Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I
PENDAHULUAN
Bab I berisi tentang alasan pentingnya akupresur terhadap kejadian mual pada
penderita dispepsia yang akan dibahas dalam karya tulis ini, pembatasan masalah
mengenai pengaruh akupresur terhadap mual, tujuan dan manfaat atau pentingnya
penelitian. Bab I juga berisi tentang keaslian penelitian yang memiliki persamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan.
A. Latar Belakang Masalah
Dispepsia merupakan salah satu gangguan pencernaan yang paling banyak diderita.
Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya
gangguan saluran pencernaan. Dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa
nyeri pada bagian atas perut (Almatsier, 2004). Prevalensi dispepsia secara global
bervariasi antara 7-45%. Prevalensi dispepsia di Amerika Serikat 23,0-25,8%, di India
30,4%, Hongkong 18,4%, Australia 24,4-38,2%, dan China sebesar 23,3%. 27%
remaja putri dan 16% remaja putra mengalami dispepsia. Penelitian mengenai
dispepsia di Indonesia lebih banyak dilakukan di rumah sakit (hospital based)
(Dwijayanti, Ratnasari & Susetyowati 2008, dalam Susanti, 2011). Depkes (2006)
menunjukkan bahwa dispepsia menempati urutan ke-15 dari daftar 50 penyakit
dengan pasien rawat inap terbanyak. Studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh
peneliti di RSUD Banyumas mendapati jumlah penderita dispepsia selama 2

bulan juli-september 2012 yang mengalami rawat inap tercatat 116 pasien.
Berdasarkan data karakteristik yang didapatkan Joko, Agus dan Saryono (2006)
bahwa insiden lebih banyak terjadi pada subjek penelitian dengan umur diatas 40
tahun yaitu 30 penderita (71,43%), sedangkan pada subjek penelitian dengan umur
dibawah 40 tahun sebanyak 12 penderita (28,57%).
Dispepsia adalah kumpulan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit
perut bagian atas yang menetap dan mengalami kekambuhan. Dispepsia terbagi
menjadi 2 yaitu; dispepsia organik karena adanya kelainan organik dan dispepsia
nonorganik atau dispepsia fungsional (Mansjoer, 2001). Moore (1997) dalam Joko,
Agus dan Saryono (2006) menyebutkan gangguan saluran pencernaan dapat
disebabkan karena merokok, penurunan tekanan spingter esophagus bawah, stress
emosional, makan yang memicu sekresi asam lambung berlebihan seperti kopi, cabe,
jahe, rempah lain. Gejala yang dapat ditimbulkan pada dispepsia meliputi: nyeri
abdomen bagian atas, mudah kenyang, perut terasa penuh saat makan, mual, muntah,
rasa tidak nyaman yang bertambah saat makan (Mansjoer, 2001). Mual merupakan
suatu gejala yang mendominasi dari dispepsia setelah gejala nyeri epigastrium yang
sering dikeluhkan oleh pasien (Marcellus, 2009).
Price dan Willson (2005) mendefinisikan mual adalah gejala dan tanda yang sering
menyerupai gangguan gastrointenstinal, mual dan muntah dianggap sebagai suatu
fenomena yang terjadi pada tiga stadium: mual, retching (gerakkan dan suara sebelum
muntah), muntah. Mual didefinisikan sebagai perasaan yang sangat tidak enak
dibelakang tenggorokan dan 3

epigastrium, sering menyebabkan muntah. Pengobatan terhadap mual jarang berhasil


memperoleh kesembuhan sempurna tapi perasaan tidak enak dapat dikurangi.
Perasaan tidak enak dapat dikurangi dengan menggunakan terapi farmakologi dan
terapi non farmakologi. Terapi farmakologi memiliki side effect yang merugikan bagi
pasien. Terapi non farmakologi yaitu terapi komplementer non invasive yang barubaru ini menjadi sorotan di dunia medis, terdapat banyak terapi non farmakologi atau
terapi komplementer yang dapat menurunkan mual, diantaranya: terapi akupunktur,
akupresur, relaksasi dan terapi musik serta banyak macam lainnya. Akupresur
merupakan salah satu terapi komplementer non invasive yang aman digunakan dan
mudah dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi mual pada beberapa pasien
dengan berbagai kasus (Kashanian & Shahali, 2009; Angela, Donal & John, 2005).
Jones et.al (2008) menyatakkan bahwa akupresur dan akupunktur untuk mengatasi
mual muntah pada pasien kemoterapi telah dipelajari dengan hasil yang beragam.
Penelitian yang dilakukan oleh Angela, Donald dan John (2005) menyatakkan
akupresur dan akupunktur menunjukkan keefektifannya dalam mengatasi mual
muntah pada pasien pasca operasi namun, penelitian ini memiliki kelemahan pada
sedikitnya jumlah penelitian mengenai akupresur sebagai intervensi keperawatan.
Penelitian yang dilakukan Jones et.al (2008), menyatakan adanya pengaruh akupresur
terhadap penurunan intensitas nausea dan vomiting pada anak yang menjalani
kemoterapi namun, penelitian ini memiliki kelemahan pada sedikitnya jumlah sempel
21 pasien dan 4

beragamnya sampel dari diagnosis, kemoterapi dan regimen antimetik, serta dibatasi
oleh kurangnya tujuan pengukuran.
Dispepsia memiliki gejala mual yang sering mengganggu penderitanya sehingga
perlu dilakukan intervensi untuk mengatasi mual. Penggunaan terapi komplementer
untuk mengatasi mual pada pasien dispepsia sebelumnya belum pernah dilakukan.
Menurut penelitian Artika (2006); Angela, Donald dan John (2005) dan penelitian
eksperimen Jones et.al (2008) akupresur dapat menurunkan mual pada pasien dengan
kehamilan, pasca operasi dan kemoterapi, akupresur terbukti untuk mengatasi mual
sehingga peneliti akan mencoba untuk melakukan replikasi dan inovasi terhadap
penelitian-penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode akupresur untuk
menangani mual dengan subjek yang berbeda yaitu pada pasien dengan dispepsia.
Titik akupresur P6 sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Artika (2006) dan
Angela, Donald dan John (2005), untuk membedakan penelitian ini dengan peneliti
Artika (2006), Angela, Donald dan John (2005) dan Jones et.al (2008) peneliti akan
menggunakan titik lain untuk mengetahui keefektifannnya, peneliti mengngambil
meridian limpa dan lambung yang merupakan organ pasangan dalam ilmu akupresur.
Titik lambung 36 dan limpa 3 memiliki indikasi untuk mengatasi mual, titik tersebut
berada pada sepanjang meridian lambung dan limpa. Titik SP3 dan ST36 memiliki
organ target yaitu lambung dan limpa, dispepsia merupakan kelainan pada disfungsi
lambung, dalam ilmu akupresur menurut teori yin dan yang suatu organ yang
mengalami disfungsi menggambarkan bahwa organ tersebut mengalami kelemahan
sehingga 5

