Anda di halaman 1dari 28

PROPOSALPENELITIAN

A.JUDULPENELITIAN

GAMBARANRESPONTERAPIPEMBERIANIMATINIBPADAPASIEN
CHRONICMYELOIDLEUKEMIA(CML)

B.

BIDANGILMU

KedokteranMedik/IlmuPenyakitDalam/DivisiHematologidanOnkologiMedik
C.

PENDAHULUAN

1.

LatarBelakang
Chronicmyeloidleukemia (CML) adalah penyakit gangguan myeloproliferasi yang ditandai

oleh peningkatan proliferasi dari sel-sel myeloid pada semua tahap maturasi (Faderl et al., 1999;
Forrest etal., 2008). CML merupakan keganasan hematologi pertama yang dihubungkan dengan lesi
genetik spesifik. Gen spesifik yang terdapat pada CML pertama kali diketahui pada tahun 1845.
Kemudian pada tahun 1960 oleh Nowell dan Hungerford dinamakan sebagai kromosom Philadelphia
(Ph) (Frazer etal., 2007).
Kromosom Ph timbul dari translokasi resiprokal antara kromosom 9 dan 22 (t[9;22][q34;q11]).
Konjugasi dari gen breakpointclusterregion(Bcr) pada kromosom 22 dan gen Abelsonkinase(Abl)
pada kromosom 9 menciptakan onkogen Bcr-Abl, yang mengkode deregulasi tirosin kinase. Bcr-Abl
mengaktivasi jalur transduksi sinyal multipel, termasuk Ras/Raf/mitogenactivated protein kinase
(MAPK), phosphatidylinositol 3 kinase, STAT5/Janus kinase, dan Myc. Aktivitas Bcr-Abl akan
membuat proliferasi sel yang tak terkontrol dan mereduksi apoptosis, sehingga akan menimbulkan
ekspansi malignan dari pluripotentstemcellsdi sumsum tulang (Jabbour etal., 2007).
Insidensi CML adalah antara 1-2 kasus per 100.000 orang per tahun, dengan rasio antara lakilaki dan perempuan 2:1. Median umur kejadian CML adalah 45-55 tahun dan kejadiannya akan
meningkat dengan semakin bertambahnya usia. CML terdapat pada 15- 20% dari seluruh kejadian
leukemia pada dewasa (Faderl etal., 1999; Frazer etal., 2007; Jabbour etal., 2008; Wetzler etal.,
2008).
Chronic myeloid leukemia dapat diklasifikasikan dalam 3 fase penyakit, yaitu fase
kronik/chronicphase(CP), fase akselerasi/acceleratedphase(AP), dan fase blastik/blasticphase(BP).
1

Diagnosis CML biasanya terjadi pada CP, yang gambaran kliniknya asimtomatik pada 40% pasien.
Hampir dua per tiga pasien pada CP akan berlanjut ke BP terminal dari CML melalui AP. Sekitar 2025% pasien CP berlanjut langsung menjadi BP (Jabbour etal., 2008).
Fase akselerasi biasanya ditandai adanya peningkatan derajat anemia, evolusi klonal sitogentik,
atau terdapat 10-20% blast dalam darah dan/atau sumsum tulang, basofil 20% dalam darah dan/atau
sumsum tulang, atau platelet <100.000/L (Wetzler etal., 2008). Fase blastik merupakan fase yang
agresif ditandai dengan adanya paling sedikit 30% blast pada darah dan/atau sumsum tulang, atau
adanya infiltrasi ekstramedular dari sel-sel blastik leukemik. Fase ini biasanya resisten terhadap
pengobatan dan dihubungkan dengan median sintasan 3-6 bulan (Jabbour etal., 2008; Wetzler etal.,
2008).
Terapi pada CML merupakan cerita sukses dalam pengobatan molekular. Dalam sejarahnya,
kemoterapi CML pertama kali menggunakan arsenikal (cairan Fowler) pada tahun 1856. Sampai
dengan tahun 1950an dilakukan terapi radiasi seluruh tubuh atau splenik, namun tidak memberikan
perubahan sintasan secara keseluruhan. Busulfan diperkenalkan pertama kali sebagai terapi CML pada
tahun 1950an dan hidroksiurea pada tahun 1972. Namun kemoterapi ini memberikan prognosis yang
buruk. Walaupun agen-agen ini mampu mengontrol manifestasi hematologi dari penyakitnya, mereka
tidak mampu menghambat progresi penyakitnya (Faderl etal., 1999).
Splenektomi tidak memperbaiki kesintasan pada fase kronik penyakit. Tindakan ini hanya
berhasil pada beberapa pasien dengan splenomegali yang persisten atau simtomatik dan terjadinya
sitopenia yang refraktori. Splenektomi sebelum dilakukan transplantasi stemcell akan mengurangi
waktu pemulihan sumsum tulang namun tidak berpengaruh pada prognosis jangka panjang (Faderl et
al., 1999).
Transplantasi stemcellalogenik berpotensi kuratif pada CML. Transplantasi akan memberikan
longtermsurvival pada 50-80% pasien dan diseasefreesurvival pada 30-70% pasien. Relap dapat
terjadi pada 15-30% pasien, dan masa platau dicapai pada 5 tahun setelah transplantasi. Penerapan
transplantasi ini dibatasi oleh sulitnya mendapat pendonor yang cocok dan batasan umur (Faderl etal.,
1999; Forrest etal., 2008).
Terapi CML dengan menggunakan interferon- (IFN-) menunjukkan kelebihan yang
signifikan. Terapi ini memberikan respon hematologik dan sitogenik pada pasien fase kronik, dan
meningkatkan kesintasan dibandingkan dengan busulfan atau hidroksiurea (rerata kesintasan 5 tahun
IFN- 57% dibanding kemoterapi 42%; P <0,00001). Kombinasi cytarabine (penghambat sintesis
deoxynucleiacid/DNA) dengan IFN- akan memberikan keuntungan tambahan (Jabbour etal., 2007).
Dengan diketahuinya basis molekular dari CML telah dikembangkan targetedtherapy yang
sangat efektif. Agen terapi ini akan memblok aktivitas Bcr-Abl tyrosine kinase (tyrosine kinase
2

inhibitor/TKI) dimana akan menghambat perjalanan proses molekular CML. Penggunaan TKI pada
CML sejauh ini menunjukkan hasil yang impresif dengan toksisitas yang minimal dan secara drastis
mengubah landscapeterapi CML. Walaupun transplantasi stemcellalogenik masih merupakan pilihan
terapi pada CML, namun bukti-bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa TKI lebih superior
dibanding transplantasi untuk terapi lini pertama pada fase kronik CML (Jabbour etal., 2008; Forrest
etal., 2008).

Imatinib mesylate (Gleevec /Glivec ) merupakan agen Bcr-Abl TKI yang tersedia dalam
sediaan oral. Obat ini menunjukkan aktivitas yang sangat signifikan pada semua fase CML. Pada
InternationalRandomizedStudyofInterferon(IFN)andSTI571(IRIS) fase III menunjukkan bahwa
imatinib lebih superior terhadap IFN plus cytarabine (Jabbour et al., 2008). Namun dalam
perkembangan telah muncul keadaan resistensi imatinib. Ketika dimana imatinib efektif pada
mayoritas pasien CML, beberapa pasien fase kronik dan sebagian kecil fase lainnya menunjukkan
resistensi atau intoleran terhadap imatinib. Resistensi ini biasanya disebabkan karena adanya mutasi
Bcr-Abl. Mutasi ini terjadi pada 35- 45% kasus resistensi imatinib. Lebih dari 30 mutasi yang telah
diidentifikasi sampai saat ini (Jabbour etal., 2008).
Saat ini telah tersedia agen TKI baru atau dalam pembuatan yang lebih poten dibanding
imatinib dalam menghambat Bcr-Abl dan memiliki potensi yang lebih rendah untuk terjadinya
resistensi. TKI generasi kedua ini antara lain adalah dasatinib, nilotinib, bosutinib, dan INNO-406.
Kedua agen yang terakhir masih dalam tahap pengembangan klinikal. Dengan adanya agen-agen baru
ini maka pasien-pasien yang resisten terhadap imatinib atau tidak toleran terhadap terapi imatinib tetap
dapat mencapai respon klinis yang signifikan (Jabbour etal., 2008).
2.

