Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul HIATAL HERNIA. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Informatika. Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan
waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

MEDAN, MARET 2012

(PENULIS)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1
2

Latar Belakang
Tujuan

BAB II ISI
2.1

Hiatal Hernia

2.1.1

Defenisi Hiatal Hernia

2.1.2

Etiologi dan Patogenesis

2.1.3

Tanda dan Gejala

2.1.4

Patofisiologi

2.1.5

Klasifikasi

2.1.6

Manifestasi

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1

Asuhan Keperawatan Pada Hiatal Hernia

3.1.1

Pengkajian

3.1.2

Diagnosa

3.1.3

Intervensi dan Rasional

BAB IV PENUTUP
4.1

Kesimpulan dan Saran

4.1.1

Kesimpulan

4.1.2

Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hernia inguinalis adalah salah satu masalah yang paling sering di jumpai oleh ahli bedah umum di
Indonesia. Hernia inguinalis pertama kali di temukan lebih dari 3.500 tahun yang lalu, sedangkan untuk
perawatan bedah di lakukan sekitar 2.000 tahun yang lalu. Terdapat banyak teori mengenai etiologi dan
jumlah deskripsi anatomi, yang menghasilkan berbagai cara penyembuhan. Hernia inguinalis
adalah kegagalan dindingkanalis inguinalis yang digambarkan sebagai cincin internal yang
berdilatasi padahernia indirek atau sebagai kelemahan dan penipisan difus pada hernia direk (Cameron,
1997).

Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan sekitar 50 persen

merupakan hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai hernia inguinalisdirek (Sabiston,
1994).
Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan sekitar 50 persen merupakan
hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai hernia inguinalis direk (Sabiston, 1994).
Hernia inguinalis digambarkan dalam catatan peradaban kuno. Tetapi terlewatkan beberapa
abad, sebelum pemahaman secara jelas tentang anatomi hernia diberikan. Walaupun ada
kemajuan dan gambar anatomi manusia pada tahun 1800-an, namun penatalaksanaan hernia pada
waktu itu terutama dengan observasi atau terapi penunjang, karena hasil terapi bedah sangat buruk.
Sebagai contoh, pada tahun 1891 Bull melaporkan hasil terapi hernia di amerika serikat, terjadi
kekambuhan 30 sampai 40 persen selama 1 tahun dan 100 persen selama 4 tahun. Pada tahun 1889,
Bassini pertama melaporkan hasil yang terus-menerus berhasil dengan perbaikan bedah pada hernia
inguinalis. Bassini menggunakan prosedur cermat dengan ligasi tinggi kantong hernia dan
pendekatan anatomo cermat bagi conjoined fascia dari muskulus oblikusinternus dan transverses
abdominis keligamentum inguinal (poupart). Angka kekambuhan diantara 251 pasien pertama
hanya 3 persen.
Halsted, yang tidak menyadari penemuan Bassini sejak dipublikasikan dalam jurnal Italia yang tak
terkenal, secara bebas menggambarkan tindakan serupa pada tahun 1889. Tindakan Halsted juga
terdiri dari penjahitan fasia oblikus internus dan transverses abdominis keligamentum
inguinale. Dalam tidakan pertamanya, halsted mentransplantasi funikulus spermatikus diatas
penutupan fasia oblikus eksternus(Halsted I). Kemudian Halsted melakukan tindakan yang

sama, tetapi memungkinkan funikulus spermatikus tetap dalamposisi normalnya dibawah


