Anda di halaman 1dari 18

NDAHULUAN

A. Latar Belakang
Yang melatarbelakangi saya untuk melakukan percobaan ini adalah menyelidiki
penyebab pada sel tumbuhan, keluarnya air dari sitoplasma ke luar sel menyebabkan
volume sitoplasma mengecil. Akibatnya, membrane plasma terlepas dari dinding sel.
Peristiwa lepasnya membrane plasma dari dinding sel disebut plasmolisis.
Di samping itu, praktikum ini juga dapat diketahui perbandingan prosentase glukosa
yang berpengaruh pada lisisnya membran plasma.
B.

Tujuan

1.

Untuk mengamati mekanisme plasmolisis.

2.
C.

Untuk mengetahui pengaruh glukosa pada Rhoe discolor.


Rumusan Masalah

1.

Bagaimana mekanisme plasmolisis ?

2.
Bagaimana pengaruh glukosa pada Rhoe discolor ?
Tinjauan Pustaka
Plasmolisis adalah peristiwa lepasnya membrane plasma dari dinding sel.
Istamar Syamsuri, dkk, Biologi SMA kelas XI, Malang, 2004, hlm:26
Metodologi Penelitian
Alat dan Bahan :
1. Silet / cutter
2. Gelas benda
3. Gelas penutup
4. Mikroskop
5. Air
6. Gula
7. Daun Rhoe discolor
Cara Kerja :
1.
Menyayat permukaan bawah daun Rhoe discolor, kemudian meletakkan sayatan
tersebut pada gelas benda, tetesi dengan air, kemudian tutup dengan gelas penutup.
Mengamati dengan mikroskop kemudian gambar.

2.
Menyayat permukaan bawah daun Rhoe discolor, kemudian meletakkan sayatan
tersebut pada gelas benda, tetesi dengan larutan gula 20%, setelah 5 menit, tutup
dengan gelas penutup, kemudian mengmati dengan mikroskop dan gambar.
3.
Menyayat permukaan bawah daun Rhoe discolor, kemudian meletakkan sayatan
tersebut pada gelas benda, tetesi dengan larutan gula 40%, setelah 5 menit, tutup
dengan gelas penutup, kemudian mengmati dengan mikroskop dan gambar.
Hasil dan pembahasan
1. Hasil
Glukosa 0 %

Glukosa 20 %

Glukosa 40 %

2. Pembahasan
Berikut ini adalah pembahasan praktikum saya saat materi plasmolisis. Saya
menggunakan Rhoe discolor karena kemudahan saat mengambil selnya. Bagian yang
saya ambil untuk diamati yakni pada selaput tipis yang ada pada bagian bawah daun
tersebut.
Jika sel tumbuhan diletakkan di larutan glukosa terkonsentrasi (hipertonik), sel
tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan
lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih
banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis: tekanan terus berkurang sampai di
suatu titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya
jarak antara dinding sel dan membran. Akhirnya cytorrhysis runtuhnya seluruh
dinding sel dapat terjadi. Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk
mencegah kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan,
tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik. Proses
sama pada sel hewan disebut krenasi. Cairan di dalam sel hewan keluar karena
peristiwadifusi.
Plasmolisis hanya terjadi pada kondisi ekstrem, dan jarang terjadi di alam. Biasanya
terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada larutan bersalinitas
tinggi atau larutan gula untuk menyebabkan ekosmosis, seringkali menggunakan
tanaman Elodea atau sel epidermal glukosa yang memiliki pigmen warna sehingga
proses dapat diamati dengan jelas.
Semakin tinggi tingkat konsentrasi glukosa dan semakin lama waktu untuk
mendiamkan maka semakin banyak pula membran plasma yang lisis.
Berikut tampilan Rhoe discolor dengan 0 %, 20 %, 40 % glukosa dan stomata yang
juga terlihat pada mikroskop :
Konsentrasi 0 %
Konsentrasi 20 %
Konsentrasi 40 %

Tampilan stomata

Kesimpulan
1. Larutan yang hipertonis menyebabkan peristiwa plasmolisis dan jika
diencerkan kembali (hipotonis) akan menyebabkan peristiwa deplasmolisis.
2. Semakin tinggi tingkat konsentrasi glukosa dan semakin lama waktu untuk
mendiamkan maka semakin banyak pula membran plasma yang lisis.
3. Sel tumbuhan dimasukkan ke dalam larutan hipertonis, protoplasmanya akan
menyusut dan lepas dari dinding selnya. Proses ini disebut plasmolisis. Plasmolisis
dapat menyebabkan tumbuhan menjadi layu.
Daftar Pustaka
Samsuri, Istamar dkk. 2004. Biologi SMA kelas XI. Erlangga : Malang
Wikipedia.com.