PerumusanMasalah
a. BagaimanaresponterapipemberianImatinibpadapasienCML

3.

TujuanPenelitian

3.1TujuanUmum
UntukmelihatresponterapipemberianImatinibpadapasienCML
3.2TujuanKhusus
UntukmelihattingkatresistensiterhadappasienCMLyangditerapidenganImatinib

4.

ManfaatPenelitian
a.DapatmengetahuigambaranresponterapipemberianImatinibpadapasienCML
3

b.DapatmengetahuidatapasienCMLyangmengalamiresistensiterhadappemberian

Imatinib
c.Dapatmerencanakanuntukpemberianobatlainbagipasienpasienyangmengalami
resistensi
D.TINJAUANKEPUSTAKAAN
1.CHRONICMYELOIDLEUKEMIA(CML)
CML merupakan kelainan klonal dari sel induk yang dihubungkan dengan defek pada gen
yang spesifik dan mempunyai gambaran darah yang khas (Bakta,. 2007). Penyakit ini ditandai dengan
proliferasi seri granulositik pada semua tahap differensiasi. Defek pada gen berupa translokasi
resiprokal antara kromosom 9 dan 22, membentuk fusi protein onkogen BCR-ABL. Pada kromosom 9
terdapat gen ABL (Abelson) yang terdapat pada lengan panjang (q34.1) dan pada kromosom 22
terdapat gen BCR (BreakClusterRegion) pada lengan panjang (q11.2). Translokasi kromosom ini
dapat mempengaruhi proto-onkogen menjadi onkogen melalui potongan-potongan gen yang berpindah
tempat melakukan fusi dan menghasilkan protein hibrid, yaitu terbentuknya onkogen BCRABL,
sehingga translokasi ini mengakibatkan perubahan struktur gen dan pembentukan protein abnormal,
dan mengakibatkan proliferasi berlebihan sel mieloid dan menurunnya apoptosis sel mieloid.
Kromosom yang mengandung protein BCR- ABL ini disebut kromosom Philadelphia (Ph) dan positif
terdapat pada 90- 95% kasus CML (Ciesla et al,. 2007).
1.1 Epidemiologi
Chronic Myeloid Leukemia merupakan 15% dari seluruh leukemia, dan merupakan leukemia
kronik yang paling sering dijumpai di Indonesia. Insiden dari CML adalah 1,5 dari 100.000 orang
pertahun, dan lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan (2:1), dan meskipun jarang, dapat
terjadi anak-anak. Insiden CML meningkatsesuai dengan usia, dimana rata-rata pasien terdiagnosa
pada usia 50-60 tahun (Reichard et al,. 2009).
1.2 Faktor Risiko
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko CML adalah usia tua, laki-laki, dan paparan radiasi
(seperti terapi radiasi ). Tidak ada korelasi yang jelas dengan paparan obat sitotoksik, dan tidak ada
bukti disebabkan oleh virus (Vardiman et al,. 2009). Riwayat keluarga bukan merupakan faktor
risiko. Mutasi kromosom yang memicu CML bukan diturunkan dari orang tua, tetapi diyakini karena
dapatan, yang berarti timbul setelah kelahiran.
1.3 Klasifikasi
Klasifikasi dari ChronicMyeloidLeukemiaialah (Bakta., et al. 2007) :
1.

ChronicMyeloidLeukemia,Philadelphiapositive(CML,Ph+)
4

2.

ChronicMyeloidLeukemia,Philadelphianegative(CML,Ph)

3.

JuvenilleChronicMyeloidLeukemia

4.

ChronicNeutrophilicLeukemia

5.

EosinophilicLeukemia

6.

ChronicMyelomonocyticLeukemia(CMML)

Sebagian besar (> 95%) CML tergolong sebagai CML,Ph+


1.4 Etiopatogeneis
Pada CML terjadi mutasi dari gen di sel darah sehingga terjadi peningkatan yang tanpa henti
dari leukosit. Karakteristik genetik dari CML adalah adanya produk gabungan gen BCR-ABL. Fusi
gen ini terjadi ketika sebagian kromosom 9 dan kromosom 22 break off dan saling bertukar tempat.
Ketika ini terjadi, region onkogen Abelson (ABL) pada kromosom 9 bergabung dengan Breakpoint
Cluster Region (BCR) pada kromosom 22, disebut sebagai translokasi resiprokal dan diekspresikan
sebagai t(9:22). Kromosom 22 yang memiliki sekuens gen BCR-ABL ini disebut sebagai kromosom
Philadelphia (Gambar1) (Reichard et al,. 2009).

Padaindividunormal,proteinBCRdanABLdiekspresikandihampirsemuasel.ProteinABL

merupakan
suatu Protein

Gambar 1. Kromosom Philadelphia sebagai translokasi ABL dan BCR


(Sumber : Masonic Cancer center 203)

Tyrosin
Kinase (PTK) sitoplasmik. Fungsi fisiologis protein ABL adalah pembentukan selsel mieloid
5

(myelopoeisis) dan Rearrangement sitoskletal termasuk meregulasi sejumlah kecil GTPase,


menghambatmigrasiseldanberikatandengansitoskeletonaktin(Wetzleretal,.2009).
BreakpointdariregiogenBCRdikromosom22ditemukandalam3regioyangtelah
ditetapkan.Pertama,breakpointyangterjaditerletakantaraexon23atauexon34,disebutmayor
Breakpoint Cluster Region (MBCR). Kedua, breakpoint pada exon 1 disebut minor Breakpoint
ClusterRegion(mBCR).Ketiga,mikroBreakpointClusterRegion(BCR)padaexon19atau20.
Breakpoint dari gen ABL dapat terjadi di mana saja di segmen 300 kb atau lebih pada 5 akhir
(Deiningeretal,.2000).
Berdasarkan posisi breakpoint BCR, fusion gen yang dihasilkan mengkode bentuk
protein190,210,atau230kDadariBCRABLtyrosinekinase.KarenakomponenABLdarifusi
gen sebagian besar tidak berbeda, maka ia mengikuti variabilitas fenotip penyakit yang mungkin
disebabkan oleh sekuens protein yang dikode oleh patner translokasinya, BCR (Reichard et al,.
2009).
Suatu nomenklatur digunakan untuk menunjukkan breakpoint yang berbeda ini.
Pasangan alphanumeric pertama menunjukkan exon pada gen BCR yang bergabung dengan exon
keduadariABL.ExonpadaMbcradalahb1hinggab5.Exonyangdigunakanpadambcradalahe1,
e2,e1,dane2,sedangkanbcrmemilikieksone19dane20.3Junctionb3a2ataub2a2mengkode
p210BCRABLfusionprotein.Junctione1a2mengkodep190fusionprotein,dane19a2mengkode
p230fusionprotein(Reichard et al,. 2009).
Gen BCRABL ini mengkode protein fusi BCRABL yang merupakan protein
abnormal(Wetzler etal,. 2009).Timbulnyaproteinbaruiniakanmempengaruhitransduksisinyal
terutamamelaluityrosinekinasekeintiselyangdiaktifkanolehadanyaBCRsebagaibendaasingpada
proteinABL.ProteinBCRbertindakdenganmelakukandimerisasionkoproteinsepertigenBCRABL
yangmengaktifkantirosinkinase.Aktifitastirosinkinaseyangtidakterkendali,menggantikanfungsi
fisiologisenzimABLnormaldenganberinteraksidenganberbagaiproteinefektoryangmenghasilkan
berbagai macam reaksi. Tiga mekanisme utama yang terjadi akibat gen BCRABL yaitu terjadi
proliferasi berlebihan pada seri mieloid (sel induk pluripoten) pada sistem hematopoeisis, dan
mensupresiapoptosisselmieloidsehinggadapatbertahanhiduplebihlamadibandingselnormal(sel
genBCRABLbersifatantiapoptosis),dangangguanperlekatanselleukemiapadastromasumsum
tulang(Kohsukeetal,.1998).
1.5GejalaKlinis
PerjalananpenyakitCMLterdiridari3fase(MayoClinic,2013),yaitu:
1.Fasekronik:merupakanfaseawaldanbiasanyamempunyaionsetyangtidak
jelas. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa tahun. Umumnya mempunyai
respon

yangbaikterhadapterapi.
6

2.Faseakselerasi:merupakanfasetransisionalketikapenyakitmenjadilebihaggresif.
Terjadipeningkatanblastdidarahdanatausumsumtulang(<20%)danresponterapi

terhadappengobatanstandarberkurang.
3.FaseBlast(krisisblast):merupakanfaseyangberat,agresifyangdapatmengancam
hidup,dimanaterdapatblast>20%,atauterjadiproliferasiblastdiluarsumsum

tulang.
Sekitar40%pasienasimptomatikpadasaatterdiagnosadanterdiagnosaketikaterdapat
peningkatan leukosit di CBC pada pemeriksaan medik rutin. Penelitian menunjukkan bahwa
dibutuhkan6tahunsejakpermulaantranslokasikromosomhinggapasienmemberikangejala.Sejak
adanya leukositosis, membutuhkan 19 bulan (range 724 bulan) sehingga leukosit mencapai
100.000/L.Kebanyakanpasien(>80%)terdiagnosapadafasekronik(Reichard et al,. 2009).
GambaranklinisCMLtergantungpadafasepenyakittersebutmeliputi(Bakta,. 2007) :
A. Fase kronik :
1.

Gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme (misalnya, berat badan menurun,


lemah, lesu, anoreksia, keringat malam)

2.

Splenomegali, hampir selalu ada dan biasanya massif. Pada beberapa pasien,
pembesaran limpa dihubungkan dengan rasa tidak nyaman, nyeri atau masalah
pencernaan.

3.

Gambaran anemia

4.

Memar, epistaksis, menorrhagia atau perdarahan lain akibat gannguan

fungsi trombosit
5.

Gout atau kerusakan ginjal akibat hiperuricemia

6.

Kadang-kadang asimptomatik dan lebih dari 50% kasus terdiagnosa

secara kebetulan pada saat pemeriksaan darah rutin.


B. Fase akselerasi :
Perubahan gejala terjadi pelan-pelan dengan prodromal selama 6 bulan. Timbul keluhan
yang semakin progresif. Respon terhadap kemoterapi menurun, leukositosis meningkat,
trombosit menurun, dan akhirnya menjadi gambaran leukemia akut.
C. Krisis blast
Terjadi perubahan secara mendadak dan tanpa didahului masa prodromal.
1.6 Pemeriksaan Laboratorium
1. Tes darah lengkap (Ciesla,. 2007)
Leukositosis biasanya >50.000/ L
Anemia normositik normokrom

Trombosit dapat meningkat (paling sering), normal, atau menurun Peningkatan


basofil
Peningkatan eosinofil
2. Apusan Darah Tepi (Ciesla,. 2007; Reichard KK,. et al 2009)
Fase kronik :

1) Leukositosis dengan adanya semua tahap maturasi seri

granulosit
2) Blast <5%
3) Basofilia absolut
4) Anemia ringan
5) Ditemukan normoblast
6) Trombositosis
Fase akselerasi : 1) Peningkatan promielosit
2) Blast 10-19%
3) Anemia
4) Peningkatan sirkulasi dari normoblast
5) Trombositopenia (<100.000/L)
Fase Blast :

1) Blast 20%
2) Peningkatan pada promielosit, basofil, dan eosinofil
3) Trombositopenia

3. Aspirasi Sumsum tulang (Reichard KK,. et al 2009)

4. Pemeriksaan sitogenetik, untuk memeriksa sel yang mempunyai kromosom Philadelphia


a) Analisis sitogenetik konvensional kromosom Philadelphia (Reichard KK,. et al 2009).
Pemeriksaan ini dapat menggunakan darah perifer ataupun dari sumsum tulang. Dengan
metode konvensional, 20 sel metafase dianalisis dan dapat digunakan sebagai metode skrining
8

mendeteksi anomali kromosom. Keterbatasan dengan teknik ini sensitivitas untuk mendeteksi
klon abnormal 5%, dan membutuhkan syarat sel yang viable dalam tahap pembelahan
metaphase, dan waktu yang lama. Hasil test diperoleh dalam waktu 2 minggu.

Gambar 2. Analisis sitogenetik konvensional kromosom Philadelphia


(Reichard KK,. et al 2009)
b)
Analisis sitogenetik dengan Fluorescence in situ hybridization (FISH) (Reichard

KK,. et al

2009).
MetodeFISHmenggunakanhibridisasidariprobeDNAyangberlabelfluoresensuntuk
menganalisis sel yang berproliferasi/membelah (sel metaphase) dan nonproliferasi/ tidak
membelah(nukleusinterfase)denganmendeteksilokasisekuensasamaminoyangspesifik.
Probeinisebagaitargetdarilokusgenetikspesifik(misal,onkogenABLpadalenganpanjang
kromosom9).Keuntungandarimetodeiniialahhasilyanglebihcepat(24jam),penggunaan
selyangtidakmembelah,sensitivitasyanglebihbesar(1%)dalammendeteksiabnormalitas
dibandingmetodekonvensional,dankemampuannyamengevaluasilebihbanyaksel.
Metode FISH untuk medeteksi CML memanfaatkan metode deteksi dual-color
dualfusion (DC,DF) menggunakan probe untuk mendeteksi breakpoint ABL dan BCR.

Probe

BCR dilabel dengan fluorophore hijau (G) dan ABL dengan warna merah (R). Jika terjadi
overlap dari hijau dan merah, menimbulkan warna kuning di mikroskop dan dinyatakan
sebagai fusion (F). Karena itu, pada kasus CML dengan pola FISH yang abnormal, tampak
1R1G2F. Bagian 1R1G dari pola signal masing-masing menunjukkan kromosom 9 dan 22 yang
normal. Bagian 2F menunjukkan translokasi resiprokal antara bagian ABL dan BCR dari
genom.

Dengan menggunakan metode DC,DF probe FISH, biasanya 200-500 sel diperiksa, dan
sensitivitas untuk mendeteksi 1R1G2F sekitar 1%. Sensitivitasnya hampir 0,1% jika 6.000
nukleus diperiksa.
5. Pemeriksaan molekuler dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk memeriksa marker
genetik pada sel yang mengandung protein BCR-ABL (Reichard KK,. et al 2009).
Pemeriksaan BCR-ABL ini memeriksa bagaimana aktivitas gen BCR- ABL dalam
darah/ sumsum tulang. Pemeriksaan ini melihat berapa banyak gen yang digunakan untuk
membentuk protein (tirosin kinase). Gen BCR-ABL yang aktif membentuk lebih banyak
tyrosine kinase, yang menyebabkan lebih banyak sel leukosit abnormal yang terbentuk dalam
sumsum tulang. Apabila terapi yang diberikan efektif, maka aktivitas BCR- ABL akan
menurun.
Teknik ini mempunyai sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi BCR-ABL mRNA.
Pemeriksaan BCR-ABL dapat mendeteksi sejumlah kecil sel leukemia yang tak dapat dideteksi
melalui pemeriksaan sitogenetik. Aktivitas BCR-ABL dapat menemukan satu sel abnormal di
antara 100.000 sel. Kemudian rasio aktivitas gen BCR-ABL terhadap aktivitas gen normal
dihitung, dalam skala 0-100. Semakin rendah rasionya berarti semakin sedikit BCR-ABL yang
aktif, dan semakin sedikit sel leukosit yang abnormal yang dimiliki. Pemeriksaan PCR dapat
berupa pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Pemeriksaan kuantitatif ini merupakan
pemeriksaan yang berperan penting dalam diagnosis, terapi dan monitoring respon molekuler
serta minimal residual disease.
Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dapat mendeteksi panjang
produk yang berbeda sehubungan dengan protein BCR- ABL yaitu 190, 210, dan 230 kDa,
sehingga membantu dalam membedakam CML dan ALL melaui breakpoint yang dideteksi.
Umumnya, pada kasus CML dewasa dan anak, tampak fusi protein p210. Kasus ALL Ph+
berhubungan dengan protein p190.
6. Pemeriksaan kimia darah
Kadar asam urat serum biasanya meningkat.
1.7 Diagnosis
Diagnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO (Bakta,. 2007) :
1.

Blast 10-19% dari leukosit pada darah perifer/ sumsum tulang

2.

Basofil darah tepi 20%

3.

Trombositopenia persisten(<100x103/L) yang tidak berhubungan dengan terapi, atau


trombositosis (>1000x103/L) yang tidak responsif terhadap terapi.