fasia oblikus eksternus (Halsted II). Tindakan Bassini dan Halsted menampilkan kemajuan besar dan
zaman penatalaksanaan bedah yang luas dari hernia inguinalis dimulai (Sabiston,1994).
Sejumlah variasi tehnik telah diperkenalkan bersama dengan konsep baru, dalam usaha menurunkan
angka kekambuhan yang telah rendah. Mc Vay mempopularisasikan tehnik perapatan
conjoined tendon muskulus oblikus internus dan rektus abdominis keligamentum cooper, suatu
operasi yang pada mulanya digambarkan oleh lotheissen pada tahun 1889. Shouldice mengenalkan
konsep membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi fasia transversalis dengan tehnik jahitan kontinyu.
Saat ini operasi yang diuraikan oleh pelopor ini terutama digunakan dalam mengoreksi hernia
(Sabiston,1994).
Pada saat ini hampir semua hernia dikoreksi dengan pembedahan, kecuali bila ada kontraindikasi
bermakna yang menolaknya. Hernia timbul dalam sekitar 1,5 % populasi umum di Amerika
Serikat, dan 537.000 hernia diperbaiki dengan pembedahan pada tahun 1980 (Sabiston, 1994).
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonates kurang lebih 90% prosesus
vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur 1 tahun sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup.
Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosesus
vaginalis pasien menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral dapat dijumpai prosesus vaginalis
paten kontra lateral lebih dari separo, sedangkan insiden tidak melebihi 20%. Umumnya di simpulkan
adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi
diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar, tekanan intra abdomen
yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hypertropiprostate, konstipasi, dan ascites
sering disertai hernia inguinalis. Dalam kehidupan masyarakat, anggapan terhadap hernia adalah
merupakan kelainan yang biasa, karena pada awal terjadinya tidak merasa sakit dan tidak
mengganggu aktifitas atau pekerjaan sehari-hari, sehingga dalam perjalanan penyakitnya penderita
memerlukan waktu yang cukup untuk periksa atau konsultasi ke dokter, setelah konsultasi pun
masih cukup waktu untuk menunda tindakan yang dianjurkan. Sebagian penderita menerima
tindakan operasi apabila sudah terjadi keadaan inkarserata atau strangulate. Adanya keadaan ini
penderita atau keluarga baru menyadari resiko dan bahayanya, yang dapat menyebabkan morbiditas
meningkat serta biaya perawatan yang lebih tinggi.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Apa dan bagaimana pengertian, etiologi, klasifikasi,stadium, pathway, patofisiologi, pemeriksaan


diagnostik,penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada klien denganhernia.
1.3 TUJUAN
Mahasiswa mampu untuk memahami pengertian, etiologi,klasifikasi, stadium, pathway,
patofisiologi, pemeriksaandiagnostik, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada klien
dengan hernia.

BAB II

ISI
2.1.

Hiatal Hernia

2.1.1. Defenisi Hiatal Hernia


Hiatal hernia adalah suatu kondisi dimana sfingter kardia menjadi terbuka luas sehingga
memberi kesempatan bagian lambung masuk kedalam rongga toraks.
Terdapat dua tipe utama hiatal hernia, yaitu sliding hiatal hernia dan rolling hiatal hernia
(paraesofagial hernia). Pada sliding hernia, bagian atas lambung dan persimpangan
gastroesofageal (gastroesofageal junction) masuk kedalam rongga toraks. Sliding hernia terjadi
pada sekitar 99% dari total kasus hiatal hernia (khan, 2008). Pada rolling hernia, persimpangan
gastroesofageal masih tetap berada pada posisi dibawah diafragma, tetapi sebagian lambung lain
masuk kedalam rongga torak melalui defek.
2.1.2. Etiologi
1. Peningkatan tekanan intraabdomen.
Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen. Beberapa pasien
mengalami hiatal hernia setelah mengalami injuri abdomen (Qureshi, 2009). Tekanan
abdomen dengan intensitas tinggi seperti pada batuk atau muntah berat, kehamilan,
obesitas, cairan intraabdomen, atau mengangkat benda berat meningkatkan dorongan dan
berisiko terjadi hiatal hernia.
2. Kelemahan kongenital.
Defek kongenital pada sfinter kardia memberikan predisposisi melemahnya bagian ini,
dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen, maka kondisi hiatal hernia menjadi
meningakat (Black, 1997).
3. Peningkatan usia
Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut meningkatkan risiko
terjadinya hiatal hernia. Dengan melemahnya elastisitas, sfingter kardia yang terbuka
tidak kembali keposisi normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan
masukknya bagian lambung ke rongga toraks.
2.1.3. Tanda dan Gejala

