Anda di halaman 1dari 17

Nama: Risti Amalia Nastiti

NPM: 1102010247
Skenario 1 (Kesehatan Ibu dan Anak)

1. Perilaku kesehatan remaja yang menyimpang


Pubertas : periode terjadinya perubahan fisik, fisiologis serta kematangan seksual secara pesat
terutama pada masa awal remaja. Terjadi pada usia 11/12 dan 15/16
Definisi Remaja berdasarkan usia :
Remaja : adolescence ; tumbuh menjadi dewasa (to grow into maturity) dan didahului oleh
fase pubertas.

Tabel 1. Definisi remaja berdasarkan usia


Tahapan perkembangan masa remaja :
Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual,
semua remaja akan melewati tahapan berikut :
1. Masa remaja awal/dini (early adolescence) : umur 11 13 tahun.
Dengan ciri khas: ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir abstrak
dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.
2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) : umur 14 16 tahun.
Dengan ciri khas : mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal
tentang seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.
3. Masa remaja lanjut (late adolescence) : umur 17 20 tahun.
Dengan ciri khas : mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya,
mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan
diri.

Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu. Walaupun
setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang jelas, karena
proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.
Tahap
Diferentiation

Usia
12-14

Karakteristik
Remaja menyadari bahwa ia berbeda secara sikologis dari orang
tuanya. Kesadaran ini sering membuatnya mempertanyakan dan
menolak nilai-nilai dan nasihat-nasihat orang tuanya, sekalipun
nilai-nilai dan nasihat tersebut masuk akal.

Practice

14-15

Remaja percaya bahwa ia mengetahui segala-galanya dan dapat


melakukan sesuatu tanpa salah. Ia menyangkal kebutuhan akan
peringatan atau nasihat dan menantang orang tuanya pada setiap
kesempatan. Komitmennya terhadap teman-teman juga bertambah.

Rapprochment

15-18

Karena kesedihan dan kekhawatiran yang dialaminya, telah


mendorong remaja untuk menerima kembali sebagian otoritas orang
tuanya, tetapi dengan bersyarat. Tingkah lakunya sering silih
berganti antara eksperimentasi dan penyesuaian, kadang mereka
menantang dan kadang berdamai dan bekerjasama dengan orang tua
mereka. Di satu sisi ia menerima tanggung jawab di sekitar rumah,
namun di sisi lain ia akan mendongkol ketika orang tuanya selalu
mengontrol membatasi gerak-gerik dan akitvitasnya diluar rumah.

Consolidation

18-21

Remaja mengembangkan kesadaran akan identitas personal, yang


menjadi dasar bagi pemahaman dirinya dan diri orang lain, serta
untuk mempertahankan perasaan otonomi, independen dan
individualitas.
Tabel 2. Tahapan Perkembangan Identitas

Perkembangan Biologis Remaja


Perubahan hormonal ditandai dengan cepatnya pertumbuhan fisik
- Laki-laki: perkembangan dada yang semakin bidang dan tubuh yang semakin berotot
- Perempuan: pinggulnya membesar dan munculnya lemak
Perempuan dua tahun lebih cepat dibandingkan dengan anak laki laki (Berk, 1998)
Perkembangan Psikologis Remaja
Perkembangan identitas diri.
Identitas diri: adalah pikiran pikiran dan perasaan yang dimiliki mengenai diri (Gardner,
1992); bagaimana remaja mendeskripsi diri secara terorganisir, merupakan ekspansi dari
rasa harga diri (Berk, 1998)
Mulai meninggalkan masa kecil yang tenang menuju masa dewasa yang penuh persoalan
Belajar untuk membuat keputusan sendiri dan sering bertentangan dengan orang tua
Biasanya gampang tersinggung dan sulit dimengerti
Mulai ada privasi dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, dsb
Perkembangan sosial

Pengaruh teman sebaya sangat kuat


Terbentuknya pengelompokan sosial (nge-gank, dsb)

