Anda di halaman 1dari 24

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori
Teori-teori yang dibahas untuk mendukung penelitian ini adalah teori kinerja,

teori efikasi diri dan teori motivasi kerja. Beberapa contoh akan dijelaskan dan
dibatasi hanya pada unsur-unsur yang akan diteliti dalam penelitian ini.

2.1.1

Kinerja
Kinerja merupakan istilah yang diberikan untuk kata performance dalam

bahasa Inggris, yang berarti pekerjaan, perbuatan. Dalam pengertian lebih luas, katakata performance selalu digunakan dalam kata-kata seperti job performance atau
work performance yang berarti hasil kerja atau prestasi. Pada umumnya para ahli
manajemen memberi pengertian kinerja sebagai prestasi kerja dan produktivitas kerja.
Stoner (1984:128) mengemukakan kinerja adalah prestasi kerja yang dapat
ditunjukkan oleh seorang karyawan atau pegawai sebagai hasil kerja yang dapat
dicapainya selama kurun waktu tertentu dalam melakukan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya, berdasarkan kecakapan, pengalaman dan kesungguhan. Kinerja menurut
Rivai dan Basri (2005:14) adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Selanjutnya Prawirosentono (2000:2) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil

8
Universitas Sumatera Utara

kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara sah, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral maupun etika.
Definisi lain tentang kinerja adalah penyelesaian tugas oleh individu atau
kelompok baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif (Schermerhorn, 2002:392).
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Akbar (2005) bahwa kinerja
adalah penampilan hasil karya seseorang baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu
organisasi.
Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja
personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku
jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel
di dalam organisasi. Dengan demikian, tujuan yang hendak dicapai dalam kinerja
adalah meningkatkan motivasi seseorang agar berprilaku kerja sesuai dan searah
dengan tujuan yang hendak dicapai. Fitriani (2008), menyatakan bahwa kinerja
merupakan gambaran tentang sesuatu yang dicapai dalam suatu waktu, biasanya
diwujudkan dalam prestasi yang diperlihatkan. Secara sederhana, kinerja dapat
diartikan sebagai gambaran umum dalam hal yang telah dicapai atau prestasi yang
diperlihatkan dalam bidangnya masing- masing.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang kinerja dapat dikemukakan bahwa
kinerja adalah gambaran tentang hasil kerja individu dalam kurun waktu tertentu. Jika

Universitas Sumatera Utara

dihubungkan dengan kinerja PNS, maka kinerja PNS dapat diartikan sebagai hasil
kerja/ prestasi kerja yang dicapai seorang PNS dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Adapun unsur prestasi kerja terdiri atas sub-sub unsur sebagai
berikut : (a) Mempunyai kecakapan dan menguasai segala seluk beluk bidang
tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya; (b) Mempunyai
keterampilan dalam melaksanakan tugasnya; (c) Mempunyai pengalaman di bidang
tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya; (d) Bersungguhsungguh dan tidak mengenal waktu dalam melaksanakan tugasnya; (e) Mempunyai
kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani yang baik; (f) Melaksanakan tugas
secara berdayaguna dan berhasilguna; (g) Hasil kerjanya melebihi hasil kerja rata-rata
yang ditentukan, baik dalam arti mutu maupun dalam arti jumlah,

(sumber:

http://bkn.go.id/mgmpns/index.htm).
Hasil kerja yang diperoleh dari pengukuran kinerja seorang PNS dapat dilihat
pada analisis jabatan Struktural dan non Struktural, khususnya jabatan kepala
subbagian di Unimed diuraikan sebagai berikut : (1) Program Kerja Subbagian; (2)
Konsep rencana; (3) Pembagian Tugas kepada bawahan; (4) Petunjuk kepada
bawahan; (5) Konsep petunjuk pelaksanaan teknis; (6) Keterpaduan Pelaksanaan
teknis; (7) Bahan pemantauan pelaksanaan penggunaan sarana pendukung; (8) Bahan
pemantauan pelaksanaan pekerjaan; (9) Data dan informasi pelaksanaan kegiatan;
(10) Analisis data pelaksanaan teknis; (11) Evaluasi data pelaksanaan teknis; (12)
Laporan capaian hasil kerja subbagian; (13) Nilai prestasi kerja bawahan. Semua
uraian ini merupakan prestasi kerja seorang PNS yang berada pada jabatan dimaksud.

Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya prestasi kerja dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan,


pengalaman dan kesungguhan PNS yang bersangkutan. Amstrong dan Baron dalam
Stoner (1998:15) mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh empat faktor yang
dominan, yakni (1) faktor kepemimpinan yang meliputi kualitas, bimbingan dan
motivasi; (2) faktor pribadi yang meliputi motivasi dan komitmen, keterampilan dan
kompetensi; (3) faktor sistem yang meliputi fasilitas kerja dan sistem pekerjaan; (4)
faktor situasional yang meliputi suasana lingkungan kerja, unsur internal dan
eksternal. Stoner (1998:15) juga mengemukakan, kinerja seorang karyawan
merupakan hal yang rumit dan terpadu yang keberhasilannya dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang
mempengaruhi kinerja seseorang antara lain adalah bakat, minat, motivasi, kesehatan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja seseorang antara lain adalah lingkungan,
sarana dan manajemen. Menurut Sutermeister (1999), faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan adalah motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan,
pengalaman, pelatihan, minat, sikap, kepribadian, kondisi-kondisi fisik dan
kebutuhan-kebutuhan individual yang terdiri dari kebutuhan biologis, kebutuhan
sosial dan kebutuhan egostik. Sedangkan menurut Gibson (1987:3) variabel
kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku
kerja dan kinerja individu. Locke dan Latham (1990:84) mengemukakan bahwa
kinerja dipengaruhi beberapa variabel yang saling berhubungan dan digambarkannya
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Efikasi Diri
Kepercayaan akan
keberhasilan
Peluang objektif
Akan sukses

Peluang
subjektif Atas
keberhasilan

Penawaran
Insentif

Nilai terhadap
insentif

Keputusan untuk
mencoba

Sasaran
pribadi

Kinerja

(Sumber : Locke dan Latham, A. Theory of Goal Setting and Task Performance,New
Jersey Prentice Hall, 1990, p. 84)
Gambar 2.1. Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja dipengaruhi oleh pencapaian sasaran pribadi, efikasi diri dan nilai
terhadap insentif yang diperoleh dari kinerja tersebut. Sedangkan pencapaian tujuan
pribadi ditentukan oleh peluang objektif dan subjektif akan keberhasilan, kepercayaan
akan berhasil, keputusan untuk mencoba serta nilai insentif yang dipengaruhi oleh
penawaran insentif tersebut.
Berbeda dengan Robin (2003:176) yang mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi
oleh variabel motivasi, kemampuan dan kesempatan. Hubungan antar variabel ini
dikemukakan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Kemampuan

Kinerja

Motivasi

Kesempatan

Sumber : Stephen P. Robin, Organization Behavior, New Jersey,


Intenational Inc, 2003, p. 176

Prentice Hall

Gambar 2.2. Dimensi dari Kinerja


Motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa banyak
usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan. Motivasi atau dorongan
untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya sesuatu tujuan (Buhler,
2004:191).
Sesuai dengan pemikiran ahli tentang faktor yang mempengaruhi kinerja
dapat disimpulkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktor yang bersumber dari
internal seperti : motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan,
pengalaman, pelatihan, minat, sikap, kepribadian, kondisi-kondisi fisik dan
kebutuhan-kebutuhan individual, efikasi diri. Kinerja juga dipengaruhi dari sumber
eksternal seperti imbalan, lingkungan, sarana dan manajemen.
Implementasi pengukuran kinerja pada PNS di perguruan tinggi, khususnya
jabatan kepala subbagian merujuk pada Analisis Jabatan Struktural dan Non
Struktural dengan aktivitas utamanya dalam bidang manajerial yaitu : perencanaan,

Universitas Sumatera Utara

pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Oleh karena itu semua hasil kerja
yang diuraikan pada analisis jabatan struktural kepala subbagian tersebut dapat
dikelompokkan kepada empat fungsi manejemen dalam jabatan kepala subbagian
tersebut.
Beranjak dari pendapat ahli tentang kinerja dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dapat dikemukakan bahwa secara konseptual kinerja adalah
gambaran tentang hasil kerja individu dalam kurun waktu tertentu dengan indikator
mutu pekerjaan pada bidang perencanaan, pengkoordinasikan, pelaksanaan, dan
pengawasan.