diperlukan adanya penguatan pada organ tersebut agar yin dan yang berada dalam
titik yang seimbang dengan memberikan rangsangan pada meridian titik tertentu.
Rangsangan berupa pemijatan pada titik ST36 dan SP3 akan memberikan penguatan
terhadap organ target (Sukanta, 1999). Gate kontrol teori menyatakan bahwa
rangsanga pada meridian tertentu akan mengantarkan implus dengan cepat dan
mengontrolnya sehingga terjadi pemblokan dan mempengaruhi suatu sensasi (Hakam,
Krisna & Tutik, 2009).
B. Rumusan Masalah
Masalah mual pada kasus dispepsia adalah suatu gejala yang pasti menyertai dan
membuat penderitanya merasakan ketidaknyamanan, sejauh ini penanganan terhadap
mual pada kasus dispepsia belum efektif karena hanya mendasarkan pada terapi
farmakologi. Berdasarkan uraian dasar teori akupresur merupakan intervensi
keperawatan non invasive yang dapat mengatasi mual. Penelitian yang meneliti
mengenai penanganan mual pada dispesia belum efektif sehingga, peneliti tertarik
untuk meneliti pengaruh akupresur zusanli (ST36) dan taibai (SP3) terhadap mual
pada pasien dispepsia di RSUD Banyumas. Apakah ada pengaruh terapi akupresur
zusanli (ST36) dan taibai (SP3) terhadap mual pada pasien dispepsia?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh akupresur zusanli (ST36) dan taibai (SP3) terhadap mual pada
pasien dispepsia. 6

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden (usia, jenis kelamin, lama mual dan
antiemetik).
b. Menggambarkan skala mual sebelum dan sesudah akupresur pada kelompok
kontrol dan intervensi.
c. Membandingkan mual pada kelompok kontrol dengan intervensi.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat bagi penelitian terbagi menjadi 5 yaitu:
1. Manfaat bagi peneliti
a. Mengaplikasikan dan menerapkan akupresur.
b. Menghasilkan metode akupresur yang efektik terhadap mual.
c. Menambah kekayaan intelektualitas.
2. Manfaat bagi institusi pendidikan kesehatan
a. Penelitian ini memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan
khususnya terapi non farmakologi untuk dimanfaatkan sebagai sumber belajar.
b. Penelitian ini juga dapat dimasukkan dalam ketrampilan skil lab.
3. Manfaat bagi profesi keperawatan
a. Dapat digunakan sebagai bahan rujukann intervensi keperawatan dalam mengatasi
mual.
b. Mengembangkan kompetensi perawat dalam melakukan terapi komplementer
akupresur khususnya.
7

4. Manfaat bagi masyarakat


Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan pengetahuan dan wawasan ilmiah
tentang manfaat akupresur terhadap mual pada pasien dispepsia.
5. Manfaat bagi keluarga
a. Menambah pengetahuan kelurga dalam mengatasi mual pada anggota keluarga
dispepsia.
b. Melatih ketrampilan keluarga agar dapat melakukkan akupresur sendiri.
E. Keaslian penelitian
Penelitian yang berjudul akupresur terhadap mual pada pasien dispepsia belum
pernah dilakukan sebelumnya, tetapi penelitian yang hampir serupa pernah dilakukan:
1. Penelitian Artika (2006); Pengaruh akupresur pada titik perikardium 6 terhadap
penurunan frekuensi muntah pada primigravida trimester pertama dengan emesis
gravidarum.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa akupresur pada titik pericardium 6
dapat mengurangi mual yang sekaligus mengakibatkan frekuensi muntah. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pada
rancangan penelitian yaitu sama-sama menggunakan rancangan penelitian quasi
eksperiment (non randomized pretest-posttest with control group design). Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang akan 8

dilakukan oleh peneliti adalah pada teknik pengambilan sampel dan variable terikat,
penelitian ini menggunakan purposive sampling sedangkan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel consecutive
sampling. Variable terikat, variable terikat pada penelitian ini adalah penurunan
frekuensi muntah sedangkan pada penelitian yang akan ditelitti oleh peneliti adalah
mual.
2. Penelitian Lee Jiyeon et.al (2010); The Relationship of Chemotherapy and Induced
Nausea to the Frequency of Pericardium 6 Digital Acupressure.
Penelitian ini dilakukan pada 53 pasien kanker, desain penelitian ini menggunakan
data sekunder analisis multicenter, longitudinal dan uji klinis secara acak. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengurangi intensitas mual muntah pada pasien kanker
payudara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pasien dengan kanker payudara yang
mengalami mual muntah dengan intensitas tinggi mulai dari fase akut terus
mengalami intensitas gejala yang lebih tinggi selama 11 hari setelah dilakukan
akupresur intensitas mual muntah menjadi berkurang.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
yaitu pada rancangan penelitian, pada penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian randomized pretest-posttes with kontrol group design sedangkan penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti adalah non randomized pretest-posttes with control
group. 9

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu
pada variable bebas yaitu sama-sama menggunakan akupresur.
3. Penelitian Apriany (2010); Pengaruh terapi musik terhadap mual muntah lambat
akibat kemoterapi pada anak usia sekolah yang menderita kanker di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap frekuensi
mual muntah lambat pada pasien kemoterapi. Penelitian ini melibatkan 30 jumlah
responden dengan rincian 15 kelompok intervensi dan 15 sebagai kelompok kontrol.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah
rancangan penelitian dan teknik pengambilan sampel yaitu sama-sama menggunakan
rancangan penelitian quasi eksperiment (non randomized pretest-posttes with control
group design) dan sama-sama menggunakan consecutive sampling dalam
pengambilan sampel. Perbedaan penelitian ini dengan penelitia yang akan dilakukan
oleh peneliti adalah pada variable bebas pada penelitian ini menggunakan
menggunnakan terapi musik sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
menggunakan terapi akupresur.
4. Penelitian Jones et. al (2008); Acupressure for Chemotherapy-Associated Nausea
and Vomiting in Children.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan akupresur terhadap mual muntah
pada anak yang mendapatkan kemoterapi. 10
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti adalah pada rancangan penelitian, penelitian ini
menggunakan uji klinis rancangan silang sedangkan penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti menggunkana rancangan penelitian
quasi ekperimen non randomized pretest-posttest with control
design. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan
diteliti oleh peneliti yaitu pada variable bebas yaitu sama-sama
menggunakan terapi akupresur.
11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab II akan membahas tentang uraian teori yang berkaitan dengan bab I dan
berdasarkan pustaka. Pembahasan akan difokuskan pada uraian tentang penyakit
dispepsia, penatalaksanaan, nausea atau mual, akupresur dan pengaruh akupresur
terhadap mual serta kerangka konsep yang berisi pendekatan pemecahan masalah
yang akan digunakan.
A. Landasan Teori
1. Dispepsia