Perilaku beresiko

Perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek psikososial sehingga remaja sulit


berhasil dalam melalui masa perkembangannya. Perilaku berisiko dilakukan remaja dengan
tujuan tertentu yaitu untuk dapat memenuhi perkembangan psikologisnya.
Akibat perilaku beresiko :

Berisiko terhadap kesehatan:


Merokok, minum alkohol, narkoba, tawuran
Berisiko terhadap masa depan:
Putus sekolah, kehamilan
Konsep diri yang tidak adekuat.
Berisiko terhadap lingkungan sosialnya:
Bermasalah dengan hukum
Pengangguran
2. Faktor resiko dan dampak yang dapat timbul dari kehamilan usia muda
2.1. Sudah menikah
Kesiapan untuk hamil dan melahirkan ditentukan oleh:

Kesiapan fisik (Usia 20 tahun secara fisik dianggap sudah siap)


Kesiapan mental/emosi/psikologis
Kesiapan sosial ekonomi

Resiko tinggi pada kehamilan usia muda


Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk kontrol
kehamilan

Risiko kehamilan (ibu & janin). Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami risiko
Berakibat pada kematian ibu. Kehamilan usia muda dapat berisiko menderita kanker di
masa yang akan datang
Persalinan prematur, IUGR, BBLR & kematian perinatal.

2.2. Belum menikah


Faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan diluar nikah:

Tekanan pasangan
Merasa sudah siap melakukan hubungan seks
Keinginan dicintai
Keingintahuan tentang seks
Keinginan menjadi populer
Tidak ingin diejek masih perawan
Film, tayangan TV, & media massa (termasuk internet) menampakkan bahwa normal bagi
remaja utk melakukan hubungan seks
Tekanan dari seseorang untuk melakukan hubungan seks
Karena kurangnya pengetahuan yg lengkap & benar ttg proses terjadinya kehamilan &
metode2 pencegahannya
Akibat terjadi tindak perkosaan

Kegagalan alat kontrasepsi

Dampak
a. Kehamilan dipertahankan
1. Risiko Fisik: kesulitan dalam persalinan seperti pendarahan, komplikasi lain
(PEB, persalinan prematur, IUGR, CPD) hingga kematian
2. Risiko Psikis/Psikologis.
Pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak mau
menikahinya/ tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Kalau mereka menikah: perkawinan bermasalah yang penuh konflik krn
sama-sama belum dewasa & siap memikul tanggung jawab sebagai orang tua.
Pasangan muda terutama pihak perempuan : dibebani o/ berbagai perasaan yg
tdk nyaman (dihantui rasa malu terus menerus, rendah diri, bersalah/ berdosa,
depresi atau tertekan, pesimis dll) hingga gangguan kejiwaan
3. Risiko Sosial
Berhenti/putus sekolah atas kemauan sendiri krn rasa malu/cuti melahirkan.
Dikeluarkan dari sekolah : sekolah tdk mentolerir siswi hamil.
Menjadi objek gosip, kehilangan masa remaja yg seharusnya dinikmati, &
terkena cap buruk karena melahirkan anak "di luar nikah" : kelahiran anak di
luar nikah masih menjadi beban orang tua maupun anak yg lahir.
4. Risiko Ekonomi
Merawat kehamilan, melahirkan & membesarkan bayi/anak membutuhkan biaya
besar
b. Mengakhiri kehamilan
Abortus dalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum
buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup diluar kandungan, dimana beratnya <
500 gram atau sebelum kehamilan usia 20 mgg
Abortus terbagi 2:
- Abortus spontan keguguran
- Abortus buatan pengguguran, aborsiImami/KRR 24
Risiko aborsi tdk aman
1. Risiko Fisik: Pendarahan & komplikasi lain (infeksi, emboli, KE, robekan ddg rahim,
kerusakan leher rahim) kematian. Aborsi yang berulang: komplikasi & juga
mengakibatkan kemandulan.
2. Risiko Psikis
Pelaku aborsi: perasaan takut, panik, tertekan atau stress, trauma mengingat proses
aborsi dan kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah/ dosa akibat aborsi bisa
berlangsung lama. Depresi
Perasaan sedih karena kehilangan bayi
Kehilangan kepercayaan diri
3. Risiko Sosial
Ketergantungan pada pasangan menjadi > besar karena perempuan merasa sudah
tidak perawan, pernah mengalami KTD dan aborsi.
Remaja perempuan > sukar menolak ajakan seksual pasangannya.
Pendidikan terputus dan masa depan terganggu.

