pengendalian dan
pencegahan kecurangan, kemampuan staf, manajemen
aset, serta kewajiban sosial dan strategi koordinasi;
3) Tingkat kegiatan/proyek, meliputi antara lain perencanaan,
proses, prioritas pekerjaan, pengembangan dan pelatihan,
kontrak, prosedur, kualitas data, pengadaan, konsultan,
jaminan

kualitas,

struktur

pemberdayaan pegawai,

organisasi,

komunikasi,

konstruksi dan bangunan,

informasi teknologi, dan joint ventures;


4) Tingkat individu, meliputi antara lain mutasi pegawai,
pengembangan kemampuan, keseimbangan antara
urusan pekerjaan dan rumah tangga, tingkat komitmen,
etika dan nilai (kualitas kepemimpinan), isu kesehatan,
kewajiban hukum pegawai.

2.1 Identifikasi Risiko

31

c. Rencana Waktu Pelaksanaan


Rencana

jangka

waktu

pelaksanaan,

meliputi

perencanaan sejak proses penetapan tujuan, identifikasi,


analisis, termasuk evaluasi risiko.
d. Metode Pengumpulan Data
Membicarakan data yang dibutuhkan dalam proses
penilaian risiko, termasuk metode pengumpulan data dan
perencanaan responden. Data di sini digunakan sebagai
sarana kajian, analisis, dan juga sebagai bukti pendukung.
Metode pengumpulan data yang dianjurkan antara lain
adalah:
1) Reviu/kajian dokumen;
2) Kuesioner/check list yang dibuat berdasarkan hasil
Focus Group Discussion (FGD);
3) Wawancara; dan
4) Observasi.
Penetapan jumlah responden yang dibutuhkan dapat
dilakukan secara sampel, jika ada keterbatasan waktu dan
tenaga, namun sampel tetap harus memenuhi kriteria
keterwakilan.
e. Metode Analisis Data
Agar data dapat memberikan informasi, harus dilakukan
pengolahan data dan analisis data. Pengolahan data dapat
dilakukan dengan menggunakan Software SPSS, Microsoft
Excel, atau pengolah data lainnya.

2.1 Identifikasi Risiko

32

f. Pembentukan Primary Contact Person


Tim penilai perlu meyakinkan kepada pimpinan instansi
tentang pentingnya pembentukan primary contact person
dari pihak yang dinilai, yang berfungsi sebagai mediator
(disesuaikan dengan kebutuhan instansi pemerintah) bagi
tim penilai risiko. Pengumpulan data dilakukan setelah
tercapai kesepakatan dengan primary contact person
mengenai pemahaman penugasan, ruang lingkup, jadwal
kegiatan, maupun metodologi identifikasi/penilaian risiko
yang akan dilakukan. Mediator berfungsi membantu tim
dalam bertanya dan meminta bantuan; menyediakan
berbagai data dan atau informasi yang diperlukan;
menetapkan jadwal pertemuan dengan pimpinan hingga
jadwal waktu pelaksanaan yang lebih rinci dari setiap
tahap; mengumpulkan data, baik melalui permintaan
langsung atau melalui pengisian kuesioner/checklist,
termasuk pembahasan mengenai teknis pelaksanaannya;
serta merencanakan pelaksanaan observasi, termasuk
menyediakan

ruangan

dan

perangkat

kerja

yang

diperlukan.
2. Pengumpulan Data
Permintaan data sebaiknya dilakukan dengan surat resmi
dari tim penilai yang ditujukan kepada primary contact person.
Permintaan data harus secara jelas menyebutkan :
a. Alamat yang dituju (nama orang atau jabatannya);
b. Jenis/nama data;
c. Tanggal batas waktu terakhir penyampaian data; dan
d. Keterangan lain yang dianggap perlu.
2.1 Identifikasi Risiko

33

3. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan melalui kajian dokumen,
kuesioner, observasi, dan wawancara masih berupa data
mentah. Data tersebut perlu diolah supaya dapat digunakan
dalam proses analisis selanjutnya. Proses pengolahan data
dilakukan dalam empat tahap, yaitu:
a. Penyuntingan (editing), dilakukan dengan tujuan untuk
meyakinkan bahwa jumlah kertas kerja (misal wawancara)
harus sama dengan jumlah satuan analisis sampel.
Kemudian melakukan pengecekan atas kelengkapan dan
validitas data. Proses penyuntingan selesai bila sudah
dapat

dipastikan

bahwa

semua

kertas

kerja

telah

terkumpul dan valid.


b. Pemberian

kode

mempermudah

(coding),

tim

penilai

dilakukan

dengan

memasukkan

data

tujuan
dan

menghindari pengulangan memasukkan data. Pemberian


kode dapat berupa angka atau huruf.
c. Tabulasi, untuk memudahkan tim penilai dalam memroses
dapat menggunakan

software untuk pengecekan ulang,

memuat data yang banyak, dan melakukan beragam


analisis. Program yang dapat digunakan adalah SPSS
(Statistical Package for Social Science), Microsoft Excel,
atau program pengolah data lainnya.
d. Analisis

data,

dilakukan

dengan

tujuan

untuk

menggolongkan, mengurutkan, dan menyederhanakan


data sehingga memudahkan tim menginterpretasikannya.

2.1 Identifikasi Risiko

34

B. Pelaksanaan Identifikasi Risiko


Sebelum melakukan identifikasi, perlu dilakukan penetapan
konteks/tujuan.
1. Penetapan Konteks/Tujuan
a. Pengertian dan Tujuan Penetapan Konteks
Identifikasi/penilaian risiko diawali dengan penetapan
konteks/tujuan organisasi yang jelas dan konsisten, baik
pada tingkat strategis atau kebijakan maupun tingkat
operasional. Penetapan konteks dilakukan dengan cara
menjabarkan latar belakang, ruang lingkup, tujuan, dan
hubungan organisasi dengan lingkungan eksternal dan
internal.