Penderita sliding hernia hiatal mencapai lebih dari 40% orang, tetapi kebanyakan tanpa gejala.
Gejala yang terjadi biasanya ringan.
Hernia hiatal paraesofageal umumnya tidak menyebabkan gejala. Tetapi bagian yang menonjol
ini bisa terperangkap atau terjepit di diafragma dan mengalami kekurangan darah.
Bila keadaannya serius dan timbul nyeri, disebut penjeratan (strangulasi), yang membutuhkan
pembedahan darurat.
Kadang terjadi perdarahan mikroskopis atau perdarahan berat dari lapisan hernia, yang bisa
terjadi pada kedua jenis hernia hiatal tersebut.

keterangan gambar
1. gambaran normal gastroesofageal junction, esofagus dan lambung
2. gambaran slidding hernia dimana lambung memasuki rongga dada melalui celah
3. gambaran hernia paraesofageal dimana bagian lambung mendorong diafragma

2.1.4. Patofisiologi

Esofagus harus melewati hiatus diafragma untuk mencapai lambung. Hiatus diafragma ini
mempunyai lebar sekita 2cm dan berisikan jaringan muskulotendinus pada bagian kiri dan kanan
pada krura diafragma. Ukuran hiatus bisa membesar disebabkan peningkata intraabdomen seperti
batuk.
LES merupakan otot polos dengan ukuran sekitar 2,5-4,5 cm yang secara normal selalu berada di
intraabdomen atau dibawah hiatus diafragma. Pada kondisi ini peritoneum viseral dan ligamen
frenoesofageal menutupi esofagus. Ligamen frenoesofagus merupakan jaringan penghubung dari
krura diafragma untuk memelihara LES didalam rongga abdomen.
Kondisi peningkatan tekanan intraabdomen secara mendadak akan memberikan aksi pada LES
yang berada dibawah diafragma untuk meningkatkan tekanan sfingter dengan tujuan untuk
mencegah refluks dari isi lambung ke esofagus.
Aksi dari gastroesofageal junction sebagai barier untuk mencegah refluks gastroesofageal dengan
mekanisme kombinasi barier antirefluks yang terdiri atas krura diafragmatik, tekanan LES, dan
segmen intraabdominal, serta stimulus his. Adannya kondisi hiatal hernia akan mengakibatkan
barier antirefluks tidak terjadi, penurunan tekanan LES, dan juga menurunkan pembersihan asam
oleh esofagus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami kontak dengan cairan
lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan mukosa lambung dengan berbagai
manifgus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami kontak dengan cairan
lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan mukosa lambung dengan berbagai
manifestasi klinik yang akan terjadi.

Predisposisi peningkatan
tekanan intraabdomen

Predisposisi kelemahan
kongenital

Predisposisi peningkatan
usia

Aksi peningkatan tekanan


LES

Defek kelemahan pada


hiatus diafragma

Kelemahan otot dan


kehilangan elastsitas hiatus
diafragma

Kesulitan menelan,
disfagia Regurgitasi
Refluks
gastroesofageal Mual,
muntah dan
Intake nutrisi tidak
adekuat
Risiko
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan

Respons
peradangan saraf
loka

Sfingter kardia menjadi


terbuka luas sehingga
memberi kesempatan
bagian lambung masuk
kedalam rongga toraks