a. Pengertian
Dispepsia atau indigesti merupakan istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan
gejala yang umumnya dirasakan sebagai gangguan perut bagian atas (Harrison, 1999).
Tjokronegoro (2001) menerangkan dispepsia merupakan kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau
cepat kenyang dan sendawa, dyspepsia sering ditemukan pada orang dewasa.
Dispepsi merupakan masalah yang sering ditemukan dan keluhannya sangat beragam.
Dispepsia merupakan salah satu gangguan pencernaan yang paling banyak diderita
yang menunjukkan rasa nyeri pada bagian atas 12

perut (Almatsier, 2004), dapat disimpulkan bahwa dispepsia merupakan gangguan


pencernaan yang ditandai dengan banyak gejala dari nyeri ulu hati, mual, kembung,
muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang dan sendawa.
Prevalensi kejadian dispepsia di Amerika Serikat, India, Hongkong, Australia, Cina
cukup tinggi dan 27% yang menderita dyspepsia adalah remaja putri dan 16% remaja
putra (Dwijayanti, Ratnasari & Susetyowati 2008, dalam Susanti, 2011). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Joko, Agus dan Saryono (2006) karakteristik penderita
dispepsia yang berobat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto sebagian
besar berumur diatas 40 tahun, berjenis kelamin perempuan, berpendidikan rendah
dan tidak bekerja. Penderita dispepsia sebagian kecil biasa mengkonsumsi kopi,
alkohol, dan rokok.
b. Klasifikasi
Mansjoer (2001) Membagi klasifikasi dispepsia menjadi 2, yaitu:
1) Dispepsia organik bila telah diketahui kelainan organic sebagai penyebabnya.
2) Dispepsia nonorganik atau funsional, atau dispepsia non ulkus, bila tidak jelas
penyebabnya.
13

Table 2.1 Perbedaan dispepsia organik dan fungsional


Dispepsia organic dispepsia fungsional
- Ulkus peptic kronik - disfungsi sensorik-motorik
(ulkus fentrikulus, ulkus - gastroparesis idiopatik
Duodeni) - disritmia gaster
- Gastro-oesophageal refluk - hipersensitivitas gaster
Disease dengan atau tanpa atau duodenum
Esofangitis - faktor psikososial
- OAINA, Aspirin - gastristis Hp
- Kolelitasis simtomatik - idiopatik
- Pankreatitis kronik
- Gangguan metabolic
- Keganasan (gaster, kolon
Pancreas)
- Insufisiensi vascular mesentrikus
- Nyeri dinding perut

c. Patofisiologi
Djojodiningrat (2007) menjelaskan proses patofisiologi yang berhungan dengan
dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobakter pylori,
dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensittivitas visceral.
1) Sekresi asam lambung
Kasus dispepsia fungsional, umumnya mempunya tingkat sekresi asam lambung, baik
sekresi basal atau dengan stimulasi pentagastrin yang rata-rata normal. Terjadinya
peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa
tidak enak di perut. 14

2) Helicobacter pylori (Hp)


Infeksi Hp dapa dispepsia fungsional belum sepenuhnya diterima. Hp pada sispepsia
fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan Hp
pada kelompok sehat.
3) Dismotilitas gastrointestinal
Dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya
hipomotilitas antrum sampai 50% kasus, harus dimengerti bahwa proses motilitas
gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan
pengosongan lambung tidak dapat mutlak menjadi penyebab dispepsia.
4) Ambang rangsang persepsi
Dispepsia memiliki hipersensitivitas visceral terhadap distensi balon di gaster atau
duodenum. Mekanisme lebih lanjut belum diketahui. Penelitian menggunakan balon
intragastrik mendapatkan hasil 50% populasi dengan dispepsia fungsional timbul rasa
nyeri atau tidak nyaman di perut pada inflansi balon dengan volume yang lebih
rendah dibandingkan dengan volume yang menimbulkan nyeri pada populasi kontrol.
15

d. Etiologi
Djojodiningrat (2007) menyebutkan penyebab dyspepsia.
Table 2.2 Penyebab dispepsia
Penyebab dispepsia
Esofago-gastro-duodenal tukak peptic, gastristis kronik, gastristis NSAID, keganasan
Obat-obatan antiinflamasi nonsteroid, antibiotic, digitalis
Hepato-billier hepatitis, kolesistisis, kolelitiasis, disfungsi sfingter odii
Pancreas pankreatitis
Penyakitt sistemik lain DM, penyakit tiroid, gagal ginjal, penyakit jantung
Gangguan fungsional dispepsia fungsional, iritabel bowel syndrome

e. Manifestasi klinis
Mansjoer (2001) dalam bukunya membagi klasifikasi klinis secara praktis, didasarkan
atas gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe:
1) Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dispepsia), dengan gejala:
- Nyeri epigastrium terlokalisasi
- Nyeri hilang setelah makan
- Nyeri saat lapar
- Nyeri episodik
16

2) Dispepsia dengan gejala dismotilitas (dysmotility-like dispepsia),dengan gejala:


- Mudah kenyang
- Perut cepat terasa penuh saat makan
- Mual
- Muntah
- Upper abdominal bloating
- Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3) Dispepsia nonspesifik
f. Penatalaksanaan
Pasien dispepsia dalam melakukan pengobatan dengan menggunakan modifikasi pola
hidup dengan melakukan program diet yang ditujukan untuk kasus dispepsia
fungsional agar menghindari makanan yang dirasa sebagai faktor pencetus. Pola diet
yang dapat dilakukan seperti makan dengan porsi kecil tetapi sering, makan rendah
lemak, kurangi atau hindari minuma-minuman spesifik seperti: kopi, alcohol dll,
kurangi dan hindari makanan yang pedas. Terapi medikamentosa untuk kasus
dispepsia hingga sekarang belum terdapat regimen pengobatan yang memuaskan
terutama dalam mengantisipasi kekambuhan (Tjokronegoro, 2001). Mansjoer (2001)
menerangkan pengobatan pada dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu: 17

