ASI Eksklusif Sulsel
ASI Eksklusif Sulsel
Kesehatan
Asi Eksklusif
Provinsi
Sulawesi selatan
Kota/Kabupaten
Sulawesi Selatan
Institusi Pelaksana
Kategori Institusi
Dinkes Sulsel
Pemprov
Penghargaan
Kontak
igi.fisipol.ugm.ac.id
Mitra
Peneliti dan Penulis
Unicef
Erwin Endaryanta dan Handam
Deskripsi Ringkas
Provinsi Sulawesi Selatan menjadi provinsi
pertama di Indonesia yang mampu
memproduksi
perda
ASI.
Proses
perancangan
perda
ini
memendam
sejumlah
proses
politik
dan
pengorganisasian kegiatan yang tidak
terlepas dari komitmen stakeholders
kesehatan provinsi ini dalam menjawab
kontekstualisasi performa pelayanan public
bidang kesehatan yang masih buruk.
Terobosan perumusan perda ASI dimulai
dari lingkage yang terbangun antara CSOs
terutama UNICEF, akademisi dan internal
dinas kesehatan provinsi Sulawesi Selatan
dalam meyakinkan para perumus kebijakan
Rincian Inovasi
I. Latar Belakang
[Judul Inovasi]
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
Ibid, hal 4.
Gr af ik
Rat a- Rat a Lama Bal it a diber i ASI
di Sul awesi Sel at an Tahun 2006-2010
16.00
15.50
bul an
15.90
15.00
15.20
14.50
14.90
14.90
14.90
2008
2009
2010 (angk.
Per kir aan)
14.00
2006
2007
Tahun
[Judul Inovasi]
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
II. Inisiasi
Memahami konteks makro dari performa
kesehatan yang masih buruk di provinsi
ini, beberapa kalangan di internal dinas
kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan,
akademisi dan kalangan CSO terutama
dimotori oleh UNICEF menginisiasi
sebuah perancangan perda ASI untuk
menjawab tantangan kontekstual bidang
kesehatan. Berawal dari kegiatan rutin
yang dikembangkan di internal dinas
kesehatan pada durasi akhir tahun 2006.
Pada
tahun
itu,
diselenggarakan
pelatihan konseling yang difasilitasi oleh
Central Laktasi di Jakarta untuk
mendorong para stakeholders bidang
kesehatan yang tergabung dalam wadah
8
[Judul Inovasi]
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
Proses
informal
politik
yang
dikembangkan oleh UNICEF ini seakan
gayung bersambut dengan program
utama Dinas Kesehatan Pemprov Sulsel.
Penyematan gelar kepada istri Gubernur
Sulawesi Selatan-Ibu Aminsyam-menjadi
titik mula pertama dari rekognisi politik
terhadap pentingnya kesadaran ASI di
dalam elit-elit pemerintahan Sulsel. Gelar
motivator ASI ini disematkan kepada Ibu
Aminsyam - Istri Gubernur Sulawesi
Selatan yang sudah merintis sekaligus
memprakarsai
ketersediaan
ruang
menyusui di fasilitas publik. Terobosan
elit dan pengolahan momentum ini pada
dasarnya disadari oleh para inisiator
perda ASI di kalangan akademisi dan
UNICEF sebagai cara paling rasional
untuk me-mainstreaming pentingnya ASI
bagi masyarakat Sulsel.
Pembacaan
konteks
sosiologis
[Judul Inovasi]
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
12
[Judul Inovasi]
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
tersebut
merupakan
perwujudan
pemerintah RI dalam mendukung adanya
IMD dan Pemberian ASI Eksklusif di
Indonesia. Peraturan Pemerintah RI
tersebut membahas mengenai Program
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI
Eksklusif; Pengaturan penggunaan susu
formula dan produk bayi lainnya; Sarana
menyusui di tempat kerja dan sarana
umum; Dukungan Masyarakat; Tanggung
jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah
baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota;
serta pendanaannya.
Pengaturan
mengenai
dukungan
terhadap IMD dan ASI Eksklusif di
Indonesia tertera dalam Peraturan
Pemerintah RI no 33 tahun 2012, Perda
Provinsi Sulawesi Selatan no 6 tahun
2010 dan Perda Kabupaten Klaten no 7
tahun
2008.
Untuk
menunjukkan
perbandingan ketiga aturan, bisa dilihat
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
[Judul Inovasi]
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id
V. Peluang Replikasi
Dari pembelajaran tersebut, replikasi
terhadap proses perancangan perda ASI
di provinsi Sulsel membutuhkan sejumlah
prasyarat yang harus terpenuhi, yakni
pertama adalah prasyarat proses politik
yang dimulai dari komunikasi informal
dan rekognisi terhadap capaian capaian
yang telah dilakukan oleh pemerintah.
Kedua
adalah
memaknai
dan
mengartikulasikan
instrumen
atau
program pemerintah sebagai modal
utama untuk memulai proses agenda
seting dan perumusan perda secara
feasible. Dalam prasyarat ini, replikasi
perda ASI eksklusif dimungkinkan dapat
diterapkan di level kabupaten/kota di
Sulawesi
Selatan
daripada
upaya
replikasinya di level provinsi lain di
Indonesia.
Replikasi di tingkat kabupaten/kota
sangat dimungkinkan mengingat proses
ini telah tersosialisasi dan mendapatkan
komitmen lanjut di level bupati/walikota.
Kondisi ini menjadikan pijakan instrumen
legal seperti peraturan gubernur dan
jaring koordinasi internal dinas kesehatan
pemprov dengan dinas kesehatan
kabupaten/kota di lingkup Sulawesi
Selatan maupun pertimbangan akumulasi
legitimasi sosial dari CSO maupun
kalangan
akademisi
yang
ditelah
terkonsolidasi di Sulawesi selatan.
Dengan demikian, proses dan replikasi ini
secara feasible dapat diadopsi di level
kabupaten/kota.
[Judul Inovasi]
http://cgi.fisipol.ugm.ac.id