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI


DASAR II
DIFUSI OSMOSIS DAN PLASMOLISIS

Disusun Oleh:
Siti Nurhasanah (09312241019)
Ryani Andryani (09312241020)
Andi Wibowo (09312241021)
Duria Fikasari (09312241022)
Mim Avira Inayatun Z (09312241024)

PRODI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010

PLASMOLISIS

A. TUJUAN
1. Menemukan fakta tentang gejala plasmolisis
2. Menunjukkan faktor penyebab plasmolisis
3. Mendiskripsikan peristiwa plasmolisis
4. Menunjukkan hubungan antara plasmolisis dengan status potensial osmotic anatara
cairan selnya dengan larutan di lingkungannya

B. LATAR BELAKANG
Ketika kita meletakkan wortel segar ke dalam larutan gula, maka dalam beberapa saat
wortel tersebut akan menyusut dan layu. Hal serupa terjadi jika kita meletakkan wortel
tersebut ke dalam larutan garam. Secara gamblang kita akan menyimpulkan bahwa
menyusutnya atau layunya wortel ini wortel diletakkan pada larutan yang mempunyai
konsentrasi yang lebih tinggi disbanding dengan konsentrasi larutan dalam wortel.
Hal di atas merupakan gambaran makro dari suatu peristiwa biologi. Jika sel
tumbuhan diletakkan di larutan garam yang hipertonik, sel tumbuhan akan kehilangan air
dan juga tekanan turgor, sehingga menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan

sel dalam kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan
terjadinya plasmolisis.
Plasmolisis merupakan peristiwa langka yang jarang terjadi secara alami. Dengan
kegiatan praktikum kali ini diharapkan dapat mengetahui peristiwa dan faktor penyebab
dari peristiwa plasmolisis, serta mengaitkannya dengan status potensial osmotik.

C. DASAR TEORI
Apabila suatu sel diletakkan dalam larutan yang hipertonis terhadap sitoplasma
maka air dalam sel akan berdifusi keluar sehingga sitoplasma mengerut dan membran
sel terlepas dari dinding sel. Peristiwa inilah yang disebut plasmolisis.
Plasmolisis merupakan suatu fenomena pada sel berdinding dimana sitoplasma
mengkerut dan membran plasma tertarik menjauhi dinding sel ketika sel melepaskan
air ke lingkungan hipertonik (Cambell, 2003:620). Peristiwa ini terjadi bila jaringan
ditempatkan pada larutan yang hipertonik atau memiliki potensial osmotic yang lebih
tinggi. Dalam keadaan tersebut, air sel akan terdorong untuk berdifusi keluar sel
menembus membran (osmosis). Dalam keadaan tertentu, sel masih mampu kembali
ke keadaan semula bila jaringan dikembalikan ke air murni. Peristiwa ini dikenl
sebagai gejala deplasmolisis (Suyitno, 2010:21).
Jika sel tumbuhan diletakkan di larutan garam yang hipertonik, sel tumbuhan akan
kehilangan air dan juga tekanan turgor, sehingga menyebabakan sel tumbuhan lemah.
Tumbuhan dengan sel dalam kondisi ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan
menyebabkan terjadinya plasmolisis. Tekanan terus berkurang sampai di suatu titik
dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, sehingga menyebabkan jarak
antara dinding sel dan membran. Akhirnya terjadi cytorrhysis, yaitu runtuhnya seluruh
dinding sel. Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan
air secara berlebihan, tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan
yang hipotonik (http://nurmaatus.blogdetik.com/2009/plasmolisis).
Peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis seperti yang terjadi pada sel tumbuhan
juga terjadi pada sel hewan, walaupun ada sedikit perbedaan. Sel darah merah yang
berada di luar cairannya dapat mempertahankan bentuknya apabila dimasukkan dalam
cairan yang isotonis dengan sitoplasmanya. Sel darah merah akan mengkerut apabila
berada di dalam cairan yang hipertonis. Pengkerutan sel ini dinamakan krenasi
(Mochamad Nasir, 1993:41). Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak

normal di sekitar pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik karena
kehilangan air melalui osmosis (Burnie, 2000:20). Bila sel darah merah berada di
dalam larutan hipotonis, maka sel akan pecah dan hemoglobin yang berwarna merah
akan keluar. Keadaan ini menjadi dasar untuk menghitung kadar hemoglobin dalam
darah (Nasir, 1993:41).
Prinsip yang digunakan dalam peristiwa plasmolisis adalah karena terjadinya
peristiwa osmosis sebagai akibat adanya [erbedaan konsentrasi zat terlari dalam air
medium disbanding zat terlarut yang ada di dalam protoplasma sel ataundapat
diartikan sebagai dampak perbadaan potensial air antara dua tempat air yang dibatasi
oleh membran sel tersebut.
Kondisi sel yang terplasmolisis tersebut dapat dikembalikan ke kondisi semula.
Pengembalian dari kondisi terplasmolisis ke kondisi semula ini dikenal dengan istilah
deplasmolisis. Prinsip kerja dari deplasmolisis ini hamper sama dengan plasmolisis.
Tapi konsentrasi medium dibuat hipotonis sehingga yang terjadi adalah cairan
memenuhi ruang antar dinding sel dengan membran sel bergerak keluar, sedangkan
air yang berada di luar bergerak masuk ke dalam dan dapat menembus membran sel
karena membran sel mengizinkan molekul-molekul air untuk masuk ke dalam.
Masuknya molekul ari ke dalam tersebut mengakibatkan ruang sitoplasma terisi
kembali dengan cairan sehingga membran sel kembali dengan cairan sehingga akibat
timbulnya tekanan turgor akibat gaya kohesi dan adhesi air yang masuk. Akhir dari
peristiwa ini adalah sel kembali ke keadaan semula (Ferdinand an Ariwibowo,
2002:11).
Plasmolisis hanya terjadi pada kondisi ekstrem dan jarang terjadi di alam.
Biasanya terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada larutan
bersalinitas atau larutan tinggi atau larutan gula untuk menyebabkan ekosmosis,
seringkalui menggunakan tanaman Elodea atau sel epidermal bawang yhang memiliki
pigmen warna sehingga proses dapat diamati dengan jelas
(http://id.wikipedia.org/wiki/plasmolisis).
Jika deficit tekanan difusi di dalam suatu sel lebih rendah daripada deficit tekanan
difusi larutan yang ada di sekitar sel, maka air akan meninggalkan sel sampai deficit
tekanan difusi di dalam dan di luar sama (anggap bahwa larutan di luar sel tidak
terbatas). Protoplasma yang kehilangan air itu menyusut volumenya dan akhirnya
dapat terlepas dari dinding sel. Peristiwa ini disebut plasmolisis. Sel yang mengalami
plasmolisis biasanya dapat disehatkan lagi dengan memasukkanya di dalam air murni.
Sel di dalam keadaan plasmolisis mempunyai deficit tekanan difusi dan tekanan

osmotic yang tinggi, sebaliknya tekanan turgor menjadi negative (Dwidjoseputro,


1962:77).
Metode plasmolisis dapat digunakan sebagai salah satu metode penaksiran nilai
potensial osmotic jaringan. Sebagai penaksiran terdekat, potensial osmotic jaringan
ditaksir equivalen dengan potensial osmotic suatu larutan yang telah menimbulkan
plasmolisis sebesar 50%, yang disebut incipient plasmolysis (Suyitno, 2010:21).
Berikut ini adalah table nilai potensial osmotic (PO) beberapa molaritas larutan
sukrosa pada suhu 20C menurut A. Usprung dan G Blum

Molaritas

PO (atm)

0,01

-0,30

0,02

-0,50

0,03

-0,80

0,04

-1,10

0,05

-1,30

0,06

-1,60

0,07

-1,90

0,08

-2,10

0,09

-2,40

0,10

-2,60

0,11

-2,90

0,12

-3,20

0,13

-3,40

0,14

-3,70

0,15

-4,00

0,16

-4,20

D. HIPOTESIS
Apabila sel diletakkan pada lingkungan yang mempunyai konsentrasi tinggi (hipertonis)
maka sel akan terplasmolisis karena air di dalam sel mengalir keluar sel.