1) Antacid 20-150 ml/hari


Antacid berfungsi untuk menetralkan asam lambung. Pemakaian antacid tidak
dinajurkan secara terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis untuk mengurangi rasa
nyeri. Penggunaan dosis besar dapat menyebabkan diare.
2) Antikolinergik
Kerja antikolinergik tidak sepesifik. Obat yang bekerja sepesifik adalah pirenzepin
untuk menekan sekresi asam lambung.
3) Antagonis reseptor H2
Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi dispepsia organic. Obat tergolong
antagonis reseptor H2 adalah; simetidin, roksatidin, ranitidine dan famotidine.
4) Penghambat pompa asam
Golongan obat ini menghambat sekresi asam lambungpada stadium akhir dari proses
sekresi asam lambung. Obat termasuk dalam golongan penghambat asam adalah;
omeperazol, lansoprazol dan pantoprazole.
5) Sitroprotetif
Prostaglandin sintetik seperti misoprosol dan eprostil, selain bersifat sitoprotektif juga
dapat menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. 18

6) Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokinetik; sisaprid, domperidon dan metoklopramid.
Obat golongan ini efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks
esofangitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung.
Dispepsia merupakan sindrom dari sekumpulan gejala yang menyertainya. Gejala
yang timbul pada dispepsia diantaranya adalah mual yang merupakan gejala yang
dominan terjadi setelah gejala nyeri. Dispepsia sering terjadi karena adanya
hipersekresi asam lambung yang menyebabkan meningkatnya asam lambung
menyebabkan rasa tidak enak pada perut berupa rasa mual. Obat-obatan yang
diberikan banyak berfokus pada penanganan simtomatis dan penanganan pada sekresi
asam lambung, golongan obat yang diberikan seperti; golongan prokinetik,
sitoprotetif, penghambat pompa asam, antagonis reseptor H2, antikolinergik dan
antacid.
2. Mual Pada Pasien Dispepsia
a. Pengertian
Price dan Willson (2005) mendefinisikan mual merupakan suatu perasaan yang sangat
tidak enak dibelakang tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah.
Mual muntah dianggap sebagai suatu fenomena yang terjadi dalam tiga stadium yaitu
mual, retching dan 19

muntah. Stadium mual merupakan stadium pertama, stadium kedua retching adalah
suatu usaha involunter untuk muntah, stadium ketiga muntah merupakan suatu reflex
yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut.
Mual merupakan ungkapan subjektif berupa sensasi atau perasaan yang tidak
menyenangkan di bagian epigastrium yang disertai dengan pucat, keringat panas
dingin, kemerahan, takikardi, dan pengeluran saliva yang berlebihan (Garret, et.al,
2003, dalam Apriany, 2010).
b. Mekanisme mual
Teori menyatakan tentang mual, aktifitas nucleus dari neuron di medulla oblongata ,
merupakan pusat yang mengawali terjadinya reflek mual dan muntah. Pusat mual
muntah dapat diaktifkan secara langsung oleh korteks cerebral, sinyal dari organ
sensoria atau sinyal dari apparatus vestibular dari telinga dalam yang menimbulkan
reflek mual karena adanya gerakkan. Nausea atau mual sering mendahului atau
menyertai muntah (vomitus) (Garret et.al. 2003, dalam Apriany, 2010)
Faktor risiko terjadinya mual yang berhubungan dengan pasien meliputi usia, jenis
kelamin, riwayat mual terdahulu dan dapat dipengaruhi oleh penggunaan obat
antiemetik seperti antikolinergik (Grunberg, 2004; Barsadia & Patel, 2006, dalam
Apriyani, 2010). 20

c. Mual pada dispepsia


Mual yang terjadi pada dispepsia disebabkan karena sekresi asam lambung yang
meningkat menyebabkan terjadinya inflamasi pada lambung yang kemudian
merangsang saraf-saraf pada lambung dan dihantarkannya ke medulla oblongata dan
ditanggkap oleh pusat saraf sebagai respon mual. Karakteris mual pada dispepsia
tidak dapat diprediksikan lamanya mual terjadi. Mual pada dispepsia terjadi pada pagi
hari atau sebelum dan setelah makan timbul secara tiba-tiba dengan durasi yang tidak
dapat dipresiksikan (Garret et.al. 2003, dalam Apriany, 2010; Marcellus, 2009)
d. Intervensi Mual
Mual merupakan gejala yang mendominasi pada kasus dispepsia. Mual merupakan
hal yang sangat tidak menyenangkan dan banyak orang yang tidak nyaman ketika
mendapati rasa mual. Pasien dispepsia sering mengeluhkan rasa tidak enak pada
bagian abdomen seperti mual dan terkadang ingin muntah (Healthnew, 2009;
Harrison, 2007). Terapi yang dilakukan pada pasien dispepsia adalah hanya untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala, mual merupakan gejala dispepsia yang dapat
ditangai menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi
yang diberikan seperti obat antiemetik (Djojodiningrat, 2007; Angela, Donal & John,
2005). Obat antiemetik utama yang sering digunakan adalah antihistamin, fenotiazin
dan metoklopramid. Obat 21

antiemetik memiliki efek puncak terapi 1-2 jam dan berakhir setelah 6 jam (Staf
pengajar farmakologi, 2008).
Menurut Apriany (2010) jenis terapi non farmakologi yang dapat digunakan sebagai
intervensi untuk mengatasi mual diantaranya: akupresur, akupunktur, relaksasi, terapi
musik merupakan jenis terapi keperawatan komplementer sehingga dapat dilakukan
oleh perawat. Menurut Jones et. al (2008) akupresur atau akupunktur merupakan
terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk mengatasi mual, mudah dilakukan
aman dan merupakan pengobatan yang alami. Akupunktur sama dengan akupresur
menggunakan meridian untuk mengetahui titik yang dapat berpengaruh pada organ
target penggunaan akupunktur efeknya akan lebih cepat dari akupresur hanya saja
akupunktur lebih beresiko karena akupunktur memberikan tusukkan pada salah satu
titik pada meridian (Sukanta, 1999). Akupresur merupakan terapi sentuhan atau
pemijatan yang mengacu pada meridian tertentu dan titik pada meridian, akupresur
dikatakan lebih aman karena hanya memberikan pijatan pada meridian organ target.
Feyz (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa akupresur merupakan terapi
non invasive, murah dan mudah dilakukan untuk penatalaksanaan terhadap mual
muntah selama kehamilan.
Angela, Donal dan Jhon (2005) melalui study sistematik rieview dengan
mengumpulkan beberapa penelitian mengenai akupresur terhadap 22

mual pada pasien paska operasi, menyatakkan bahwa keempat penelitian yang yang
dilakukan sistematik review menghasilkan penelitian bahwa akupresur terbukti dapat
mengatasi mual paska operasi dengan melakukan akupresur pada titk P6 dengan
akupresur band. Lee Jiyeon et. al (2010) dalam penelitiannya meneliti hubungan
intensitas mual pada kemoterapi terhadap frekuensi akupresur, memberikan hasil
bahwa pasien kanker payudara yang mengalami intesitas mual yang tinggi selama 11
hari setelah dilakukan kemoterapi diperlukan lebih sering tindakan akupresur untuk
mengatasi mual bahkan setelah puncak mual. Terapi musik merupakan terapi non
farmakologi dengan yang dapat digunakan sebagai distraksi atau relaksasi dengan
cara mendengarkan musik sesuai dengan musik yang disukai pasien sehingga pasien
akan merasa nyaman, namun terapi musik akan lebih efektif untuk mengatasi mual
jika dipadukan dengan pemberian antiemetik dan musik yang diputar sesuai dengan
apa yang diinginkan responden (Apriany, 2010).
e. Instrument mual
Menurut Rhodes dan Mc Daniel (2004), alat untuk mengukur mual muntah yang telah
teruji validitas dan reabilitasnya yaitu: Numerik rating scale (NRS), Duke Descriptive
Scale (DDS), Visual Analog Scale (VAS), Index Nausea vomiting and Retching
(INVR), Marrow Assessment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index
Emesis. 23