Risiko

merupakan

segala

sesuatu

yang

berdampak terhadap pencapaian tujuan yang diukur


berdasarkan kemungkinan dan konsekuensinya. Oleh
karena itu, untuk meyakinkan bahwa semua risiko
signifikan telah dicakup, maka perlu mengetahui tujuan dan
fungsi atau aktivitas instansi yang ditelaah.
Pada dasarnya, penetapan tujuan merupakan inti dari
penetapan konteks. Dalam penetapan tujuan, instansi
harus

mempunyai

unsur

kriteria

keberhasilan

atau

indikator kinerja kunci (key performance indicators)


sebagai

dasar

pencapaian

pengukuran

tujuan,

dan

atau
juga

kriteria
digunakan

evaluasi
untuk

mengidentifikasi dan mengukur dampak atau konsekuensi


risiko yang dapat mengganggu tujuan instansi.
Tujuan penetapan konteks adalah:
1) Menjelaskan pernyataan tujuan yang spesifik, terukur,
dapat dicapai, realistis, dan tepat waktu;
2.1 Identifikasi Risiko

35

2) Mengidentifikasi lingkungan dimana tujuan akan dicapai;


3) Menetapkan ruang lingkup dan tujuan penerapan
penilaian risiko, kondisi yang membatasi, dan hasil yang
diharapkan;
4) Mengidentifikasi berbagai kriteria yang digunakan untuk
menganalisis dan mengevaluasi risiko; dan
5) Menetapkan struktur analisis risiko.
b. Prosedur Penetapan Konteks
Terdapat lima tahap untuk membantu menetapkan
konteks dimana risiko akan diidentifikasi.
1) Menetapkan Konteks Eksternal
Tahap

ini

menetapkan

lingkungan

menyeluruh

dimana instansi atau organisasi beroperasi, termasuk


pemahaman atas persepsi dan nilai-nilai dari pemangku
kepentingan eksternal (external stakeholders), serta
menetapkan kebijakan komunikasi dengan pihak-pihak
eksternal. Penetapan konteks meliputi penelaahan
hubungan antara instansi dan lingkungan eksternal
yang berkaitan dengan risiko dan peluang, misalnya
peraturan perundang-undangan, persaingan, kondisi
usaha/pelayanan publik, sosial, politik, dan ekonomi.
Penetapan konteks eksternal adalah penting untuk
menjamin bahwa pemangku kepentingan dan peranan,
tujuan, serta pengaruh mereka dipertimbangkan ketika
mengembangkan kriteria risiko dilihat dari ancaman dan
peluang.

2.1 Identifikasi Risiko

36

2) Menetapkan Konteks Internal


Risiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu yang
dapat

mengancam

atau

menghambat

pencapaian

tujuan. Oleh karena itu, penelaahan terhadap tujuan,


sasaran dari suatu program, proyek atau aktivitas, serta
kapabilitas (orang, sistem, proses, peralatan, dan
sumber

daya

meyakinkan

lainnya)

bahwa

harus

semua

risiko

dilakukan

untuk

signifikan

telah

dipahami, serta keputusan terhadap risiko selalu


mendukung tujuan dan sasaran instansi yang lebih luas.
Penetapan konteks internal adalah penting, karena:
Pengelolaan risiko terjadi dalam konteks visi, misi,
tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan;
Sebagian besar risiko utama yang terjadi pada
kebanyakan

instansi

adalah

kegagalan

untuk

mencapai tujuan pada tingkat strategis/kebijakan dan


operasional, atau telah dipersepsikan gagal oleh
pemangku kepentingan;
Kebijakan,

sasaran,

dan

kepentingan

instansi

membantu menetapkan kebijakan risiko instansi; dan


Kriteria dan tujuan spesifik dari setiap aktivitas atau
unit-unit

instansi

harus selaras dengan tujuan

instansi secara keseluruhan.


3) Menetapkan Konteks Pengelolaan Risiko
Sebelum melakukan identifikasi risiko, maka batasan,
tugas pokok dan fungsi, sasaran, strategi, ruang lingkup
dan parameter dari aktivitas, atau bagian dari instansi
dimana proses pengelolaan risiko akan diterapkan
harus ditetapkan terlebih dahulu.
2.1 Identifikasi Risiko

37

Penetapan ruang lingkup dan batasan penerapan


pengelolaan risiko meliputi:
a. Menentukan

ruang

lingkup

organisasi,

tujuan,

sasaran, proses, proyek, atau aktivitas;


b. Menetapkan sifat keputusan yang harus dilakukan;
c. Menetapkan jangka waktu dan lokasi dari program,
proyek, aktivitas, atau fungsi tertentu;
d. Mengidentifikasi setiap ruang lingkup atau kerangka
penelaahan dan sumber daya yang dibutuhkan; dan
e. Menetapkan

luas

dan

dalamnya

aktivitas

pengelolaan risiko yang akan dilaksanakan, termasuk


peran dan tanggung jawab bagian-bagian dari
organisasi yang terkait dalam proses pengelolaan
risiko dan hubungan berbagai proyek atau aktivitas
dalam organisasi.
4) Mengembangkan Kriteria Evaluasi Risiko
Penetapan tujuan organisasi harus mengandung
unsur

kriteria

measures)

pengukuran

sebagai

keberhasilan

(success

dasar kriteria evaluasi

risiko.

Kriteria keberhasilan atau indikator kinerja kunci ini


digunakan sebagai dasar mengukur pencapaian tujuan
sehingga dapat digunakan untuk mengukur dampak dari
sesuatu yang mungkin membahayakan tujuan, yaitu
konsekuensi risiko dan kemungkinan atau frekuensi
terjadinya

risiko.

Kriteria

evaluasi

risiko

adalah

keputusan mengenai tingkat risiko yang dapat diterima


atau akseptabilitas/toleransi risiko dan penanganan
risiko atau menetapkan mana risiko yang dapat

2.1 Identifikasi Risiko

38

ditoleransi dan mana yang harus segera ditangani.