E. ALAT DAN BAHAN


1. Mikroskop
2. Gelas benda dan penutup
3. Botol vial
4. Pipet tetes
5. Larutan sukrosa
6. Daun Rhoe discolor
7. Silet

F. LANGKAH KERJA
1. Menyiapkan 4 botol vial yang berisi larutan sukrosa 0,14 M, 0,18 M, 0,22 M, dan
0,26 M masing-masing sebanyak 10 ml.

2. Membuat beberapa sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor.


3. Meletakkan sayatan pada gelas benda, menetesi sedikit air, dan menutup dengan kaca
penutupnya.

4. Mengamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kecil kemudian perbesaran yang


semakin besar.

5. Menghitung jumlah sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian) yang terdapat
dalam bidang pengamatan.

6. Memberikan tetesan larutan air gula ke tepi gelas penutupnya.


7. Mengamati dan mencatat perubahan sel-sel beranthosian tadi secara terus-menerus
selama 2 menit.

8. Menghitung jumlah sel yang mengalami pemudaran warna antosianin ungu, bahkan
menjadi transparan (terplasmolisis).

9. Mencatat hasil pengamatan pada data dan membuat grafik hubungan antara
konsentrasi larutan sukrosa dengan plasmolisis yang terjadi.

G. DATA PENGAMATAN

Perlakuan sukrosa

Keadaan sel dalam satu bidang pandang

Waktu mulai

Terplasmolisis (%)

Tak terplasmolisis (%)

terplasmolisis

0,14 M

43,67

56,33

1 menit 24 detik

0,18 M

43,07

56,93

Selama 2 menit

0,22 M

30,27

69,73

1 menit 40 detik

0,26 M

59,04

40,96

Selama 2 menit

Analisis Data

1. Pada konsentrasi sukrosa 0,14 M jumlah sel anthocian adalah 87, yang terplasmolisis
sebanyak 38 dan yang tak terplasmolisis 49.
Persentase jumlah sel terplasmolisis = 3887 100 % = 43,67%
Persentase jumlah sel tak terplasmolisis = 4987 100%=56,33%

2. Pada konsentrasi sukrosa 0,18 M jumlah sel anthocian adalah 65, yang terplasmolisis
sebanyak 28 dan yang tak terplasmolisis 43.
Persentase jumlah sel terplasmolisis = 2865 100 % = 43,07%
Persentase jumlah sel tak terplasmolisis = 4365 100%=56,93%

3. Pada konsentrasi sukrosa 0,22 M jumlah sel anthocian adalah `109, yang
terplasmolisis sebanyak 33 dan yang tak terplasmolisis 76.
Persentase jumlah sel terplasmolisis = 33109 100 % = 30,27%
Persentase jumlah sel tak terplasmolisis = 76109 100%=69,73%

4. Pada konsentrasi sukrosa 0,26 M jumlah sel anthocian adalah 83, yang terplasmolisis
sebanyak 49 dan yang tak terplasmolisis 34.

Persentase jumlah sel terplasmolisis = 4983 100 % = 59,04%


Persentase jumlah sel tak terplasmolisis = 3483 100%=40,69%

Grafik hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa dengan plasmolisis yang terjadi

