Askep Hiatal Hernia
Askep Hiatal Hernia
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul HIATAL HERNIA. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Informatika. Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan
waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
(PENULIS)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1
2
Latar Belakang
Tujuan
BAB II ISI
2.1
Hiatal Hernia
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.1.4
Patofisiologi
2.1.5
Klasifikasi
2.1.6
Manifestasi
3.1.1
Pengkajian
3.1.2
Diagnosa
3.1.3
BAB IV PENUTUP
4.1
4.1.1
Kesimpulan
4.1.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan sekitar 50 persen
merupakan hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai hernia inguinalisdirek (Sabiston,
1994).
Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan sekitar 50 persen merupakan
hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai hernia inguinalis direk (Sabiston, 1994).
Hernia inguinalis digambarkan dalam catatan peradaban kuno. Tetapi terlewatkan beberapa
abad, sebelum pemahaman secara jelas tentang anatomi hernia diberikan. Walaupun ada
kemajuan dan gambar anatomi manusia pada tahun 1800-an, namun penatalaksanaan hernia pada
waktu itu terutama dengan observasi atau terapi penunjang, karena hasil terapi bedah sangat buruk.
Sebagai contoh, pada tahun 1891 Bull melaporkan hasil terapi hernia di amerika serikat, terjadi
kekambuhan 30 sampai 40 persen selama 1 tahun dan 100 persen selama 4 tahun. Pada tahun 1889,
Bassini pertama melaporkan hasil yang terus-menerus berhasil dengan perbaikan bedah pada hernia
inguinalis. Bassini menggunakan prosedur cermat dengan ligasi tinggi kantong hernia dan
pendekatan anatomo cermat bagi conjoined fascia dari muskulus oblikusinternus dan transverses
abdominis keligamentum inguinal (poupart). Angka kekambuhan diantara 251 pasien pertama
hanya 3 persen.
Halsted, yang tidak menyadari penemuan Bassini sejak dipublikasikan dalam jurnal Italia yang tak
terkenal, secara bebas menggambarkan tindakan serupa pada tahun 1889. Tindakan Halsted juga
terdiri dari penjahitan fasia oblikus internus dan transverses abdominis keligamentum
inguinale. Dalam tidakan pertamanya, halsted mentransplantasi funikulus spermatikus diatas
penutupan fasia oblikus eksternus(Halsted I). Kemudian Halsted melakukan tindakan yang
BAB II
ISI
2.1.
Hiatal Hernia
Penderita sliding hernia hiatal mencapai lebih dari 40% orang, tetapi kebanyakan tanpa gejala.
Gejala yang terjadi biasanya ringan.
Hernia hiatal paraesofageal umumnya tidak menyebabkan gejala. Tetapi bagian yang menonjol
ini bisa terperangkap atau terjepit di diafragma dan mengalami kekurangan darah.
Bila keadaannya serius dan timbul nyeri, disebut penjeratan (strangulasi), yang membutuhkan
pembedahan darurat.
Kadang terjadi perdarahan mikroskopis atau perdarahan berat dari lapisan hernia, yang bisa
terjadi pada kedua jenis hernia hiatal tersebut.
keterangan gambar
1. gambaran normal gastroesofageal junction, esofagus dan lambung
2. gambaran slidding hernia dimana lambung memasuki rongga dada melalui celah
3. gambaran hernia paraesofageal dimana bagian lambung mendorong diafragma
2.1.4. Patofisiologi
Esofagus harus melewati hiatus diafragma untuk mencapai lambung. Hiatus diafragma ini
mempunyai lebar sekita 2cm dan berisikan jaringan muskulotendinus pada bagian kiri dan kanan
pada krura diafragma. Ukuran hiatus bisa membesar disebabkan peningkata intraabdomen seperti
batuk.
LES merupakan otot polos dengan ukuran sekitar 2,5-4,5 cm yang secara normal selalu berada di
intraabdomen atau dibawah hiatus diafragma. Pada kondisi ini peritoneum viseral dan ligamen
frenoesofageal menutupi esofagus. Ligamen frenoesofagus merupakan jaringan penghubung dari
krura diafragma untuk memelihara LES didalam rongga abdomen.