Kriteria harus menggambarkan konteks di atas. Kriteria
ini didasarkan pada operasional, teknis, keuangan,
hukum, regulasi, ketaatan pada etika, sosial, lingkungan,
kemanusiaan, citra, reputasi, pelayanan publik, atau
kriteria lainnya. Hal ini biasanya bergantung pada tujuan,
sasaran, kebijakan internal instansi, dan kepentingan
pemangku kepentingan.
Kriteria

juga

dipengaruhi

oleh

persepsi

dari

pemangku kepentingan serta ketentuan yang berlaku


pada instansi. Kriteria yang akan digunakan dalam
mengevaluasi

risiko

harus

ditetapkan

pada

awal

kegiatan penilaian risiko, namun dapat dikembangkan


lebih lanjut pada saat pelaksanaan pengelolaan risiko
sesuai dengan jenis risiko.
5) Menetapkan Struktur Analisis Risiko
Kegiatan suatu instansi luas dan kompleks, oleh
karena itu program, proyek, dan kegiatan instansi perlu
dipilah ke dalam suatu kelompok, unsur-unsur atau
bidang yang terpisah (key elements). Seperangkat
elemen atau kelompok aktivitas utama ini akan
memberikan

suatu

kerangka

pikir

yang

efisien,

menghemat waktu, serta sumber daya dalam identifikasi


risiko

dan

kemungkinan

analisis
tumpang

risiko,
tindih

sehingga
atau

menjamin

terabaikannya

identifikasi risiko signifikan tidak terjadi. Struktur yang


dipilih dalam menganalisis risiko bergantung pada sifat,
kompleksitas risiko dan ruang lingkup proyek, proses,
atau aktivitas.
2.1 Identifikasi Risiko

39

c. Pertanyaan-pertanyaan Kunci dalam Penetapan Konteks


Pertanyaan-pertanyaan

kunci

berikut

merupakan

referensi awal dalam melakukan penetapan konteks dan


dapat dikembangkan lebih lanjut, sesuai dengan situasi,
kondisi, dan risiko masing-masing instansi di lapangan,
antara lain:
1) Apa kebijakan, tugas pokok dan fungsi, proses, atau
aktivitas instansi?
2) Bagaimana proses dan aktivitas yang dilakukan instansi
dalam pencapaian tujuannya?
3) Apa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki instansi
dalam menjalankan tujuan atau tugas pokok dan
fungsinya?
4) Hasil akhir (outcome) apa yang diharapkan instansi?
5) Apa ancaman utama dan peluang yang dihadapi
instansi

dalam

menjalankan

tugas

pokok

dan

fungsinya?
6) Siapa pemangku kepentingan utama, baik internal
maupun eksternal

instansi, serta apa tujuan dan

kepentingan mereka?
7) Bagaimana akuntabilitas instansi terhadap pemangku
kepentingan?
8) Apa

faktor-faktor

signifikan

yang

memengaruhi

lingkungan internal dan eksternal instansi?


9) Risiko apa yang telah diidentifikasi sebelumnya?
10) Kriteria risiko apa yang seharusnya dibangun?

2.1 Identifikasi Risiko

40

d. Penetapan Kriteria Evaluasi Risiko


Salah

satu

tujuan

penetapan

konteks

adalah

mengidentifikasi berbagai kriteria yang akan digunakan untuk


menganalisis dan mengevaluasi risiko. Sehubungan dengan
hal itu, perlu ditetapkan kriteria untuk mengukur konsekuensi,
kemungkinan, dan tingkat risiko. Dengan demikian, terdapat
tiga komponen yang digunakan untuk penilaian risiko, yaitu
(1) skala untuk menjelaskan tingkat konsekuensi

atau

dampak risiko jika risiko terjadi, (2) skala untuk menjelaskan


kemungkinan (likelihood) terjadinya risiko, dan (3) penetapan
tingkat risiko atau peringkat prioritas yang merupakan
gabungan konsekuensi dan kemungkinan.
Ada tiga metode atau pendekatan dalam analisis risiko
yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat risiko,
yaitu kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif. Metode ini
dapat dilakukan pada berbagai tingkatan kedalaman
bergantung pada informasi risiko, data, dan biaya yang
tersedia.

Dalam

contoh

pedoman

teknis

ini,

untuk

menetapkan skala konsekuensi/dampak, kemungkinan,


dan tingkat risiko dilakukan dengan pendekatan kualitatif.
Berikut ini diuraikan hubungan penetapan skala dan
indikator kinerja kunci sebagai ukuran keberhasilan tujuan.
1) Tujuan, Indikator Kinerja Kunci, dan Skala Konsekuensi/
Dampak
Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008, pasal 13 ayat
(3) huruf d disebutkan bahwa penetapan tujuan pada
tingkatan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal
15, huruf d mengandung unsur kriteria pengukuran.
2.1 Identifikasi Risiko

41

Dengan demikian, hubungan tujuan instansi pemerintah


atau organisasi dengan proses pengelolaan risiko
adalah melalui kriteria pengukuran. Kriteria pengukuran
dimaksud

merupakan

ukuran

keberhasilan

dan

biasanya disebut dengan indikator kinerja kunci (key


performance

indicators).

Pada

dasarnya,

kriteria

keberhasilan merupakan suatu ikhtisar tujuan jangka


panjang

instansi

yang

digunakan

sebagai

dasar

mengukur pencapaian tujuan instansi dan dampaknya.


Dengan menggabungkan kriteria keberhasilan dan skala
konsekuensi, maka akan diketahui tingkat konsekuensi
risiko yang mungkin terjadi. Kriteria keberhasilan atau
indikator

kinerja

kunci

dapat

dinyatakan

dengan

sejumlah kriteria yang lebih kecil meliputi semua aspek


keberhasilan, sehingga tidak ada dampak yang tidak
signifikan akan terlewatkan. Kriteria keberhasilan dapat
berupa masalah keuangan atau

ekonomi, keluaran

(barang atau jasa), ketaatan pada etika atau peraturan,


citra, reputasi, dan hubungan kepada masyarakat.
Kriteria keberhasilan atau indikator kinerja kunci pada
instansi

pelayanan

publik,

misalnya

antara

lain

mempertahankan kualitas pelayanan, mempertahankan


dan meningkatkan keyakinan masyarakat terhadap
organisasi.
Demikian juga halnya dengan penetapan prioritas
risiko, dasar utamanya adalah tujuan organisasi dimana
tujuan organisasi kemudian dinyatakan dalam ukuran
keberhasilan atau indikator kinerja kunci.