Intervensi bedah

Hiatal hernia

fundoflikasi

Barier antirefluks tidak terjadi,


penurunan tekanan LES dan
penurunan pembersihan asam
oleh esofagus

2.1.5. Klasifikasi

Prosedur bedah
Luka pascabedah

Mukosa esofagus menjadi lebih


sering kontak dengan cairan
lambung
Esofagitis

Preoperatif

Respons psikologis

Nyeri retrosternal
Heartburn
Nyeri

Pascaoperatif

Kecemasan
pemenuhan
informasi

Port de
entree
Risiko
infeksi

Risiko injuri

2.1.6. Manifestasi
Keluhan yang dirasakan dapat dari yang ringan hingga yang berat. Karena pada dasarnya hernia
merupakan isi rongga perut yang keluar melalui suatu celah di dinding perut, keluhan berat yang
timbul disebabkan karena terjepitnya isi perut tersebut pada celah yang dilaluinya (yang dikenal
sebagai strangulasi). Jika masih ringan, penonjolan yang ada dapat hilang timbul.benjolan yang
ada tidak dirasakan nyeriatau hanya sedikit nyeri dan timbul jika mengedan, batuk, atau
mengangkat beban berat. Biasanya tonjolan dapat hilang jika kita beristirahat. Jika pada benjolan
yang ada dirasakan nyeri hebat, maka perlu dipikirkan adanya penjepitan isi perut. Biasanya
jenis hernia inguinialis yang lateralis yang lebih memberikan keluhan nyeri hebat dibandingkan
jenis hernia inguinalis yang medialis. Terkadang, benjolan yang ada masih dapat dimasukkan
kembali kedalam rongga perut dengan tangan kita sendiri, yang berarti menandakan bahwa
penjepitan yang terjadi belum terlalu parah. Namun, jika penjepitan yang terjadi sudah parah,
benjolan tidak dapta dimasukkan kembali, dan nyeri yang dirasakan sangatlah hebat. Nyeri dapat
diseratai mual dan muntah. Hal ini dapat terjadi jika sudah terjadi kematian jaringan isi perut
yang terjepit tadi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.

Pengkajian

Pada pengkajian, sebagian besar pasien dengan hiatal hernia tidak didapatkan keluhan yang
khusus, tetapi sering didapatkan pada saat melakukan pemeriksaan umum (General check up).
Pada sebagian pasien hiatal hernia yang lainnya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan
kondisi refluks gastroesofageal dan kontak asam lambung pada mukosa esofagus yang
memberikan keluhan nyeri dada (retrosternal). Keluhan lainnya adalah heartburn (rasa yang
sangat tidak mengenakkan pada saat makanan mulai masuk setelah ditelan), regurgitasi (arus
balik isi lambung ke kerongkongan), muntah keluhan rasa asam, atau pahit yang tidak

mengenakkan pada rongga mulut, peningkatan frekuensi sendawa, sering tersedak, merasa dada
seperti ditekan, ketidaknyamanan pada abdomen, nyeri tekan abdomen atas terutama setelah
makan, tiba-tiba batuk dan kesulitan menelan. (Gangguan Gastrointestinal, 2010)
Pengkajian psikososial didapatkan adanya kecemasan dan adannya intervensi bedah memberikan
manifestasi pada pemenuhan informasi. Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan penurunan
berat badan pada pasien dengan keluhan disfagia yang kronis.
Pengkajian Diagnostik
1. Foto polos thoraks. Untuk menilai adanya masa jaringan lunak pada area retrokardia atau
untuk menilai adanya pola gas lambung pada area retrokardia dan posisi mediastinum.
2. Radiografi dengan barium. Walaupun pemeriksaan foto thoraks dapat melihat hiatal
hernia yang besar, tetapi sering sulit untuk menegakkan diagnostik. Pemeriksaan dengan
barium akan meningkatkan keakuratan pemeriksaan, khususnya untuk membedakan
sliding hiatal hernia dengan rolling hiatal hernia.
3. Pemeriksaan endoskopi. Untuk menilai adanya retrograde lambung dan untuk menilai
kerusakan mukosa esofagus akibat dari kontak asam lambung yang lama (Qureshi, 2009).
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk hiatal hernia adalah secara terapi farmakologis dan terapi bedah
(Qureshi, 2009).
1. Terapi farmakologis, bertujuan untuk menurunkan keluhan refluks dengan memberikan
penetral asam atau penghambat produksi asam.
2. Terapi bedah dilakukan apabila keluhan nyeri retrosternal menjadi lebih berat. Beberapa
terapi bedah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Nissen fundoplication. Fundoplikasi yang dapat dilakukan secara trans abdominal
maupun trans torakal dimana tindakannya adalah melakukan fundoplikasi secara
keliling 360 derajat antara distal esofagus dan fundus gaster. Prognosis
keberhasilannya 96% (kahrilas, 2006).
b. Belsey (mark IV) fundoplication: secara trans torakal sampai terlihat esofagus
intraabdominal, kemudian diperkuat dengan cara melakukan aplikasi gaster secara
keliling sebanyak 270 derajat sampai distal esofagus (Qureshi, 2009).