2.1.2

Efikasi Diri
Efikasi diri merupakan satu kesatuan arti yang diterjemahkan dari Bahasa

Inggris, self efficacy. Konstruk tentang self efficacy diperkenalkan pertama kali oleh
Bandura yang menyajikan satu aspek pokok dari teori kognitif sosial. Efficacy
didefenisikan sebagai kapasitas untuk mendapatkan hasil atau pengaruh yang
diinginkannya, dan self sebagai orang yang dirujuk (Wallatey, 2001:2). Defenisi ini
merujuk pada orang yang mempunyai kapasitas yang digunakan untuk mendapatkan
hasil atau pengaruh yang diinginkannya. Namun defenisi yang dikemukakan tersebut
nampak masih bersifat umum. Defenisi lain yang lebih spesifik dikemukakan oleh
Jones,

dkk

(1998:390),

efikasi

diri

adalah

keyakinan

seseorang

tentang

kemampuannya untuk melaksanakan suatu tingkah laku dengan berhasil.

Universitas Sumatera Utara

Kata efikasi berkaitan dengan kebiasaan hidup manusia yang didasarkan atas
prinsip-prinsip karakter, seperti integritas, kerendahan hati, kesetiaan, pembatasan
diri, keberanian, keadilan, kesabaran, kerajinan, kesederhanaan dan kesopanan yang
seharusnya dikembangkan dari dalam diri menuju ke luar diri, bukan dengan
pemaksaan dari luar ke dalam diri manusia. Seseorang dikatakan efektif apabila
individu dapat memecahkan masalah dengan efektif, memaksimumkan peluang, dan
terus menerus belajar serta memadukan prinsip-prinsip lain dalam spiral
pertumbuhan.
Efikasi diri mempengaruhi motivasi, baik ketika manajer memberikan
imbalan maupun ketika karyawan sendiri memberikan kemampuannya. Makin tinggi
efikasi diri maka makin besar motivasi dan kinerja. Menurut Cherrington (1994:79)
bahwa efikasi diri didefenisikan sebagai keyakinan seseorang dengan kemampuannya
untuk melaksanakan suatu tugas yang spesifik. Diakuinya bahwa dalam beberapa hal
konsep efikasi diri serupa dengan self-esteem dan locus of control. Namun, efikasi
diri adalah menyangkut tugas yang spesifik dibandingkan dengan persepsi umum dari
keseluruhan kompetensi. Subtansial defenisi efikasi diri di atas, dapat dikatakan lebih
spesifik dan secara hakiki mempunyai perbedaan arti dengan self-esteem.
Bandura

dalam

Luthan

(2005:295)

merumuskan

bahwa

ekspektasi

menentukan perilaku atau kinerja dilakukan atau tidak, oleh karena itu ekspektasi
sangat menentukan kontribusi pada perilaku bahkan juga menjadi penentu lama
tidaknya suatu perilaku dapat dipertahankan bila dihadapkan dengan masalah.
Individu yang mempunyai ekspektasi efikasi diri yang rendah akan berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

terhadap perilakunya yang rendah pula. Dalam konteks ini tidak adanya ekspektasi
efikasi diri akan membuat rendahnya partisipasi dan memilih menyerah ketika
menghadapi kesulitan (Brown,2001:1-2).
Keyakinan kepada kemampuan sendiri mempengaruhi motivasi pribadi,
makin tinggi efikasi diri maka tingkat stres makin rendah. Sebaliknya, makin tinggi
keyakinan kepada kemampuan sendiri, maka makin kokoh tekadnya untuk
menyelesaikan tugas dengan baik. Keyakinan kepada efikasi mempengaruhi tingkat
tantangan dalam menyelesaikan tugas. Secara singkat dapat dikatakan bahwa bukan
hanya kemampuan kerja yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas,
melainkan juga ditentukan oleh tingkat keyakinan pada kemampuan sehingga dapat
menambah intensitas motivasi dan kegigihan kerja karyawan. Defenisi tersebut
dikaitkan dengan pengambilan keputusan atas kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam menghadapi situasi di masa mendatang.
Di dalam melaksanakan berbagai tugas, orang yang mempunyai efikasi diri
tinggi adalah sebagai orang yang berkinerja sangat baik. Mereka yang mempunyai
efikasi diri dengan senang hati menyongsong tantangan, sedangkan mereka yang
peragu mencobapun tidak bisa, tidak peduli betapa baiknya kemampuan mereka yang
sesungguhnya. Rasa percaya diri meningkatkan hasrat untuk berprestasi, sedangkan
keraguan menurunkannya. Tingkat efikasi diri merupakan alat prediksi yang lebih
tepat untuk kinerja seseorang dibandingkan keterampilan atau pelatihan yang dimiliki
sebelum seseorang dipekerjakan (Goleman,1999:111). Tingkat efikasi diri ditentukan
oleh pengalaman sebelumnya (kesuksesan dan kegagalan), pengalaman yang diakui

