BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
Teori-teori yang dibahas untuk mendukung penelitian ini adalah teori kinerja,
teori efikasi diri dan teori motivasi kerja. Beberapa contoh akan dijelaskan dan
dibatasi hanya pada unsur-unsur yang akan diteliti dalam penelitian ini.
2.1.1
Kinerja
Kinerja merupakan istilah yang diberikan untuk kata performance dalam
bahasa Inggris, yang berarti pekerjaan, perbuatan. Dalam pengertian lebih luas, katakata performance selalu digunakan dalam kata-kata seperti job performance atau
work performance yang berarti hasil kerja atau prestasi. Pada umumnya para ahli
manajemen memberi pengertian kinerja sebagai prestasi kerja dan produktivitas kerja.
Stoner (1984:128) mengemukakan kinerja adalah prestasi kerja yang dapat
ditunjukkan oleh seorang karyawan atau pegawai sebagai hasil kerja yang dapat
dicapainya selama kurun waktu tertentu dalam melakukan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya, berdasarkan kecakapan, pengalaman dan kesungguhan. Kinerja menurut
Rivai dan Basri (2005:14) adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Selanjutnya Prawirosentono (2000:2) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil
8
Universitas Sumatera Utara
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara sah, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral maupun etika.
Definisi lain tentang kinerja adalah penyelesaian tugas oleh individu atau
kelompok baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif (Schermerhorn, 2002:392).
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Akbar (2005) bahwa kinerja
adalah penampilan hasil karya seseorang baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu
organisasi.
Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja
personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku
jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel
di dalam organisasi. Dengan demikian, tujuan yang hendak dicapai dalam kinerja
adalah meningkatkan motivasi seseorang agar berprilaku kerja sesuai dan searah
dengan tujuan yang hendak dicapai. Fitriani (2008), menyatakan bahwa kinerja
merupakan gambaran tentang sesuatu yang dicapai dalam suatu waktu, biasanya
diwujudkan dalam prestasi yang diperlihatkan. Secara sederhana, kinerja dapat
diartikan sebagai gambaran umum dalam hal yang telah dicapai atau prestasi yang
diperlihatkan dalam bidangnya masing- masing.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang kinerja dapat dikemukakan bahwa
kinerja adalah gambaran tentang hasil kerja individu dalam kurun waktu tertentu. Jika
dihubungkan dengan kinerja PNS, maka kinerja PNS dapat diartikan sebagai hasil
kerja/ prestasi kerja yang dicapai seorang PNS dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Adapun unsur prestasi kerja terdiri atas sub-sub unsur sebagai
berikut : (a) Mempunyai kecakapan dan menguasai segala seluk beluk bidang
tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya; (b) Mempunyai
keterampilan dalam melaksanakan tugasnya; (c) Mempunyai pengalaman di bidang
tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya; (d) Bersungguhsungguh dan tidak mengenal waktu dalam melaksanakan tugasnya; (e) Mempunyai
kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani yang baik; (f) Melaksanakan tugas
secara berdayaguna dan berhasilguna; (g) Hasil kerjanya melebihi hasil kerja rata-rata
yang ditentukan, baik dalam arti mutu maupun dalam arti jumlah,
(sumber:
http://bkn.go.id/mgmpns/index.htm).
Hasil kerja yang diperoleh dari pengukuran kinerja seorang PNS dapat dilihat
pada analisis jabatan Struktural dan non Struktural, khususnya jabatan kepala
subbagian di Unimed diuraikan sebagai berikut : (1) Program Kerja Subbagian; (2)
Konsep rencana; (3) Pembagian Tugas kepada bawahan; (4) Petunjuk kepada
bawahan; (5) Konsep petunjuk pelaksanaan teknis; (6) Keterpaduan Pelaksanaan
teknis; (7) Bahan pemantauan pelaksanaan penggunaan sarana pendukung; (8) Bahan
pemantauan pelaksanaan pekerjaan; (9) Data dan informasi pelaksanaan kegiatan;
(10) Analisis data pelaksanaan teknis; (11) Evaluasi data pelaksanaan teknis; (12)
Laporan capaian hasil kerja subbagian; (13) Nilai prestasi kerja bawahan. Semua
uraian ini merupakan prestasi kerja seorang PNS yang berada pada jabatan dimaksud.