4.

Peningkatan ukuran lien atau leukosit yang tidak responsif terhadap terapi

5.

Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal


10

Diagnosis CML pada fase krisis blast menurut WHO (Bakta,. 2007):
1.

Blast 20% dari leukosit pada darah perifer/ sumsum tulang

2.

Proliferasi blast ekstrameduler

3.

Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsi sumsum tulang

1.8 Terapi
Target terapi CML adalah untuk memperoleh hematopoesis yang nonklonal,
nonneoplastik, remisi jangka panjang,yang memerlukan eradikasi sel yang mengandung gen
BCR-ABL (Hoffbrand et al,. 2006).
a. Inhibitor Tirosin Kinase
Imatinib merupakan inhibitor spesifik terhadap fusion protein BCR-ABL dan
menghambat aktivitas tirosin kinase dengan berkompetisi dengan Adenosine
Triphosphate (ATP) binding site pada ABL onkogen, yang selanjutnya akan
menghambat fosforilasi tirosin pada protein substrat sehingga menekan proliferasi seri
mieloid.
b. Kemoterapi
Hydroxyurea dan Busulfan digunakan untuk mengontrol dan mempertahankan junmlah
leukosit pada fase kronik. Namun, saat ini penggunakan obat tersebut telah digantikan
oleh imatinib.
c. Terapi Biologikal
Digunakan untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh dalam melawan kanker (contoh,
-interferon)
d. Transplantasi stem sel
Transplantasi stem sel allogenik merupakan satu-satunya terapi kuratif untuk CML,
namun karena berisiko tinggi, maka hanya disarankan apabila terjadi kegagalan
inhibitor tirosin kinase.
1.9 Pemantauan Molekuler dan Minimal Residual Disease
Pemantauan Molekuler dan Minimal Residual Disease (MRD) berperan dalam
penanganan CML. Minimal Residual Disease (MRD) didefinisikan sebagai adanya penyakit
yang terdeteksi secara molekuler walaupun secara morfologi tidak nampak. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan untuk memeriksa MRD sama dengan yang digunakan untuk
mengidentifikasi awal gen BCR- ABL, hanya saja tingkat sensitivitas untuk masing-masing tes
berbeda. Sensitivitas dengan karyotiping konvensional adalah 5%, FISH 1%, dan RT- PCR
<1/105. (Reichard KK,. et al 2009)
Pemeriksaan BCR-ABL dengan quantitative PCR (Q-PCR) sebelum memulai terapi
memberikan informasi awal aktivitas gen BCR-ABL. Pemantauan terhadap respon terapi
11

dilakukan untuk melihat efektifitas terapi yang diberikan dan memantau Minimal Residual
Disease(MRD). Beberapa jenis respon terapi dapat dilihat pada Tabel 1.

Kriteria respon yang diharapkan terhadap pemberian terapi Imatinib berdasarkan


European Leukemianet 2006, dapat dilihat pada gambar 3.
Tabel 1.Respon terhadap terapi berdasarkan hasil pemeriksaan

(Sumber : Reichard KK,. et al 2009)

Gambar 3. Respon yang diharapkan untuk pemberian terapi Imatinib. (Sumber : Baccarani et al,. 2009)
1.10Prognosis
12

Luaran klinis pasien CML bervariasi. Fase kronik CML mempunyai respon
yangtinggi

terhadap terapi. Sebelum terapi imatinib, kematian dapat terjadi pada 10%

pasiendalam2

tahundanmenjadi20%padatahunberikutnya.Rataratasurvivaladalah

4tahun(CieslaB,.

2007). Dengan terapi imatinib, sekitar duapertiga dari pasien CML

memberikanresponyang

baikdalam12bulan.Setelah5tahunterapi,hampir90%pasien

CMLmengalamipenurunan

aktivitas BCRABL. Angka survival tanpa terapi setelah

mengalamifaseakselerasibiasanya

kurangdari1tahun,dansetelahkrisisblastadalahdalam

beberapabulan.Padapasientanpa

kromosomPhiladelphia,mediansurvivaladalah1tahun

(Bakta,.2007).
2.IMATINIBMESYLATE
Pengetahuanyanglebihmajuterhadapbiologimolekulartelahmelahirkankelasbaru
suatuagenterapiyangmenargetkanlangsungpadagensupresortumordan/atauonkogen.Imatinib
merupakan targeting therapy molekular pertama yang mendapat persetujuan Food and Drug
Administration(FDA)AmerikaSerikat.PadaMei2001,imatinibmesylate(Gleevec,Glivec,STI
571)disetujuiFDAuntukterapipasienCMLdalamfasekrisisblastik,faseakselerasi,ataufasekronik
setelahgagaldenganterapiIFN.PadabulanFebruari2002,imatinibdisetujuiuntukterapipasien
dengan unresectable dan/atau metastatic malignant Gastrointestinal Stromal Tumors (GISTs) yang
terekspresiolehtyrosinekinasereceptorckit(Pindolia&Zarowitz,2002).

Gambar 4. Mekanisme aksi imatinib mesylate. (Sumber: Mauro & Druker, 2001)

13

Imatinibadalahinhibitortirosinkinaseinhibitordarikelas2phenylaminopyrimidine.Desain
kimianyaadalah4[(4methyl1piperazinyl)methyl]N[4methyl3[[4(3pyridinyl)2pyrimidinyl]

amino]

Gambar 5.Struktur kimia imatinib mesylate. (Sumber: De Kogel & Schellens, 2007)

phenyl]benzamidemethanesulfonate.

ImatinibmerupakanBcrAblTKIpertamayangmenunjukkanaktivitasyangsignifikan
padasemuafaseCML.TargetnyaadalahmelawansemuaAbltirosinkinase,termasukBcrAbl,vAbl,
danAbelsonrelatedgene(ARG),kemudianreseptortirosinkinasesubgrupIII,yaitureseptorcKit,
reseptor PDGF,danstemcells factorreceptor(Pindolia& Zarowitz, 2002;Sherbenou& Druker,
2007).Selainitu,imatinibakanberkompetisidenganATPsebagaitempatberikatandenganreseptor
tirosinkinasesubgrupIII(Pindolia&Zarowitz,2002).
2.1Clinicalstudiespadaimatinib
2.1.1FaseI
PenelitianpenelitianfaseIpadaimatinibdimulaipadaJuni1998olehDrukeretal.
Penelitianinididesainuntukmenentukandosistoleransimaksimal,dengankeuntunganklinissebagai
endpointsekundernya.SampelpenelitiandiambildaripasienCMLfasekronikyanggagal

terapi

denganINF(Deiningeretal.,2005).
2.1.1.1.FaseKronisCML
PadafaseIdoseescalationstudyini,83pasiendenganCMLfasekronikdiikutkan
dalam penelitian dan diberikan imatinib dengan dosis antara 251000 mg per hari. Data yang
14