H. PEMBAHASAN
Percobaan dengan topik Plasmolisis ini bertujuan untuk menemukan fakta
tentang gejala plasmolisis, menunjukkan faktor penyebab plasmolisis,
mendeskripsikan peristiwa plasmolisis, dan menunjukkan hubungan antara
plasmolisis dengan status potensial osmotik antara cairan selnya dengan larutan di
lingkungannya.
Percobaan plasmolisis ini menggunakan preparat dari epidermis permukaan
bawah daun Rhoe discolor atau Jadam, Md. Daun ini digunakan karena bagian bawah
daunnya mengandung sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian), sehingga dapat
dengan mudah diamati perubahan warna selnya di bawah mikroskop.
Larutan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah larutan sukrosa
dengan konsentrasi 0,14 M, 0,18 M, 0,22 M, dan 0,26 M. Perbedaan konsentrasi yang
digunakan ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan
sukrosa yang digunakan dengan jumlah sel yang terplasmolisis.
Pada percobaan ini dilakukan pertama-tama dengan menyiapkan larutan
sukrosa dengan berbagai konsentrasi yang telah disebutkan di atas. Setelah itu
membuat sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor (Jadam, Md), kemudian
meletakkan sayatan pada gelas benda lalu ditetesi air dan menutup dengan gelas
penutupnya. Selanjutnya, mengamati preparat tersebut di bawah mikroskop dari
perbesaran kecil kemudian semakin besar dan perbesaran yang digunakan dalam
percobaan kali ini adalah 10 x 10. Setelah itu menghitung jumlah sel yang penuh
dengan warna ungu (anthocian) yang terdapat dalam bidang pengamatan. Kemudian
menetesi preparat tersebut dengan larutan sukrosa ke tepi gelas penutupnya dan

mengamati serta mencatat terjadinya perubahan sel-sel beranthosian tadi terus


menerus selama 2 menit. Langkah terakhir menghitung sel-sel yang mengalami
pemudaran warna anthosian ungu menjadi transparan.
Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa
pada perlakuan pertama sel epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor yang
berwarna ungu berjumlah 87. Setelah ditetesi dengan larutan sukrosa 0,14 M terjadi
perubahan warna pada sel yang berwarna ungu menjadi transparan dalam waktu 1
menit 24 detik dengan jumlah yang terplasmolisis sebanyak 38 sehingga yang tidak
terplasmolisis sebanyak 49. Apabila dinyatakan dalam persentase jumlah sel yang
terplasmolisis sebesar 43,67% dan yang tidak terplasmolisis sebesar 56,33%. Pada
perlakuan kedua sel epidermis daun Rhoe discolor yang berwarna ungu sebanyak 65.
Setelah ditetesi larutan sukrosa 0,18 M yang mengalami plasmolisis sebanyak 28 dan
yang tidak terplasmolisis sebanyak 43. Dengan persentaseyang terplasmolisis sebesar
43,07% dan yang tidak terplasmolisis sebesar 56,93%. Pada perlakuan ketiga sel
epidermis yang berwarna ungu sebanyak 109. Setelah ditetesi larutan sukrosa 0,22 M
terjadi plasmolisis dalam waktu 1 menit 40 detik sebanyak 33 dan yang tidak
terplasmolisis sebanyak 76 dengan persentase terplasmolisis sebesar 30,27% dan yang
tidak terplasmolisis 69,73%. Pada perlakuan terakhir didapatkan sel epidermis yang
berwarna ungu sebanyak 83. Setelah ditetesi dengan larutan sukrosa 0,26 M yang
terplasmolisis sebanyak 49 dan yang tidak terplasmolisis sebanyak 34 dengan
persentase yang terplasmolisis sebesar 59,04% dan yang tidak terplasmolisis 40,96%.

Fakta tentang gejala plasmolisis


Setelah melakukan percobaan dapat diketahui gejala yang terjadi pada peristiwa
plasmolisis. Plasmolisis adalah peristiwa lepasnya plasmalemma atau membran
plasma dari dinding sel karena dehidrasi (sel kehilangan air). Setelah preparat dari sel
epidermis bawah daun Rhoe discolor yang memiliki warna ungu (anthocian) ditetesi
dengan larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi terjadi perubahan pada sel
tersebut yang semula semua berwarna ungu berubah menjadi transparan. Peristiwa
tersebut adalah peristiwa plasmolisis. Sehingga gejala yang terjadi pada peristiwa
plasmolisis adalah perubahan yang terjadi pada sel yang berwarna ungu berubah
menjadi transparan.