2.1 Identifikasi Risiko

42

Jika

kriteria

keberhasilan

telah dibangun

atau

ditetapkan, maka dapat diketahui seberapa buruk suatu


risiko memengaruhi setiap kriteria yang telah ditetapkan.
Tingkat konsekuensi/dampak pada masing-masing
kriteria dapat disusun dalam skala tiga atau deskriptor
(tinggi, sedang, dan rendah) atau skala lima (tidak
signifikan,

minor,

moderat,

mayor,

dan

sangat

berbahaya/katastropik). Dalam mengembangkan skala


ini, instansi pemerintah harus mendefinisikan secara
jelas apa yang dimaksud dengan sangat berbahaya/
signifikan/katastropik
menguraikan

dan

signifikan,

tidak

signifikan,

sedang,

kurang

sebelum
signifikan.

Demikian juga dengan tinggi, sedang, dan rendah.


Contoh :
Deskripsi Dampak dalam Skala Tiga
Konsekuensi/
Dampak

Deskripsi

Rendah

Sedang

Tinggi

Pengaruh terhadap strategi dan aktivitas


operasi rendah
Pengaruhnya terhadap kepentingan para
pemangku kepentingan rendah
Pengaruh terhadap strategi dan aktivitas
operasi sedang
Pengaruhnya terhadap kepentingan para
pemangku kepentingan sedang
Pengaruh terhadap strategi dan aktivitas
operasi tinggi
Pengaruhnya terhadap kepentingan para
pemangku kepentingan tinggi

Deskripsi Dampak dalam Skala Lima


(Misalnya, skala untuk organisasi pelayanan umum,
dimana salah satu ukuran atau kriteria keberhasilannya
adalah kualitas pelayanan).
2.1 Identifikasi Risiko

43

Konsekuensi/
Dampak

Kualitas pelayanan
Pada prinsipnya, defisiensi atau tidak
adanya pelayanan rendah, tanpa ada
komentar
Pelayanan dianggap memuaskan oleh
masyarakat umum, tetapi pegawai
instansi mewaspadai adanya defisiensi

Tidak signifikan

Kurang signifikan

Sedang

Pelayanan dianggap kurang memuaskan


oleh masyarakat umum dan pegawai
organisasi

Signifikan

Masyarakat
umum
menganggap
pelayanan organisasi tidak memuaskan

Sangat signifikan/
berbahaya/Katastropik

Pelayanan turun sangat jauh di bawah


standar yang diterima

2) Skala Kemungkinan
Demikian juga halnya skala kemungkinan terjadinya
risiko, dapat
yang

disusun dengan kategorisasi atau skala

dibagi

dalam

skala

tiga

(rendah,

sedang/menengah, dan tinggi) atau skala lima (sangat


jarang, jarang, kadang-kadang, sering dan sangat
sering).

Suatu

skala

dapat

digunakan

untuk

memeringkat kemungkinan dengan kejadian tunggal


atau probabilitas (single events) dan kejadian berulang
atau frekuensi (recurrent events).
Contoh :
Deskripsi Kemungkinan dengan Skala Tiga (Kualitatif)
Kemungkinan

Deskripsi

Rendah

Tidak pernah (jarang terjadi)

Sedang

Kemungkinan terjadinya sedang

Tinggi

Kemungkinan tinggi terjadi/hampir pasti


terjadi

2.1 Identifikasi Risiko

44

Deskripsi Kemungkinan dengan Skala Lima


Kemung- Kejadian berulang
kinan
(Frekuensi)
Sangat
Kemungkinan
jarang
terjadi >25 tahun ke
depan
Jarang
Mungkin terjadi
sekali dalam 25
tahun

Kadangkadang

Mungkin terjadi
sekali dalam 10
tahun

Sering

Mungkin terjadi
kira-kira sekali
dalam setahun
Dapat terjadi
beberapa kali
dalam setahun

Sangat
sering

Kejadian tunggal
(Probabilitas)
Diabaikan
Probabilitas sangat
kecil, mendekati nol
Kecil kemungkinan, tetapi
tidak diabaikan
Probabilitas rendah,
tetapi lebih besar
daripada nol
Kemungkinan kurang
daripada, tetapi masih
cukup besar
Probabilitas kurang
daripada 50%, tetapi
masih cukup tinggi
Mungkin tidak
Peluang 50/50
Kemungkinan lebih
daripada atau kurang
Probabilitas lebih
daripada 50%

Peringkat
1

3) Tingkat Peringkat Risiko


Berdasarkan skala yang ditetapkan di atas,
semua risiko dimasukkan ke dalam diagram pemetaan
risiko

dalam

bentuk

matriks.

Dengan

demikian,

dihasilkan peta risiko dan urutan prioritas untuk masingmasing risiko, misalnya dengan penggolongan sangat
tinggi/ekstrim, tinggi, sedang, dan rendah.

2.1 Identifikasi Risiko

45

Contoh Matriks Tingkat Risiko


Kemungkinan

Konsekuensi/Dampak
Tidak
Signifikan

Kurang
Signifikan

Sedang

Katastropik/
Sangat
Signifikan

Signifikan

Sangat sering

Sedang

Tinggi

Sangat
Tinggi

Sangat
tinggi

Sangat tinggi

Sering

Sedang

Sedang

Tinggi

Sangat
Tinggi

Sangat tinggi

Kadangkadang

Rendah

Sedang

Tinggi

Tinggi

Sangat
Tinggi

Jarang

Rendah

Rendah

Sedang

Sedang

Tinggi

Sangat jarang

Rendah

Rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Penggolongan di atas dapat menjadi acuan bagi


manajemen

atau

pimpinan

instansi

pemerintah.