Efikasi Diri
Kepercayaan akan
keberhasilan
Peluang objektif
Akan sukses
Peluang
subjektif Atas
keberhasilan
Penawaran
Insentif
Nilai terhadap
insentif
Keputusan untuk
mencoba
Sasaran
pribadi
Kinerja
(Sumber : Locke dan Latham, A. Theory of Goal Setting and Task Performance,New
Jersey Prentice Hall, 1990, p. 84)
Gambar 2.1. Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja dipengaruhi oleh pencapaian sasaran pribadi, efikasi diri dan nilai
terhadap insentif yang diperoleh dari kinerja tersebut. Sedangkan pencapaian tujuan
pribadi ditentukan oleh peluang objektif dan subjektif akan keberhasilan, kepercayaan
akan berhasil, keputusan untuk mencoba serta nilai insentif yang dipengaruhi oleh
penawaran insentif tersebut.
Berbeda dengan Robin (2003:176) yang mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi
oleh variabel motivasi, kemampuan dan kesempatan. Hubungan antar variabel ini
dikemukakan sebagai berikut :
Kemampuan
Kinerja
Motivasi
Kesempatan
Prentice Hall
pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Oleh karena itu semua hasil kerja
yang diuraikan pada analisis jabatan struktural kepala subbagian tersebut dapat
dikelompokkan kepada empat fungsi manejemen dalam jabatan kepala subbagian
tersebut.
Beranjak dari pendapat ahli tentang kinerja dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dapat dikemukakan bahwa secara konseptual kinerja adalah
gambaran tentang hasil kerja individu dalam kurun waktu tertentu dengan indikator
mutu pekerjaan pada bidang perencanaan, pengkoordinasikan, pelaksanaan, dan
pengawasan.
2.1.2
Efikasi Diri
Efikasi diri merupakan satu kesatuan arti yang diterjemahkan dari Bahasa
Inggris, self efficacy. Konstruk tentang self efficacy diperkenalkan pertama kali oleh
Bandura yang menyajikan satu aspek pokok dari teori kognitif sosial. Efficacy
didefenisikan sebagai kapasitas untuk mendapatkan hasil atau pengaruh yang
diinginkannya, dan self sebagai orang yang dirujuk (Wallatey, 2001:2). Defenisi ini
merujuk pada orang yang mempunyai kapasitas yang digunakan untuk mendapatkan
hasil atau pengaruh yang diinginkannya. Namun defenisi yang dikemukakan tersebut
nampak masih bersifat umum. Defenisi lain yang lebih spesifik dikemukakan oleh
Jones,
dkk
(1998:390),
efikasi
diri
adalah
keyakinan
seseorang
tentang
Kata efikasi berkaitan dengan kebiasaan hidup manusia yang didasarkan atas
prinsip-prinsip karakter, seperti integritas, kerendahan hati, kesetiaan, pembatasan
diri, keberanian, keadilan, kesabaran, kerajinan, kesederhanaan dan kesopanan yang
seharusnya dikembangkan dari dalam diri menuju ke luar diri, bukan dengan
pemaksaan dari luar ke dalam diri manusia. Seseorang dikatakan efektif apabila
individu dapat memecahkan masalah dengan efektif, memaksimumkan peluang, dan
terus menerus belajar serta memadukan prinsip-prinsip lain dalam spiral
pertumbuhan.