1) Numerik rating scale (NRS)


Merupakan jenis instrument berupa skala pengukuran dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat nyeri dan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan
mual. Numerik rating scale (NRS) adalah rentan skala 0-10 dengan angka nol tidak
mual dan angka 10 muntah. NRS telah digunakan pada penelitian Lee Jiyeon et. al
(2010) untuk mengetahui tingkat keparahan mual pada penderita kanker payudara
yang menjalani kemoterapi.
2) Duke Descriptive Scale (DDS)
Instrument ini memuat data nausea dan vomiting dengan frekuensi, keparahan dan
kombinasi aktifitas. Tipe dari kuesioner ini adalah sakala ceklist, kelemahan
kuesioner ini adalah terbatasnya informasi (Rhodes & Mc Daniel, 2001).
3) Visual Analog Scale (VAS)
Instrument penelitian berupa rentan skala dengan menggunakan angka 0-10 untuk
mengetahui gejala. Instrument ini instrument yang simple dan paling banyak
digunakan dalam penelitian, penelitian yang menggunakan instrument VAS
diantaranya; pada penelitian L Juregui et.al (2011), penelitian Artika (2006) dan
penelitian Lee Jiyeon et. al (2010). 24

4) Index Nausea vomiting and Retching (INVR)


Rhodes Index Nausea Vomiting and Retching yang dipopulerkan oleh Rhodes
digunakan untuk mengukur mual, muntah dan retching dengan skala Likert yaitu 0-4,
instrument (INVR) merupakan instrument yang digunakan dalam penelitian Apriany
(2010).
5) Marrow Assessment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis
Instrument ini dilengkapi dengan data awal, intensitas, keparahan, dan durasi dari
nausea dan vomiting (Rhodes dan Mc Daniel, 2001).
Mual merupakan perasaan tidak enak yang dirasakan oleh pasien yang kemudian
dapat menyebabkan muntah. Mual dapat diobati dengan terapi farmakologi dan juga
terdapat terapi nonfarmakologi. Mual dapat diukur dengan menggunakan beberapa
instrument diantaranya: Numerik rating scale (NRS), Duke Descriptive Scale (DDS),
Visual Analog Scale (VAS), Rhodes Index Nausea Vomiting and Retching, Marrow
Assessment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis merupakan
jenis instrument yang dapat digunakan untuk meneliti nausea dan vomiting. Numerik
rating scale (NRS) merupakan instrument yang mudah hanya melihat skala 0-10 dan
instrument ini jarang digunakan dalam penelitian namun, peneliti berharap NRS dapat
digunakan dalam aplikasi rumah sakit untuk mengetahui rentang mual. Instrument
yang akan digunakan 25

pada penelitian ini untuk mengetahui keefektifitasan akupresur terhadap mual adalah
dengan menggunakan instrument NRS.
3. Akupresur
a. Pengertian
Akupresur merupakan terapi menggunakan pijatan dengan jari tangan, akupresur
dilakukan dengan cara memberikan rangsangan penekanan oleh ujung-ujung jari
tangan pada titik tertentu dipermukaan tubuh yang disebut dengan titik akupresur.
Akupresur ditunjukkan untuk mengembalikan keseimbangan didalam tubuh dengan
cara memberi rangsangan aliran energi kehidupan (Depkes, 2000).
Akupresur tergolong pengobatan yang mudah dilakukan dan murah untuk
pertolongan pertama mengatasi penyakit dan gejala penyakit tertentu tanpa
menggunakan obat dan alat bantu lain (Depkes, 2004).
b. Konsep meridian akupresur
Akupresur dikenal dengan adanya system meridian, yaitu sebuah system yang
mengatur lalu lintas energi vital di dalam tubuh. Meridian adalah saluran energi vital
yang dilalui system organ, jaringan penunjang, panca indera, dan bagian tubuh
tertentu lainnya, yang membentuk satu kesatuan utuh di dalam tubuh (Sukatan, 1999).
Menurut Sukatan (2001), fungsi meridian adalah sebagai berikut: 26

1) Menghubungkan bagian tubuh satu dengan lainnya.


2) Menghubungkan organ dengan panca indera, dan jaringan tubuh lainnya.
3) Merupakan saluran untuk menyampaikan kelainan fungsi organ ke permukaan
tubuh.
4) Merupakan saluran bagi penyebab penyakit masuk ke dalam organ.
5) Menghubungkan titik akupunktur dengan organ, panca indera dan jaringan tubuh.
Titik akupresur adalah simpul meridian tempat terpusatnya energy kehidupan.
Terdapat tiga titik yang dapat dirangsang, yaitu titik pijat umum yang berada di
saluran meridian, titik pijat istimewa yang berada di luar titik meridian, dan titik nyeri
yang jika dipijat terasa nyeri walau bukan titik umum maupun istimewa. System
anatomi tubuh digunakan untuk menentukan titik akupresur (Sukanta, 1999).
c. Konsep meridian terhadap mual
Teori menyatakan tentang mual, aktifitas nucleus dari neuron di medulla oblongata,
merupakan pusat yang mengawali terjadinya reflek mual dan muntah. Pusat mual
muntah dapat diaktifkan secara langsung oleh korteks cerebral, sinyal dari organ
sensoria tau sinyal dari apparatus vestibular dari telinga dalam yang menimbulkan
reflek mual karena adanya gerakkan (Garret et.al. 2003, dalam Apriany, 2010). Mual
dan nyeri merupakan suatu sensasi yang ditangkap oleh medulla spinalis 27