didapatkan menunjukkan hubungan yang sangat erat antara respon dosis dengan rerata complete
hematologicresponse(CHR)dari38%(11/29)pasienyangmendapatimatinibdibawah300mgdan
98%(53/54)pasienyangmendapatimatinibdiatas300mgataulebih.Kadarplasmaimatinibpada300
mgkohortdosisberkorelasidengankadaryangdibutuhkanuntukmencapaitargetinhibisiBcrAbldan
supresipertumbuhangarisselCML.Hubunganrespondosisinidievaluasilebihjauhmenggunakan
model Emaks. Ketika relatif respon (persentase penurunan leukosit setelah 1 bulan terapi)
dihubungkandenganeksposur(ditampilkansebagaidosisharian,areaundercurve(AUC),Cminatau
Cmaks,atauwaktukadarplasmadiatas1Myangmenyebabkanapoptosisinvitro),menunjukkan
keadaanyangdosedependent(Sawyers&Capdeville,2001,Deiningeretal.,2005).
2.1.1.2KrisisBlastikCML
Berdasarkanhasilpenelitianyangsangatmenjanjikan,fase1inidikembangkanpada
pasiendenganmyeloidataulimfoidkrisisblastikdariCMLdanpasiendenganALLPh+relapatau
refraktori(Deiningeretal.,2005).Pada58pasiendengankrisisblastikatauleukemiaPh+mendapat
terapiimatinibdengandosisantara3001000mg,responhematologijugadidapatkanpada55%pasien
dengankrisisblastikmyeloid(21/38)dan70%pasiendengankrisisblastiklimfoidatauALLPh+
(14/20)(Sawyers&Capdeville,2001).
Dalambeberapakasus,remisisitogenetikkompletjugadiamati.Sayangnya,hampir
semuapasiendenganpenyakitlimfoidrelapdalam23bulan.Relapjugaterjadipada60%pasien
dengankrisisblastikmyeloiddalam6bulan.Darifollowupyanglebihlamadidapatkandataremisi
menetappada40%pasien,namuntidaklebihdari1tahun(Sawyers&Capdeville,2001).
PadapenelitianfaseIini,imatinibsecaraumumditoleransidenganbaik,danhampir
semuakejadianefeksamping(adverseevents/AEs)nonhematologikpadaderajat1/2.Berdasarkan
toksisitasnonhematologik,maximumtolerateddose(MTD)tidaktercapai,danpeningkatandosis
dihentikanpada1000mg(Sawyers&Capdeville,2001).
2.1.2.FaseII
PenelitianfaseIIdimulaipadaakhir1999,menggunakanimatinibsebagaiagentunggal
padasemuafaseCML.UntukpasienpadakrisisblastikdanALLPh+,penelitianinimenegaskanhasil
padafaseI.PasienpasienpadafasekronikyanggagalterapidenganIFNmenunjukkanhasilyang
lebihbaikdariyangdiharapkan,denganreratacompletecytogeneticresponse(CCR)41%danmajor
cytogeneticremission(MCR)60%.Danyanglebihpentinglagiadalahterjadiprogessionfreesurvival
89,2%pada18bulan.Efikasiimatinibpadapasiendenganfaseakselerasiadalahintermediatdiantara
fasekronikdankrisisblastik(Deiningeretal.,2005).

15

HasildaripenelitianfaseIdanIIinilahyangmembuatFDAmenerimaimatinibsebagai
agenterapipadaCMLfaselanjutdansetelahgagalterapiinterferon(Deiningeretal.,2005).
2.1.3.FaseIII:InternationalRandomisedStudyofInterferonandST1571(IRIS)
BerdasarkanhasilyangdicapaipadafaseIdanII,makadilakukanpenelitianfaseIII
yang dilakukan secara multicenter dan open label (IRIS atau study 106). Penelitian ini
membandingkansecaralangsungantaraimatinibdenganIFNplusAraCdosisrendahuntukterapi
CMLyangbaruterdiagnosispadafasekronik(Novartis,2007).
Totalada1106pasienyangdirandomisasiuntukmendapatimatinib(400mg/hari)atau
kombinasidariIFN (5jutaU/m2/hari)plusAraC(20mg/m2/hariselama10harisetiapbulan).
Semuapasiendievaluasiuntukresponhematologikdansitogenetiknya,AEsdanrerataprogresinya
(Drukeretal.,2005;Novartis,2007).
Setelah19bulanfollowup,imatinibmenunjukkanefikasiyangsuperiordibandingkan
denganterapikombinasi.CCRdicapaipada76%pasienyangmendapatimatinibdibanding15%pada
IFNplusAraC(P<0,001).CHRdicapaipada95%pasienyangmendapatimatinibdibanding55%
padaIFN.MCRterdapatpada85%versus22%.Rerata18bulanprogressionfreesurvivaladalah92%
versus74%,danoverallsurvivalnyaadalah97%versus95%.Setelah60bulanfollowup,eventfree
survivalpadaimatinibadalah83%danoverallsurvival89%(Jabbouretal.,20utuy08).
2.2.Efeksampingimatinib
Imatinibsecaraumumdapatditoleransidenganbaik.Walaupunefeksampingcukup
seringterjadi,namunbiasanyaringandanjarangmenyebabkanpemutusanterapi.Efeksampinglebih
seringterdapatpadafaselanjutdariCML,refleksidaristatusperformayangburukdaripenderitanya.
Toksisitasnyadapatdibagidalam2kelompok,yaituhematologikdannonhematologik(Deininger&
Druker,2003).
2.2.1Toksisitashematologikal
Myelosupresibisamerupakanrefleksidariefekterapidanjugabisakarenatoksisitas
kepadaselselhemapoetiknormal.Neutropeniaberatdantrombositopeniabiasanyaterjadipadatahap
lanjutpenyakitnya,khususnyapadafasekrisisblastik.Halinibisaterjadikarenasedikitnyajumlah
sumsumtulangPhresidualyangmasihadauntukmenghasilkanhematopoesisnormal.Keadaanini
disebutsebagaiimatinibinducedmyelosupresi(Deininger&Druker,2003).
Manajemenimatinibinducedmyelosupresiinimembutuhkanpengamatanyanglebih
ketat.PrinsipmanajemennyaadalahharussesuaiantaraagresivitasterapiCMLdenganagresivitas
penyakitnya. Kita masih diperbolehkan untuk melanjutkan terapi imatinib pada fase lanjut CML
walaupun terjadi myelosupresi. Sedangkan pada awal fase kronik dapat dipertimbangkan
16

memberhentikan terapi imatinib jika terjadi myelosupresiinduced myelosupresi. Myeloid growth


factordapatdigunakanuntukmengobatineutropenia,namuntidakberpengaruhterhadapprognosisnya
(Deininger&Druker,2003).
2.2.2Toksisitasnonhematologikal
a.Edemadanretensicairan
Edemasuperfisial(terseringedemaperiorbital)terdapatpadasekitar50%pasienyang
mendapatterapiimatinib.Padabeberapakasusterdapatkeadaanretensicairanyanglebihberat,seperti
efusipleuradanperikardial,edemapulmonum,asites,edemaanasarka,danedemaserebral.Kejadian
efek samping yang ringan dapat diberikan diuretik, namun pada keadaan yang berat pemberian
imatinibharusdihentikan(Deininger&Druker,2003).
b.Efeksampinggastrointestinal
Nausearingan,nyeriabdomen,dandiareringanseringterjadiketikaimatinibdiberikan
dalamkeadaanperutkosong.Walaupun buktiyang adamenunjukkanbahwa tidakada perbedaan
absorbsi ketika imatinib diberikan bersama dengan makanan. Namun direkomendasikan untuk
memberikanimatinibbersamadenganmakanbesar.Nauseadannyeriabdomeninidisebabkankarena
efekiritasilokaldariimatinib(Deininger&Druker,2003).
c.Reaksikulit
Skinrashterlihatpadasepertigapasienyangmendapatterapiimatinib.Bentuknyabisa
dariringansampaiberathinggamunculsindromaStevensJohnson.Sebagianbesarrashiniringandan
bisa sembuh sendiri atau berespon terhadap antihistamin atau steroid. Reaksi kulit ini sering
merupakanalasanuntukmenghentikanterapiimatinib.Rashinibiasanyatidakmuncullagiketika
imatinibdilanjutkankembalisetelahsempatdihentikan(Deininger&Druker,2003).
Sebagai bagian dari reaksi druginduced, urtikaria sering muncul pada awal terapi
imatinibpadapasiendenganangkabasofilyangtinggi.Haliniterjadikarenapelepasanhistamindari
basofil.Dalambeberapakasusterjadiperubahanpigmentasikulitdanmenggelapnyawarnarambut.Ini
terjadikarenaefekimatinibpadamelanosityangmengekspresikancKit(Deininger&Druker,2003).
d.Atralgia,myalgia,dannyeritulang
Nyeri tulang, persendian, dan otot merupakan efek samping imatinib yang sering
terjadi,walaupuninitidakcukupberatsampaidiperlukanpenghentianterapi.Keadaaninibiasanya
beresponterhadapsuplemenkalsiumataukuinin.
Tabel2.Kriteriaresponterapipadaimatinib.
3.

RESISTENSIIMATINIBMESYLATE

(Sumber:Ramirez&DiPersio,2007) 17

KetikaimatinibefektifpadasebagianbesarpasienCML,beberapapasienpadafase
kronikdanfaselanjutmenunjukkanresistenatauintoleranterhadapimatinib(Jabbouretal.,2008).
Ada 3 kriteria respon terhadap terapi imatinib pada pasien CML, yaitu resisten/gagal, respon
suboptimal, dan optimal. Kriteria ini berdasarkan pada lamanya waktu respon yang berhubungan
denganprognosispenyakit(Kantarjianetal.,2007,Ramirez&DiPersio,2008).