Efikasi diri mempengaruhi motivasi, baik ketika manajer memberikan
imbalan maupun ketika karyawan sendiri memberikan kemampuannya. Makin tinggi
efikasi diri maka makin besar motivasi dan kinerja. Menurut Cherrington (1994:79)
bahwa efikasi diri didefenisikan sebagai keyakinan seseorang dengan kemampuannya
untuk melaksanakan suatu tugas yang spesifik. Diakuinya bahwa dalam beberapa hal
konsep efikasi diri serupa dengan self-esteem dan locus of control. Namun, efikasi
diri adalah menyangkut tugas yang spesifik dibandingkan dengan persepsi umum dari
keseluruhan kompetensi. Subtansial defenisi efikasi diri di atas, dapat dikatakan lebih
spesifik dan secara hakiki mempunyai perbedaan arti dengan self-esteem.
Bandura
dalam
Luthan
(2005:295)
merumuskan
bahwa
ekspektasi
menentukan perilaku atau kinerja dilakukan atau tidak, oleh karena itu ekspektasi
sangat menentukan kontribusi pada perilaku bahkan juga menjadi penentu lama
tidaknya suatu perilaku dapat dipertahankan bila dihadapkan dengan masalah.
Individu yang mempunyai ekspektasi efikasi diri yang rendah akan berpengaruh
terhadap perilakunya yang rendah pula. Dalam konteks ini tidak adanya ekspektasi
efikasi diri akan membuat rendahnya partisipasi dan memilih menyerah ketika
menghadapi kesulitan (Brown,2001:1-2).
Keyakinan kepada kemampuan sendiri mempengaruhi motivasi pribadi,
makin tinggi efikasi diri maka tingkat stres makin rendah. Sebaliknya, makin tinggi
keyakinan kepada kemampuan sendiri, maka makin kokoh tekadnya untuk
menyelesaikan tugas dengan baik. Keyakinan kepada efikasi mempengaruhi tingkat
tantangan dalam menyelesaikan tugas. Secara singkat dapat dikatakan bahwa bukan
hanya kemampuan kerja yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas,
melainkan juga ditentukan oleh tingkat keyakinan pada kemampuan sehingga dapat
menambah intensitas motivasi dan kegigihan kerja karyawan. Defenisi tersebut
dikaitkan dengan pengambilan keputusan atas kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam menghadapi situasi di masa mendatang.
Di dalam melaksanakan berbagai tugas, orang yang mempunyai efikasi diri
tinggi adalah sebagai orang yang berkinerja sangat baik. Mereka yang mempunyai
efikasi diri dengan senang hati menyongsong tantangan, sedangkan mereka yang
peragu mencobapun tidak bisa, tidak peduli betapa baiknya kemampuan mereka yang
sesungguhnya. Rasa percaya diri meningkatkan hasrat untuk berprestasi, sedangkan
keraguan menurunkannya. Tingkat efikasi diri merupakan alat prediksi yang lebih
tepat untuk kinerja seseorang dibandingkan keterampilan atau pelatihan yang dimiliki
sebelum seseorang dipekerjakan (Goleman,1999:111). Tingkat efikasi diri ditentukan
oleh pengalaman sebelumnya (kesuksesan dan kegagalan), pengalaman yang diakui
oleh orang lain (dengan mengamati kesuksesan dan kegagalan orang lain), persuasi
verbal (dari teman, kolega, saudara) dan keadaan emosi (kekhawatiran). Persepsi
yang dimiliki oleh seseorang terhadap kemampuannya untuk melaksanakan tugas
akan meningkatkan kemungkinan tugas tersebut dapat diselesaikan dengan sukses.
Secara ringkas dapat disebutkan dua pengertian penting dari efikasi diri yaitu:
Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication efficacy expectation) adalah
Persepsi diri sendiri mengenai seberapa baik dirinya dapat berfungsi dalam situasi
tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa individu memiliki
kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Ekspektasi hasil (outcome
expectation): perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu
akan mencapai hasil tertentu.
Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau
buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita
menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi
menggambarkan penilaian kemampuan diri. Efikasi diri menurut Kinicky (2007:124)
menguatkan jalan menuju keberhasilan ataupun kegagalan. Hal ini digambarkannya
sebagai berikut :
Sumber Keyakinan
Umpan Balik
Dampak
Efikasi Diri
Pengalaman
terdahulu
dengan perilaku
Tinggi : Saya
tahu
dapat
melakukan
pekerjaan ini
Model perilaku
Keyakinan
efikasi diri
Persuasi dari
orang lain
Rendah
:
Saya
pikir,
saya
dapat
melakukan
pekerjaan itu
Penilaian
keadaan fisik
ekonomi
Sukses
Gagal
Sumber : Robert Kreitner dan Angelo Kinicky, Organizational Behavior, McGrawHill, 2007, p.124
Gambar
2.3.
Tinggi atau rendahnya efikasi diri menurut Kreitner dan Kinicky (2007:124),
dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan
menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku sebagai berikut:
Lingkungan
Tinggi
Responsif
Rendah
TidakResponsif
Tinggi
TidakResponsif
Rendah
Responsif
2.1.3
Motivasi Kerja
Motivasi dalam bahasa latin disebut motivum. Artinya, alasan yang
tingkat
persistensi
(daya
tahan)
dan
entusiasmenya
dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa
kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas
perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya.
Seperti model yang dikemukakan oleh Mitchell dalam Kinicky dan Robert
(2006:149) bahwa motivasi mempengaruhi perilaku dan kinerja. Berikut ini model : A
Job Performance Model of Motivation dari Mitchell dan Daniels pada (Wiley,
2003:226).
Individual Inputs
Ability,job knowledge
Disposition and traits
Emotions,moods,and affect
Beliefs and values
Motivational
processes
Arousal
Attention
Intensity And and
direction
persistence
Motivated Behaviors
Focus:direction,what we
do intensity: effort,how
hard We try Quality :
task strategies,the way
we do it Duration:
persistence,how long we
stick to it.
Performance
Job context
Physical environment Task
design
Rewards
and
reinforcement
Supervisory
support and coaching Social
norms Organisational culture
mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja
yang utama. Artinya, tujuan memberi tahu seorang karyawan apa yang harus
dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. Bukti tersebut sangat
mendukung nilai tujuan. Teori penentuan tujuan mengisyaratkan bahwa individu
berkomitmen pada tujuan tersebut. Pengaruh tersebut sehubungan dengan adanya
kekhususan tujuan, adanya tantangan dan umpan balik terhadap kinerja. Secara
khusus dapat dikatakan bahwa penetapan tujuan khusus dapat meningkatkan kinerja;
tujuan yang sulit, ketika diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada
tujuan yang mudah; dan umpan balik menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada
tidak ada umpan balik. Berdasarkan pandangan ini maka menentukan tujuan yang
spesifik dan menantang bagi para karyawan merupakan hal terbaik yang dapat
dilakukan manajer untuk meningkatkan kinerja. Ketika tingkat goal commitment dan
self-efficacy tinggi, kinerja orang-orang dimotivasi pada tujuan. Berikut gambar Goal
Setting Theory yang dikemukakan oleh Locke dan Latham (2002:707-717) :
Goal commitment
(accept goal as own)
Recognize
challenge of higher
goal level
Performance
at goal level
Self-efficacy beliefs
(Sumber : Locke, E.A dan Latham G.P, 2002, Building a Practically Useful Theory
of Goal Setting and Task Motivation. A 35-Year Odyssey, American
Psychologist, 2002, p.705-717)
Gambar 2.5. The Goal-Setting Theory
Selanjutnya Bandura dalam Robbins (2008:241) mengemukakan teori Efikasi
Diri (self-efficacy yang juga dikenal sebagai teori kognitif sosial atau teori
pembelajaran sosial) merujuk kepada keyakinan bahwa ia mampu mengerjakan
suatu tugas. Semakin tinggi efikasi diri, maka semakin tinggi rasa percaya diri yang
dimiliki dalam kemampuan untuk berhasil dalam suatu tugas. Individu dengan efikasi
diri tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengalahkan tantangan.