Kondisi peningkatan tekanan intraabdomen secara mendadak akan memberikan aksi pada LES
yang berada dibawah diafragma untuk meningkatkan tekanan sfingter dengan tujuan untuk
mencegah refluks dari isi lambung ke esofagus.
Aksi dari gastroesofageal junction sebagai barier untuk mencegah refluks gastroesofageal dengan
mekanisme kombinasi barier antirefluks yang terdiri atas krura diafragmatik, tekanan LES, dan
segmen intraabdominal, serta stimulus his. Adannya kondisi hiatal hernia akan mengakibatkan
barier antirefluks tidak terjadi, penurunan tekanan LES, dan juga menurunkan pembersihan asam
oleh esofagus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami kontak dengan cairan
lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan mukosa lambung dengan berbagai
manifgus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami kontak dengan cairan
lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan mukosa lambung dengan berbagai
manifestasi klinik yang akan terjadi.
Predisposisi peningkatan
tekanan intraabdomen
Predisposisi kelemahan
kongenital
Predisposisi peningkatan
usia
Kesulitan menelan,
disfagia Regurgitasi
Refluks
gastroesofageal Mual,
muntah dan
Intake nutrisi tidak
adekuat
Risiko
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Respons
peradangan saraf
loka
Intervensi bedah
Hiatal hernia
fundoflikasi
2.1.5. Klasifikasi
Prosedur bedah
Luka pascabedah
Preoperatif
Respons psikologis
Nyeri retrosternal
Heartburn
Nyeri
Pascaoperatif
Kecemasan
pemenuhan
informasi
Port de
entree
Risiko
infeksi
Risiko injuri
2.1.6. Manifestasi
Keluhan yang dirasakan dapat dari yang ringan hingga yang berat. Karena pada dasarnya hernia
merupakan isi rongga perut yang keluar melalui suatu celah di dinding perut, keluhan berat yang
timbul disebabkan karena terjepitnya isi perut tersebut pada celah yang dilaluinya (yang dikenal
sebagai strangulasi). Jika masih ringan, penonjolan yang ada dapat hilang timbul.benjolan yang
ada tidak dirasakan nyeriatau hanya sedikit nyeri dan timbul jika mengedan, batuk, atau
mengangkat beban berat. Biasanya tonjolan dapat hilang jika kita beristirahat. Jika pada benjolan
yang ada dirasakan nyeri hebat, maka perlu dipikirkan adanya penjepitan isi perut. Biasanya
jenis hernia inguinialis yang lateralis yang lebih memberikan keluhan nyeri hebat dibandingkan
jenis hernia inguinalis yang medialis. Terkadang, benjolan yang ada masih dapat dimasukkan
kembali kedalam rongga perut dengan tangan kita sendiri, yang berarti menandakan bahwa
penjepitan yang terjadi belum terlalu parah. Namun, jika penjepitan yang terjadi sudah parah,
benjolan tidak dapta dimasukkan kembali, dan nyeri yang dirasakan sangatlah hebat. Nyeri dapat
diseratai mual dan muntah. Hal ini dapat terjadi jika sudah terjadi kematian jaringan isi perut
yang terjepit tadi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.
Pengkajian
Pada pengkajian, sebagian besar pasien dengan hiatal hernia tidak didapatkan keluhan yang
khusus, tetapi sering didapatkan pada saat melakukan pemeriksaan umum (General check up).