Terdapat 2 macam resistensi yang terjadi terhadap imatinib, yaitu resistensi


primer/intrinsik dan sekunder/didapat. Resistensi terhadap imatinib didefinisikan oleh National
Tabel3.Definisirespon
Comprehensive Cancer Network (NCCN) dan LeukemiaNet Guidelines sebagai kegagalan untuk
mencapaicompletehematologicresponse(CHR)dalam3bulan,cytogeneticresponse(CR)dalam6
bulan,ataumajorcytogeneticresponse(MCR)dalam12bulan.Rerataresistensiimatinibberkisar4%
pertahunpadaCMLyangbaruterdiagnosis,tetapiakanmenurun11,5%padatahunke4sampai5.
Padapasienyangmencapaicompletecytogeneticresponse(CCR),rerataresistensinyaadalah1%atau
kurang pada tahun ke 3 sampai 4. Namun sebaliknya, beberapa pasien pada CML fase lanjut
menunjukkanresistensiterhadapimatinib.Perkiraanrerataresistensidalam4tahunadalah20%pada
akhir fase kronik dan 7090% pada fase akselarasi dan krisis blastik. Resistensi sekunder/didapat
adalahhilangnyaresponterapiimatinibpadapasienyangsebelumnyaberespon(Kantarjianetal.,
2007,Ramirez&DiPersio,2008).
(Sumber:Ramirez&DiPersio,2008)
Keterangan:RTPCR=reversetranscriptasepolymerasechainreaction.

18

3.1Mekanismeresistensi
3.1.1MekanismeresistensiBcrAbldependen
MekanismeBcrAbldependentdianggapsebagaipenyebabutamatimbulnyaresisten
terhadapimatinib.HaliniterjadikarenaadanyamutasipadadomainAblkinasedariproteinfusiBcr
Abl.Saatinitelahterdokumentasisebanyak90titikmutasipada57residudalamAblkinase,dan
secaraumumdibagidalam4regiodomainkinase,yaituATPbindingloop(Ploop),tempatkontak
(misalnyaT315IdanF317),tempatikatanSH2(misalnyaM351),danAloop(Ramirez&DiPersio,
2008).
Mutasi BcrAbl paling sering berhubungan dengan Ploop (3040% dari seluruh
mutasi).PasienCMLyangmengalamimutasiPloopmemilikiprognosisyangburukterhadaprespon
dankesintasan.MutasiPloopbanyakterdapatpadaCMLfaseakselerasiataukrisisblastik.Pada
pemeriksaanassaydarikinasemenunjukkanbahwamutasiPloopmemilikisensitivitasyanglebih
rendah70100kalilipatdibandingBcrAblaslinyaterhadapimatinib(Ramirez&DiPersio,2008)
MutasiyangseringterjadilainnyaadalahT315I.T315Iresistenterhadapimatinibdan
sebagian besar inhibitor BcrAbl generasi kedua. Mutasi ini juga dihubungkan dengan resistensi
imatinibsekunderyangbiasanyaterjadipadastadiumakhirdaripenyakitdanberhubungandengan
usialanjut,mendapatterapiinterferonsebelumnya,inisiasiimatinibpadafaseakselerasiataukrisis
blastik, berkembangnya evolusi klonal, skor Sokal yang tinggi pada saat terdiagnosis, dan gagal
mencapaiCCRdalam12bulan(Ramirez&DiPersio,2008).MutasiBcrAblpadaresistensiimatinib
secarakeseluruhanterjadipada4290%pasienCML(Baccaranietal.,2006).
Mekanisme lainnya dari resistensi imatinib BcrAbl dependent adalah adanya
peningkatanproduksiBcrAbl.Gorreetal.(2001)menunjukkanadanyaamplifikasiBcrAblpada3
dari9pasienCMLresistenimatinib.Hochhausetal.(2002)melaporkanadanyaoverekspresidari
mRNABcrAblpada4dari37pasienCMLresistenimatinib.Walaupunkeduastudiinimenunjukkan
buktiadanyapeningkatantranslasiproteinBcrAbl,namunmekanismeinibelumdapatdikonfirmasi
secaraklinis(Ramirez&DiPersio,2008).
Mediator lain dari resistensi imatinib adalah protein plasma 1 acid glycoprotein
(AGP). AGP akan menurunkan konsentrasi intraselular imatinib dengan cara berikatan dengan
imatinibpadakonsentrasifisiologisinvitro,sehinggamenyebabkaninhibisikinaseAbl(Ramirez&
DiPersio,2008).
3.1.2MekanismeresistensiBcrAblindependen

19

Walaupun mekanisme resistensi BcrAbl dependen bertanggung jawab utama pada


resistensisekuder/didapatpasienCML,adabeberapamekanismeindependenyangikutterlibatdalam
prosesresistensi(Ramirez&DiPersio,2008).
Salah satu mekanisme ini adalah adanya aktivasi downstream signaling molekul
molekul,yangdapatmerupakanhasildariaktivasidarijalurtanpamemperhatikaninhibisiBcrAbl
sehinggamenimbulkanresistensiimatinib.Srcfamilykinases(SFKs)adalahsalahsatucontohdari
BcrAblsignalingini.SFKsberfungsimeregulasiproliferasidankesintasansel,danjugaberpengaruh
pada perkembangan dari fase akhir dari CML, seperti pada mekanisme independen. Penelitian
penelitian preklinik menunjukkan bahwa transfeksi dari selsel myeloid leukemia dengan kinase
defectiveHck(sebuahSFK)mencegahperubahanaktivitasdariBcrAbl,danfosforilasiregionSH2
SH3dariBcrAblolehSFKdibutuhkanuntukaktivitasonkogenik(Ramirez&DiPersio,2008).
Penelitianpenelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa sel CML yang mengalami
resistensiimatinibtidakberhubungandenganBcrAblyangoverexpressLyndanHck.Lebihjauhlagi,
koinhibisidariSFKsdanBcrAblakanmerangsangresponapoptotikyangberlebihan.Sehinggaada
rasionalitasyangkuatuntukmenggunakaninhibitorgandadariSFKsdanBcrAbldalamterapipasien
denganCMLresistenimatinib(Ramirez&DiPersio,2008).
Kunci dalam terapi CML adalah monitoring pasien untuk mengevaluasi pencapaian
suatu responterapi. Parameter dan faktor prognostik independen untuk kesintasan jangka panjang
pasienCMLadalahCCRdanMMR.Dalambeberapapenelitiandenganimatinibmenunjukkanbahwa
lamanyaoverallsurvivaldanprogressionfreesurvivallebihpanjangpadapasienyangmencapaiCR
pada3atau6bulan.Dilainpihak,padapasienpasienyangtidakdapatmencapaitujuanterapiawalini
akanmenghadapirisikoyanglebihtinggidalamprogresipenyakitdankesempatanyanglebihsedikit
untukmencapaiCCRatauMMRkemudian(Ramirez&DiPersio,2008).
PanduandariNCCNmenggariskanbahwapadapasienCMLyangberesponterhadap
terapiimatinib,tessitogenetikharusdilakukansetelah6dan12bulanterapi.JikaCCRtidaktercapai
dalam12bulan,evaluasisitogenetikselanjutnyaharusdilakukanpadabulanke18.Strategiterapi
alternatifharusdipikirkanpadapasienyangtidakmencapaiCHRpadabulanke3,danCCRpada
bulan ke6,12,dan18.Pada pasienyangberespon terhadap terapi, khususnyaCCR,pengukuran
berkelanjutankadartranskripBcrAbldaridarahtepidenganmenggunakanpolymerasechainreaction
(PCR)kuatitatifdirekomendasikansetiap3bulan(Ramirez&DiPersio,2008).
PenapisanmutasidomainAblkinaseperludilakukanpadapasienCMLfasekronik
yang mengalami respon awal inadekuat terhadap terapi imatinib, dan pada pasien yang

20

mengindikasikanadanyakehilanganrespon.Penapisaninidapatdilakukansetiap3bulantergantung
responterapi(Ramirez&DiPersio,2008).
4.