kemudian diterima oleh medulla oblongata dan diterjemahkan sebagai suatu sensasi
yang tidak enak pada saraf pusat yang dapat dijelaskan melalusi suatu teori gate
kontrol (Mihardja. 2008; Garret et.al. 2003, dalam Apriany, 2010). Titik akupresur
dapat meningkatkan kadar endofrin dalam darah maupun sistemik, tetapi memiliki
daerah tangkap yang berbeda. Penggunanan titik akupresur berbeda sesuai dengan
organ yang akan dituju dan sesuai indikasi (Saputra, 2000). Endofrin merupakan
opiate tubuh secara alami dihasilkan oleh kelenjar pituitary yang berguna untuk
mengurangi nyeri, mempengaruhi memomi dan mood yang kemudian akan
memberikan perasaan relaks (Tuner, 2010 dalam Apriany, 2010).
Prinsip dasar teori gate kontrol, diawali dari masuknya aktivitas saraf aferen
dimodulasi oleh mekanisme pembukaan dan penutupan gerbang (gating mechanism)
di dalam tanduk dorsal korda spinalis dan batang otak. Gerbang ini merupakan
inhibitor atau fasilitator bagi aktivitas sel Transmisi (T) yang membawa aktivitas
lebih jauh sepanjang jalur saraf. Gerbang dipengaruhi oleh derajat relatif dari aktivitas
serabut beta A dengan diameter besar, serabut delta A diameter kecil serta serabut C.
Serabut beta A diameter besar diaktifkan oleh stimuli tidak berbahaya dan pada
aktifitas serabut aferen besar cenderung menutup gerbang sedangkan aktifitas serabut
kecil cenderung membukanya. Mekanisme kontrol serabut saraf desendens dari
tingkatan yang lebih tinggi di susunan saraf 28

pusat dipengaruhi oleh proses kognitif, motivasional dan afektif. Derajat mekanisme
yang lebih tinggi juga memodulasi gerbang. Aktivitas di dalam serabut aferen besar
tidak hanya cenderung menutup gerbang secara langsung tetapi juga mengaktifkan
mekanisme kontrol pusat yang menutup gerbang. Saat gerbang terbuka dan aktivitas
di dalam aferen yang baru masuk cukup untuk mengaktifkan sistem transmisi, dua
jalur asendens utama diaktifkan. Pertama adalah jalur sensoris-diskriminatif, yang
bersambung dengan korteks somatosensoris serebri melalui thalamus ventroposterior.
Jalur ini memungkinkan penentuan tempat sensasi. Kedua, jalur asendens yang
melibatkan informasi retikuler melalui sistem thalamus dan limbus medial. Jalur ini
berurusan dengan rasa tidak enak, penolakan (aversif) dan aspek emosional dari
sensasi. Jalur desendens, selain berpengaruh pada gerbang tanduk dorsal, dapat juga
berinteraksi dengan kedua sistem asendens ini (Kastono, 1999).
Penggunaan titik-titik jalur energi meridian sesuai dengan teori gate kontrol,
perangsangan titik pada jalur meridian merupakan rangsangan yang akan diteruskan
melalui serabut saraf A-Beta yang memiliki diameter besar (penghantar impuls lebih
cepat) menuju saraf spinal atau kranial menuju ke kornu posterior medulla spinalis.
Dalam medulla spinalis, Substantia Gelatinosa akan bekerja sebagai Gate Kontrol,
yang akan menyesuaikan rangsangan serta mengaturnya sebelum diteruskan oleh
serabut saraf aferen ke sel-sel transmisi. serta menutup 29

Gate Kontrol, rangsangan yang diteruskan oleh serabut saraf cepat A-Beta tersebut
harus mempunyai frekuensi tinggi dan intensitas yang rendah. Rangsangan nyeri yang
dihantarkan oleh serabut saraf tersebut dapat tertahan dan tidak diteruskan ke sel-sel
transmisi, sehingga tidak diteruskan ke pusat nyeri. Secara sistem neurotransmitter,
endogenous opiod subtance (Endorfin) dapat dapat dikeluarkan oleh Periaqueductal
grey matter dari sistem kontrol Desenden dengan merangsang dari salah satu titik
energi meridian (Hakam, Krisna & Tutik, 2009).
d. Manfaat akupresur
Menurut Sukanta (2001) dalam bukunya dituliskan manfaat akupresur sebagai
berikut:
1) Upaya promotif : Meningkatkan daya tahan tubuh dan kekuatan tubuh.
2) Upaya preventif : Pencegahan terhadap penyakit. Tujuannya untuk mencegah
masuknya sumber penyakit dan mempertahankan kondisi tubuh.
3) Upaya kuratif : Penyembuhan terhadap penyakit. Tujuannya menyembuhkan
keluhan sakit dan dipraktekkan dalam keadaan sakit.
4) Upaya rehabilitatif : Meningkatkan daya tahan tubuh walaupun tidak sedang sakit.
30

Akupresur membuktikkan keefektifannya dan menghasilkan manfaat untuk


mengurangi gejala yang dirasakan, dengan melakukan akupresur dan kemudian
dilihat efektifitasnya (Sukanta, 1991). Berdasarkan penelitian Budiartri (2011) setelah
dilakukan terapi akupresur pada nyeri efek akupresur dapat dilihat 30 menit setelah
pemberiang terapi dan 60 setelah pemberian terapi.
Manfaaat akupresur dalam mengatasi mual adalah; dapat mengurangi frekuensi dan
intensitas mual dan muntah dan menguragi skala keparahan mual setelah dilakukan
terapi akupresur selama 15 menit dan dilihat hasilnya dalam waktu 24 jam(Artika,
2006).
e. Akupresur untuk mual
Penelitian yang dilakukan oleh Lee Jiyeon et.al (2010) membuktikan efektifitas
akupresur terhadap mual pada pasien kemoterapi pada titik P6 untuk mengatasi mual
yang terletak pada pergelangan tangan dengan prosedur pelaksanaa dilakukan
pemijatan selama 3-5 menit pada masing-masing titik pada tangan kanan dan kiri dan
dapat dilakukan 1-3 kali dalam 1 hari. Artika (2006) meneliti mengenai efektifitas
akupresur pada titik P6 terhadap frekuensi mual muntah kehamilan, prosedur
pelaksanaan pemijatan 15 menit untuk pemijatan pergelangan tangan kanan dan kiri
dan dilakukan pukul 07.00-09.00 dalam sehari selama 3 hari dan dilihat perbedaan
jumlah frekuensi mual muntah pada hari pertama hingga hari ketiga . Penelitian
sistematik review yang dilakukan oleh Angela, Donal 31