Universitas Sumatera Utara

oleh orang lain (dengan mengamati kesuksesan dan kegagalan orang lain), persuasi
verbal (dari teman, kolega, saudara) dan keadaan emosi (kekhawatiran). Persepsi
yang dimiliki oleh seseorang terhadap kemampuannya untuk melaksanakan tugas
akan meningkatkan kemungkinan tugas tersebut dapat diselesaikan dengan sukses.
Secara ringkas dapat disebutkan dua pengertian penting dari efikasi diri yaitu:
Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication efficacy expectation) adalah
Persepsi diri sendiri mengenai seberapa baik dirinya dapat berfungsi dalam situasi
tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa individu memiliki
kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Ekspektasi hasil (outcome
expectation): perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu
akan mencapai hasil tertentu.
Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau
buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita
menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi
menggambarkan penilaian kemampuan diri. Efikasi diri menurut Kinicky (2007:124)
menguatkan jalan menuju keberhasilan ataupun kegagalan. Hal ini digambarkannya
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Sumber Keyakinan

Umpan Balik

Pola yang berkaitan

Dampak
Efikasi Diri

Pengalaman
terdahulu

dengan perilaku

Tinggi : Saya
tahu
dapat
melakukan
pekerjaan ini

Model perilaku

Keyakinan
efikasi diri
Persuasi dari
orang lain

Rendah
:
Saya
pikir,
saya
dapat
melakukan
pekerjaan itu

Penilaian
keadaan fisik
ekonomi

Aktif memilih kesempatan yang lebih


baik
Mengelola situasi menghindarkan atau
menetralkan kesulitan
Menetapkan tujuan membangun standar
Merencanakan,
mempersiapkan,
mempraktekkan
Mencoba dengan keras, gigih
Memecahkan persoalan secara kreatif
Belajar dari kegagalan
Memperlihatkan keberhasilan
Membatasi stres
Pasif
Menghindari tugas yang sulit
Mengembangkan aspirasi yang lemah dan
komitmen yang rendah
Terfokus pada pribadi yang tidak efesien
Jangan pernah mencoba melakukan suatu
usaha yang lemah
Berhenti atau tidak berani karena
kegagalan
Menyerahkan kegagalan pada kekurangan
kemampuan atau nasib buruk
Khawatir, mengalami stress, menjadi
tertekan
Berfikir mengenai alasan kegagalan

Sukses

Gagal

Sumber : Robert Kreitner dan Angelo Kinicky, Organizational Behavior, McGrawHill, 2007, p.124
Gambar

2.3.

Efikasi Diri Menguatkan Jalan Menuju Keberhasilan dan


Kegagalan

Tinggi atau rendahnya efikasi diri menurut Kreitner dan Kinicky (2007:124),
dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan
menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkah


laku
Efikasi

Lingkungan

Prediksi hasil tingkah laku

Tinggi

Responsif

Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan


Kemampuannya

Rendah

TidakResponsif

Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang


dianggapnya sulit

Tinggi

TidakResponsif

Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi


responsif, melakukan protes, aktivitas sosial,
bahkan memaksakan perubahan

Rendah

Responsif

Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu

Efikasi diri berkembang sebagai hasil dari akumulasi keberhasilan seseorang


dalam satu bidang tertentu, dari observasi-observasi terhadap kesuksesan dan
kegagalan orang lain, dari persuasi orang lain, dan dari keadaan fisiologis yang
dimilikinya, seperti keadaan takut atau gelisah (nervousness), atau kecemasan
(anxiety) saat melakukan sesuatu. Perbandingan sosial antara kinerjanya dengan
kinerja orang lain, terutama kelompok sebaya dan saudara kandung, juga merupakan
sumber yang kuat bagi efikasi diri.
Berdasarkan penjelasan tentang efikasi diri, maka dapat dikemukakan secara
konseptual efikasi diri adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang
dimilikinya untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, dengan indikator : (1)

Universitas Sumatera Utara

perasaan mampu dapat menyelesaikan tugas; (2) perasaan mampu mengambil


keputusan; dan (3) kesiapan diri dalam menerima resiko pekerjaan.