4. Risiko Ekonomi. Biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya
menjadi semakin tinggi.
3. Upaya pemerintah dalam menurunkan AKI dan IMR
3.1. Latar belakang
A. Perundang-undangan
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
2) Pasal 34 ayat (3)
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.
3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 5 ayat
- (1): Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan.
- (2): Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau.
- (3): Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
4) Pasal 6: setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian
derajat kesehatan.
B. Pengaruh dunia kesehatan internasional
MDGs
Deklarasi Milenium adalah hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189
negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000,
berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015 yang berisi komitmen untuk
mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan.
(Stalker P, 2008)
Hubungan tujuan MDGs dengan kesehatan ibu dan anak (KIA)

Gambar 1. KIA masuk dalam ke-8 tujuan MDGs


Target global penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) MDGs (Millenium
Development Goals sebesar tiga-perempatnya pada tahun 2015. Sementara target penurunan
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) sebesar dua-pertiga.
Berdasarkan kesepakat global tersebut Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 Kelahiran Hidup (KH), Angka Kematian Bayi dari
68 menjadi 23/1.000 KH, dan Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun
2015. Kalau dilihat dari potensi untuk menurunkan Angka kematian Ibu (AKI) masih on track
walaupun diperlukan sumber daya yang kompeten. (Pedoman Pengawasan Wilayah Setempat
Kesehatan Ibu dan Anak, Depkes RI. 2009)
C. Permasalahan kesehatan nasional
Jampersal
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih
cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per
1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi baru lahir/neonatus (AKN) 19 per 1000
kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDGs
2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007
menjadi 102 dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23. Upaya
penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90%
pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%),
infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%,
emboli 3%, dan lain-lain 11%. (Survey Kesehatan Rumah Tangga, 2001)
Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0 6 hari adalah gangguan
pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), kelainan darah/ikterus
(6%), postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%). Penyebab kematian neonatal 7 28 hari
adalah sepsis (20,5%), kelainan kongenital (19%), pneumonia (17%), Respiratori Distress

Syndrome/RDS (14%), prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%), tetanus (3%),
defisiensi nutrisi (3%) dan Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS (3%). Penyebab kematian
bayi (29 hari 1 tahun) adalah diare (42%), pneumonia (24%), meningitis/ensefalitis (9%),
kelainan saluran cerna (7%), kelainan jantung kongenital dan hidrosefalus (6%), sepsis (4%),
tetanus (3%) dan lain-lain (5%). Penyebab kematian balita (1 4 tahun) adalah diare (25,2%),
pneumonia (15,5%), Necrotizing Enterocolitis E.Coli/NEC (10,7%), meningitis/ensefalitis
(8,8%), DBD (6,8%), campak (5,8%), tenggelam (4,9%) dan lain-lain (9,7%).
3.2. Macam-macam upaya penurunan AKI, AKB dan AKN
Preventif
-

Ceria (Cerita Remaja Indonesia)