3.2.

Diagnosa Keperawatan

1. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya
2.
3.
4.
5.

intake makanan yang adekuat.


Risiko injuri b.d pasca prosedur fundoplikasi.
Nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, respon pembedahan.
Kecemasan b.d prognosis penyakit, rencana pembedahan fundoplikasi.
Pemenuhan informasi b.d ministerpretasi informasi, perubahan gaya hidup, rancana
pembedahan funduplikasi.

3.3.

Intervensi dan Rasional

Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake makanan yang adekuat
Tujuan: pada periode praoperasi dan setelah 7x24 jam pascaoperasi, intake nutrisi dapat optimal
dilaksanakan.
Kriteria evaluasi:
- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang cepat.
- Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia berkurang, pirosis
berkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
- Berat badan pada hari ke-7 pascaoperasi meningkat 0,5 kg.
Intervensi
Rasional
Intervensi praoperasi:
Kaji toleransi fisik terhadap asupan nutrisi. Pasien dengan hiatal hernia mempunyai tingkat
variasi terhadap toleransi intake nutrisi. Pada
pasien dengan toleransi kurang intake nutriri oral
harus tidak diberikan dan diganti dengan jalan
nasogastrik.

Evaluasi adanya alergi makanan dan


kontraindikasi makanan.

Pantau intake dan output, anjurkan untuk


timbang berat badan secara periodik (sekali
seminggu)
Intervensi pascaoperasi fundoplikasi:
Batasi intake oral selama 48 jam setelah
intervensi.

Beberapa pasien mungkin mengalami alergi


terhadap beberapa komponen makanan tertentu
dan beberapa penyakit lain, seperti diabetes
melitus, hipertensi, gout, dan lainnya memberikan
manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan
yang diberikan.
Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan

Dalam waktu 24-48 jam, pasien dievaluasi atas


keberhasilan pembedahan. Intake oral yang
diberikan sebelum 48 jam akan mengganggu
evaluasi adanya kebocoran pada insisi pascaoperasi
yang akan meningkatkan risiko sepsis yang

Dokumentasikan jumlah nutrisi yang masuk,


hasil aspirasi dan toleransi dari intake nutrisi.

Beri makanan halus atau makanan cair secara


bertahap dan dicampur dengan air.

Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jenis dan


komposisi diet.
Timbang berat badan tiap hari dan catat
pertambahannya.

berbahaya.
Pasien mendapat nutrisi dengan cara intravena dan
peran perawat mendokumentasikan jumlah dan
jenis nutrisi yang masuk dan jumlah yang keluar.
Pemasangan selang nasogastrik dilakukan sebelum
pembedahan dan dipertahankan pada saat
pascaoperasi. Apabila tidak ada gejala kebocoran
pascaoperasi, pemberian diet cair melalui selang
nasogastrik dilakukan sesuai tingkat toleransi.
Sebagai evaluasi atas intervensi.

Makanan halus secara bertahap dicampur dengan


cairan jernih sampai diet penuh tercapai. Makanan
bubuk yang mudah dilarutkan tersedian secara
komersial. Makanan halus dapat memenuhi diet
normal, yang dapat dimakan melalui selang. Pasien
yang khusus menerima makanan yang diblender
melalui selang, tidak dipaksa untuk mengikuti pola
diet normal, yang secara psikologis lebih dapat
diterima. Selain itu, fungsi defakasi normal
ditingkatkan, melalui kandungan serat dan residu
yang serupa pada diet normal. Masukan susu
dihindari pada pasien dengan defesiensi laktosa.
Komposisi dan jenis diet diberikan sesuai tingkat
toleransi individu.
Intervensi untuk evaluasi terhadap intervensi
keperawatan yang telah diberikan.