Misalnya:
Risiko prioritas sangat tinggi/ekstrim adalah risiko
yang memerlukan perhatian manajemen puncak dan
tidak diterima sebagai bagian kegiatan rutin perhatian
manajemen puncak.
Risiko prioritas tinggi adalah risiko yang sangat kritis
atau serius yang diterima sebagai kegiatan rutin
tanpa perhatian manajemen puncak, tetapi menjadi
tanggung jawab manajemen operasional.
Risiko prioritas sedang adalah risiko yang diharapkan
menjadi

bagian

operasi

rutin,

tetapi

menjadi

tanggung jawab manajemen yang terkait dengan


risiko;

2.1 Identifikasi Risiko

46

Risiko prioritas rendah adalah risiko yang akan


ditangani manajemen yang terkait, tetapi diharapkan
pengendalian yang cukup tetap dilakukan.
Pada umumnya, risiko prioritas ekstrim/sangat
tinggi dan risiko prioritas tinggi perlu dilakukan
penanganan segera atau dilakukan analisis lebih rinci.
Sebaliknya, risiko prioritas rendah pada umumnya
diabaikan tanpa tindakan lebih lanjut, tetapi ditangani
terpisah dari kegiatan rutin untuk meyakinkan bahwa
tidak terdapat perubahan yang mengakibatkan risiko
tersebut menjadi serius.
Di samping itu, bahasa warna juga dapat
digunakan untuk pemetaan tingkat risiko yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Risiko rendah warna hijau, berarti risiko jarang atau
tidak bermasalah (business as usual).
Risiko sedang warna kuning, berarti beberapa risiko
harus

diperhatikan

sehingga

perlu

dilakukan

tindakan.
Risiko tinggi warna merah, berarti risiko berbahaya
sehingga perlu tindakan segera.
Contoh:
Konsekuensi/Dampak
Kemungkinan
Rendah

Sedang

Tinggi

Kuning

Merah

Merah

Kadang-kadang

Hijau

Kuning

Merah

Jarang

Hijau

Hijau

Kuning

Sering

2.1 Identifikasi Risiko

47

Sebagaimana telah diuraikan di atas, kriteria


evaluasi risiko adalah keputusan mengenai tingkat risiko
yang dapat diterima atau akseptabilitas/toleransi risiko
dan jika dikaitkan dengan penanganan risiko, adalah
menetapkan mana risiko yang dapat ditolerir dan mana
yang harus segera ditangani.
Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 pasal 17 ayat
(2) dan penjelasannya disebutkan bahwa pimpinan
instansi pemerintah menerapkan prinsip-prinsip kehatihatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat
diterima. Yang dimaksud dengan tingkat risiko yang
dapat diterima adalah batas toleransi risiko dengan
mempertimbangkan aspek biaya dan manfaat.
Demikian juga, dalam Daftar Uji Pengendalian
Intern Pemerintah PP Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan
bahwa hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
menentukan tingkat risiko yang dapat diterima adalah
sebagai berikut:
1) Pendekatan penentuan tingkat risiko yang dapat
diterima

bervariasi

antar

instansi

pemerintah,

bergantung pada varian dan toleransi risiko.


2) Pendekatan yang diterapkan dirancang agar tingkat
risiko yang dapat diterima tetap wajar dan pimpinan
instansi

pemerintah

bertanggung

jawab

atas

penetapannya.
3) Kegiatan pengendalian khusus untuk mengelola
serta mengurangi risiko secara keseluruhan dan
di setiap tingkatan kegiatan, sudah ditetapkan dan
penerapannya selalu dipantau.

2.1 Identifikasi Risiko

48

Sebagai tambahan, dalam menetapkan sampai


berapa rendah nilai suatu risiko sehingga manajemen
atau

pimpinan

memerhatikan

instansi
risiko

pemerintah
yang

masih

perlu

bersangkutan

atau

mengabaikannya adalah bergantung pada dua faktor


utama.

Pertama,

ketersediaan

sumber

daya.

Manajemen dapat memerhatikan dan mengalokasikan


sumber dayanya untuk menangani risiko dengan nilai
yang kecil. Namun, manajemen harus yakin bahwa
biaya yang dialokasikan untuk menangani risiko yang
bersangkutan lebih kecil dibandingkan dengan manfaat,
hasil,

atau

penghematan

yang

diharapkan

dari

terhindarnya risiko yang bersangkutan. Kedua, selera


manajemen instansi terhadap risiko (risk appetite).
Semakin tinggi selera manajemen terhadap risiko,
semakin berani manajemen menangani risiko ini. Ini
artinya, batas bawah nilai risiko semakin tinggi. Nilai
batas risiko di sini adalah nilai batas risiko antara risiko
yang masuk ke dalam kriteria risiko dalam prioritas
penanganan dan risiko yang dapat diabaikan.
2. Identifikasi Risiko
a. Tujuan Identifikasi Risiko
Risiko tidak akan dapat dikelola jika risiko belum
diidentifikasi. Jika konteks organisasi telah diidentifikasi,
maka tahap berikutnya adalah memanfaatkan informasi
untuk mengidentifikasi risiko sebanyak mungkin.

2.1 Identifikasi Risiko

49

Identifikasi risiko ini dapat dilakukan dengan


mengidentifikasi

lokasi,

waktu,

sebab,

dan

proses

terjadinya peristiwa risiko. Dengan melakukan identifikasi


risiko, maka akan diperoleh sekumpulan informasi tentang
kejadian

risiko,

informasi

mengenai

penyebab,

dan

konsekuensi apa saja yang bisa ditimbulkan oleh risiko


tersebut.
Tujuan utama identifikasi risiko adalah untuk
mengembangkan suatu daftar yang komprehensif atas
sumber risiko dan kejadian yang mungkin mempunyai
dampak terhadap pencapaian dari masing-masing tujuan
(atau unsur-unsur utama), yang telah diidentifikasi dalam
konteks atau penetapan tujuan. Dengan kata lain, tujuan
identifikasi risiko adalah untuk mengidentifikasi seluruh
jenis risiko yang mungkin dapat memengaruhi tujuan
instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan
secara komprehensif.
Melalui identifikasi risiko, maka instansi pemerintah
dapat memeroleh risiko, baik dari faktor eksternal maupun
internal, serta risiko secara keseluruhan dan pada setiap
tingkatan kegiatan pentingnya.
b. Prosedur Identifikasi Risiko
Dari keseluruhan tahapan penilaian risiko, tahap
identifikasi risiko merupakan tahapan yang memakan
waktu lebih banyak. Tahap identifikasi risiko merupakan
tahapan yang paling krusial karena pada tahap inilah profil
risiko mulai dibangun.