dan Jhon (2005), membuktikan efektifitas akupresur terhadap mual pada pasien post
operasi pada titik P6 dengan durasi akupresur rata-rata 5 menit pada satu titik dan
dalam sistematik reviewnya memuat penelitian Ming et.al yang menggunakan dua
titik pada P6 dan K9 menggunakan durasi 20 menit untuk semua titik pada kedua
pergelangan tangan kanan dan kiri. Berdasarkan Sukanta (1999) Akupresur pada
orang dewasa dapat dilakukan selama 10 menit,15 menit hingga 20 menit.
Hasil lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Taspinar dan Sirin (2010), yang
meneliti tentang efek akupresur terhadap mual dan muntah karena induksi kemoterapi
pada pasien kanker ginekologi dengan jumlah responden 34, didapatkan hasil bahwa
terdapat penurunan yang signifikan pada nilai rata-rata pasien yang mengalami mual
dengan penggunaan obat antiemetik dan akupresur pada pergelangan tangan, namun
dibandingkan dengan nilai rata-rata mual pada kelompok yang menggunakan
antiemetik didapatkan nilai (p<0,05) dan dilakukan observasi penurunan rata-rata
nilai muntah dan reteching, namun tidak didapatkan penurunan yang signifikan
(p>0,05). Hasil penelitian lain yang mendukung temuan dari penelitian ini adalah
penelitian Molassiotis, Helin, Dabbour & Hummerston (2007). Penelitian ini ingin
mengetahui efek akupresur P6 terhadap profilaksis mual muntah terkait kemoterapi
pada pasien kanker payudara. Jumlah responden 36 dibagi menjadi 2 kelompok 19
akupresur dan 17 kelompok kontrol yang masing-masing mendapatkan obat 32

antiemetik golongan 5-HT3 sebelum kemoterapi pada kelompok akuupresur


dilakukan akupresur selama 5 hari 2-3 menit setiap 2 jam dan kelompok kontrol tidak
mendapatkan akupresur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan mual
dan reteching, mual dan muntah dengan reteching yang signifikan pada kelompok
yang mendapatkan akupresur (p<0,05), suatu pengecualian responden dengan
pengalaman muntah mendapatkan nilai (p>0,06).
Penelitian untuk mengetahui pengaruh akupresur pada mual sudah pernah dilakukan
sebelumnya pada titik P6 namun pada pasien yang mendapatkan kemoterapi yang
berefek mual, kehamilan dengan mual muntah yang dipengaruhi oleh hormon dan
paska operasi terjadinya mual karena efek dari analgesik, peneliti akan mencoba
melakukan replikasi dengan sedikit inovasi akupresur untuk mengatasi mual pada
dispepsia. Dispepsia merupakan gangguan pada fungsi lambung. dalam ilmu
akupresur menurut teori yin dan yang suatu organ yang mengalami disfungsi
menggambarkan bahwa organ tersebut mengalami kelemahan sehingga diperlukan
adanya penguatan pada organ tersebut dengan memberikan rangsangan pada meridian
dengan titik tertentu. Titik lambung 36 dan limpa 3 memiliki indikasi untuk
mengatasi mual, titik tersebut berada pada sepanjang meridian lambung dan limpa.
Titik SP3 dan ST36 memiliki organ target yaitu lambung dan limpa, dispepsia
merupakan kelainan pada disfungsi lambung. Rangsangan berupa 33

pemijatan pada titik ST36 dan SP3 akan memberikan penguatan terhadap organ target
(Sukanta, 1999). Rangsangan berupa pemijatan pada titik ST36 yang memiliki organ
target lambung dan SP3 akan memberikan penguatan terhadap organ target (Sukanta,
1999).
Kelompok bagian gastroenterology universitas Guuiyang didalam journal tradisional
Cina melalui studi eksperimen klinik pada hewan, menyatakan bahwa ada beberapa
studi baru menunjukkan tusukan jarum zusanli (ST36) memiliki efek regulasi pada
fungsi saluran pencernaan (Dharmananda, 2010). Hai-bo, Wan-yin dan Xiao-shu
(2006) menyatakan bahwa tusukan jarum zusanli ST36 dan neiguan PC6 dapat
menurunkan reaksi lambung.
Dari paparan penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terapi akupresur
efektif untuk menurunkan mual muntah pada pasien kehamilan, kemoterapi dan
postoperasi.
f. Guideline acupressure
Artika (2006) dalam prosedur penelitiannya, melakukan akupresur pada titik P6
dengan durasi 15 menit pada setiap sisi tangan antara pukul 07.00-09.00 sekali dalam
satu hari selama 3 hari dan dibandingkan frekuensi mual antara hari pertama hingga
hari ketiga. Tekanan diberikan mulai dengan tekanan yang lembut kemudian
ditingkatkan kekuatan penekanannya sampai peneliti menggunakan semua tenaga dari
ujung ibu jari bukan hanya tenaga dari ujung ibu jari saja. Arah penekanann menuju
34

pusat tubuh sedalam 1-2 cm, apabila responden mengeluh nyeri dalam 15 menit
perlakuan maka akan dihentikan sementara setelah 3 menit dilakukan kembali
akupresur sampai total lama perlakuan 15 menit.
Penelitian yang dilakukan oleh Lee Jiyeon et.al (2010) menggunakan titik P6 dengan
prosedur lama pemijatan 3-5 menit dilakukan 1-3 kali dalam 1 hari. Penelitian
sistematik review yang dilakukan oleh Angela, Donal dan Jhon (2005) memuat
penelitian Ming et.al melakukan pemijatan pada titik P6 dan K9 menggunakan durasi
lama pemijatan 20 menit.
Berdasarkan pemaparan diatas peneliti akan melakukan inovasi pada meridian dan
titik yang akan digunakan yaitu meridian limpa lambung dengan titik tekan akupresur
SP3 dan ST36 berdasarkan Sukanta (1999). Durasi waktu yang akan digunakan 15
menit kurang lebih 25-30 kali pemijatan dalam satu kali terapi mengacu pada buku
yang ditulis oleh Sukanta (1999) dan penelitian yang dilakuka Artika (2006), namun
tidak dilakukan pemijatan selama 3 hari berturut-turut. Pemijatan akan dilakukan
lebih dari 2 jam setelah pemberian obat antiemetik, proses terapi akupresur akan
diihentikan selama 3 menit ketika pasien merasa kesakitan dan kemudian akan
ditawarkan untuk melanjutkan terapi selama 15 menit atau dihentikan terapi
akupresur. Faktor yang mempengaruhi akupresur terhadap mual diantanya ada usia,
jenis kelamin, pengalaman 35

mual sebelumnya dan penggunaan obat antiemetik yang tidak bias di kendalikan oleh
peneliti (Marcellus, 2009).
4. Hubungan akupresur dengan mual
Pasien dispepsia mengalami gejala mual disebabkan karena sekresi asam lambung
atau dismotilitas lambung yang kemudian menyebabkan inflasami merangsang sarafsaraf meister dan dihantarkan ke medulla oblongata diterjemahkan oleh pusat saraf
sebagai respon mual (Marcellus, 2009).
Akupresur melalui titik meridian sesuai dengan organ yang akan dituju dapat
membantu mengurangi rasa ketidaknyamanan seperti mual. Akupresur akan
meningkatkan kadar endofrin dalam darah maupun sistemik. Stimulasi akupresur
dapat membawa hubungan subtansi untuk pelepasan zat yang mampu menghambat
sinyal rasa sakit ke otak. Efek rangsangan titik akupresur dapat melalui saraf dan
dapat melauli transmitter humoral yang belum dapat diterangkan dengan jelas (Garret
et.al. 2003, dalam Apriany, 2010;Saputra, 2000).
Pengaruh akupresur pada titik perikardium 6 terhadap penurunan frekuensi muntah
pada primigravida trimester pertama dengan emesis gravidarum penelitian yang
dilakukan oleh Artika (2006) menunjukkan bahwa (t=2,522,p=0,04), yang berarti
terdapat perbedaan frekuensi muntah secara signifikan pada saat sebelum dan sesudah
akupresur pada titik pericardium 6. 36

Bab II tinjauan pustaka menyimpulkan bahwa dispepsia merupakan kumpulan


beberapa gejala. Mual merupakan gejala yang mendominasi pada kasus dispepsia.
Mual merupakan hal yang sangat tidak menyenangkan dan banyak orang yang tidak
nyaman ketika mendapati rasa mual. Mual dapat diatasi dengan terapi farmakologi
dan non farmakologi, pada terapi farmakologi dapat diberikan antiemetik sebagai
obat anti mual. Terapi non farmakologi atau terapi komplementer sebagai intervensi
keperawatan dapat memberikan terapi akupresur. Akupresur adalah pemijatan yang
dilakukan pada meridian atau pada salah satu titik pada jalur meridian sesuai dengan
indikasi. Akupresur merupakan jenis terapi komplementer yang paling aman untuk
digunakan karena tidak menimbulkan efek samping yang berarti dan akupresur
mudah untuk dilakukanoleh masyarakat. Meridian adalah saluran energi vital yang
dilalui system organ. Pasien dispepsia memiliki gangguna pada saluran pencernaan
yang kemudian menimbulkan gejala mual, sehingga pada tindakan akupresur yang
akan dilakukan peneliti menggunakan meridian limpa lambung untuk yang menurut
ilmu akupresur dipercaya untuk mengatasi gangguan pencernaan atau lambung.
Pemijatan akan dilakukan sepanjang meridian limpa dan lambung pada titik lambung
36 dan limpa 3 dengan melihat indikasinya yaitu mual, pemijatan akan dilakukan
selama 15 menit dalam satu kali terapii dan instrument yang akan digunakan ialah
Numerik Rating scale dengan skala 0-10 merujuk pada penelitian Lee Jiyeon et al
(2010). 37

B. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka menurut: Harrison (1999), Tjokronegoro (2001),
Mansjoer (2001), Djojoningrat (2007), Price dan Willson (2005), Kashanian dan
Shahali (2009), Angela, Donald an John (2005), Jones et al (2008), Sukanta (1999),
Feyz (2012), Apriyani (2010), Rhodes dan MC Donal (2004), Hakam, Krisna & Tutik
(2009).
Non farmakologi:

terapi musik
1. Point P6 yang dilakukan oleh jones et.al (2008), artika (2006) dan Lee, jiyeon et.al. (2010)
2. Meridian ST36 mihardja (2008)
3. Meridian limpa lambung ST36 dan SP3 (sukanta,1999)
Farmakologi:
Pemberian antiemetik
Akupresur limpa lambung ST36 dan SP3
dispepsia
Peningkatan asam lambung, hormon
Mual

Aktivasi saraf aferen


diteruskan melalui serabut saraf A-Beta yang memiliki diameter besar
Saraf spinal atau kranial
Kornu posterior medulla spinalis
Subtansi gelatinosa bekerja sebagai gate kontrol
VAS, INVR, DDS, marrow assessment of nausea and emesis and fungsional living index emesis

NRS
Sel-sel transmisi 38

Dispepsia merupakan sindrom dari sekumpulan gejala gastrointestinal salah satunya


menimbulkan gejala mual. Mual pada dispepsia disebabkan oleh peningkatan asam
lambung, mual merupakan perasaan tidak enak yang dirasakan secara subjektif oleh
seseorang, mual dapat ditangani oleh terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi
farmakologi dengan memberikan antiemetik atau obat anti mual dan terapi non
farmakologi dapat dengan akupunktur, relaksasi, terapi musik atau akupresur. Terapi
non farmakologi untuk mengatasi mual banyak macamnya akupresur merupakan
alternatif yang aman digunakan dan mudah dilakukan oleh masyarakat, dengan
memberikan rangsangan pada meridian akan diteruskan oleh serabut saraf A-beta
dengan cepat hingga akhirnya diblok pada medulla spinalis, disalurkan ke sel-sel
transmisi dan tidak diterjemahkan saraf pusat, terapi yang akan di gunakan adalah
akupresur selama 15 menit yang kemudian akan dilihat skala mual dengan
menggunakan NRS 0-10. 39

C. Kerangka konsep
Berdasarkan landasan teori, maka dibuat kerangka konsep penelitian yang dapat
dijelaskan melalui gambar sebagai berikut:
mual
akupresur
Faktor pengganggu:
Usia
Jenis kelamin
Riwayat mual
Antiemetik
Adanya ulkus gaster

Hakam, Krisna dan Tutik (2009)


Perangsangan akupresur jalur meridian limpa lambung pada titik ST36 dan SP3 akan
menimbulkan rangsangan oleh aktivasi saraf aferen yang akan diteruskan melalui
serabut saraf A-Beta yang memiliki diameter 40

besar (penghantar impuls lebih cepat) menuju saraf spinal atau kranial menuju ke
kornu posterior medulla spinalis. Dalam medulla spinalis, Substantia Gelatinosa akan
bekerja sebagai Gate Kontrol, yang akan menyesuaikan rangsangan serta
mengaturnya sebelum diteruskan oleh serabut saraf aferen ke sel-sel transmisi, serta
menutup Gate Kontrol, rangsangan yang diteruskan oleh serabut saraf cepat A-Beta
tersebut harus mempunyai frekuensi tinggi dan intensitas yang rendah. Rangsangan
mual yang dihantarkan oleh serabut saraf tersebut dapat tertahan dan tidak diteruskan
ke sel-sel transmisi, sehingga tidak diteruskan ke saraf pusat dan kemudian akan
diukur menggunakan NRS (Hakam, Krisna & Tutik, 2009). 41

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangaka konsep tersebut, maka
peneliti menggunakan rumusan hipotesis alternatif (Ha) dalam
penelitian yaitu : ada pengaruh akupresur terhadap skala mual pada
pasien dispepsia di RSUD Banyumas.

Anda mungkin juga menyukai