Risiko injuri b.d pascaoperasedur funduplikasi


Tujuan: dalam waktu 3x24 jam pascaintervensi funduplikasi pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria evaluasi:
- TTV dalam batas normal
- Kondisi kepatenan selang nutrisi optimal.
- Tidak terjadi perforasi, tidak terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi
Rasional
Intervensi pascafunduplikasi:
Pasca funduplikasi selang nasogastrik akan
Monitor selang nasogastrik.
dihubungkan dengan alat penghisap (suction)
kekuatan rendah. Peran perawat adalah memeriksa
selang dari berbagai kondisi seperti selang terlipat
dan mengevaluasi kondisi hasil isapan. Pada fase
awal pascabedah, cairan yang keluar merupakan
campuran dari sekresi lambung dengan material

darah pascabedah. Pada hari kedua, cairan coklat


muda menandakan bekas pascabedah sudah mulai
habis, maka alat penghisap dilepas dan pengeluaran
cairan lambung hanya menggunakan kekuatan
gravitasi.

Dokumentasikan hasil evaluasi selang dan


laporkan pada ahli gastroenterelogi apabila
didapatkan ada gejala perdarahan.

Selang nasogastrik secara fisiologis akan


mengalirkan sisa pembedahan ke tempat
penampungan. Apabila terdapat bekuan akan
memacetkan aliran dan mengganggu proses
penyembuhan. Pembedahan pascaoperasi terjadi
apabila ada rangsangan intraabdomen yang tinggi.
Perawat memonitor beberapa pasien yang
mempunyai risiko ini seperti pada pasien obesitas
dan ada mempunyai masalah pernafasan yang
cenderung untuk batuk, dimana kondisi ini akan
meningkatkan tekanan intraabdomen.

Evaluasi adanya refluks gastroesofageal.

Bantu menyangga sekitar luka pasien pada saat


latihan batuk efektif atau ajarkan menggunakan
bantal apabila pasien akan batuk.

Kolaborasi untuk
pascaoperasi.

Angka terjadinya refluks gastroesofageal berkisar


5-25% (Qureshi, 2009). Apabila didapatkan gejala
refluks
gastroesofageal,
maka
perlu
dikolaborasikan dengan tim medis untuk intervensi
selanjutnya.
Menurunkan tarikan pada kulit akibat peningkatan
dari intraabdomen sekunder dan batuk menurunkan
stimulus nyeri dan pasien mendapat dukungan,
serta kepercayaan diri untuk melakukan pernafasan
diafragma karena pada kondisi klinik sebagian
besar pasien pascaoperasi takut untuk melakukan
latihan pernafasan diafragma dan batuk efektif.
Antibiotik menurunkan risiko infeksi yang akan
menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan dapat
memperlama
proses
penyembuhan
pascafunduplikasi lambung.

pemberian

antibiotik

Nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan.


Tujuan: dalam waktu 1x24 jam pascaoperasi, respon dan tingkat nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau teradaptasi.
- Pasien mampu melakukan menejemen nyeri nonfarmakologik apabila sensasi nyeri muncul,
TTV dalam batas normal, skala nyeri 0-1 (0-4).
- Ekspresi pasien rileks dan mampu melakukan mobilitas ringan dengan nyeri yang terkontrol.
Intervensi
Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan

nyeri nonfarmakologi dan noninvasif.


Lakukan menejemen nyeri keperawatan:
Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.

nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan


keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Istirahat secara fisiologis akan menurunkan
kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal.

Monitor kondisi kepatenan nasogastrik, adanya


bekuan darah dan aliran yang macet.

Adanya gangguan pada kepatenan dari selang dan


komplikasi pascaoperasi akan memberikan
stimulus nyeri yang perlu perawat perhatikan.
Perawat mengkaji ulang respon yang dapat
menimbulkan rasa nyeri pada pasien karena
merupakan tanda yang lebih berbahaya sehingga
dapat secepatnya melakukan kolaborasi dengan tim
medis untuk intervensi selanjutnya.