Pada sebagian pasien hiatal hernia yang lainnya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan
kondisi refluks gastroesofageal dan kontak asam lambung pada mukosa esofagus yang
memberikan keluhan nyeri dada (retrosternal). Keluhan lainnya adalah heartburn (rasa yang
sangat tidak mengenakkan pada saat makanan mulai masuk setelah ditelan), regurgitasi (arus
balik isi lambung ke kerongkongan), muntah keluhan rasa asam, atau pahit yang tidak
mengenakkan pada rongga mulut, peningkatan frekuensi sendawa, sering tersedak, merasa dada
seperti ditekan, ketidaknyamanan pada abdomen, nyeri tekan abdomen atas terutama setelah
makan, tiba-tiba batuk dan kesulitan menelan. (Gangguan Gastrointestinal, 2010)
Pengkajian psikososial didapatkan adanya kecemasan dan adannya intervensi bedah memberikan
manifestasi pada pemenuhan informasi. Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan penurunan
berat badan pada pasien dengan keluhan disfagia yang kronis.
Pengkajian Diagnostik
1. Foto polos thoraks. Untuk menilai adanya masa jaringan lunak pada area retrokardia atau
untuk menilai adanya pola gas lambung pada area retrokardia dan posisi mediastinum.
2. Radiografi dengan barium. Walaupun pemeriksaan foto thoraks dapat melihat hiatal
hernia yang besar, tetapi sering sulit untuk menegakkan diagnostik. Pemeriksaan dengan
barium akan meningkatkan keakuratan pemeriksaan, khususnya untuk membedakan
sliding hiatal hernia dengan rolling hiatal hernia.
3. Pemeriksaan endoskopi. Untuk menilai adanya retrograde lambung dan untuk menilai
kerusakan mukosa esofagus akibat dari kontak asam lambung yang lama (Qureshi, 2009).
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk hiatal hernia adalah secara terapi farmakologis dan terapi bedah
(Qureshi, 2009).
1. Terapi farmakologis, bertujuan untuk menurunkan keluhan refluks dengan memberikan
penetral asam atau penghambat produksi asam.
2. Terapi bedah dilakukan apabila keluhan nyeri retrosternal menjadi lebih berat. Beberapa
terapi bedah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Nissen fundoplication. Fundoplikasi yang dapat dilakukan secara trans abdominal
maupun trans torakal dimana tindakannya adalah melakukan fundoplikasi secara
keliling 360 derajat antara distal esofagus dan fundus gaster. Prognosis
keberhasilannya 96% (kahrilas, 2006).
b. Belsey (mark IV) fundoplication: secara trans torakal sampai terlihat esofagus
intraabdominal, kemudian diperkuat dengan cara melakukan aplikasi gaster secara
keliling sebanyak 270 derajat sampai distal esofagus (Qureshi, 2009).
3.2.
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya
2.
3.
4.
5.
3.3.
Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake makanan yang adekuat
Tujuan: pada periode praoperasi dan setelah 7x24 jam pascaoperasi, intake nutrisi dapat optimal
dilaksanakan.
Kriteria evaluasi:
- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang cepat.
- Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia berkurang, pirosis
berkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
- Berat badan pada hari ke-7 pascaoperasi meningkat 0,5 kg.
Intervensi
Rasional
Intervensi praoperasi:
Kaji toleransi fisik terhadap asupan nutrisi. Pasien dengan hiatal hernia mempunyai tingkat
variasi terhadap toleransi intake nutrisi. Pada
pasien dengan toleransi kurang intake nutriri oral
harus tidak diberikan dan diganti dengan jalan
nasogastrik.
berbahaya.
Pasien mendapat nutrisi dengan cara intravena dan
peran perawat mendokumentasikan jumlah dan
jenis nutrisi yang masuk dan jumlah yang keluar.
Pemasangan selang nasogastrik dilakukan sebelum
pembedahan dan dipertahankan pada saat
pascaoperasi. Apabila tidak ada gejala kebocoran
pascaoperasi, pemberian diet cair melalui selang
nasogastrik dilakukan sesuai tingkat toleransi.
Sebagai evaluasi atas intervensi.
Kolaborasi untuk
pascaoperasi.
pemberian
antibiotik
setelah pembedahan.
http://www.scribd.com/doc/81580792/Tugas-Akhir1
http://medicastore.com/penyakit/528/Hernia_Hiatal.html