PILIHANTEPARIPADAPASIENDENGANRESISTENSIIMATINIB

4.1Imatinibdosistinggi
Pendekatan terapi ini secara rasional dapat dilakukan pada pasien CML dengan
resistensi imatinib. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa beberapa mutasi BcrAbl memiliki
sensitivitasyangrendahterhadapimatinib,namunbukanresistensikomplet.Amplifikasidanover
ekspresiBcrAbljugadapatmenimbulkanresistensi.Dalamkasusresistensisepertiini,dihipotesiskan
bahwadosisimatinibyanglebihbesardapatefektifdigunakan(Ramirez&DiPersio,2008).
Kantarjianetal.(2003)melakukankasusserialpada34pasienCMLfasekronikdengan
resistensisitogenetikataurelapketikamendapatimatinib400mg.Setelahdiberikan600atau800
mg/haridapatmemberikanCRpada19dari34pasienini.
4.2Transplantasihematopoeieticstemcell
Allogeneicstemcelltransplantation(SCT)merupakanprosedurbakuyangmenawarkan
kemampuankuratifdandapatdipertimbangkansebagaipilihanterapilinikedua.Reratakesintasan5
tahunSCTdapatmencapai>70%jikadilakukanpadapasienyangberusia<50tahun,danmendapat
transplan<1tahunsetelahdidiagnosis.Namunaplikasidariprosedurinidibatasiolehketersediaan
donoryangcocokdantoksisitasnyapadapasienusialanjutsertaluarannyasemakinmemburuksesuai
dengandurasipenyakitnya(Ramirez&DiPersio,2008).
PanduanNCCNmenegaskanbahwaSCTmerupakanpilihanterapiuntukpasienyang
mendapatimatinibnamuntidakdapatmencapaiCHRdalam3bulanterapiatauCCRdalam12bulan,
atauyangmengalamifaseakselerasiataukrisisblastik(Ramirez&DiPersio,2008).
4.3Dasatinib
Dasatinib (Sprycel) adalah inhibitor BcrAbl/Src kinase ganda yang poten dan
merupakanTKIpertamayangditerimadiAmerikaSerikatdanEropasebagaiterapipasienresisten
imatinibdanintoleranimatinibdarisemuafaseCMLdanPh+acutelymphoblasticleukemia(Ph+
ALL).WalaupuntargetnyaadalahBcrAbl,dasatinibsecarastrukturaltidakmiripdenganimatinibdan
berikatandenganbermacamkonformasidaridomainAblkinase(Kantarjianetal.,2007;Ramirez&
DiPersio,2008).
Secarainvitrodasatinibmenunjukkanaktivitas325lipatlebihkuatdalammelawan
BcrAbl nativ dibandingkan dengan imatinib, dan menunjukkan efikasi yang lebih baik melawan
21

semua mutasi BcrAbl resisten imatinib dengan perkecualian pada T315I. Dasatinib juga aktif
melawanSFKs,cKit,PDGFR,danreseptorephrinA(Ramirez&DiPersio,2008).
PenelitianfaseIdaridasatinib(Talpaz,etal.,2006)menunjukkanbuktibahwaimatinib
efektifpadapasienyangintoleranatauresistensiterhadapimatinibdengandurasiresponyangbaikdan
memilikiprofilkeselamatanyangbaikjuga.
EvaluasiklinisdaripenggunaandasatiniblebihjauhdilakukandalamprogramSrc/Abl
TyrosinekinaseinhibitionActivity:ResearchTrialsofdasatinib(START)yangterdiridari5bagian,
yaituSTARTA,B,C,danL,sertaSTARTR.EmpatSTARTyangpertamamerupakanpenelitian
besar, multisenter, singlearm, open label pada pasien CML resisten atau intoleran imatinib fase
kronik,faseakselerasi,krisisblastik,danALLPh+.DanSTARTRmerupakanpenelitianrandomisasi
yangmengevaluasipemberiandasatinib70mg2kaliseharidanimatinibdosistinggipadapasien
pasienyangsebelumnyatercatatsebagairesistenterhadapimatinib(Kantarjianetal.,2007;Ramirez&
DiPersio,2008).
SecaraumumprogramSTARTmenunjukkanresponhematologikdanCRyanglama
pada pasienpasien yang gagal terhadap terapi imatinib dengan alasan adanya resistensi atau
intoleransi.STARTCmengevaluasi288pasienresistenimatinibdan99pasienintoleranimatinibpada
CMLfasekronik.ResponyangdicapaitidakberkaitandenganadanyadanlokasimutasiBcrAbl.Hal
terpentingyangterlihatadalahaktivitasdasatinibtakterbatashanyapadasubgrupnya,termasukjuga
pada pasien dengan mutasi Ploop. Rerata 15 bulan progressionfree survivalnya adalah 88%
(Ramirez&DiPersio,2008).
ProgramSTARTjugamenunjukkanbahwadasatinibmemilikiprofilkeamananyang
baik.Neutropeniadantrombositopeniamemangseringterjadinamunbiasanyareversibeldandapat
ditangani secara efektif dengan interupsi atau reduksi dosisnya. Tosisitas non hematologik yang
terjadiadalahgejalagejalagastrointestinalyangringansampaisedang(misalnyanauseadanvomitus)
danretensicairan.Kejadianefeksampingnonhematologikderajat3dan4terjadipada5%pasien.
Efusipleurahanyaseringterjadipadapasiendenganfaselanjutdibandingfasekronik(17%versus
0%),dandapatditanganidenganpengurangandosis,danjikaperludapatdiberikandiuretikdan/atau
steroid. Yang lebih penting lagi adalah tidak ada intoleransi silang antara dasatinib dan imatinib
(Ramirez&DiPersio,2008).
PenelitianbesarlainnyayangmengevaluasidasatinibpadapasienCMLfasekronik
adalah penelitian 034. Penelitian ini membandingkan pemberian dasatinib 100 mg/hari, 50 mg 2
kali/hari,140mg/hari,dan70mg2kali/hari.Hasilnyaadalahsemuarejimendasatinibdengandosis
sepertidiatasmenunjukkanefikasiyangsama.Rejimen100mg/hariberhubungandenganrendahnya
22

kejadianefusipleurayangsignifikan(7%versus16%)dansitopeniaderajat3atau4(33%versus
42%) jika dibandingkan dengan rejimen 70 mg 2 kali/hari. Hasil penelitian ini menyebabkan
perubahanrekomendasidosisharianuntukpasienCMLfasekronikdar70mg2kali/harimenjadi100
mgsekalisehari(Ramirez&DiPersio,2008).
Dari hasilhasil penelitian di atas mengindikasikan bahwa pada pasienpasien yang
resisten atau intoleran terhadap imatinib, penggunaan TKI generasi kedua seperti dasatinib dapat
dipertimbangkansebagaipilihanterapiketikaSCTtidakdapatdilakukan(Ramirez&DiPersio,2008)
4.4Nilotinib
Nilotinib(Tasigna)merupakanmultitargetTKIsebagaiterapilinikeduapadaCML
yang memiliki pola yang berbeda dari selektivitas kinase, farmakokinetik, sel serapan dan sifat
penghabisan,sehinggapasiendapatmeresponkegagalan.Nilotinibdisetujuiuntukpengobatanpasien
dengan fase kronik (CP) dan fase dipercepat (AP) pada CML dengan resistensi atau intoleransi
imatinib(Giles,etal.,2010).
HaliniditerapkanpadapasiendewasadenganPh+CMLdiCPatauAPyangmemiliki
resistensiimatinibatauintoleransidanjugagagaluntukterapidasatinib.Pasiendiberidosisawal400
mgdandiminum2kaliseharidalamperutkosong.UntukpasienCMLCP,titikakhirprimeradalah
responsitogenetikautama(MCyR),didefinisikansebagai(CCyR,0%Ph+selmetaphase)danparsial
(PCyR, <Ph35%+sel). Untuk pasien dengan CMLAP, titik akhir primer, dikonfirmasikan dengan
responresponhematologilengkap(CHR,jumlahdarahnormaltanpaspleenomegali)atautidakada
buktileukemia(NEL)ataukembalikefasekronik(RTC)(Giles,etal.,2010).

23

E.

METODOLOGIPENELITIAN

1.

DesainPenelitian

Penelitianinimerupakanpenelitiandeskriptif
2.