2.1 Identifikasi Risiko

50

Pada dasarnya, identifikasi risiko dapat dilakukan


dengan cara retrospektif (retrospectively) dan prospektif
(prospectively). Dalam (HB 436:2004, hal 7) dikatakan
bahwa

Managing risk involves identifying and being

prepared for what might happen rather than always


managing retrospectively. Mengelola risiko mencakup
identifikasi dan selalu siap terhadap apa yang akan terjadi
lebih daripada sekedar pengelolaan rutin.
1) Identifikasi Risiko Retrospektif
Identifikasi risiko retrospektif (retrospective risks)
adalah risiko-risiko yang sebelumnya telah pernah
terjadi, seperti insiden atau kecelakaan. Identifikasi
risiko retrospektif biasanya merupakan cara yang
sangat umum dan mudah untuk mengidentifikasi risiko.
Adalah lebih mudah untuk memercayai sesuatu jika
sesuatu tersebut telah terjadi sebelumnya, sehingga
lebih mudah untuk mengkuantifikasi dampaknya dan
melihat bahaya yang menyebabkannya.
Sumber informasi

risiko retrospektif

meliputi antara

lain:
(1)Daftar atau register insiden/bahaya;
(2)Laporan audit, hasil evaluasi, dan penilaian lainnya;
(3)Keluhan pelanggan;
(4)Dokumen dan laporan;
(5)Staf lama atau survei klien; dan
(6)Media profesional atau surat kabar, seperti jurnal
atau websites.

2.1 Identifikasi Risiko

51

2) Identifikasi Risiko Prospektif


Risiko prospektif (prospective risks) biasanya
lebih sulit untuk diidentifikasi. Risiko ini adalah sesuatu
yang belum terjadi, tetapi mungkin terjadi beberapa
waktu yang akan datang.
Identifikasi akan meliputi semua risiko, apakah
risiko tersebut akan dikelola sekarang atau tidak. Dasar
pemikirannya di sini adalah mencatat semua risiko
signifikan dan memantau atau mereviu efektivitas
pengendaliannya.
Metode untuk mengidentifikasi risiko prospektif, meliputi
antara lain:
(1)melakukan

brainstorming

dengan

staf

atau

pemangku kepentingan eksternal;


(2)riset ekonomi, politik, legislatif, dan lingkungan
operasi;
(3)melakukan wawancara dengan orang-orang yang
relevan;
(4)melakukan

survei

staf

atau

klien

untuk

mengidentifikasi isu-isu atau problem yang akan


diantisipasi;
(5)bagan arus suatu proses;
(6)mereviu desain sistem atau membuat teknik-teknik
analisis sistem; dan
(7)analisis SWOT.

2.1 Identifikasi Risiko

52

Secara lebih rinci, berikut ini diuraikan

prosedur

yang dapat dilakukan dalam melakukan identifikasi


risiko, yaitu sebagai berikut:
(1)Menentukan Unit Pemilik Risiko
Proses penilaian risiko dimulai dengan menentukan
unit di dalam organisasi atau instansi pemerintah
dimana risiko akan diidentifikasi, yang dikenal
dengan istilah unit risiko atau unit pemilik risiko
(UPR).

Semua risiko yang ada pada unit pemilik

risiko merupakan milik dari unit tersebut dan menjadi


tanggung jawab dari pimpinan unit risiko tersebut.
Dengan kata lain, suatu unit risiko adalah juga
pemilik

risiko (risk owner) yang terjadi di unit

tersebut.
(2)Menentukan Semua Sumber-Sumber Risiko
Beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam
menentukan sumber-sumber risiko adalah:
(a)Identifikasi setiap sumber risiko yang melekat
(inherent sources of risk), termasuk lokasi, dan
proses terjadinya risiko, baik yang berasal dari
lingkungan

eksternal

maupun

internal,

yang

berhubungan dengan pencapaian tujuan atau


tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan
dalam penetapan konteks.
(b)Identifikasi semua sumber risiko yang berasal dari
semua pemangku kepentingan, baik eksternal
maupun internal yang relevan (termasuk persepsi
para pemangku kepentingan atas risiko) yang
mempunyai konsekuensi dan kemungkinan yang
buruk atas operasi instansi pemerintah.
2.1 Identifikasi Risiko

53

(c) Identifikasi risiko yang terkait atau interdependensi


antara kejadian dan risiko yang tidak jelas yang
kemungkinannya mempunyai dampak terhadap
risiko

utama,

pemborosan,

antara

lain

penyalahgunaan,

penggelapan,
dan

salah

kelola (mismanagement). Hubungan risiko ini juga


akan memengaruhi pilihan pengendalian apakah
instansi pemerintah mampu mengendalikannya.
(d)Identifikasi adanya satu sumber risiko yang
kemungkinannya mempunyai dampak banyak,
sumber risiko banyak mempunyai dampak sedikit,
dan sumber risiko banyak mempunyai dampak
yang banyak juga.
(3)Klasifikasikan risiko-risiko yang telah diidentifikasi
ke dalam beberapa kategori risiko, misalnya risiko
strategis

atau

kebijakan,

risiko

operasional,

keuangan, kepatuhan, dan fraud.


(4)Dapatkan informasi tambahan yang sah (valid)
untuk mengidentifikasi risiko dan untuk memahami
kemungkinan dan konsekuensinya. Informasi ini
harus relevan, komprehensif, akurat, dan tepat waktu
jika sumber daya memungkinkan. Informasi yang ada
harus diakses dan, bila perlu, informasi baru
dikembangkan.
(5)Yakinkan bahwa orang-orang yang terlibat dalam
mengidentifikasi risiko mempunyai pengetahuan
mengenai tujuan, tugas pokok dan fungsi, kegiatan,
serta proyek yang sedang ditelaah.
2.1 Identifikasi Risiko

54

(6)Identifikasi Faktor Penyebab


Identifikasi apa faktor penyebab utama atau akar
penyebab

(root

peristiwa

risiko,

cause)
baik

terjadinya

yang

dapat

serangkaian
dikendalikan

maupun di luar kendali instansi pemerintah, misalnya


kejadian yang tidak dapat diantisipasi dan tidak
adanya

pengendalian

tertentu.