Bila dihubungkan dengan A Job Performance Model of Motivation, maka
seorang manajer dapat membantu karyawan mencapai tingkat efikasi diri yang tinggi
yakni dengan menyatukan teori pencapaian tujuan dengan teori efikasi diri.
Teori penentuan tujuan dan teori efikasi diri tidak saling bersaing, justru
saling melengkapi, terlihat pada gambar berikut ini:
Manager sets
difficult,specific
goal for job or task
Individual has
confidence that
given level of
performance will be
attained (selfefficacy)
Individual has
higher level of job
or task performance
Individual sets
higher personal
(self-set) goal for
their performance
(Sumber :
Contingent
Outcomes
Efficacy
expectation
Observation
of models
Outcome
expectation
Direct
instructions,advi
ce,and
information
Motivation
Effective
performance
SelfEvaluation
Selfregulation
Gambar 2.7. Summary of the social learning theory model of motivation and its
determinants
Teori pembelajaran sosial menegaskan
bahwa hasil
pengalaman dan
kepercayaan seseorang bahwa ia akan sukses atau menunjukkan kinerja yang baik
dan berhasil.
Berdasarkan penjelasan terhadap motivasi kerja dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dapat dikemukakan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang
ada pada diri individu untuk mencapai tujuan kerja, dengan indikator keinginan,
perhatian dan kemauan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi
tanggungjawab pekerjaannya.
2.2
Self-Leadershif terhadap keberhasilan kerja dimediasi oleh self efficacy. Hasil kajian
ini menunjukkan Strategi self-leadership memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap self efficacy; demikian juga Self efficacy memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja, dan terakhir adalah bahwa Self efficacy memediasi
hubungan antara self-leadership dengan keberhasilan kerja. Keseluruhan hasil
penelitian terdahulu seperti disebutkan di atas diringkaskan dalam Tabel 2.2.
Variabel
Hasil Penelitian
Motivasi
dan
disiplin (variabel
independen) dan
kinerja (variabel
terikat)
3.
Srie,
2004
Analisis pengaruh
insentif, motivasi,
disiplin kerja dan
budaya
kerja
terhadap
kinerja
pegawai pada Badan
Pengelolaan
Keuangan Daerah
Kab. Banyumas.
Insentif,
motivasi,
disiplin
kerja,
dan budaya kerja
(variabel bebas)
dan
kinerja
(variabel terikat)
Insentif,
motivasi,
disiplin kerja, dan
budaya
kerja
mempunyai pengaruh
positif
terhadap
kinerja pegawai pada
BPKD
kabupaten
Banyumas.
4.
Karakteristik
individu
(variabel bebas)
dan
kinerja
(variabel terikat)
Karakteristik
individu yang paling
berpengaruh terhadap
kinerja di rumah
sakit Dr. Pirngadi
Medan adalah jenis
kelamin dan tingkat
pendidikan
2.
Peneliti
Judul
Pendidikan,
pelatihan,
motivasi,
pengalaman
kerja,
sikap
loyal,
budaya
kerja (variabel
bebas)
dan
kinerja (variabel
terikat)
5.
Ridjal,
2006
Analisis
kinerja Jaminan sosial,
karyawan industri sarana
an
besar di Sulawesi prasarana,
Selatan
penghargaan,
sikap,
moral,
imbalan,
pengalaman,
umur,
fisik,
kepribadian
(variabel bebas)
dan
kinerja
(variabel terikat)
6.
Wardan,
2003
7.
Damelina
B.
Tambuna
n,
Analisis hubungan
Self-Leadershif
terhadap
keberhasilan kerja
dimediasi oleh self
efficacy
2006
self leadership,
self efficacy dan
keberhasilan
kerja
Hanya
variabel
imbalan,
pengalaman, umur,
fisik dan kepribadian
yang
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap kinerja pada
industri besar di
Sulawesi Selatan
Strategi
selfleadership memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
self
efficacy;
demikian juga Self
efficacy
memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja; dan terakhir
adalah bahwa Self
efficacy memediasi
hubungan antara selfleadership
dengan
keberhasilan kerja