Faktor penyebab plasmolisis

Pada percobaan ini dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya plasmolisis adalah konsentrasi larutan. Pada konsentrasi
larutan sukrosa 0,14 M, 0,18 M, 0,22 M, dan 0,26 M diperoleh jumlah sel yang
terplasmolisis berbeda-beda, berturut-turut adalah 43,67%, 43,07%, 30,27%, 59,04%.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan ternyata dengan semakin besarnya
konsentrasi larutan (0,14 M, 0,18 M, 0,22 M) yang diteteskan pada sel
epidermis Rhoe discolor, maka jumlah sel yang terplasmolisis semakin sedikit, tetapi
pada konsentrasi 0,26 M jumlah sel yang terplasmolisis semakin banyak.
Menurut Tjitrosomo (1987), jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka
arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air larutan dengan
nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke
dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel
akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan
bahwa volum sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi
seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan
terlepas dari dinding sel. Sel epidermis daun Rhoeo discoloryang dimasukan ke dalam
larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka
semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.
Apabila dibandingkan menurut literatur ternyata hasil percobaan yang
dilakukan justru berbeda dengan literature, hanya perlakuan dengan larutan
sukrosa0,26 M yang sesuai dengan literature. Hal ini disebabkan karena perbedaan
jumlah tetesan larutan sukrosa yang diteteskan pada sel epidermis Rhoe discolor dan
ada sebagian larutan sukrosa yang diteteskan tidak mengenai sel epidermis tersebut.
Sel epidermis yang diamati sangat kecil dan dan celah antara gelas penutup dan sel
episermis sangatlah sempit, sehingga latutan sukrosa sulit mengenai sel epidermis.
Selain itu, pada percobaan ini waktu pengamatan terhadap sel-sel anthosianin yang
mulai terplasmolisis tidak dilakukan tepat selama 2 menit serta terjadi kesalahan
penghitungan jumlah sel yang terplasmolisis karena sel-sel epidermis dari Rhoe
discolor sangat banyak dan letaknya saling berdekatan satu sama lain.
Mendiskripsikan peristiwa plasmolisis
Plasmolisis merupakan peristiwa lepasnya plasmalemma atau membrane plasma dari
dinding sel karena sel kehilangan air atau dehidrasi ketika sel ditempatkan di larutan
dengan konsentrasi tinggi atau hipertonis terhadap sel atau memiliki potensial osmotic
yang lebih tinggi. Pada saat sel ditempatkan di larutan yang hipertonis, maka air akan

keluar dari vakuola, sehingga membran sitoplasma akan mengkerut dan terlepas dari
dinding sel.
Pada percobaan kali ini digunakan epidermis bawah daun Rhoeo discolor yang
memiliki pigmen warna ungu (anthocian), hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
proses pengamatan. Selain itu, juga digunakan larutan sukrosa berbagai konsentrasi
yang berperan sebagai larutan hipertonis terhadap sel.
Sebelum diteteskan larutan sukrosa, sel-sel yang bewarna ungu terlihat lebih banyak
dan jelas dibandingkan kloroplas yang berwarna hijau transparan. Hal ini terjadi
karena pada saat normal, pigmen antosianin berada pada vakuola tumbuhan yang
cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung tersebar mengambang pada sitoplasma .
Setelah diteteskan larutan sukrosa dan didiamkan selama lebih kurang dua menit,
terjadilah keadaan yang bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Sel-sel
berwarna ungu terlihat lebih sedikit dan kloroplas lebih jelas terlihat. Hal ini terjadi
karena pada saat sel ditempatkan pada larutan yang hipertonis terhadapnya, maka air
keluar dari vakuola sehingga membran sitoplasma akan mengkerut begitu pula
sitoplasma, dan secara otomatis juga menciutkan ukuran vakuola. Sehingga pigmen
antosianin di dalam vakuola tidak terlalu jelas terlihat. Saat sitoplasma mengkerut,
kloroplas yang tersebar di dalam sitoplasma akan merapat sehingga bisa terlihat lebih
jelas.
Berdasarkan literature yang diakses
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Plasmolisis dapat dilihat dengan jelas perbedaan
sel Rhoe discolor yang sebelum terplasmolisis dan sesudah plasmolisis.

Sebelum plasmolisis

Setelah plasmolisis

Sel yang terplasmolisis ini dapat dikembalikan pada keadaan semula bila sel
yang mengalami plasmolisis di tempatkan di larutan hipotonis. Keadaan sel akan
kembali seperti semula karena air di luar sel akan berosmosis ke dalam sel yang
hipertonis, sehingga sitoplasma akan kembali mengembang. Peristiwa ini disebut
dengan deplasmolisis. (Campbell, 2002).
Potensial osmotik juga disebut sebagai tekanan turgor, yaitu tekanan dari dalam vakuola
kepada plasma dan dinding sel karena adanya osmosis air kedalam vakuola. Pada larutan
sukrosa yang digunakan, pada percobaan ini masing-masing mempunyai potensial osmotic
atau PO, yaitu pada larutan sukrosa 0,14M PO = -3,70, larutan sukrosa 0,18 M PO= - 4,50,
larutan sukrosa 0,22 M PO= -5,60, dan larutam sukrosa 0,26M PO= -7,00. (suyitno dkk,
2010:23)
Dari literature di atas, dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu zat, maka
potensial osmotiknya semakin kecil, dan sebaliknya semakin rendah konsentrasi suatu zat,
maka potensial osmosisnya semakin besar. Hal tersebut sesuai dengan sifat air yang bisa
mengalir dari potensial tinggi ke potensial rendah.
Potensial osmotic di dalam sel lebih tinggi dibanding potensial osmotic larutan yang berada
di luar (lingkungannya), sehingga air mampu menembus dinding sel, dan keluar dari sel.
Semakin lama sel akan mengkerut dan plasma sel akan lepas dari dinding sel. Peristiwa itulah
yang disebut plasmolisis.

I. KESIMPULAN
-Salah satu faktor yang menyebabkan plasmolisis adalah konsentrasi larutan. Semakin
tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.
- peristiwa plasmolisis adalah peristiwa lepasnya plasmalemma atau membrane
plasma dari dinding sel karena sel kehilangan air atau dehidrasi ketika sel ditempatkan
di larutan dengan konsentrasi tinggi atau hipertonis terhadap sel atau memiliki
potensial osmotic yang lebih tinggi.
- Sel yang terplasmolisis ini dapat dikembalikan pada keadaan semula bila sel yang
mengalami plasmolisis di tempatkan di larutan hipotonis. Peristiwa ini disebut
deplasmolisis.

J. DAFTAR PUSTAKA
Burnie, David. 2000. Jendela Iptek Seri II: Kehidupan. Jakarta: Balai Pustaka

Champbel, Neil A.. 2003. Bioligi Jilid II Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Dwidjoseputro. 1962. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia Pustaka

Ferdinand, Fiktor P. dan Moekti Ariwibowo. 2002. Praktis Belajar Biologi. Jakarta:
Grafindo
Media Pratama

Kimball, John W. 1998. Biologi Edisi ke-5 Jilid 1. Jakarta:Erlangga

Nasir, Mochamad. 1993. Petunjuk Praktikum Biologi Umum. Yogyakarta:Debdiknas

Suyitno, dkk. 2010. Penuntun Praktikum Biologi Dasar II. Yogyakarta: UNY

Anonym. 2010. Plasmolisis. Diakses pada tanggal 23 Maret 2010, dari


http://id.wikipedia.org/wiki/plasmolisis

Nurma. 2009. Plasmolisis. Diakses pada tanggal 27 Maret 2010, dari


http://nurmaatus.blogdetik.com/2009/plasmolisis

K. TUGAS PENGEMBANGAN
1. Dapatkah penaksiran potensial air jaringan didasarkan pada potensial air larutan
perendam yang belum menimbulkan plasmolisis?

Jawab: Penaksiran potensial jaringan tidak dapat didasarkan pada potensial larutan
perendaman yang belum menimbulkan plasmolisis sebab penaksiran potensial
osmotic suatu jaringan yang eqivalen dengan potensial larutan dapat dihitung apabila
sudah mengakibatkan plasmolisis sebesar 50%.

2. Apa maksud penggunaan epidermis bagian bawah daun Rhoe discolor untuk
percobaan plasmolisis?
Jawab: Pada pengamatan kali ini digunakan epidermis bawah daun Rhoeo
discolor yang memiliki pigmen warna ungu, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah proses pengamatan.

3. Mengapa potensial osmotic taksiran berdasarkan potensial osmotic larutan perendam


penyebab keadaan incipient plasmolisis.
Jawab: Sebab keadaan suatu sel epidermis dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya suhu, cahaya, kelembaban udara, dan habitat tumbuhan tersebut, sehingga
antara haswil percobaan dengan kenyataan sering terdapat perbedaan.

Anda mungkin juga menyukai