Makalah Pengadaan Tanah
Makalah Pengadaan Tanah
Yusuf Susilo1
A. PENDAHULUAN
Pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, pembangkit tenaga listrik,
pelabuhan sangat penting perannya dalam menunjang perekonomian bangsa.
Ketersediaan infrastruktur mampu memberikan dampak berganda (multiplier
effect) bagi perekonomian nasional. Kendala untuk pembangunan infrastruktur
adalah masalah pengadaan tanah.
Masalah pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
antara lain disebabkan :
1. Kurang adanya pendekatan yang baik dari pelaksana dengan masyarakat
berakibat dukungan terhadap pengadaan tanah untuk kepentingan umum tidak
optimal.
2. Pelaksanaan musyawarah dengan menggunakan dasar penilaian harga dari
appraisal dimulai dengan harga yang rendah, berakibat berlarut-larutnya
pelaksanaan pengadaan tanah.
merealisasikan
harapan
masyarakat
tersebut,
maka
dilakukan
2. Musyawarah
Penetapan ganti rugi melalui mekanisme musyawarah, sesuai Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Jo. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 dan
Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2007. Tujuan musyawarah adalah
untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan para pihak berlaku sebagai UU bagi
yang membuatnya (Ps 1320 Jo. Ps 1338 KUH Perdata).
Dasar perhitungan ganti rugi yang dipergunakan dalam musyawarah adalah hasil
Penilaian Lembaga / Tim Penilai Harga Tanah. Penentuan besarnya ganti rugi
adalah kesepakatan pihak pemilik tanah dengan Instansi Pemerintah yang
memerlukan tanah. Hasil kesepakatan pemilik tanah dengan Instansi Pemerintah
yang memerlukan tanah tersebut, oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T)
Kabupaten/Kota sesuai tugasnya dituangkan secara administratif dalam Berita
Acara hasil pelaksanaan musyawarah. Selanjutnya ditetapkan bentuk dan/atau
besarnya ganti rugi, yang oleh Instansi yang memerlukan tanah dipergunakan
sebagai dasar pembayaran ganti rugi kepada pemilik.
Ganti Rugi adalah Penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non
fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan,
tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat
memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial
ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.2
Oleh karena itu hasil penilai appraisal adalah merupakan hak masyarakat yang
terkena pengadaan tanah yang harus diberikan secara optimal, sebagai
pengejawantahan dan penghormatan terhadap hak-hak dasar masyarakat
berdasarkan prinsip keadilan yang merupakan esensi dari fungsi sosial hak atas
tanah yaitu adanya kesimbangan antara kepentingan perorangan dan kepentingan
masyarakat.3 Sebagaimana prinsip keadilan sosial sesuai falsafah Pancasila, semua
warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama dan kewajiban yang sama
dihadapan hukum.4 Atau dengan kata lain satu sisi terdapat penghormatan
terhadap hak-hak atas tanah, namun pada sisi lain pemegang hak atas tanah juga
mempunyai kewajiban moral untuk menghormati hak-hak masyarakat lainnya dan
ikut memberikan kontribusi bagi kepentingan bersama.5
Pelaksanaan musyawarah ini merupakan faktor yang sangat menentukan
kelancaran pengadaan tanah. Oleh karena itu diperlukan kemampuan, kreatifitas
maupun ketelatenan para pelaksana pengadaan tanah.
2
Lihat pasal 1 angka 11 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum.
3
Lihat pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 1960.
4
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arif Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum , Alumni, Bdg, 2000, Hlm 52-53.
5
Eric R. Claeys, Takings Regulation and Natural Property Rights, 88 Cornell L. Rev1549, 2003, Hlm 2-5.
Disamping itu penitipan ganti rugi antara lain juga dilakukan terhadap yang
memperoleh ganti rugi tidak diketahui keberadaannya, sedang menjadi obyek
perkara di Pengadilan, masih dipersengketakan kepemilikannya.7
4. Mencegah spekulasi
Salah satu prinsip pengadaan tanah adalah mencegah adanya spekulasi.
Tindakan spekulasi sangat merugikan baik bagi Pemilik maupun Instansi
Pemerintah yang memerlukan tanah. Perbuatan spekulasi yang memandang tanah
lebih pada nilai ekonomisnya saja bertentangan dengan konsep hubungan antara
manusia dengan tanah yang di rumuskan dalam pasal 1 ayat (2) UU Nomor 5
Tahun 1960, bahwa tanah di seluruh wilayah RI sebagai karunia Tuhan YME
kepada seluruh bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Dengan
demikian selain memiliki nilai fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian.8
Oleh karena itu peraturan pengadaan tanah mengatur pihak ketiga yang
bermaksud untuk memperoleh tanah di lokasi yang di tetapkan sebagai lokasi
pembangunan untuk kepentingan umum, wajib memperoleh izin tertulis dari
Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta, kecuali perolehan
tanahnya karena pewarisan, putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap atau karena perintah UU.9
Selanjutnya dalam rangka melindungi kepentingan para pemilik, seorang
penerima kuasa hanya dapat menerima kuasa dari 1 (satu) pemilik dalam rangka
musyawarah ganti rugi.10
7
11
Helmi Hussain, Akta Pengambilan Tanah 1960, suatu huraian dan kritikan, Universiti Kebangsaan Malaysia,
1999.
10
Pengadaan tanah merupakan tugas kolektif, yang terdiri dari komponenkomponen yang terkait satu dengan yang lain sesuai kompetensinya, sehingga
fungsi koordinasi menjadi dominan dalam mengintegrasikan berbagai peran
pelaksanaan pengadaan tanah untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan tugas
tersebut.
D. PENUTUP
Keberhasilan pelaksanaan pengadaan tanah terutama ditentukan koordinasi
yang baik para pelaksana, dukungan/ peran serta masyarakat, serta pelaksanaan
musyawarah yang berkualitas dan efektif.
Terhadap
permasalahan
yang
dihadapi
diselesaikan
dengan
semangat
11
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
12
Eric R. Claeys, Takings, Regulations and Natural Property Right, 88 Cornell L. Rev
1549, 2003, Hlm. 2-5.
Helmi Hussain, Akta Pengambilan Tanah 1960, Suatu Huraian dan Kritikan,
Universiti Kebangsaan Malaysia, 1999.
Maria SW. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi,
Penerbit Kompas, Jakarta, 2005, Hlm.41-42.
Mochtar Kusumaatmadja, B. Arif Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum. Bandung:
Alumni, 2000.
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita, 1989.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 Amandemen IV
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang 2005 2025
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Presiden No.
36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum
Peraturan KBPN RI No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006