2.1.3

Motivasi Kerja
Motivasi dalam bahasa latin disebut motivum. Artinya, alasan yang

menyebabkan sesuatu bergerak. Daft (2002:91) menyebutkan bahwa motivasi


(motivation) adalah mengacu pada dorongan, baik dari dalam atau dari luar diri
seseorang yang memunculkan antusiasme dalam kegigihan untuk melakukan
tindakan tertentu. Motivasi tampak dalam bentuk keinginan, perhatian dan kemauan
individu dalam mencapai tujuan. Selanjutnya dijelaskan bahwa motivasi pada
dasarnya bermakna kontekstual, mempunyai intensitas dan arah. Pada konteks
bekerja, motivasi kerja diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan

tingkat

persistensi

(daya

tahan)

dan

entusiasmenya

dalam

melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa
kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas
perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya.
Seperti model yang dikemukakan oleh Mitchell dalam Kinicky dan Robert
(2006:149) bahwa motivasi mempengaruhi perilaku dan kinerja. Berikut ini model : A
Job Performance Model of Motivation dari Mitchell dan Daniels pada (Wiley,
2003:226).

Universitas Sumatera Utara

A Job Performance Model of Motivation

Individual Inputs
Ability,job knowledge
Disposition and traits
Emotions,moods,and affect
Beliefs and values
Motivational
processes
Arousal
Attention
Intensity And and
direction
persistence

Motivated Behaviors
Focus:direction,what we
do intensity: effort,how
hard We try Quality :
task strategies,the way
we do it Duration:
persistence,how long we
stick to it.

Performance

Job context
Physical environment Task
design
Rewards
and
reinforcement
Supervisory
support and coaching Social
norms Organisational culture

(Sumber : T.R.Mitchell and D.Daniels, Motivation, in Handbook of Psychology,


Hoboken, NJ:John Wiley& Sons, Inc., 2003, p.226
Gambar 2.4. Model Pekerjaan dari Motivasi
Gambar 2.4 tersebut menunjukkan bahwa individual inputs dan job context
merupakan dua kategori kunci dari faktor yang mempengaruhi motivasi. Individual
inputs, yaitu : ability (kemampuan), job knowledge (pengetahuan), dispotition
(pembawaan) dan traits (sifat-sifat), emotion (emosi), moods (suasana hati) dan
affect beliefs (pengaruh keyakinan) dan values (nilai-nilai) dalam bekerja. Job
context, yaitu : Physical environment (lingkungan fisik), task design (rancangan
tugas), reward (imbalan) dan reinforcement (penguatan), supervisory support and
coaching (dukungan supervisor dan pelatih), social norms (norma-norma sosial) dan

Universitas Sumatera Utara

organizational culture (budaya organisasi). Kedua kategori ini saling mempengaruhi