WaktudanTempatPenelitian

Penelitian dilaksanakan di poliklinik rawat jalan dan rawat inap di RSHAM dengan persetujuan
KomisiEtikPenelitianFKUSU,dilaksanakanmulaibulanOktober2013April2014,atauhingga
subjekpenelitianinitecukupi
Gambar6.AlgoritmepilihanterapipadapasienCMLresistenimatinib.(Sumber:Mauro,2006)
3.

PopulasidanSampel

Populasitargetadalahseluruhpasienchronicmyeloidleukemia.Sampeladalahsemuapopulasi
penderitachronicmyeloidleukemiadipoliklinikrawatjalandanrawatinapdiRSHAM
4.

KriteriaInklusidanEkslusi

5.

1.Kriteriainklusi

1.

Subjekdenganusiadiatas17tahunbaikpriamaupunwanita

2.

SubjekmerupakanpasienchronicmyeloidleukemiatelahdiBMPdenganBcrAbl+
24

3.

Subjekmenerimainformasisertamemberikanpersetujuanikutsertadalampenelitiansecara
sukareladantertulis(informedconcent).

5.2.KriteriaEksklusi
1.

Subjekusiadibawah17tahun

2.

Tidakbersediaikutdalampenelitian.

5.

CaraKerjadanAlurPenelitian

Terhadapsejumlahsubjekdilakukanpenjelasandandimintamemberikanpersetujuantertulis
(informedconsent)untukmengikutipenelitian.Kemudiandilakukananamnesedanpemeriksaan
sebagaiberikut:
A.

Dilakukananamnesisuntukmendapatkandata:umur,jeniskelamin,dandatapribadilainnya,
riwayatlamanyamenderitachronicmyeloidleukemiasertapemeriksaanlaboratoriumsebelumnya

B.

Padapasiendilakukanpeengambilansampeldarah

C.

Dilakukanpemberianimatinib.

D.

Setelahpemberianimatinibdiperiksakembalidarahrutindanmorfologidarahtepi

6.

DefinisiOperasional
1.Usia

:berdasarkanyangterterarekammedisdengansatuantahun

2.JenisKelamin

:berdasarkanyangterterapadarekammedisdenganhasilpriaatau

wanita
3.SubjekPenelitian:pasienchronicmyeloidleukemiadipoliklinikrawatjalandanrawatinap
di
RSHAMMedan
4.Chronicmyeloidleukemiaadalahpenyakitselinduk(stemcells)hematopoietikyang
ditandaioleh adanyaleukositosisyangdisertaiimaturitasserigranilosit,basofilia,anemia,
trombositosisdan

splenomegali.

25

7.

Kerangkaoperasional

CHRONICMYELOIDLEUKEMIA

Inklusi :

Eksklusi :

Pasien Usia > 17 tahun

Pasien Usia > 17 tahun

Menyetujui inform consent

Tidak menyetujui inform consent

- Pemberian Imatinib

Pemeriksaan darah lengkap


Morfologi darah tepi

Respon hematologik

Tidak respon

26

DAFTARKEPUSTAKAAN

Baccarani,M.,Saglio,G.,Goldman,J.,Hochhaus,A.,Simonsson,B.,etal.2006.Evolvingconcepts
in the management of chronic myeloid leukemia: recommendations from an expert
panelon
behalfoftheEuropeanLeukemiaNet.Blood,108(6):18091820.
Bakta.IM.2007.LeukemiadanPenyakitMieloproliferatifdalamHematologiKlinikRingkas.EGC.
Hal.13744.
CieslaB.2007.ChronicMyeloproliferativeDisorders.In:HematologyinPractice.FADavis
Company.P.18991.
Deininger, M.W.N. & Druker B.J. 2003. Spesific Targeted Therapy of Chronic Myelogenous
Leukemia
withImatinib.PharmacolRev,55:401423.
Deininger,M.,Buchdunger,E.,Druker,B.J.2005.TheDevelopmentofImatinibasaTherapeutic
AgentforChronicMyeloidLeukemia.Blood,105(7):26402653.
Druker,B.J.,Guihot,F.,OBrien,S.G.,Gathman,I.,Kantarjian,H.,etal.,andIRISinvestigators.
2006. FiveYear Followup of Patients Receiving Imatinib for Chronic Myeloid
Leukemia.N
EnglJMed,355:24082417.
Giles,FrancisJ.,ElisabettaAbruzzese,etal.2010.Nilotinibisactiveinchronicandaccelerated
phasechronicmyeloidleukemiafollowingfailureofimatinibanddasatinibtherapy.
NationalInstituteofHealthPublicAccess.Volume24:12991301.
Faderl,S.,Talpaz,M.,Estrov,Z.,Kantarjian,H.1999a.ChronicMyelogenousLeukemia:Biologyand
Therapy.AnnInternMed,131:207219.
Forrest,D.L.,Jiang,X.,Eaves,C.J.,Smith,C.L.2008.Anapproachtothemanagementofchronic
myeloidleukemiainBritishColumbia.CurrentOncology,15(2):9097.
Frazer,R.,Irvine,A.E.,McMullin,M.F.2007.ChronicMyeloidLeukaemiainThe21stCentury.
UlsterMedJ,76(1):817.
HoffbrandAV,MossPAH,PetitJE.2006.ChronicMyeloidLeaukemia.In:EssentialHaematology.
FifthEdition.BlackwellPublishing.p.1749.
Jabbour,E.,Cortes,J.E.,Giles,F.J.,OBrien,S.,KantarijanH.M.2007.CurrentandEmerging
TreatmentOptioninChronicMyeloidLeukemia.AmericanCancerSociety,109(11):

21712181.
Jabbour,E.,Cortes,J.E.,Ghanem,H.,OBrien,S.,Kantarjian,H.M.2008.TargetedTherapyin
ChronicMyeloidLeukemia.ExpertRevAnticancerTher,8(1):99110.
Kantarjian,H.M,Talpaz,M,OBrien,S.2003.DoseEscalationofImatinibMesylateCanOvercome
ResistancetoStandardDoseTherapyinPatientswithChronicMyelogenousLeukemia.
Blood,
101:473475.
Kantarjian,H.M.,Giles,F.,Cardama,A.Q.,Cortes,J.2007.ImportantTherapeuiticTargetsinChronic
MyelogenousLeukemia.ClinCancerRes,13(4):10891097.
KohsukeY.1998SuppressionofCellProliferationandEkspressionofBCRABLFusionGeneand
ApoptoticCellDeathinaNewHumanMyelogenousLeukemiaCellLine,KT1,by
interferon.Bloodjournal.hematology;vol91;2:6418.
MasonicCancercenter.2013.ChronicMyelogenousLeukemiaTreatment.Availableat:www.
cancer.umn.edu.
Mayoclinicstaff.2013.ChronicMyelogenousLeukemia.Availableatwww.mayoclinic.com.
Novartis.2007.CMLClinicalMonograph.http://www.glivec.com.
Pindolia,V.K.&Zarowitz,B.J.2002.ImatinibMesylate,theFirstMolecularlyTargetedGene
Suppressor.Pharmacotherapy,22(10):12491265.
Ramirez,P.&DiPersio,J.F.2008.TherapyOptionsinImatinibFailures.TheOncologist,13:424434.
27

ReichardKK,LarsonRS,RabinowitzI.2009.ChronicMyeloidLeukemia.In:WintrobeClinical
Hematology.12thEdition.LippincottWilliams&Wilkins.p.773968.
Sawyers,C.L.&Capdeville,R.2001.ClinicalDevelopmentofSTI571inChronicMyelogenous
Leukemia.AmSocHem,8798.
Sherbenou,D.W.&Druker,B.J.2007.ApplingtheDiscoveryofthePhiladelphiaChromosome.The
JournalofClinInvest,117(8):20672074.
Talpaz,M.,Shah,N.P.,Kantarjian,H.M.,Donato,N.,Nicoll,J.,etal.2006.DasatinibinImatinib
ResistantPhiladelphiaChromosomePositiveLeukemias.NEnglJMed,354:25312541.
VardimanJW.2009.ChronicMyelogenousLeukemia,BCRABL1+.AmericanJournalofClinical
Pathology;132:25060.
WetzlerM,ByrdJC,BloomfieldCD.2009.AcuteandChronicMyeloidLeukemia.In:Harrisons
hematologyandOncology.McGrawHill.P.1757.

28

Anda mungkin juga menyukai