Ceria merupakan pusat informasi berbasis website yang dibentuk dan dikembangkan oleh
BKKBN dan ditujukan bagi para remaja dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi.
Terdapat banyak content di website yang disajikan dengan bahasa dan tampilan yang
disesuaikan bagi kalangan remaja Indonesia. Salah satunya adalah contoh-contoh
kegiatan, penelitian dan info-info terbaru mengenai kesehatan reproduksi
PIK KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja)
Merupakan program BKKBN dengan pendekatan dari, oleh dan untuk remaja, sesuai
dengan kecenderungan remaja yang lebih menyukai bercerita tentang permasalahnya
dengan teman sebaya. PIK R/M dikembangkan melalui tiga tahapan yaitu Tumbuh,
Tegak dan Tegar. Tahapan ini akan dicapai apabila PIK R/M bersangkutan memenuhi
indikator yang telah ditetapkan. Salah satu indikator yang harus dipenuhi adalah jumlah
Pengelola, Pendidik Sebaya (PS), dan Konselor Sebaya (KS) yang terlatih. Keberadaan
Pengelola terlatih sangat diperlukan untuk pengelolaan PIK yang baik. Keberadaan PS
dan KS terlatih akan dapat memberikan informasi yang benar bagi teman sebayanya.
BKR (Bina Keluarga Remaja)
Merupakan upaya meningkatkan pengetahuan , sikap dan keterampilan orang tua dan
anggota keluarga lain dalam membina tumbuh kembang anak dan remaja secara
seimbang melalui komunikasi efektif antara orang tua dan anak remaja. Tujuan BKR
adalah meningkatkan pengetahuan anggota keluarga terhadap kelangsungan
perkembangan anak remaja, terlaksananya diteksi dini terhadap setiap gejala yang
memungkinkan timbulnya kesenjangan hubungan antara orang tua dan anak remaja di
dalam kehidupan rumah tangga. Serta terciptanya sarana hubungan yang sesuai dan
harmonis yang didukung sikap dan prilaku yang rasional dalam bertanggung jawab
terhadap pembinaan proses tumbuh kembang anak dan remaja.
Penyeliaan fasilitatif KIA
Penyeliaan fasilitatif program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan suatu proses
pengarahan, bantuan dan pelatihan yang mendorong peningkatan kinerja dalam pelayanan
bermutu, yang dilakukan dalam sebuah siklus yang berkesinambungan serta
implementasinya menggunakan daftar tilik sebagai penilaian terhadap ukuran standar
pelayanan KIA. Dalam pelaksanaannya, penyeliaan fasilitatif program KIA bersifat
terarah, sistematis, efektif, fasilitatif, dan berbasis data.

Jampersal

1. Tujuan Umum

Meningkatnya akses terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir
dan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan
berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan
pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten;
b. Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir, keluarga berencana pasca
persalinan dan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru
lahir, kb pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten; dan
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan
akuntabel.
Sasaran

Sesuai dengan tujuan Jaminan Persalinan yakni untuk menurunkan AKI dan
AKB, maka sasaran Jaminan Persalinan dikaitkan dengan pencapaian tujuan tersebut.
Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah:
1. Ibu hamil
2. Ibu bersalin
3. Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan)
4. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)
Sasaran yang dimaksud diatas adalah kelompok sasaran yang berhak
mendapat pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan persalinan baik
normal maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk mencegah AKI dan AKB
dari suatu proses persalinan.
Agar pemahaman menjadi lebih jelas, batas waktu sampai dengan 28 hari pada
bayi dan sampai dengan 42 hari pada ibu nifas adalah batas waktu pelayanan PNC dan
tidak dimaksudkan sebagai batas waktu pemberian pelayanan yang tidak terkait
langsung dengan proses persalinan dan atau pencegahan kematian ibu dan bayi karena
suatu proses persalinan.
Ruang Lingkup Jampersal
A. Pelayanan persalinan tingkat pertama
Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter
atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang meliputi
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca
salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan
pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB
paska salin) tingkat pertama.
Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:
1. Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali;
2. Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir
3. Pertolongan persalinan normal;
4. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang
merupakan kompetensi Puskesmas PONED.
5. Pelayanan Nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA
dengan frekuensi 4 kali;

6. Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya.


7. Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya.
Penatalaksanaan rujukan kasus ibu dan bayi baru lahir dengan komplikasi dilakukan
sesuai standar pelayanan KIA.
B. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan
Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil,
bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang
tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan
berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pelayanan tingkat lanjutan untuk rawat jalan
diberikan di poliklinik spesialis Rumah Sakit, sedangkan rawat inap diberikan di fasilitas
perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian
Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota
Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:
1. Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti).
2. Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di
pelayanan tingkat pertama.
3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat
persalinan.
4. Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti).
5. Penatalaksanaan KB paska salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)
atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi.
C. Pelayanan Persiapan Rujukan
Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi
kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat
pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena:
keterbatasan SDM
keterbatasan peralatan dan obat-obatan
2. Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih
baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan
3. Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan
Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai dengan
penanganannya di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan persiapan dan proses
merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
1) Stabilisasi keadaan umum:
a. Tekanan darah stabil/ terkendali,
b. Nadi teraba
c. Pernafasan teratur dan Jalan nafas longgar
d. Terpasang infus
e. Tidak terdapat kejang/kejang sudah terkendali
2) Perdarahan terkendali:
a. Tidak terdapat perdarahan aktif, atau
b. Perdarahan terkendali
c. Terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit
3) Tersedia kelengkapan ambulasi pasien:
a. Petugas kesehatan yang mampu mengawasi dan antisipasi kedaruratan
b. Cairan infus yang cukup selama proses rujukan (1 kolf untuk 4-6 jam) atau sesuai
kondisi pasien
c. Obat dan Bahan Habis Pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk proses rujukan.

Indikator keberhasilan
1. Indikator Kinerja Program (sesuai dengan Program KIA)
a. Cakupan (Akses pelayanan antenatal /K1)
b. Cakupan (Pelayanan ibu hamil/K4)
c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
d. Cakupan penanganan komplikasi kebidanan
e. Cakupan pelayanan nifas lengkap (KF lengkap)
f. Cakupan peserta KB pasca persalinan
g. Cakupan kunjungan neonatal 1 (KN1)
h. Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN Lengkap)
i. Cakupan penanganan komplikasi neonatal
2. Indikator Kinerja Pendanaan dan Tata Kelola Keuangan
a. Tersedianya dana jaminan persalinan pada seluruh daerah sesuai kebutuhan.
b. Termanfaatkannya dana Jaminan Persalinan bagi seluruh sasaran yang
membutuhkan.
c. Terselenggaranya proses klaim dan pertanggungjawaban dana Jaminan
Persalinan untuk pelayanan dasar dan pelayanan rujukan secara akuntabel.
3.3. Pemantauan dan Evaluasi

Skema 1. Alur pencatatan manual pelayanan KIA

Pemantauan dan evaluasi oleh wilayah setempat

Skema 2. Pemantauan dan evaluasi oleh wilayah


Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun
1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data yang cepat
sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah
kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang
menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang, yaitu :
1. Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatan
Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab kematian
) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta bagian anak.
2. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota
Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas ,dan jumlah kasus yang dirujuk
ke RS kabupaten/kota
3. Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsi
Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani oleh RS
kabupaten /kota ,puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya ,serta tingkat kematian dari tiap
jenis komplikasi atau gangguan.Laporan merupakan rekapitulasi dari form MP dan form
R,yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus yang dirujuk
ke RS.
Indikator mortalitas atau angka kematian

A. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR).


Angka Kematian Kasar (AKK/CDR) adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian
per 1000 penduduk pada pertengahan tahun tertentu, di suatu wilayah tertentu.
Konsep Dasar
Angka ini disebut kasar sebab belum memperhitungkan umur penduduk. Penduduk
tua mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang masih
muda.
Kegunaan
Angka Kematian Kasar adalah indikator sederhana yang tidak memperhitungkan
pengaruh umur penduduk. Tetapi jika tidak ada indikator kematian yang lain angka ini
berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu
tahun yang bersangkutan. Apabila dikurangkan dari Angka kelahiran Kasar akan menjadi
dasar perhitungan pertumbuhan penduduk alamiah.
Keterangan:
X 1000
= xk

D: Jumlah kematian pada tahun x


P: jumlah penduduk pada pertengahan
tahun x
K: 1000

Catatan1: P idealnya adalah "jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu" tetapi


yang umumnya tersedia adalah "jumlah penduduk pada satu tahun tertentu" maka jumlah
dapat dipakai sebagai pembagi. Kalau ada jumlah penduduk dari 2 data dengan tahun
berurutan, maka rata-rata kedua data tersebut dapat dianggap sebagai penduduk tengah tahun.
1. Age Specific Death Rate (ASDR = Angka Kematian Menurut Umur)

2. Angka Kematian Bayi (AKB)


Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun,
per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Konsep Dasar

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi
belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara
garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah
kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan
oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktorfaktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Kegunaan Angka Kematian Bayi dan Balita
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana
angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan
perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena
kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan
maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang
bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian
pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka
Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program
imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak,
program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5
tahun.
X 1000
3. Angka kematian neonatal
Angka Kematian Neonatal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu
bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

4. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)


Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun
tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi)
Konsep
Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia
0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan
notasi 0-4 tahun.

5. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)


Yang dimaksud dengan anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang berusia satu
sampai menjelang 5 tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4 tahun 11 bulan 29 hari.
Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung
mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka Kematian Anak akan tinggi bila terjadi
keadaan salah gizi atau gizi buruk, kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya
prevalensi penyakit menular pada anak, atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar
rumah (Budi Utomo, 1985).

6. Angka Kematian Ibu


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil
atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan,
yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab
lain, per 100.000 kelahiran hidup.
Konsep
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu
42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat
persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi
bukan karena sebab-sebab lain sepertikecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
4. Pandangan Islam terhadap hubungan suami istri di luar nikah dan aborsi
Nabi SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan
hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy).
Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah,
maka umumnya para ulama membolehkannya, dengan beberapa varisasi detail pendapat :
Pendapat Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang menikahi
wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau
yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh
menggaulinya hingga melahirkan.
Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Malik dan Imam Ahmad bin
Hanbal mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang
hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya. Imam

Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa
zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih boleh menikah dengan siapa pun.
Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat :
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari
ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi :
3/159 ). Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI, dan
Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh
Fathul Qadir : 2/495 ). Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan
bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta
dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada
waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh
tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati
waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama
madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab SyafiI . ( Hasyiyah
Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air
mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap
menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini
dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya
Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386). Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya
(empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun
disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak
dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya ada
kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus
Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan.
Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan
yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas.
Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan
roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam
perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Masud di atas. Janin yang sudah ditiupkan
roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga
haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada
sebab yang darurat.

Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan
membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap
haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu
yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. ( Q.S. Al Israa: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang
keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah
fiqhiyah : Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu yang masih
ragu., yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang merupakan sesuatu
yang pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang
masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan
tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian
penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal
itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga
kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu
lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan
keberadaannya terakhir.( Mausuah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu
kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu Alam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat
bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan
setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syarI hukumnya adalah haram dan
termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.
Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus
Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya
janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya.
Sanksi aborsi pasca peniupan ruh
a. Diyat (denda)
Dapat dilakukan terhadap keluarga korban dalam bentuk 100 ekor unta, atau 1000
dinar atau 12.000 dirham.
b. Ghurrah

Jika yang melakukan aborsi adalah perempuan itu sendiri. Dengan membayar uang
tebusan lengkap kepada ahli waris janin, dan dia tidak mendapatkannya, ia telah
kehilangan hak pewarisan karena membunuh
c. Al-kaffarah (penebusan dosa atau tobat)
Sanksi bagi si pembunuh, dengan membebaskan budak sahaya muslim.
d. Dokter dan pihak-pihak yang menuntut aborsi

Daftar Pustaka

Stalker P, 2008. Millenium Development Goals. Kelompok kerja tematis MDGs


http://mdgs-dev.bps.go.id/main.php?link=home
Survey Kesehata Rumah Tangga (SKRT) 2001
Depkes RI. 2009. Pedoman Pengawasan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS KIA)
Jogiyanto, H.M. 2009. Sistem Teknologi Informasi
Davis, G.1992. Sistem Informasi Manajemen, Pustaka Binawan

Anda mungkin juga menyukai