satu sama lain yang juga mempengaruhi motivational process yang nantinya akan
membentuk motivated behaviors.
Gambar 2.4 di atas juga menjelaskan bahwa motivated behaviors secara
langsung dipengaruhi oleh individuals ability dan job knowledge (skills), motivasi,
dan suatu kombinasi yang membatasi job context factors. Performance seseorang,
pada akhirnya akan dipengaruhi oleh motivated behavior. Ada empat kesimpulan
yang dapat diambil dari bagan tersebut. Pertama, motivasi berbeda dengan perilaku.
Motivasi meliputi suatu proses psikologi yang mencapai puncaknya pada hasrat
individu dan perhatian untuk berjalan dalam fakta. Kedua, perilaku seseorang
dipengaruhi oleh lebih dari sekedar motivasi orang tersebut, tetapi juga dipengaruhi
oleh individual inputs, job context factors, dan tentunya motivasi itu sendiri. Ketiga,
perilaku berbeda dengan performance. Performance mewakili kumpulan perilaku
yang terjadi pada suatu waktu dan mencerminkan standar eksternal yang disusun
oleh organisasi. Keempat, motivasi sangat diperlukan, namun tidak sepenuhnya
mempengaruhi job performance, tetapi juga diperlukan individuals input dan job
context factors. Perilaku termotivasi akan meningkat bila manajer menambah
karyawan dengan kecukupan sumber daya manusia, mengadakan pelatihan dan
membantu mereka meningkatkan self-efficacy dan self-esteemnya. Self-efficacy dalam
hal ini terdapat dalam komponen individual inputs dalam model teori motivasi kerja
tersebut. Self-efficacy juga merupakan faktor yang diperhitungkan dalam teori
penentuan tujuan yang dikemukakan oleh Locke dalam Greenberg (2008:258). Locke

Universitas Sumatera Utara

mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja
yang utama. Artinya, tujuan memberi tahu seorang karyawan apa yang harus
dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. Bukti tersebut sangat
mendukung nilai tujuan. Teori penentuan tujuan mengisyaratkan bahwa individu
berkomitmen pada tujuan tersebut. Pengaruh tersebut sehubungan dengan adanya
kekhususan tujuan, adanya tantangan dan umpan balik terhadap kinerja. Secara
khusus dapat dikatakan bahwa penetapan tujuan khusus dapat meningkatkan kinerja;
tujuan yang sulit, ketika diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada
tujuan yang mudah; dan umpan balik menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada
tidak ada umpan balik. Berdasarkan pandangan ini maka menentukan tujuan yang
spesifik dan menantang bagi para karyawan merupakan hal terbaik yang dapat
dilakukan manajer untuk meningkatkan kinerja. Ketika tingkat goal commitment dan
self-efficacy tinggi, kinerja orang-orang dimotivasi pada tujuan. Berikut gambar Goal
Setting Theory yang dikemukakan oleh Locke dan Latham (2002:707-717) :

Universitas Sumatera Utara

Goal Setting Theory


Desire to attain goal

Perceived change of attaining goal

Goal commitment
(accept goal as own)
Recognize
challenge of higher
goal level

Performance
at goal level
Self-efficacy beliefs

Desire to feel competent

(Sumber : Locke, E.A dan Latham G.P, 2002, Building a Practically Useful Theory
of Goal Setting and Task Motivation. A 35-Year Odyssey, American
Psychologist, 2002, p.705-717)
Gambar 2.5. The Goal-Setting Theory
Selanjutnya Bandura dalam Robbins (2008:241) mengemukakan teori Efikasi
Diri (self-efficacy yang juga dikenal sebagai teori kognitif sosial atau teori
pembelajaran sosial) merujuk kepada keyakinan bahwa ia mampu mengerjakan
suatu tugas. Semakin tinggi efikasi diri, maka semakin tinggi rasa percaya diri yang
dimiliki dalam kemampuan untuk berhasil dalam suatu tugas. Individu dengan efikasi
diri tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengalahkan tantangan.
Bila dihubungkan dengan A Job Performance Model of Motivation, maka
seorang manajer dapat membantu karyawan mencapai tingkat efikasi diri yang tinggi
yakni dengan menyatukan teori pencapaian tujuan dengan teori efikasi diri.

Universitas Sumatera Utara

Teori penentuan tujuan dan teori efikasi diri tidak saling bersaing, justru
saling melengkapi, terlihat pada gambar berikut ini:

Manager sets
difficult,specific
goal for job or task

Individual has
confidence that
given level of
performance will be
attained (selfefficacy)

Individual has
higher level of job
or task performance

Individual sets
higher personal
(self-set) goal for
their performance

(Sumber :

Based on E.A.Locke dan G.P. Latham,Building a Practically Useful


Theory of Goal Setting and Task Motivation: American
Psychologist,2002, p.705-717)

Gambar 2.6. Joint Effect of Goals and Self-Efficacy on Performance


Sesuai dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning theory) bahwa ada
dua komponen kognitif mayor dari motivasi, yang pertama adalah expectation dan
yang kedua adalah goal setting dan apa yang dikenal sebagai self regulation dari
reinforcement (Bandura dalam Feldman,1983:151) . Skema lengkapnya terlihat pada
gambar berikut:

Universitas Sumatera Utara

Contingent
Outcomes

Efficacy
expectation
Observation
of models
Outcome
expectation

Direct
instructions,advi
ce,and
information

Motivation

Effective
performance

SelfEvaluation

Selfregulation

Gambar 2.7. Summary of the social learning theory model of motivation and its
determinants
Teori pembelajaran sosial menegaskan

bahwa hasil

pengalaman dan

pengamatan personal pada pengalaman yang lainnya, pengembangan manusia


tergantung pada: (1) kemampuannya untuk melaksanakan tugas dengan sukses dalam
berbagai tipe-tipe perilaku; dan (2) kemungkinan yang hendak dicapai dalam
berbagai tingkah laku akan diikuti oleh nilai-nilai yang akan masuk dari hasil yang
hendak dicapai. Bagian pertama dari ekspektansi berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk berperilaku kinerja secara sukses adalah disarankan sebagai efficacy
expectations. Bagian kedua, melakukan sesuatu dengan persepsi dari hubungan yang
baik antara perilaku dan tujuan yang dihasilkan yang dikenal sebagai outcome
exspectation. Hubungan antara komponen social learning theory dan expectancy
theory cukup jelas. Ekspektansi teori digerakkan langsung oleh usaha menuju kinerja
(Effort

Performance) dan disebut expectancy theory, Keduanya menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

kepercayaan seseorang bahwa ia akan sukses atau menunjukkan kinerja yang baik
dan berhasil.
Berdasarkan penjelasan terhadap motivasi kerja dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dapat dikemukakan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang
ada pada diri individu untuk mencapai tujuan kerja, dengan indikator keinginan,
perhatian dan kemauan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi
tanggungjawab pekerjaannya.

2.2

Review Peneliti Terdahulu


Penelitian tentang kinerja pegawai telah banyak dilakukan, baik pada instansi

pemerintah maupun pada perusahaan- perusahaan swasta. Samsudin (2005), meneliti


tentang pengaruh tingkat pendidikan, pelatihan, motivasi, pengalaman kerja, sikap
loyal dan budaya kerja secara bersama-sama terhadap kinerja kepala desa (Kades) di
kabupaten Katingan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan,
pelatihan, motivasi, pengalaman kerja, sikap loyal dan budaya kerja secara bersamasama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja Kades.
Penelitian tentang kinerja juga telah dilakukan oleh Hernowo dan Farid
(2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi dan disiplin mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Wonogiri.
Penelitian tentang kinerja juga telah dilakukan oleh Srie, dkk (2004). Datadata yang digunakan berasal dari pegawai Badan Pengelolaan Keuangan Daerah

Universitas Sumatera Utara

Kabupaten Banyumas. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada pengaruh dari


insentif, motivasi, disiplin kerja dan budaya kerja terhadap kinerja.
Analisis pengaruh karakteristik individu terhadap kinerja perawat di Rumah
Sakit Umum (RSU) Dr. Pirngadi Medan telah dilakukan oleh Megawati (2004).
Populasi yang ditentukan dalam penelitian ini adalah seluruh perawat berstatus PNS
di ruangan rawat inap dengan masa kerja minimal 2 tahun, dan tingkat pendidikan
Sekolah Perawat Kesehatan dan DIII/Akper. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jenis kelamin dan pendidikan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap
kinerja perawat.
Pengaruh loyalitas terhadap kinerja pegawai telah diteliti oleh Mardalena
(2004). Penelitian ini dilakukan pada pegawai Dinas Mobilitas Penduduk Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Hasilnya menunjukkan bahwa loyalitas mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap kinerja pegawai.
Penelitian Ridjal (2006), tentang kinerja karyawan industri besar di Sulawesi
Selatan menunjukkan bahwa terdapat lima variabel yang berpengaruh lemah terhadap
kinerja karyawan. Variabel-variabel tersebut, yaitu jaminan sosial, sarana dan
prasarana, penghargaan, sikap, dan moral. Variabel yang berpengaruh kuat dalam
penelitian ini adalah variabel imbalan, pengalaman, umur, fisik, dan kepribadian.
Disamping itu, Wardan (2003) telah melakukan implementasi model
pengukuran kinerja di Kabupaten Purwokerto. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
implementasi model adalah mudah dilaksanakan, tetapi memerlukan SDM dan dana
yang memadai. Sedangkan Damelina (2006), mengkaji tentang Analisis hubungan

