(Gjrzi'mv
(Gjrzi'mv
II.2. INDIKASI
A.Henti NapasHenti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak
hal,misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas,obstruksi
jalan napas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir,serangan infark jantung, radang
epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya. Pada awal henti napas, jantung
masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih
cukup sampai beberapamenit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera maka pasien
akan teselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung
.B.Henti JantungHenti jantung primer (cardiac arrest ) ialah ketidak sanggupan curah
jantunguntuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secaramendadak
dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang tepat atauakan menyebabkan
kematian atau kerusakan otak. Henti jantung terminalakibat usia lanjut atau penyakit kronis
tentu tidak termasuk henti jantung. Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi
ventrikel atautakikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel
asistol(+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti jantung
yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan pacemaker jantung. Fibirilasi
ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung menghilang.Henti jantung ditandai oleh
denyut nadi besar tak teraba (karotis femoralis,radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat
sekali, pernapasan berhentiatau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap
rangsangcahaya dan pasien tidak sadar .Pengiriman O ke otak tergantung pada curah jantung,
kadar hemoglobin(Hb), saturasi Hb terhadap O dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 34menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap,walaupun setelah
itu dapat membuat jantung berdenyut kembali
H (Head) :tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan
lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapatdicegah terjadinya kelainan
neurologic yang permanen.H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi
susunansaraf pusat yaitu pada suhu antara 30 32C.
H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalahmanusia yang
mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan.I
(Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :trakheostomi,
pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan,
dan tunjangan sirkulasi,mengendalikan
kejang.
(3
)
II.4. PEMBAHARUAN PADA BLS GUIDELINES 2010
Terdapat beberapa pembaharuan pada BLS 2010, berbanding dengan2005. Beberapa
perubahan yang telah dilakukan adalah seperti berikut:
(1,2,5,6)
1.
Mengenali
sudden cardiac arrest
(SCA) dari menganalisa respon dan pernafasan. (ie korban tidak bernafas)2.Look,listen and
feel tidak digunakan dalam algortima BLS3.Hands-only chest compression CPR digalakkan
pada sesiapa yang tidak terlatih
4.
Urutan ABC diubah ke urutan CAB,
chest compression
sebelum
breathing.
5.Health care providers memberi chest compression yang efektif sehinggaterdapat sirkulasi
spontan.6.Lebih terfokus kepada kualiti CPR.7.Kurangkan penekanan untuk memeriksa nadi
untuk health care providers.
6
Pengenalan
segera akan henti jantung dan aktivasi sistem respons darurat(
emergency response system
)
RJP
dini dengan penekanan pada kompresi dada
Defibrilasi
cepat
Chain of survival
(1,2,5,6)
Kerangka kerja RJP: interaksi antara penyelamat dan korban
RJP secara tradisional menggabungkan antara kompresi dada dan nafas buatandengan tujuan
untuk meningkatkan sirkulasi dan oksigenasi. Karakteristik penyelamatdan korban dapat
mempengaruhi penerapannya.
Penyelamat
Setiap orang dapat menjadi penyelamat bagi korban henti jantung.Kemampuan RJP dan
penerapannya tergantung dari hasil pelatihan, pengalaman dan kepercayaan diri si
penyelamat.Kompresi dada adalah dasar RJP.
Setiap penyelamat, tanpa memandang hasil pelatihan, harus melakukan kompresi dada pada
semua korban henti jantung.
Karena pentingnya, kompresi dada harus menjadi tindakan RJP yang pertama kali dilakukan
terhadap semua korban tanpa memandang usianya.Penyelamat yang memiliki kemampuan
sebaiknya juga melakukan ventilasi.Beberapa penyelamat yang sangat terlatih harus saling
berkoordinasi danmelakukan kompresi dada serta nafas buatan secara tim.Terdapat 3 pola
strategi RJP yang dapat diterapkan pada penolongsesuai dengan keadaannya, yaitu: untuk
penolong non petugas kesehatan yangtidak terlatih,
mereka dapat melakukan strategi Hands only CPR (hanyakompresi dada). Kompresi dada
sebaiknya dilakukan hingga petugaskesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis
tersedia.Kedua, untuk penolong non petugas kesehatan yang terlatih, merekadapat melakukan
strategi RJP kompresi dada dan dilanjutkan dengan ventilasidengan perbandingan 30 : 2. RJP
sebaiknya dilakukan hingga petugaskesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia.
8
Ketiga, untuk petugas kesehatan, lakukan RJP kompresi dadasebanyak satu siklus yang
dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan30 : 2.
Korban
Sebagian besar henti jantung dialami orang dewasa secara tiba-tibasetelah suatu sebab
primer; karenanya sirkulasi yang dihasilkan dari kompresidada menjadi yang terpenting.
Sebaliknya, henti jantung pada anak-anak sebagian besar karena asfiksia yang memerlukan
baik ventilasi dan kompresiuntuk hasil yang optimal. Karenanya, bantuan nafas lebih penting
bagi anak-anak dibandingkan orang dewasa.AHA 2010 dalam panduannya memberikan 2
jenis algoritma BLS bagikorban dewasa yaitu algoritma sederhana untuk penolong non
petugas kesehatan dankhusus untuk petugas kesehatan.1.Simple Algorithma
9
Ketika menemui korban henti jantung dewasa yang bersifat mendadak,seorang penolong
pertama kali harus mengenali henti jantung itudari unresponsiveness dan tidak adanya
pernafasan normal. Setelah mengenali, penolong harus segera mengaktifkan sistem respons
gawat darurat, mengambildefibrilator/AED, jika ada, dan memulai RJP dengan kompresi
dada. Jika AED tidak tersedia, penolong harus memulai RJP langsung. Jika ada penolong
lain, penolong pertama harus memerintahkan dia untuk mengaktifkan sistem respons gawat
darurat dan mengambil AED/defibrilator sambil dia langsung memulaiRJP.Ketika
AED/defibrilator datang, pasang
pad
, jika memungkinkan, tanpamemotong kompresi dada yang sedang dilakukan, dan nyalakan
AED. AED akanmenganalisis ritme dan menunjukkan apakah akan melakukan kejutan(
defibrilasi
) atau melanjutkan RJP.Jika AED/defibrilator tidak tersedia, lanjutkan RJP tanpa
interupsihingga ditangani oleh penolong yang lebih berpengalaman/ahli.
Pengenalan dan aktivasi respons gawat darurat
Seorang korban henti jantung biasanya tidak bereaksi. Tidak bernafasatau bernafas tetapi
tidak normal. Deteksi nadi saja biasanya tidak dapatdiandalkan, walaupun dilakukan oleh
penolong yang terlatih, dan membutuhkanwaktu tambahan. Karenanya, penolong harus
memulai RJP segera setelahmendapati bahwa korban tidak bereaksi dan tidak bernafas atau
bernafas secaratidak normal (terengah-engah). Petunjuk
look, listen and feel for breathing
tidak lagi direkomendasikan. Petugas evakuasi harus membantuassessment dan memulai RJP.
Kompresi dada
Memulai dengan segera kompresi dada adalah aspek mendasar dalamresusitasi. RJP
memperbaiki kesempatan korban untuk hidup denganmenyediakan sirkulasi bagi jantung dan
otak. Penolong harus melakukankompresi dada untuk semua korban henti jantung, tanpa
memandang tingkatkemampuannya, karakteristik korban dan lingkungan sekitar. Penolong
harusfokus pada memberikan RJP yang berkualitas baik:
Melakukakan kompresi dada pada kedalaman yang cukup (dewasa:setidaknya 2 inchi/5 cm,
bayi dan anak-anak: setidaknya sepertigadiameter anteroposterior (AP) dada atau sekitar 1,5
inchi/4 cm pada bayidan sekitar 2 inchi/5 cm pada anak-anak).
Menghindari ventilasi yang berlebihan.Jika ada lebih dari satu penolong, mereka harus
bergantian melakukankompresi setiap 2 menit.
Memeriksa ada tidaknya nafas pada korban dengan look, feel, listen.Sulitnya menilai nafas
yang adekuat pada korban merupakan alasan dasar hal tersebut tidak dianjurkan. Nafas yang
terengah dapat disalah artikansebagai nafas yang adekuat oleh professional maupun bukan.
Contohnya pada korban dengan sindroma koroner akut sering kali terdapat nafasterengah
yang dapat disalah artikan sebagai pernafasan yang adekuat.Maka tidak dianjurkan
memeriksa pernafasan dengan look, feel, listendan direkomendasikan untuk menganggap
pernafasan terengah sebagaitidak ada pernafasan.
.
Memeriksa denyut nadi pasien. Untuk petugas kesehatan, pemeriksaannadi korban sebaiknya
tidak lebih dari 10 detik jika lebih dari waktu
tersebut tidak didapatkan denyut nadi yang definitive maka petugassebaiknya memulai
RJP.Kedua hal tersebut tidak lagi dianjurkan bertujuan untuk meminimalisir waktu untuk
memulai RJP.
Resusitasi Jantung Paru dini
Seperti yang telah disebutkan, mulai RJP dengan algoritma C-A-B .Lakukan kompresi
dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk mendapatkan kompresi
yang berkualitas adalah :Frekuensi kompresi setidaknya 100 kali/menit.Kedalaman
kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkanuntuk bayi minimal sepertiga dari
diameter anterior-posterior dada atausekitar 1 inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi
(5 cm).Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawahsternum). Petugas
berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiridisamping korban jika korban berada di
tempat tidur (bila perlu dengan bantuan ganjalan kaki untuk mencapai tinggi yang diinginkan
sehinggadan papan kayu untuk mendapatkan kompresi yang efektif selama tidak memakan
waktu).Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi.Meminimalisir interupsi
dalam sela kompresi.
Menghindari ventilasi berlebihan.Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada
bergantian setiap 2menit.
Airway dan Breathing
Kriteria penting pada Airway dan Breathing adalah :Airway. Korban dengan tidak ada/tidak
dicurgai cedera tulang belakangmaka bebaskan jalan nafas melalui head tilt chin lift. Namun
jika korbandicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui
jawthrust.Breathing. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1
detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal
yang masuk adekuat.Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :Pastikan
hidung korban terpencet rapatAmbil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)Buat
keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkinBerikan satu ventilasi tiap satu detik
Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satudetik.Jika tidak
memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulutkorban dapat dilakukan
pernafasan mulut ke hidung korban. Untuk pemberianmelalui bag mask pastikan
menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang
memenuhi volume tidal sekitar 600 ml. Setelah terpasang advance airway maka ventilasi
dilakukan denganfrekuensi 6 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan
kompresidada dapat dilakukan tanpa interupsi.Jika pasien mempunyai denyut nadi namun
membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau
sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu
siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah
terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan100 kali/menit
dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang,
pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugaskesehatan
sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi
otomatis atau pemasangan advance airway.
tidak
bernafasatau
tersedak ( gasping)tidak
bernafasatau tersedak (gasping)
bernafasatau
tersedak ( gasping)tidak
Nadi tidak terabadalam 10 detik Nadi tidak terabadalam 10 detik Nadi tidak terabadalam 10
detik
Urutan RJP
CABCABCAB
Kecepatankompresi
100/menit100/menit100/menit
Kedalamankompresi
2 inchi (5cm)1/3 AP, sekitar 2inchi (5cm)1/3 AP, sekitar 1,5 inchi (4 cm)
Interupsikompresi
Minimalisir interupsi
hingga<
10
detik Minimalisir interupsi
detik Minimalisir interupsi hingga< 10 detik
Jalan nafas
hingga<
10
Head tilt-chinlift-jaw thrustHead tilt-chin lift- jaw thrustHead tilt-chin lift- jaw thrust
Rasionkompresi:ventilasi
30:2 (1 atau 2 penyelamat)30:2 (satu), 15:2(2 penyelamat)30:2 (satu), 15:2(dua penyelamat)
Jika penyelamattidak terlatih
Kompresi sajaKompresi sajaKompresi saja
Ventilasi jikamungkin
1 nafas setiap 6-8detik, tanpamenyesuaikandengan kompresi,1 detik setiapnafas,
hinggadadamengembang1 nafas setiap 6-8detik, tanpamenyesuaikandengan kompresi,1 detik
setiapnafas, hinggadadamengembang1 nafas setiap 6-8detik, tanpamenyesuaikandengan
kompresi,1 detik setiapnafas, hinggadadamengembang
Defibrilasi
Gunakan
AEDsesegeramungkin,minimalisir interupsikompresi,lanjutkankompresi
setelahsetiap
kejutanGunakan
AEDsesegeramungkin,minimalisir interupsikompresi,lanjutkankompresi
setelahsetiap
kejutanGunakan
AEDsesegeramungkin,minimalisir interupsikompresi,lanjutkankompresi
setelahsetiap kejutan
Natrium Bicarbonat: Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis
awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10menit.
Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasispontan yang efektif tercapai, pemberian
harus dihentikankarena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan
hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif makaulangi lagi pemberian dengan
dosis yang sama
(3)
.c.Sulfat Atropin: Mengurangi tonus vagus memudahkankonduksi atrioventrikuler dan
mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalammencegah
arrest pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada
hipotensi. Dosis yangdianjurkan mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulangdalam interval
5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60/menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali
pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.
d.
Lidokain: Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara
meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik
biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekananarteri sistemik, atau
periode refrakter absolut. Obat ini terutamaefektif menekan iritabilitas sehingga mencegah
kembalinyafibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut
ventrikel prematur yang mutlti fokal danepisode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg
diberikan ivsebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapatdilanjutkan dengan
infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml
dextrose 5 %larutan (1 mg/ml)
(3)
.
2.Berguna:
a.
Isoproterenol: Merupakan obat pilihan untuk pengobatansegera (bradikardi hebat karena
complete heart block). Iadiberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10
ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut
jantung sampai kira-kira 60kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yangtidak
berhasil diatasi dengan Atropine
(3)
.
b.
Propanolol: Suatu beta adrenergic blocker yang efek antiaritmianya terbukti berguna untuk
kasus-kasus takhikardiventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimanaritme
jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosisumumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang
sampai total 3 mg,dengan pengawasan yang ketat
(3)
.
c.
Kortikosteroid: Sekaranfg lebih disukai kortikosteroid sintetis(5 mg/kgBB methyl
prednisolon sodium succinate atau 1mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan
syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila adakecurigaan edema otak
setelah henti jantung, 60-100 mgmethyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam
akanmenguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka
digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap6 jam
(3)
Gambaran EKG pada Ventrikel Fibrilasi ini menunjukan gelombang listrik tidak teratur baik
amplitudo maupun frekuensinya.Terapi definitifnya adalah syok electric (DC-Shock) dan
belum ada satuobatpun yang dapat menghilangkan fibrilasi.
H (Head) :
tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut,
sehingga dapat dicegah terjadinya kelainanneurologic yang permanen.H (Hipotermi) : Segera
dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunansaraf pusat yaitu pada suhu antara 30
32C.
H (Humanization) :
Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalahmanusia yang mempunyai perasaan, karena
itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan.I
(Intensive care) :
perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :trakheostomi, pernafasan dikontrol
terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan
sirkulasi,mengendalikan
kejang.
Keputusan untuk mengakhiri resusitasiKeputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha
resusitasi adalah masalahmedis, tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral
dankardiovaskuler penderita. Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral danadekuat adalah
reaksi pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasanspontan dan refleks. Keadaan tidak
sadar yang dalam tanpa pernafasanspontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya
menandakan kematianserebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia.
Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitaselektrokardiografi
ventrikuler secara berturut-turut selama 10 menit atau lebihsesudah RJP yang tepat termasuk
terapi obat
(3)
BAB IIIKESIMPULAN
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)adalah suatu
tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaanhenti nafas atau henti
jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegahkematian biologis
Peran RJP ini sangatlah besar, seperti pada orang-orang yang mengalamihenti jantung tibatiba. Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa
3.
Alkatiri J.
Resusitasi Kardio Pulmoner
dalam Sudoyo W. Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007.
Hal. 173-7.
4.
Latief S.A.
Petunjuk Praktis Anestesiologi
. Edisi Kedua. Penerbit FKUI.Jakarta. 2007
5.
Robert A. Berg, et al.
Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care
. Circulation2010;122;S685-S705.
6.
Andrew H. Travers, et al.
Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.
Circulation 2010;122;S676-S684