Lakukan

juga

dokumentasi semua faktor-faktor penyebab yang


dapat dikendalikan maupun di luar kendali instansi.
Dalam menyelidiki faktor penyebab, interdependensi
antara unsur-unsur kejadian perlu diidentifikasi.
(7)Identifikasi Pengendalian yang Sudah Ada
Identifikasi

pengendalian

yang

ada

(existing

controls), baik untuk masing-masing sumber risiko


maupun masing-masing faktor penyebab risiko,
misalnya

apakah

pengendalian

atas

instansi
sumber

telah
risiko

melakukan
atau

faktor

penyebab risiko.
(8)Pahami risiko-risiko yang timbul di luar kendali
instansi, namun mempunyai dampak spesifik yang
memerlukan

perencanaan

kontinjensi

atau

penanganan khusus.
(9)Lakukan penilaian atas cukupnya pengendalian yang
ada.
(10) Buat simpulan hasil identifikasi risiko.
Buat

simpulan

hasil

identifikasi

risiko

dengan

membuat daftar risiko.

2.1 Identifikasi Risiko

55

c. Pertanyaan-pertanyaan Kunci dalam Identifikasi Risiko


Pertanyaan-pertanyaan

kunci

berikut

merupakan

referensi awal dalam melakukan identifikasi risiko dan


dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan situasi,
kondisi, dan risiko masing-masing instansi, antara lain:
1) Apa, kapan, dimana, dan kapan kemungkinan terjadinya
risiko, mengapa, dan bagaimana dapat terjadi?
2) Apa sumber dari masing-masing risiko?
3) Pengendalian apa yang ada untuk mengatasi masingmasing risiko?
4) Alternatif apa, jika pengendalian yang layak tidak
tersedia?
5) Apa kewajiban atau akuntabilitas instansi pemerintah
kepada pihak internal dan eksternal?
6) Apakah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut atas risiko
spesifik?
7) Apa ruang lingkup penelitian tersebut dan sumber daya
apa yang diperlukan?
8) Bagaimana keandalan informasi yang ada?
d. Cara Membuat Pernyataan Risiko
1) Nyatakan

secara

spesifik

risiko

yang

dapat

menghambat tujuan organisasi. Gunakan kata-kata


penghubung seperti akan mengakibatkan, dapat
mengarah

kepada,

dapat

menghambat,

akan

menghalangi, akan mencegah. Jangan menyatakan


suatu kondisi umum yang tidak menguntungkan sebagai
suatu risiko.

2.1 Identifikasi Risiko

56

Contoh:
Pernyataan risiko yang buruk:
- Pemotongan anggaran
- Proses birokrasi berbelit
Pernyataan yang lebih baik:
- Kemungkinan pemotongan anggaran sebesar 10%
akan dapat menghambat pencapaian X.
- Proses
persetujuan
yang
rumit
akan
memperlambat layanan Y yang seharusnya cepat.
2) Tentukan momen/waktu yang tepat dalam rangkaian
kejadian yang dapat dikendalikan oleh instansi. Jangan
nyatakan lebih dari satu risiko dalam suatu waktu.
Contoh:
Pernyataan risiko yang buruk:
- Kecelakaan
XYZ
menyebabkan
kerusakan
lingkungan, berbahaya terhadap kesehatan, dan
kemungkinan masalah hukum (litigasi) yang dapat
berdampak hilangnya reputasi, serta berisiko
secara politik.
Pernyataan yang lebih baik:
- Kegagalan dalam memastikan pengendalian
lingkungan yang efektif akan mengakibatkan
kecelakaan XYZ.
3) Kenali risiko-risiko yang pada dasarnya berada di luar
kendali instansi, namun memiliki dampak spesifik
sehingga memerlukan perencanaan kontinjensi.
Contoh:
Pernyataan risiko yang buruk:
- Ada kemungkinan kekurangan tenaga listrik yang
akan
memengaruhi
segalanya,
sehingga
kementerian tidak dapat memproses pembayaran.
(Catatan: pernyataan ini ditolak karena berada di
luar kendali instansi serta di luar lingkupnya).
2.1 Identifikasi Risiko

57

Pernyataan yang lebih baik dan dampaknya spesifik:


- Bencana alam atau bencana lainnya akan
mengakibatkan terputusnya tenaga listrik dan
mencegah pekerjaan yang harus dilakukan dalam
sistem
pembayaran,
terutama
pembayaranpembayaran yang harus segera.
Pernyataan risiko yang buruk:
- Kementerian menunda seluruh investasi dan
menghapuskan program kami (dianggap di luar
kendali).
Pernyataan yang lebih baik dan dampaknya spesifik:
- Kementerian menunda seluruh investasi yang
berkaitan dengan teknologi informasi sehingga
dapat menghambat diimplementasikannya server
untuk e-payment.
(Catatan: penanganannya dapat mencakup: 1.
Reviu sistem manual; 2. Peningkatan komunikasi
dan konsultasi dengan tim dari kementerian).
4) Mewaspadai penyajian register risiko yang dipenuhi
dengan risiko-risiko generik. Ada kemungkinan tidak
akurat karena belum dirumuskan dengan baik untuk
tujuan pengelolaannya, atau partisipan bukanlah pemilik
dari risiko tersebut. Hal ini bisa menyimpangkan tujuan
proses brainstorming.
5) Pernyataan risiko berformat jika-maka Jika hal ini
terjadi, maka hasilnya akan begini. Atau bisa juga
menggunakan format kejadian-konsekuensi Jika hal
ini terjadi, maka konsekuensinya seperti ini.

2.1 Identifikasi Risiko

58

e. Metode, Sumber, dan Jenis Informasi


Berikut ini diuraikan secara ringkas metode, sumber
informasi risiko, dan jenis informasi dalam melakukan
identifikasi risiko.
1) Metode
Pada dasarnya, identifikasi risiko dapat dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari keempat metode
berikut, atau bisa juga digunakan secara bersama-sama
agar saling melengkapi.
a) Metode 1: Analisis Data Historis
Prinsip

dari

metode

ini

adalah

menggunakan

berbagai informasi atau data mengenai segala


sesuatu yang pernah terjadi, baik data primer
maupun data sekunder.
b) Metode 2: Pengamatan dan Survei
Bila

tidak

dilakukan

tersedia

data

investigasi,

historis,

maka

dapat

pengamatan,

atau

survei

di tempat (on the spot ) sehingga dapat diperoleh


data primer.
c) Metode 3: Pengacuan (Benchmarking)
Metode

ini

pada

prinsipnya

diterapkan

untuk

melengkapi identifikasi risiko menggunakan metode 1


dan 2 di atas. Seandainya dengan kedua metode di
atas,

risiko

yang

diperoleh

dirasakan

kurang

meyakinkan, atau ada risiko yang bisa terjadi tetapi


tidak ditemukan, atau tidak menyadari adanya suatu
risiko terkait dengan obyek yang diamati dan
memerlukan konfirmasi lebih lanjut, maka perlu
2.1 Identifikasi Risiko