Ajarkan tehnik relaksasi pernafasan dalam


pada saat nyeri muncul.

Meningkatkaan asupan oksigen akan menurunkan


nyeri sekunder dari iskemia intestinal.

Ajarkan tehnik distraksi pada saat nyeri.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan


stimulus internal.

Manajemen lingkungan: lingkungan tenang,


batasi pengunjung, dan istirahatkan pasien.

Lakukan manajemen sentuhan.

Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri


dan menghubungkan berapa lama nyeri akan
berlangsung.
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian:
Analgesik.

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus


nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan
yang akan berkurang apabila banyak pengunjung
yang berada diruangan. Istirahat akan menurunkan
kebutuhan oksigen jaringan perifer.
Manajemen sentuhan berupa sentuhan dukungan
psikologis pada saat nyeri dapat membantu
menurunkan nyeri.
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
mengurangi nyerinya dan dapat membantu
mengembangan kepatuhan pasien terhadap rencana
terapeutik.
Analgesik diberikan untuk membantu menghambat
stimulus nyeri kepusat persepsi nyeri di korteks
serebri sehingga nyeri dapat berkurang.

Kecemasan b.d prognosis penyakit, misintrepretasi informasi


Tujuan: dalam waktu 1x24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria evaluasi:

Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.


Pasien mampu mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perunahan
koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
- Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan cukup.
Intervensi
Rasional
Monitor respon fisik, seperti kelemahan, perubahan Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat
tanda vital, gerakan yang berulang-ulang, serta kesadaran/konsentrasi,
khususnya
ketika
catat kesesuaian respon verbal dan nonverbal melakukan komunikasi verbal.
selama komunikasi.
Anjurkan
pasien
dan
keluarga
untuk Memberi kesempatan untuk berkonsentrasi,
mengungkapkan dan mengekspresikan rasa kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas
takutnya.
yang berlebihan.
Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan Anggota keluarga dengan responnya pada apa yang
kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya, terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan
konsentrasinya dan harapan masa depan.
kepada perawat.
Pemenuhan informasi b.d misinterpretasi informasi, perubahan gaya hidup, rencana pembedahan
funduplikasi
Tujuan: sebelum dilakukan pembedahan, informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
- Pasien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan.
- Pasien dan keluaga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, serta secara subjektif
menyatakan bersedia juga termotivasi untuk melakukan peraturan atau prosedur operasi yang
telah dijelaskan.
- Pasien dan keluarga mengungkapkan alasan pada setiap intruksi dan latihan preoperatif.
- Secara subjektif pasien menytakan rasa nyaman relaksasi emosional.
- Pasien mampu menghindari cedera selama periode perioperatif
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur Apabila pasien mendapat keputusan pembedahan
funduplikasi.
atas kondisi penyakitnya, maka persiapan preopersi
sama seperti persiapan pembedahan abdomen
lainnya. Peran perawat mengklarifikasi bahwa
informasi dimengerti dan dilaksanakan pasien.
Cari sumber yang meningkatkan penerimaan Keluarga terdekat dengan pasien perlu dilibatkan
informasi.
dalam pemenuhan informasi untuk menurunkan
risiko misinterpretasi terhadap informasi yang
diberikan.
Beritahu
persiapan
pembedahan,
meliputi:
persiapan administrasi dan informed consent.
Pasien sudah menyelesaikan administrasi dengan
mengetahui secara finansial biaya pembedahan.
Pasien
sudah
mendapat
penjelasan
dan
menandatangani informed consent.
Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien sudah Pasien akan mendapat manfaat bila mengetahui
bisa dikunjungi.
kapan keluarganya dan temannya bisa berkunjung

setelah pembedahan.

http://www.scribd.com/doc/81580792/Tugas-Akhir1

http://medicastore.com/penyakit/528/Hernia_Hiatal.html

Anda mungkin juga menyukai