KATA PENGANTAR
Guru merupakan salah satu komponen yang mempunyai peran sangat penting sebagai
ujung tombak dalam peningkatan mutu pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah menyediakan guru profesional dengan
kualitas dan kuantitas sesuai kebutuhan. Untuk itu diperlukan persamaan persepsi dari
semua pihak yang berwenang tentang penataan dan pemerataan guru pegawai negeri
sipil (PNS).
Pedoman ini disusun untuk dijadikan acuan bagi pihak yang berwenang dalam
melaksanakan redistribusi guru PNS berdasarkan rencana kebutuhan guru.Pedoman ini
merujuk kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
penataan dan pemerataan guru PNS.
Semoga pedoman ini dapat bermanfaat dan membantu pihak yang berwenang dalam
penataan dan pemerataan guru PNS.
Jakarta, Juni 2014
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................I
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................1
A.
B.
C.
D.
PENUTUP ...................................................................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 11 bahwa Pendidikan formal adalah jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pasal 17 ayat (2) menyatakan Pendidikan dasar
berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat. Pasal 18 ayat (3) menyebutkan bahwa pendidikan menengah
berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah
kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan harus dilihat sebagai sebuah sistem, terdiri
dari komponen peserta didik, program/kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan,
sarana dan prasaran, serta menajemen sekolah. Semua komponen pendidikan tersebut
saling berhubungan secara interdependensi, saling mempengaruhi satu dengan lainnya
dalam segala hal, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Dengan
demikian perencanaan guru di sekolah harus dilakukan secara sinergi dengan
perencanaan komponen pendidikan lainnya, yang merupakan bagian dari perencanaan
sekolah seutuhnya. Perencanaan guru yang tidak mengacu pada kurikulum dan jumlah
rombel yang direncanakan akan menyebabkan kelebihan jumlah guru, yang pada
akhirnya menimbulkan masalah lain yaitu tidak terpenuhinya jam mengajar sebanyak 24
tatap muka.
Dalam upaya mencari solusi atas masalah kelebihan dan kekurangan guru maka
dibutuhkan pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenis, dan antarjenjang
pendidikan, antarkabupaten/kota, dan antarprovinsi. Untuk itu Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen. Dikdas
Kemdikbud) menerbitkan pedoman Penataan dan Pemerataan Guru PNS.
Penataan dan pemerataan guru adalah proses menata dan mendistribusikan guru PNS
berdasarkan kualifikasi akademik, beban kerja tatap muka minimal, kesesuaian sertifikat
pendidik, rasio minimal jumlah peserta didik terhadap guru, dan komposisi guru PNS
agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan. Penataan dan
pemerataan guru oleh dapat dilakukan apabila satuan pendidikan sudah mempunyai
rencana datau analisis kebutuhan guru, yang disusun berdasarkan pedoman
perhitungan kebutuhan guru.
A.
Latar belakang
Isu yang menjadi perhatian utama dalam pengelolaan guru pendidikan dasar (dikdas)
bahwa:(1) kualifikasi akademik pendidikan minimum guru adalah diploma empat (DIV) atau sarjana (S1), latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan sertifikat profesi guru untuk
pendidikan dasar sebagaimana yang diatur dalam Peraturan PemerintahNomor19
tahun 2005 (PP Nomor19 2005); (2) beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua
puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka
dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin
pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah (PP Nomor74 2008,Pasal 52); (3)
1
guru tetap pemegang sertifikat pendidik berhak mendapatkan tunjangan profesi apabila
mengajar di satuan pendidikan yang rasio minimal jumlah peserta didik terhadap
gurunya untuk pendidikan dasar atau yang sederajat adalah 1:20 (PP Nomor74 2008,
Pasal 17). Rasio minimal jumlah peserta didik terhadap gurunya untuk SDLB adalah 1
guru berbanding 1 sampai dengan 5 peserta didik sebagaimana yang diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 1 Tahun 2008 (Permendiknas Nomor
1 2008), dan kapasitas maksimum peserta didik dalam ruang kelas SD adalah 28 peserta
didik dan dalam ruang kelas SMP adalah 32 peserta didik (Permendiknas Nomor 24
tahun 2007), kapasitas maksimum peserta didik dalam ruang kelas SD adalah 32 peserta
didik dan dalam ruang kelas SMP adalah 36 peserta didik selama masa transisi menuju
standar nasional pendidikan (SNP) pendidikan (Permendiknas Nomor 15 tahun 2010).
Kapasitas maksimum peserta didik dalam ruang kelas SDLB adalah 5 peserta didik dan
kapasitas maksimum peserta didik dalam ruang kelas pada SMPLB adalah 8 peserta
didik (Permendiknas Nomor 1 Tahun 2008).
Sementara itu, dari data yang dihimpun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pada tahun 2013 menunjukkan bahwa masih terdapat guru SD yang (1) belum
memenuhi kualifikasi akademik pendidikan minimum guru yaitu diploma empat (DIV) atau sarjana (S1), (2) mengampu mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi
akademik dan/atau sertifikat pendidik; (3) belum memenuhi Beban kerja Guru
minimum 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh)
jam tatap; (4) rasio minimal jumlah peserta didik terhadap gurunya 1:20; (5) belum
merata jumlah, beban kerja, dan komposisi guru,baik pada tingkat
kabupaten/kota/provinsi maupun di tingkat nasional, dan (6) masih ada
kabupaten/kota yang kekurangan maupun kelebihan guru.
Selain itu, dengan diterapkannya Kurikulum 2013, maka perencanaan jenis dan jumlah
guru untuk tiap sekolah harus dilakukan lagi agar penataan dan pemerataan guru sesuai
dengan tuntutan kurikulum. Penataan dan pemetaan guru harus diawali dengan
perencanaan guru dengan mengacu pada Kurikulum 2013.
Kondisi ini harus ditata agar guru pada tiap sekolah sesuai dengan yang dibutuhkan.
Penataan harus dimulai dengan merencanakan kembali kebutuhan guru tiap sekolah,
dipadukan dengan jumlah guru yang ada untuk melihat apakah ada kelebihan atau
kekurangan guru, untuk kemudian dilakukan redistribusi guru sesuai dengan kebutuhan
tiap sekolah.
Berdasarkan kondisi guru sebagaimana diuraikan di atas dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, maka perlu dilakukan penataan dan pemerataan guru antarsatuan
pendidikan, antarjenis, danantarjenjang pendidikan, antarkabupaten, antarkota, dan
antarprovinsi. Untuk mendukung pelaksanaan penataan dan pemerataan guru tersebut,
Ditjen. Dikdas Kemdikbudmenerbitkan Pedoman Penataan dan Pemerataan Guru.
B.
Tujuan
Tujuan penataan dan pemerataan guru adalah untuk memenuhi jenis dan jumlah guru
pegawai negeri sipil (PNS) sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan.Penataan dan
pemerataan guru ini dilakukan melalui redisribusi guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan dalam satu kabupaten/kota, dan/atau
antarkabupaten/kota, dan/atau antarprovinsi.
2
C.
Sasaran
Sasaran penataan dan pemerataan guru PNS adalah guru kelas, guru mata pelajaran
(mapel), dan guru bimbingan dankonseling (konselor), pada jenjang pendidikan dasar.
Dalam melaksanakan penataan dan pemerataan guru, akan melibatkan unsur-unsur
sebagai berikut: (1) Guru PNS, (2) Satuan pendidikan, (3) Dinas pendidikan
kabupaten/kota, (4) Dinas pendidikan provinsi, (5)Satuan kerja perangkat
daerah(SKPD) Bidang Kepegawaian kabupaten/kota, (6) SKPD Bidang Kepegawaian
provinsi, (7) Bupati/Walikota, (8) Gubernur, dan (9) Kemdikbud.
D.
Dasar Hukum
Peraturan yang dijadikan sebagai dasar hukum dari penataan dan pemerataan guru
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
BAB II
LINGKUP PENATAAN DAN PEMERATAAN
Penataan dan pemerataan guru dilaksanakan untuk pemenuhan jumlah, jenis, dan
komposisi guru pada satuan pendidikan, sehingga beban minimal kerja guru terpenuhi,
dan kesesuaian antara mata pelajaran yang diampu dengan kualifikasi akademik dan
sertifikat pendidik juga terpenuhi.
Dalam proses penataan guru perlu mempertimbangkan rasio, kualifikasi akademik,
distribusi, dan komposisi guru pada satuan pendidikan dan pemenuhan beban kerja
minimal guru, sehingga karir dan tunjangan dapat terpenuhi.
Merencanakan dan melaksanaan penataan dan pemerataan guru di masing-masing
satuan pendidikan dengan kondisi kelebihan dan/atau kekurangan guru untuk jenis dan
bidang tertentu pada satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara alih tugas/mutasi,
alih fungsi, dan pengangkatan baru.
A.
Alih Tugas
2.
3.
4.
5.
6.
Bagi pemerintah daerah yang tidak menetapkan kriteria guru yang dipindah dapat
mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
1.
mempunyai sertifikat pendidik tapi belum dapat memenuhi beban tatap muka
minimal 24 jam per minggu;
2.
3.
mengampu mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan
dan/atau sertifikat pendidik, dipindahkan ke satuan pendidikan lainnya yang
membutuhkan dan sesuai bidang keahliannya/pendidikan;
4.
5.
6.
7.
8.
2.
3.
4.
B.
Alih Fungsi
Alih fungsi adalah proses pemindahan fungsi guru dari jenis guru dan/atau bidang
tertentu ke jenis guru dan/atau bidang lainnya, pada satu satuan pendidikan,
antarsatuan pendidikan, antarjenjang pendidikan, antarjenis pendidikan, dan alih fungsi
ke/dari jabatan struktural. Misalnya, dari guru kelas ke guru mata pelajaran atau
sebaliknya, dari guru kelas ke guru BK atau sebaliknya, dari guru mapel tertentu ke
guru mapel lainnya.
Guru yang dapat dialihfungsikan pada satuan pendidikan adalah guru yang jumlahnya
berlebih dan tidak bisa dialihtugaskan, baik yang sudah maupun yang belum
bersertifikat. Guru yang dialihfungsikan harus:
1.
2.
3.
C.
Pemerintah daerah dapat melakukan pengangkatan guru PNS baru dengan mengikuti
peraturan perundangan.
6
BAB III
MEKANISME PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU
A.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.
1.
2.
3.
B.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
b.
c.
8.
9.
10.
2.
1.
2.
3.
C.
1.
Kemdikbud meminta laporan hasil perhitungan kebutuhan dan data guru dari
semua provinsi.
2.
3.
4.
D.
PENDANAAN
BAB IV
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
A.
Pemantauan dan evaluasi pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengetahui apakah
pelaksanaan program penataan dan pemerataan guru sesuai dengan tujuan dan hasil
yang diharapkan. Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi harus mampu menjawab
pertanyaan:
1.
2.
3.
B.
2.
3.
C.
Pendahuluan.
Bagian ini merupakan rangkaian pemikiran yang mendasari kegiatan pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru, yang memuat:
a.
2.
b.
c.
d.
3.
a.
b.
4.
Kesimpulan hendaknya; (1) singkat, jelas, dan mudah dipahami; (2) sesuai
dengan permasalahan pemantauan dan evaluasi; dan (3)
mengandunguraian permasalahan berikut jawaban terhadap permasalahan.
b.
11
PENUTUP
Penataan dan pemerataan guru PNS dapat terlaksana dengan baik apabila satuan
pendidikan, dinas pendidikan kabupaten/kota, dinas pendidikan provinsi, Satuan kerja
perangkat daerah(SKPD) Bidang Kepegawaian kabupaten/kota, SKPD Bidang
Kepegawaian provinsi, Bupati/Walikota, Gubernur, dan Kemdikbud memiliki
komitmen dan kesungguhan untuk bersinergi dalam melaksanakan tanggung
jawabnya.Dengan terlaksananya penataan dan pemerataan guru PNS ini, maka
kebutuhan guru pada satuan pendidikan dapat terpenuhi.
12