59

dilakukan

pencarian

organisasi

lain

Benchmark

informasi

sebagai

merupakan

di

acuan
obyek

tempat

atau

(benchmark).
yang

memiliki

kesamaan dengan obyek yang sedang diamati


berkaitan dengan keberadaan risiko.
d) Metode 4: Pendapat Ahli
Pendapat ahli (expert opinion) dapat diperoleh
melalui wawancara kepada satu orang, kepada
sekelompok orang, atau melalui diskusi kelompok
khusus, atau focus group discussion (FGD). Pihak
yang diwawancarai atau dilibatkan adalah mereka
yang dianggap ahli.
2) Sumber Informasi Risiko
Untuk dapat menerapkan setiap metode di atas,
maka

perlu

dasarnya,

mengenali

sumber

sumber

informasi

informasi.

dapat

Pada

dikelompokkan

berdasarkan asalnya, yaitu sumber internal dan sumber


eksternal. Berikut ini diuraikan sumber-sumber informasi
utama yang dapat digunakan.
a) Dokumen Internal
Terdapat banyak dokumen internal instansi yang
dapat dimanfaatkan untuk memeroleh informasi
mengenai berbagai risiko yang mungkin terjadi.
Dokumen tersebut bisa berupa rencana strategis,
anggaran,

prosedur

operasi

standar

(standard

operating procedures), dokumen SDM, surat perintah,


dan lain-lain.

2.1 Identifikasi Risiko

60

b) Dokumen Eksternal
Dokumen eksternal menyebar di mana-mana,
bergantung

pada

risiko

apa

yang

sedang

diidentifikasi. Dokumen dapat berupa media massa


seperti koran dan majalah, hasil publikasi data
seperti data keuangan dan ekonomi.
c) Pihak Internal Instansi
Pihak internal instansi adalah orang yang ahli
yang dapat dimintai informasi mengenai obyek untuk
mengidentifikasi risiko. Misalnya, pegawai yang
mengoperasikan komputer dalam waktu yang lama
adalah ahli mengenai komputer tersebut. Pegawai
personalia merupakan ahli yang dapat menjadi
sumber

informasi

mengenai

masalah-masalah

personalia.
d) Pihak Eksternal Instansi
Pihak eksternal bisa berupa pelanggan, pemasok,
pesaing,

peraturan

pemerintah,

pengamat,

dan

tenaga ahli. Semakin dekat hubungan mereka


dengan

instansi,

semakin

bermanfaat

mereka

sebagai sumber informasi.


3) Jenis Informasi
Terdapat beberapa jenis informasi yang dapat
digunakan

untuk

mengidentifikasi

risiko,

seperti

diuraikan berikut :

2.1 Identifikasi Risiko

61

a) Informasi Lingkungan Eksternal


Informasi

lingkungan

eksternal

informasi yang berasal dari

di

sini

berupa

perubahan politik,

ekonomi, sosial, perkembangan teknologi, perubahan


lingkungan usaha, dan regulasi.
b) Informasi Keuangan
Informasi keuangan instansi, antara lain dapat
berupa

laporan keuangan, data DIPA beserta

rinciannya, ketersediaan dana untuk pembiayaan


program baru atau program lanjutan.
c) Informasi Proses
Informasi proses merupakan proses dan aktivitas
yang dilakukan oleh unit-unit instansi, dari awal
sampai dengan akhir.
d) Informasi Arus Dokumen
Selain arus proses, risiko dapat ditrasir berdasarkan
arus dokumen. Arus dokumen dapat dilihat dari
prosedur operasi standar yang dimiliki instansi
sehingga diketahui ke mana saja dokumen mengalir.
Penyimpangan arus dokumen atau tidak lengkapnya
otorisasi dan tidak adanya pengendalian dokumen
mengindikasikan adanya risiko.
e) Informasi Kontrak
Informasi

kontrak

diperoleh

dengan

cara

mengevaluasi dokumen kontrak instansi dengan


berbagai pihak, seperti kontrak dengan karyawan,
pemasok, dan kontraktor.

2.1 Identifikasi Risiko

62

Setelah melakukan identifikasi risiko, langkah selanjutnya


adalah melakukan analisis risiko yang disajikan pada Buku
Pedoman Teknis Analisis Risiko.

2.1 Identifikasi Risiko

63

2.1 Identifikasi Risiko

64

BAB IV
PENUTUP
Identifikasi risiko pada sektor publik merupakan bagian dari
penyelenggaraan SPIP yang dibangun oleh manajemen instansi
pemerintah. Tahapan identifikasi risiko diawali dengan penetapan
konteks bagi lingkup instansi yang besar atau penetapan tujuan
bagi kegiatan dalam suatu instansi.

Identifikasi risiko dilakukan

agar manajemen dapat mengelola risiko tersebut.


Pedoman ini disusun untuk memberikan acuan praktis bagi
pimpinan

instansi

pemerintah

dalam

menciptakan

dan

melaksanakan sistem pengendalian intern, khususnya pada unsur


penilaian risiko sub unsur identifikasi risiko di lingkungan instansi
yang dipimpinnya.
Hal-hal yang dicakup dalam pedoman teknis ini adalah
acuan mendasar yang berlaku secara umum bagi seluruh instansi
pemerintah, yang minimal harus dipenuhi dalam penerapan
identifikasi risiko, dan tidak mengatur secara spesifik bagi instansi
tertentu. Instansi pemerintah hendaknya dapat mengembangkan
lebih jauh langkah-langkah yang perlu diambil sesuai

dengan

kebutuhannya, dengan tetap mengacu dan tidak bertentangan


dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sesuai dengan perkembangan teori dan praktik-praktik sistem
pengendalian intern, pedoman ini perlu disesuaikan secara terusmenerus.

2.1 Identifikasi Risiko

65

Anda mungkin juga menyukai