Universitas Sumatera Utara

Self-Leadershif terhadap keberhasilan kerja dimediasi oleh self efficacy. Hasil kajian
ini menunjukkan Strategi self-leadership memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap self efficacy; demikian juga Self efficacy memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja, dan terakhir adalah bahwa Self efficacy memediasi
hubungan antara self-leadership dengan keberhasilan kerja. Keseluruhan hasil
penelitian terdahulu seperti disebutkan di atas diringkaskan dalam Tabel 2.2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Kinerja


No
.
1.

Variabel

Hasil Penelitian

Hernowo, Pengaruh motivasi


2004
dan disiplin terhadap
kinerja
pegawai
Badan Kepegawaian
Daerah Kabupaten
Samsudin Wonogiri
, 2005
Faktor
yang
mempengaruhi
Kinerja Kepala Desa
dalam
Melaksanakan
Tugas Pemerintahan
Desa di Kabupaten
Katingan Provinsi
Kalimantan Tengah

Motivasi
dan
disiplin (variabel
independen) dan
kinerja (variabel
terikat)

Motivasi dan disiplin


mempunyai pengaruh
positif
terhadap
kinerja
pegawai
Badan Kepegawaian
Daerah Wonogiri
Tingkat pendidikan,
pelatihan, motivasi,
pengalaman
kerja,
sikap
loyal
dan
budaya
kerja
mempunyai pengaruh
yang
signifikan
terhadap
kinerja
Kades di Kabupaten
Katingan

3.

Srie,
2004

Analisis pengaruh
insentif, motivasi,
disiplin kerja dan
budaya
kerja
terhadap
kinerja
pegawai pada Badan
Pengelolaan
Keuangan Daerah
Kab. Banyumas.

Insentif,
motivasi,
disiplin
kerja,
dan budaya kerja
(variabel bebas)
dan
kinerja
(variabel terikat)

Insentif,
motivasi,
disiplin kerja, dan
budaya
kerja
mempunyai pengaruh
positif
terhadap
kinerja pegawai pada
BPKD
kabupaten
Banyumas.

4.

Megawati Analisis pengaruh


, 2004
karakteristik
individu
terhadap
kinerja perawat di
rumah sakit Dr.
Pirngadi Medan

Karakteristik
individu
(variabel bebas)
dan
kinerja
(variabel terikat)

Karakteristik
individu yang paling
berpengaruh terhadap
kinerja di rumah
sakit Dr. Pirngadi
Medan adalah jenis
kelamin dan tingkat
pendidikan

2.

Peneliti

Judul

Pendidikan,
pelatihan,
motivasi,
pengalaman
kerja,
sikap
loyal,
budaya
kerja (variabel
bebas)
dan
kinerja (variabel
terikat)

Universitas Sumatera Utara

5.

Ridjal,
2006

Analisis
kinerja Jaminan sosial,
karyawan industri sarana
an
besar di Sulawesi prasarana,
Selatan
penghargaan,
sikap,
moral,
imbalan,
pengalaman,
umur,
fisik,
kepribadian
(variabel bebas)
dan
kinerja
(variabel terikat)

6.

Wardan,
2003

Implementasi model Kinerja (Model Mudah dilaksanakan


pengukuran kinerja pengukuran
bila SDM dan Dana
SKPD
Kabupaten kinerja)
memadai
Purwokerto

7.

Damelina
B.
Tambuna
n,

Analisis hubungan
Self-Leadershif
terhadap
keberhasilan kerja
dimediasi oleh self
efficacy

2006

self leadership,
self efficacy dan
keberhasilan
kerja

Hanya
variabel
imbalan,
pengalaman, umur,
fisik dan kepribadian
yang
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap kinerja pada
industri besar di
Sulawesi Selatan

Strategi
selfleadership memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
self
efficacy;
demikian juga Self
efficacy
memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja; dan terakhir
adalah bahwa Self
efficacy memediasi
hubungan antara selfleadership
dengan
keberhasilan kerja

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai