Perancangan Air Cooler Heat Exchanger
Perancangan Air Cooler Heat Exchanger
KERJA PRAKTEK DI
PT BASF CARE CHEMICALS INDONESIA
PLANT CIMANGGIS
DEPOK JAWA BARAT
Oleh:
Fajar Sidiq
(13011031)
Pembimbing:
Dr. Winny Wulandari
Ivan Eka, S.T, M.T
SEMESTER I 2014/2015
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KHUSUS
Fajar Sidiq
(13011031)
Catatan/komentar :
Dosen pembimbing
Tanggal :
Tanggal :
DAFTAR ISI
1.2
1.3
Tujuan ................................................................................................................. 3
1.4
2.2
Blower ................................................................................................................. 7
2.3
2.4
Compressor ....................................................................................................... 16
2.5
3.2
3.3
ii
4.2
Blower ............................................................................................................... 34
Deskripsi Singkat ...................................................................................... 34
Data Perancangan Air Handling Unit ....................................................... 34
Hasil Perancangan (Data Sheet)................................................................ 35
Pertimbangan Perancangan ....................................................................... 36
4.3
Simpulan ........................................................................................................... 45
5.2
Saran ................................................................................................................. 46
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hubungan Kandungan 20% Oleum pada Aliran Produk .................................... 5
Tabel 2.2 Tipe Blower dan Hubungan terhadap Performa .................................................. 7
Tabel 2.3 Nilai Air Change Rate untuk Beberapa Ruangan ............................................. 10
Tabel 2.4 Jenis-jenis compact heat exchanger / plate fin heat exchanger ........................ 12
Tabel 2.5 Spesifikasi Kompresor pada pabrik PT BCCI .................................................. 16
Tabel 3.1 Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perancangan Air Handling Unit ......... 19
Tabel 3.2 Daftar Asumsi Perancangan Air Cooler Heat Exchanger................................. 20
Tabel 4.1 Neraca Massa Proses Produksi Udara Kering................................................... 33
Tabel 4.2 Properti Udara Masukan dan Keluaran Air Handling Unit............................... 34
Tabel 4.3 Hasil Perancangan Air Handling Unit .............................................................. 35
Tabel 4.4 Sifat Fisik Fluida Proses dan Fluida Pendingin ................................................ 38
Tabel 5.1 Hasil Perancangan Air Cooler Heat Exchanger ............................................... 45
Tabel 5.2 Hasil Perancangan Air Handling Unit .............................................................. 46
Tabel A.1 Data Sheet Blower (halaman 1) ....................................................................... 48
Tabel A.2 Data Sheet Blower (halaman 2) ....................................................................... 49
Tabel A.3 Sketsa Penempatan Blower .............................................................................. 51
Tabel B.1 Data Hasil HTRI Air Cooler Heat Exchanger 1st Bundle ................................. 52
Tabel B.2 Data Hasil HTRI Air Cooler Heat Exchanger 2nd Bundle................................ 53
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
PT BASF Care Chemical Indonesia (BCCI) merupakan pabrik yang memproduksi bahan
kimia yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Salah satu produk yang dihasilkan
adalah Sodium Lauryl Sulphate (SLS) dan Sodium Lauryl Ether Sulphate (SLES). Proses
produksi kedua produk tersebut hampir mirip, perbedaan hanya terdapat pada bahan baku.
Proses produksi tersebut merupakan reaksi antara bahan baku dengan gas SO3 yang sudah
dilarutkan di udara kering. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi SLS berupa
Fatty Alcohol, sedangkan untuk memproduksi SLES, menggunakan bahan baku Fatty
Alcohol Ethoxylated. SLES lebih banyak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan
shampoo, sedangkan SLS lebih banyak digunakan sebagai bahan baku pasta gigi.
Reaksi pembentukan SLES dan SLS sering disebut dengan reaksi Sulfasi. Persamaan reaksi
sulfasi pada umumnya dapat dilihat pada Gambar 1.1. Produksi SLS membutuhkan
konsentrasi volum gas SO3 sebesar 4-7%, sedangkan untuk SLES membutuhkan
konsentrasi volum gas SO3 sebesar 2,75% (Chemiton Corporation, 1997). Konsentrasi
volum Gas SO3 perlu dijaga pada rentang tersebut, karena perubahan sedikit kadar
konsentrasinya dapat merusak produk. Terutama ketika memproduksi SLES, produk yang
dihasilkan dapat bersifat sangat beracun, karena mengandung dioxane berlebih jika
konsentrasi gas SO3 lebih dari yang ditetapkan.
Kebutuhan gas SO3 di PT BCCI dipenuhi dengan adanya unit penghasil SO3. Gas SO3
dihasilkan dari pembakaran Sulfur dengan menggunakan udara kering. Proses produksi
Gas SO3, yaitu (1) Pembakaran sulfur dengan oksigen akan menghasilkan gas SO2, (2)
Reaksi konversi dari SO2 menjadi SO3 terjadi secara tiga tahap dengan menggunakan
katalis Vanadium Oksida (V2O5) pada konversi tahap 1 sampai 2, dan menggunakan
Cessium (Cs) pada konversi tahap 3. Udara yang digunakan pada proses pembakaran
maupun konversi menggunakan udara yang bebas dari air, biasa disebut udara kering.
Udara kering menyediakan kebutuhan Oksigen (O2) sebagai reaktan. Kandungan uap air
pada udara perlu dijaga pada batas atas 0,01 g/m3, atau sesuai dew point sebesar -60oC (W.
Herman de Groot, 1991). Kandungan uap air pada udara akan menyebabkan terbentuknya
asam sulfat dan oleum, mempermudah terjadinya korosi pada peralatan, dan menyebabkan
buruknya kualitas produk, ditambah jika produksi SLES, akan dapat menyebabkan
terbentuknya dioxane.
Proses produksi udara kering di pabrik PT BCCI memiliki peran yang sangat penting,
karena dapat menyebabkan banyak kemungkinan terganggunya proses maupun kualitas
produk. Proses produksi udara kering melalui serangkaian proses, yaitu (1) pemampatan
udara menggunakan kompresor, (2) penurunan dan pengembunan menggunakan Air
Cooler Heat Exchanger, dan (3) proses adsorpsi air menggunakan Air Dryer Bed. Proses
produksi udara kering ini dapat dikontrol dengan mengendalikan kadar air pada udara
produk. Alat ukur kadar air yang dapat digunakan secara in-line dan dapat selalu dipantau
adalah hygrometer.
1.2
Rumusan Masalah
Permintaan pasar akan produk surfakatan, baik SLS maupun SLES membuat PT BCCI
perlu melakukan peningkatan kapasitas produksi. Mulai tahun 2013, proyek untuk
meningkatkan kapasitas produksi sudah dilakukan. Proyek peningkatan kapasitas di
Industri sering disebut Debottlenecking Project. Kajian mengenai unit proses yang akan
mengalami perubahan sudah dilakukan oleh Tim BASF. Salah satu unit proses yang akan
mengalami modifikasi adalah unit produksi udara kering. Kapasitas produksi yang
bertambah akan menambah jumlah udara kering yang perlu diberikan untuk proses. Maka
dari itu pada laporan ini akan dibahas mengenai,
1. Bagaimana rancangan proses unit penyedia udara kering yang sesuai dengan kapasitas
produksi pabrik baru?
2. Bagaimana perubahan peralatan yang diperlukan pada proses penyediaan udara kering
karena proyek Debottlenecking?
1.3
Tujuan
Tujuan dari pemberian tugas khusus ini adalah membuat rancangan proses unit penyedia
udara kering pada pabrik PT BCCI dengan kapasitas produksi yang lebih besar.
1.4
Tugas Khusus
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Udara kering dalam jumlah besar dibutuhkan dalam rangkaian proses pabrik SLS maupun
SLES. Kegunaan udara kering ini sebagai bahan dasar dalam memproduksi SO 3. Udara
kering dibutuhkan untuk menyediakan Oksigen (O2) dalam reaksi pembakaran Sulfur (S)
dan pada reaksi konversi SO2 menjadi SO3. Gas SO3 yang akan digunakan untuk reaksi
Sulfonasi akan bereaksi dengan Fatty Alcohol dan membentuk Fatty Alcohol Sulfate (FAS).
Selain berfungsi untuk pembakaran sulfur dan konversi SO2, udara kering juga berfungsi
untuk melarutkan gas SO3 hingga mencapai konsentrasi 4-7% v/v dalam campuran udara
(W. Herman de Groot, 1991).
Blower
Compressor
H2O
O2
N2
H2O
H2O
H2O
O2
N2
Diagram alir blok proses penyediaan udara kering pada pabrik PT BCCI dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Udara pada lingkungan pabrik PT BCCI memiliki kadar moisture dengan
konsentrasi rata-rata 2,3%(massa) H2O di dalam udara lingkungan (Engineering
Department PT BCCI, 2014). Keberadaan kandungan air pada udara ini dapat berakibat
buruk pada rangkaian proses sulfonasi. Beberapa akibat terdapatnya air di dalam udara
yang akan digunakan untuk proses antara lain menyebabkan terbentuknya asam sulfat
(H2SO4) dan oleum (H2SO4SO3). Hal ini mempercepat terjadinya korosi pada peralatan
pabrik, menyebabkan penurunan kualitas produk, serta dapat menyebabkan munculnya zat
yang tidak diinginkan yaitu Dioxane (C4H8O2).
Tabel 2.1 Hubungan Kandungan 20% Oleum pada Aliran Produk dengan Titik Embun
Udara Proses
(Sumber: W. Herman de Groot, 1991)
g H20 / kg udara
Proses (oC)
kering
4% SO3 dalam
Udara
Udara
-20
0.634
158
238
-30
0.234
51
88
-40
0.079
17
30
-50
0.024
-60
0.0066
1.5
2.5
-70
0.0016
0.5
0.5
Proses produksi udara kering dimulai dengan memampatkan udara lingkungan dengan
menggunakan blower. Namun pada kebanyakan proses, kompresor maupun kombinasi
antara kompresor dan blower juga digunakan. Udara hasil pemampatan memiliki
temperatur yang cukup tinggi, yaitu sekitar 140oC sehingga diperlukan proses pendinginan
terlebih dahulu sebelum dilakukan proses pengembunan air menggunakan air cooler heat
exchanger. Udara keluaran air cooler heat exchanger memiliki temperatur keluaran yaitu
3-5 oC. Pencapaian temperatur keluaran seperti itu membutuhkan refrijeran sebagai fluida
pendingin. Maka diperlukan pemasangan sistem refrijerasi untuk penyediaan fluida
pendingin. Tahapan berikutnya adalah pengembunan air, yang bertujuan untuk
mendapatkan udara yang memiliki titik embun -60oC. Proses ini menggunakan air bed
dryer. Tahapan ini terdiri atas dua absorber yang disusun secara parallel. Satu absorber
digunakan untuk proses, sedangkan satu absorber yang lain menjalani tahap regenerasi.
Proses regenersi memerlukan pemanasan untuk menguapkan air yang terperangkap pada
silica gel. Proses pemanasan dilakukan pada rentang temperatur 100-135 oC selama 5 jam.
Proses regenerasi dilanjutkan dengan proses pendinginan silica gel menggunakan udara
pendingin selama 4 jam.
Keluran dari proses penyediaan udara kering merupakan udara kering dengan kadar air
yang rendah, yaitu sekitar 0,0066 g H2O per kg udara kering. Udara kering tersebut
digunakan dalam proses pembakaran sulfur, konversi SO3, dan pelarutan gas SO3. Dari
paparan deskripsi proses di atas, alat-alat utama yang ada dalam sistem adalah blower,
kompresor, air cooler heat exchanger, serta air bed dryer. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai prinsip kerja dan perancangan masing-masing alat utama tersebut.
2.2
Blower
Blower merupakan alat yang memiliki fungsi untuk meningkatkan tekanan dari suatu aliran
fluida berfasa gas dengan tekanan keluaran lebih rendah dari 40 psig (Walas, 2005).
Perpindahan fluida berfasa gas memiliki beberapa tujuan untuk melawan adanya friksi
sepanjang pipa dan mencapai suatu level tertentu pada peralatan. Blower memiliki
kecenderungan dapat menaikkan tekanan hingga mencapai tekanan yang sedang, yaitu
lebih rendah dari 40 psig, sedangkan fan menaikkan 3% dari tekanan masuk fluida gas
tersebut. Penggunaan blower dan fan lebih difungsikan untuk melakukan sirkulasi udara
pada suatu ruangan tertentu.
Beberapa jenis fan atau blower berdasarkan jenis propeller yang digunakan dapat dilihat
pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Tipe Blower dan Hubungan terhadap Performa
(Sumber: Walas, 2008)
Menurut Walas (2005), perancangan fan maupun blower memiliki beberapa heuristik yang
bisa digunakan sebagai dasar untuk melakukan perancangan. Heuristik dalam perancangan
fan maupun blower antara lain:
1. Fan dan blower digunakan untuk menaikkan tekanan pada rentang rendah
menengah di bawah kompresor, yaitu menaikkan tekanan hingga mencapai
maksimal 40 psig
2. Daya Teoritis Adiabatik Reversibel = 1 1 [({2 /1 } 1)]/, dimana 1
adalah temperatur inlet, adalah konstanta gas, 1 adalah kompresibilitas, laju
alir molar, = ( 1)/, adalah /
3. Temperatur keluaran untuk kondisi adiabatik reversibel adalah 2 = 1 {2 /1 }
Dalam penentuan jenis blower yang digunakan diperlukan pengetahuan mengenai kurva
performansi dari blower tersebut. Kurva performansi untuk jenis blower tertentu biasanya
dikeluarkan oleh vendor yang memproduksi blower. Dalam proyek debottlenecking ini,
pihak PT BCCI mengharapkan jenis blower yang dipilih memiliki impeller berbentuk
sirocco. Gambar impeller berjenis sirocco dapat dilihat pada Gambar 2.3. Sedangkan
struktur umum blower berjenis sirocco dapat dilihat pada Gambar 2.4. Contoh kurva
perfomansi untuk blower dengan jenis yang sesuai pada Gambar 2.4 dapat dilihat pada
Gambar 2.5. Hal penting yang dapat diketahui dari kurva performansi tersebut adalah nilai
kebisingan, putaran impeller, dan daya pada suatu rentang laju alir dan beda tekan yang
dihasilkan oleh blower tersebut. Kurva performansi dari blower juga ditentukan oleh
diameter impeller yang digunakan.
Gambar 2.5 Kurva Performansi Blower dengan Jenis Impeller Sirocco dan Diameter
Impeller 315mm
(Sumber: Dong Hae Engineering, 2010)
Perancangan blower di PT BCCI ditujukan untuk menyediakan udara yang digunakan
untuk kompresor di ruang kompresor. Faktor kebisingan kompresor membuat ruang
kompresor di PT BCCI di desain kedap suara atau ruangan yang terisolasi. Pertimbangan
itu membuat diperlukan pasokan udara ke dalam ruangan menggunakan blower agar
ruangan memiliki tekanan positif. Pengetahuan yang juga perlu diketahui adalah Air
Change Rate, yaitu jumlah udara yang keluar masuk ruangan dalam satuan volumetrik
dengan kondisi operasi tertentu tiap jam. Definisi Air Change Rate adalah jumlah
pertukaran udara pada suatu ukuran ruang tertentu tiap jam. Beberapa standard untuk nilai
Air Change Rate pada implementasinya di industri dapat dilihat pada Tabel 2.3
2.3
Ruangan
ACR (1/jam)
Ruang Boiler
15-20
Ruang Mesin
4-6
2-4
10-15
Ruang Pompa
Gudang
5-10
10
Menurut Walas (2005), prinsip-prinsip dasar dalam merancang heat exchanger, antara
lain:
1. Pada bagian tube, biasanya berisi fluida yang lebih bersifat korosif, bertekanan
tinggi, serta mudah menyebabkan fouling maupun scaling,
2. Pada bagian shell, biasanya berisi fluida yang memiliki viskositas tinggi dan fluida
yang akan terkondensasi,
3. Beda tekan yang diperbolehkan untuk proses penguapan yaitu 1.5 psi, sedangkan
untuk proses yang lainnya 3-9 psi,
4. Diperlukan heat teansfer coefficient sebagai tebakan awal dalam proses
perancangan, dan tergantung pada jenis fluida yang akan dipertukarakan panasnya.
Air Cooler Heat Exchanger merupakan sebutan untuk serangkaian compact heat
exchanger / plate fin heat exchanger yang disusun secara seri. Alat penukar panas jenis
ini memang dirancang khusus untuk melakukan pertukaran panas pada fluida berfasa
gas. Dimensi umum untuk alat penukar panas jenis ini biasanya memiliki permukaan
pada ukuran 1200 m2/m3, tinggi rangkaian 3.8 11.8 m, tebal rangkaian 0.2 0.6 mm.
densitas fin 230 700 fin/m (Walas, 2005). Luas permukaan tambahan yang berlebih
memberikan laju perpindahan panas per satuan volume lebih besar daripada jenis alat
penukar panas lainnya. Sketsa jenis alat penukar tipe compact heat exchanger / plate
fin heat exchanger dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Alat penukar panas jenis ini pada umumnya digunakan pada proses cryogenic, yang
memiliki tujuan untuk memisahkan gas menjadi berbagai komponen sesuai dengan
titik embunnya masing-masing. Selain itu biasanya alat penukar panas seperti ini dapat
digunakan untuk memanfaatkan panas sisa yang dihasilkan oleh berbagai aliran gas
panas. Beberapa jenis pabrik yang menggunakan alat penukar panas jenis ini antara
lain, pabrik produksi gas Nitrogen atau Oksigen, Pabrik LNG (Liquified Natural Gas)
dan LPG (Liquified {Petroleum Gas), serta pemanfaatan panas gas buang pada pabrik
Petrokimia. Jenis-jenis penggunaan lainnya untuk alat penukar panas jenis plate fin
heat exchanger dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Jenis bahan yang umum digunakan untuk fin pada alat penukar panas jenis compact
heat exchanger / plate fin heat exchanger adalah Brazed-Aluminum. Kondisi operasi
yang dapat dicapai menggunakan alat ini yaitu pada tekanan maksimal 100 bar g dan
temperatur maksimal 204 oC, minimal -269oC (ALPEMA, 2000). Fluida proses yang
11
dapat digunakan pada alat ini dapat beragam sesuai dengan jenis prosesnya. Berbagai
pengotor seperti H2S, CO2, NH3, SO2, NO2, CO, Cl dan gas asam lain tidak akan
mempercepat korosi pada aliran dengan titik embun udara lebih rendah daripada
temperatur keluaran compact heat exchanger / plate fin heat exchanger.
Gambar 2.6 Model compact heat exchanger / plate fin heat exchanger
(Sumber: ALPEMA, 2000)
Tabel 2.4 Jenis-jenis compact heat exchanger / plate fin heat exchanger dan
penggunaannya di industri
(Sumber: ALPEMA, 2000)
No
Nama
Penggunaan
Main Exchanger
Reversing Exchanger
Subcooler
Reboiler
Overhead Condenser
Chiller
Untuk
mendinginkan
aliran
proses
dengan
Liquefiers
Dephlegmators
Untuk
mengkondensasi
aliran
overhead
serta
Aftercooler
12
Gambar 2.7 Komponen dari compact heat exchanger / plate fin heat exchanger
(Sumber: ALPEMA, 2000)
Bentuk geometri compact heat exchanger / plate fin heat exchanger memiliki struktur
yang unik dan berbeda dengan alat penukar panas yang lainnya. Luas permukaan yang
berlebih membutuhkan beberapa tambahan struktur yang tersusun dengan spesifikasi
tertentu. Berbagai komponen atau bagian yang menyusun compact heat exchanger /
plate fin heat exchanger ini dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Dalam aplikasi penggunaannya, alat penukar panas ini dapat dirangkai secara parallel,
seri, maupun kombinasi secara seri dan parallel. Pada penggunaan alat penukar panas
jenis ini di PT BCCI rangakaian yang digunakan merupakan rangkaian seri. Rangkaian
pertama berguna untuk menurunkan temperatur udara keluaran kompresor dan
rangkaian kedua memiliki fungsi untuk memberikan perubahan fasa pada air yang
13
terkandung pada udara proses (Engineering Department PT BCCI, 2014). Jenis fluida
yang digunakan pada kedua rangkaian tersebut juga berbeda, pada rangkaian pertama
menggunakan fluida pendingin yaitu air biasa, sedangkan pada rangkaian kedua, fluida
pendingin yang digunakan adalah chilled water. Pada Gambar 2.8 merupakan jenis
rangkaian parallel dari plate fin heat exchanger. Aliran fluida akan didistribusikan ke
dalam 3 plate fin heat exchanger berbeda yang tersusun secara parallel. Aliran masukan
akan didistribusikan dengan menggunakan header dan aliran keluaran akan
dikumpulkan pada header keluaran.
14
15
a. Pengaturan arah aliran pada alat penukar panas, misalnya counter flow atau cross
flow.
b. Material konstruksi alat penukar panas yang dipengaruhi oleh temperatur operasi
dan potensi korosi.
c. Geometri dan Ketebalan fin. Dimensi ini dipengaruhi oleh tekanan operasi.
d. Jenis bentuk geometri permukaan, jarak antar fin, dan tinggi fin. Pemilihan
geometri permukaan dan jarak antar fin yang tidak tepat akan menyebabkan
fouling. Sementara itu, tinggi fin memengaruihi efisiensi fin.
e. Luas penampang alat penukar panas. Hilang tekan sangat dipengaruhi dengan
pemilihan luas penampang ini.
2.4
Compressor
Nomor Alat
Brand
dan Laju
Jenis
1
8V 101
Aerzen
(Nm /jam)
VML 3.961
Putaran
(rpm)
200
9.723
75
10.142
60
2
8V 102
Aerzen
2.160
VM210-2B
16
2.5
Air bed dryer berfungsi untuk menghilangkan uap air yang terkandung di udara. Udara
yang digunakan tidak boleh mengandung uap air karena akan bereaksi dengan gas SO3
dan menghasilkan H2SO4. Jumlah air bed dryer pada unit SO3 plant ada dua buah yang
masing-masing bervolume 2 m3. Media pengering yang diganakan adalah silica gel yang
mengisi 80% dari volume air bed dryer. Regenerasi unit ini dilakukan setiap delapan
jam sekali dengan temperatur operasi 80oC, sedangkan penggantian slica gel dilakukan
8-10 tahun sekali.
17
3 BAB III
METODOLOGI DAN PENYELESAIAN TUGAS KHUSUS
3.1
: Vapor = Peng-Robinson
18
Liquid = NRTL
b. Komposisi Udara (Dry-Basis)
: O2 = 21%-mol
N2 = 79%-mol
3.2
No.
Proses
Asumsi
1.
Kondisi Operasi
2.
3.
Ducting
Tahapan-Tahapan Perancangan
1. Studi Lapangan
Compressor Room yang terdapat saat ini perlu dipelajari geometrik bangunan dan
kondisi lingkungan di sekitarnya. Geometrik bangunan yang perlu dipelajari dari
Compressor Room adalah luas bangunan, tata letak unit di dalam dan di sekitar
ruangan, dan ruang kosong di luar ruangan. Kondisi lingkungan di sekitar Compressor
Room perlu dipelajari terkait dengan sifat fisik udara yang akan disediakan untuk
Compressor Room.
2. Studi Literatur
Pembelajaran terhadap kegunaan Air Handling Unit pada proses di PT BASF Care
Chemical Indonesia. Selain itu pembelajaran dilakukan terhadap penentuan spesifikasi
19
peralatan-peralatan yang akan digunakan pada Air Handling Unit. Peralatan yang
digunakan untuk menyusun Air Handling Unit, yaitu blower, ducting, dan pre-filter.
Perancangan blower memerlukan pengetahuan mengenai debit udara yang dibutuhkan
untuk memasok ruang kompresor. Perancangan ducting memerlukan pengetahuan
mengenai luas penampang, posisi, serta dimensi ducting. Perancangan pre-filter
memerlukan pengetahuan mengenai spesifikasi penyaringan ukuran partikel, kondisi
operasi, dan kemudahan dalam perawatannya.
3.3
No.
Proses
Asumsi
1.
Kondisi Operasi
Dimensi Penampang
Air
Cooler
Heat
Exchanger
3.
20
Tahapan-Tahapan Perancangan
1. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan mempelajari letak penempatan air cooler heat
exchanger yang sudah terpasang. Selain memerhatikan letak air cooler heat exchanger
yang sudah terpasang, perlu juga dipelajari ruang kosong yang terdapat di sekitar air
cooler heat exchanger tersebut. Pengetahuan mengenai kondisi lapangan diperlukan
sebagai kondisi batas dalam membuat rancangan dimensi air cooler heat exchanger.
2. Studi Literatur
Pembelajaran terhadap pentingnya kegunaan dari air cooler heat exchanger ini dalam
proses di pabrk PT BCCI. Beberapa proses sebelum dan sesudah unit air cooler heat
exchanger juga perlu dipelajari, karena diperlukan beberapa data terkait dengan sistem
ini. Hal yang tidak kalah penting adalah mempelajari desain air cooler heat exchanger
yang sudah terpasang. Pegetahuan mengenai jenis-jenis perancangan dalam program
HTRI XChanger Suite 6 diperlukan dalam menentukan rancangan baru air cooler heat
exchanger.
Pada tahap studi literatur ini, juga dilakukan perumusan berbagai tahapan perancangan
air cooler heat exchanger menggunakan metode perhitungan overall heat transfer.
Diagram alir metode perhitungan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Metode perhitungan
ini diambil dari buku Process Heat Transfer ditulis oleh Hewitt dan buku Chemical
Engineering Design ditulis oleh Coulson dan Richardson. Metoda ini memiliki prinsip
memperhitungkan nilai koefisien perpindahan panas untuk kedua jenis aliran, yaitu
service fluid dan process fluid. Dengan menghitung kedua koefisien perpindahan panas
tersebut maka bisa didapatkan nilai koefisien perpindahan panas total pada rangkaian
heat exchanger. Nilai ini pada dasarnya akan dibandingkan dengan tebakan koefisien
perpindahan panas total, yang menjadi tebakan untuk mendapatkan nilai luas
perpindahan panas yang diperlukan. Perbandingan nilai koefisien perpindahan panas
hasil perhitungan dengan koefisien perpindahan panas tebakan, akan mendapatkan
nilai overdesign dari perancangan yang dilakukan
21
Mulai
Menghitung TLM
TLM
Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan Air Cooler Heat Exchanger (1)
22
AT
AT
Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan Air Cooler Heat Exchanger (2)
23
Perhitungan Koefisien
perpindahan Panas
Mudara
Mair
Smin
Hitung kecepatan
maksimum udara
Nre udara
Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan Air Cooler Heat Exchanger (3)
24
air-side heat
transfer
coefficient
Af
Aw
Pr
air-side heat
transfer
coefficient w/
fin
Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan Air Cooler Heat Exchanger (4)
25
Ucal
|(Ucal-Uass)/Ucal)|<0.05
Ubah Uass dengan Ucal
Memenuhi batasan
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan Air Cooler Heat Exchanger (5)
26
Penjelasan dari beberapa perhitungan yang dibutuhkan pada proses perancangan air
cooler heat exchanger:
1. Beban Kalor
Menghitung nilai kalor yang diperoleh dari pendinginan udara.
= + mudara , T
Keterangan :
(3.1)
2. Neraca Energi
Menghitung neraca energi sistem, dengan asumsi keadaan adiabatik, karena
dianggap hanya terjadi pertukaran panas di dalam sistem. Bertujuan untuk
mengetahui data fisik yang belum diketahui.
(3.3)
( )( )
[( )/( )]
(3.4)
(3.5)
27
(3.6)
(3.7)
Keterangan :
(3.8)
(3.9)
(3.10)
6. Jumlah Pipa
Menentukan banyaknya pipa yang diperlukan agar luas total perpindahan panas
(A) dapat memenuhi persamaan. Selainitu, sebagai dasar kita memperkirakan jenis
pitch dan jumlah tube passes
=
(3.11)
28
(/4)2
(3.12)
(3.13)
(3.14)
f.
(3.15)
Hitung nilai
water,i (water-side heat transfer coefficient)
(3.16)
29
= 1 {1 (+)}
(3.17)
(3.18)
(3.19)
= 0.242 0.688 ()
(3.20)
Asumsi : F1 and F2
f.
Hitung
(air-side heat transfer coefficient tanpa fin)
(3.21)
(3.22)
= (+) ( )
(3.23)
30
i.
=
=
j.
2
)
tanh(
(3.24)
/
2
(
2
1) (1 + 0.35 )
(3.25)
, = (
(3.26)
Keterangan :
n1
Nr
: Panjang Pipa
p1
p2
p3
Dr
: Diameter Pipa
Df
: Jumlah Pipa
: Lebar fin
: Tinggi fin
: Celah fin
: Konduktifitas Udara
: Konduktifitas fin
+ 2 +
(3.27)
Keterangan : Ur = Ucalc
31
< 0.05
(3.28)
Jika belum memenuhi batas toleransi, ulangi langkah 7 dengan mengganti Uass
yang baru dengan Ucalc.
(3.29)
(3.30)
7.5 1012
= ( )0.14
(3.31)
= 0.4137 0.2585
(3.32)
= 2 1013
= 1,334 1013
(3.33)
2
(3.34)
32
4 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Simulasi proses yang dilakukan menggunakan program ASPEN Hysys v7.3 menghasilkan
rancangan proses yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. Proses produksi udara kering
memiliki rangkaian peralatan utama, yaitu blower, kompresor, air cooler heat exchanger,
dan air bed dryer. Air cooler heat exchanger terdiri atas dua buah bundle heat exchanger
berjenis plate-fin dan satu buah knock out drum. Kedua bundle heat exchanger heat
exchanger tersebut terdapat di dalam knock out drum. Dari proses tersebut, neraca massa
proses produksi udara kering dapat dilihat pada Tabel 4.1.
7
9
11
5
6
12
10
Air Cooler HE
1st Battery
Kompresor
Blower
Air Cooler HE
2nd Battery
Knock Out
Drum
10000
10000
10000
10000
T(C)
25
30
140
37
P(bar)
1.013
1.014
2.391
Vapour Fraction
10000
9863
9770
22
22
2.291
2.191
1.791
0.9942
0.9686
Komponen
10
11
12
136.6
69233.41
69233.41
108361
108361
22
30
34
1.691
1.791
2.5
1.5
%-massa
Nitrogen (N2)
0.768
0.768
0.768
0.768
0.768
0.778638
0.786079
2.62E-05
Oksigen (O2)
0.209
0.209
0.209
0.209
0.209
0.211895
0.21392
1.44E-05
Air (H2O)
0.023
0.023
0.023
0.023
0.023
9.47E-03
6.60E-07
0.999959
0.53725
0.53725
Etilen Glikol
0.46275
0.46275
33
4.2
Blower
Deskripsi Singkat
Proses yang terjadi pada Air Handling Unit merupakan proses penyediaan udara untuk
Compressor Room. Proses yang diperlukan bertujuan untuk menyediakan sejumlah debit
udara tertentu dengan menggunakan blower. Debit udara yang dibutuhkan sesuai dengan
kapasitas Air Compressor yang akan digunakan. Pada pabrik surfaktan di PT BASF Care
Chemical Indonesia (BCCI) ini akan ditambahkan Air Compressor berjumlah satu unit
berkapasitas 4.000 Nm3/h. Total debit udara yang dibutuhkan per jam untuk masuk ke
ruangan Air Compressor adalah 10.000 Nm3/h. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam perancangan kapasitas blower yang akan digunakan yaitu Safety Factor dan Air
Changes Rate.
Data Perancangan Air Handling Unit
Proses penyediaan udara untuk kompresor dilakukan menggunakan blower yang akan
dihubungkan menggunakan ducting ke dalam Compressor Room. Penyediaan udara
dibutuhkan, karena ruang kompresor pada PT BASF Care Chemical ini didesain kedap
udara. Pemilihan ruangan yang kedap udara ini dimaksudkan agar tingkat kebisingan yang
disebabkan oleh kompresor ke lingkungan dapat diminimalkan, mengingat kondisi pabrik
yang dekat dengan lingkungan masyarakat. Penyediaan udara untuk kompresor akan
diperlukan pada ruangan yang kedap udara. Saat ini, sudah terpasang Air Handling Unit
pada ruang kompresor tetapi karena pabrik akan ditambah kapasitas produksinya, sehingga
kebutuhan udara untuk kompresor juga akan semakin bertambah. Jadi, akan dilakukan
penggantian Air Handling Unit yang terpasang dengan Air Handling Unit baru, sesuai
dengan kapasitas udara kebutuhan kompresor total. Kondisi udara di lingkungan pabrik PT
BCCI dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Properti Udara Masukan dan Keluaran Air Handling Unit
Debit
Inlet
Outlet
20.509 m3/s
20.509 m3/s
Fasa
Temperatur
Tekanan
Gas
30
1,013 bar a
Gas
30
1,013 bar a
34
Kadar Air
2,3% %-massa
2,3% %-massa
28,96 kg/kmol
28,96 kg/kmol
Densitas
1,17 kg/m3
1,17 kg/m
No.
1
Fan Type
Sirocco
2 Fan Inlet
3 Blade
4
M aterial/Thick
By Vendor
Dimension
M aterial
Carbon Steel
7 Cabinet M aterial
M aterial/Thick
Carbon Steel
8 Outlet Velocity
12 m/s
9 Inlet Velocity
1.5 m/s
D UCTING
1 M aterial
2
Cross-Sectional
Width
0.8
Height
0.6
Length
3 Elbow
Yes
FILTER
1 Filter Type
2
Segmentation Area
Cross-Sectional
Length
2.4
Height
1.8
M aterial
Carbon Steel
35
Pertimbangan Perancangan
Air Handling Unit adalah peralatan paling awal dalam proses penyediaan udara kering.
Keberadaan Air Handling Unit sangat penting untuk menjalankan proses produksi di
pabrik. Jika tidak ada proses pengolahan terhadap udara, maka proses sulfation atau
produksi akan terganggu. Air Handling Unit dapat memastikan bahwa udara yang
dinaikkan tekanannya oleh kompresor tidak mengandung debu dan minyak. Debu dan
minyak yang terkandung di udara dapat membuat kompresor terganggu dan rendahnya
kualitas produk. Alasan lain, karena desain kedap udara ruang kompresor. Pasokan aliran
udara ke ruang kompresor harus disesuaikan dengan kapasitas kompresor. Ruang
kompresor akan menjadi ruang bertekanan positif, jika pasokan aliran udara dari Air
Handling Unit lebih dari udara yang diperlukan kompresor.
Hal yang perlu diperhatikan dalam desain Penanganan Air Unit adalah
1. Laju Alir Volumetrik Udara
Laju alir volumetrik udara akan mempengaruhi ukuran fan. Laju alir volumetrik udara
harus ditentukan dengan benar, karena ada tiga unit untuk menyatakan aliran
volumetrik udara. Unit m3/h, S.m3/h, dan N.m3/h. Huruf S menjelaskan bahwa aliran
diukur dalam kondisi standard, 20 oC dan 1 bar. Huruf N menjelaskan bahwa aliran
diukur di kondisi normal, 0 oC dan 1 bar. Jika tidak ada huruf di depan unit, berarti
bahwa aliran diukur dalam kondisi aktual.
Aliran volumetrik udara akan mempengaruhi ukuran dari kipas dan motor. Dalam hal
ini kipas Sirocco terpilih. Sirocco fan dapat memberikan aliran volumetrik udara besar.
Tekanan rendah sistem membuat memilih jenis Sirocco sebagai blower untuk Air
Handling Unit.
2. Kecepatan udara di Ducting
Kecepatan saluran akan mempengaruhi dimensi ducting. Keterbatasan kecepatan
saluran berdasarkan suara yang dihasilkan dan faktor kebocoran. Berdasarkan batas ini,
dimensi penampang ducting dapat ditentukan. Lebar cross-sectional adalah 0,8 m dan
tinggi sectiomal lintas adalah 0,6 m. Materi ducting galvanis seng BJLS 50-60, yang
merupakan bahan baku untuk ducting.
36
3. Debu
Pra-filter dipasang sebelum udara masuk kipas angin. Debu yang ada dapat membuat
masalah yang sudah dijelaskan. Pilihan pra-filter berdasarkan ukuran maksimum
partikel disaring, ukuran, dan kemudahan pemeliharaan. Air Handling Unit
menggunakan filter yang dapat dicuci kembali dengan ukuran cross sectional ,2,4 m x
1,8 m, dan ukuran partikel disaring adalah 300 mikron. Penurunan tekanan dalam prafilter harus diperhatikan karena dapat memengaruhi kinerja pra-filter.
4.3
Air Cooler
Deskripsi Singkat
Proses pada alat Air Cooler Heat Exchanger memiliki tujuan untuk mengurangi kadar uap
air pada udara atau pengurangan kelembapan pada udara. Udara keluaran kompresor
memiliki temperatur yang cukup tinggi. Proses untuk mendapatkan udara kering dapat
dicapai dengan menurunkan temperatur udara hingga mencapai titik embun. Air Cooler
Heat Exchanger terdiri atas dua buah plate fin heat exchanger yang disusun secara seri.
Pada tahap pertama udara akan bertemu dengan satu buah heat exchanger dengan
konfigurasi plate-fin dan memiliki fluida servis yaitu air pendingin. Pada tahap pertama
udara akan bertemu dengan satu buah heat exchanger dengan konfigurasi plate fin dan
memiliki fluida servis chilled water. Kedua buah heat exchanger tersebut dirangkai seri
dalam sebuah tangki bertekanan.
Data Perancangan
Proses pertukaran panas yang terjadi pada Air Cooler Heat Exchanger diharapkan dapat
menurunkan temperatur udara panas keluaran kompresor sekitar 140 oC, menjadi
temperatur pada titik embun udara, sekitar 5 oC. Proses yang terjadi tidak hanya penurunan
suhu udara, tetapi juga terjadi pengembunan uap air yang terdapat di udara. Seperti yang
sudah dijelaskan bahwa udara akan melewati dua tahap pendinginan, tahap pertama
menggunakan air biasa dan tahap kedua menggunakan chilled water. Air pendingin masuk
heat exchanger dengan suhu 30 oC dan diharapkan temperatur keluar 34 oC. Temperatur
chilled water masuk yaitu 2 oC, dan temperatur keluar yaitu 6oC. Sebagai dasar untuk
merancang data fisik dari ketiga fluida, yaitu udara panas, air biasa, dan chilled water
37
diperlukan sebagai data masukan program HTRI XChanger Suite 6. Data fisik tersebut
dapat diperoleh dari simulasi proses menggunakan program ASPEN Hysys v 7.3. Selain
data fisik fluida, diperlukan pula data rancangan Air Cooler Heat Exchanger yang sudah
terpasang di pabrik PT BCCI. Data fisik fluida proses dan fluida pending untuk air cooler
heat exchanger dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Sifat Fisik Fluida Proses dan Fluida Pendingin
Chilled Water
Fluida:
Sifat Fisik
Tekanan
Temperatur
Enthalpi
Densitas
Viskositas
Konduktivitas Termal
Heat Capacity
Fluida:
Sifat Fisik
Tekanan
Temperatur
Densitas
Viskositas
Konduktivitas Termal
Heat Capacity
Fluida:
Sifat Fisik
Tekanan
Temperatur
Enthalpi
Densitas
Viskositas
Konduktivitas Termal
Heat Capacity
Inlet
Outlet
1.471 bar a
bar a
2 deg C
6 deg C
-11952 kJ/kg
-11932 kJ/kg
1082.38 kg/m3
1079.8 kg/m3
4.8527 cP
4.4534 cP
0.5106 W/m.K
0.514 W/m.K
3.4118 kJ/kg.C
3.4189 kJ/kg.C
Normal Water
Inlet
1.863 bar a
30 deg C
1003.6 kg/m3
0.7944 cP
618.2 W/m.K
4.317 kJ/kg.C
Outlet
bar a
34 deg C
999.899 kg/m3
0.7201 cP
624.3 W/m.K
4.3171 kJ/kg.C
Hot Air
Inlet
0.981 bar a
140 deg C
-187.94 kJ/kg
1.455 kg/m3
0.0233 cP
0.0336 W/m.K
1.0574 kJ/kg.C
Outlet
bar a
5 deg C
-90.19 kJ/kg
1.8161 kg/m3
0.0178 cP
0.0211 W/m.K
0.2426 kJ/kg.C
38
No. Parameter
Manual
HTRI
Satuan
1.
2.
35,6
35,6
3.
826,6
426,308
m2
4.
21,647
21,647
W/m2K
5.
33,013
27,853
W/m2K
6.
0,005
0,09
Bar
7.
0,008
0,003
Bar
8.
Overdesign
35%
28,67%
Jumlah Bays
2.
3.
Jumlah Passes
4.
Tubes (row)
10
10
Tubes (column)
30
30
6.
Diameter Dalam
0,013843
0,013843
meter
7.
Diameter Luar
0,015875
0,015875
meter
8.
1,15
1,15
meter
9.
Tinggi Fin
0,729
0,729
meter
10.
Ketebalan Fin
0,000432
0,000432
meter
11.
Lebar Fin
1,15
1,15
meter
12.
Jumlah Fin
434
434
meter-1
14.
Lebar Bundle
1,15
1,15
meter
15.
Tinggi Bundle
0,8
0,8
meter
39
4.3.3.2
No. Parameter
Manual
HTRI
Satuan
1.
2.
13,1
13,1
3.
1.212,8
869,52
m2
4.
22,58
22,58
W/m2K
5.
30,88
25,62
W/m2K
6.
0,013
0,007
Bar
7.
0,02
0,4
Bar
8.
Overdesign
26,9%
13,45%
Jumlah Bays
2.
3.
Jumlah Passes
4.
Tubes (row)
30
30
Tubes (column)
30
30
6.
Diameter Dalam
0,013843
0,013843
meter
7.
Diameter Luar
0,015875
0,015875
meter
8.
Panjang Pipa
1,15
1,15
meter
9.
Tinggi Fin
1,05
1,05
meter
10.
Ketebalan Fin
0,0004
0,0004
meter
11.
Lebar Fin
1,15
1,15
meter
12.
Jumlah Fin
472
472
meter-1
14.
Lebar Bundle
1,15
1,15
meter
15.
Tinggi Bundle
1,2
1,2
meter
40
41
embun dari udara. Air Cooler Heat Exchanger dirancang dengan dua buah plate fin heat
exchanger. Plate fin heat exchanger sengaja dipilih karena konduktivitas termal udara yang
buruk. Jadi, area perpindahan yang lebih besar akan disediakan oleh ini pelat-sirip dan
kondensasi uap air akan jatuh secara bertahap di pelat-sirip. Hal yang perlu diperhatikan
dalam desain pendingin udara penukar panas antara lain,
1. Suhu Fluida Pendingin
Baterai Pertama Air Cooler Heat Exchanger memiliki tugas untuk mengurangi suhu
udara panas dari 140 oC sampai 40 oC. Fluida pendingin dalam baterai pertama adalah
air biasa. Suhu air biasa masukkan baterai pertama adalah sekitar 30 oC. Suhu outlet
air normal terbatas pada 34 oC. Keterbatasan ini disebabkan oleh tugas menara
pendingin hanya mengurangi suhu air sekitar 4 oC. Jadi, kita harus mengoptimalkan
desain baterai pertama plate fin heat exchanger dengan keterbatasan ini.
Baterai kedua dari Air Cooler Heat Exchanger memiliki tugas untuk mengurangi suhu
udara panas dari 40 oC sampai 5 oC, dan mencairkan uap air. Fluida pendingin dalam
baterai kedua adalah air dingin. Air dingin mengandung 20% etilena glikol dan sisanya
adalah air. Air dingin dapat bertahan pada suhu di bawah 6oC. Suhu air dingin
masukkan baterai pertama adalah sekitar 2 oC. Outlet temperaturis terbatas pada 6 oC,
karena kapasitas paket chiller.
2. Heat Transfer Area
Air Cooler Heat Exchanger dirancang sebagai 2 baterai plate fin heat exchanger.
Dalam HTRI XChanger Suite 6, tidak ada pilihan plate-fin sebagai jenis fin. Jenis-jenis
fin yang tersedia di HTRI XCHanger Suite 6 adalah Circular-Fin, Rectangular-Fin,
dan Sherrated-Fin. Dalam hal ini diasumsikan bahwa rectanguar-fin sebagai plate-fin,
tanpa mengisi input data untuk tinggi dan lebar dari sirip. Asumsi ini hampir benar,
karena perhitungan secara manual telah dilakukan oleh BASF Team.
Plate fin heat exchanger. memiliki konfigurasi geometri fin, yaitu bergelombang atau
herringbone biasa. Pelat bergelombang akan memberikan permukaan tambahan kontak
cairan. Jika dalam proses desain, pelat bergelombang adalah memilih area perpindahan
panas akan lebih besar dari piring polos dengan ukuran yang sama. Untuk alasan
ketersediaan ruang kosong di PT BCCI, pemilihan pelat bergelombang atau
herringbone adalah konfigurasi yang sangat baik dalam plate fin heat exchanger.
42
3. Pressure Drop
Penurunan tekanan untuk Air Cooler Heat Exchanger dibagi menjadi dua bagian,
penurunan tekanan pada udata dan penurunan tekanan fluida pendingin. Penurunan
tekanan pada sisi udara dipertahankan pada nilai yang sangat rendah, kurang dari 0,01
bar g. Penurunan tekanan fluida pendingin dipertahankan pada nilai maksimum adalah
0,5 bar g. Nilai penurunan tekanan dirancang untuk mencapai nilai yang lebih rendah,
karena harus memperhatikan tekanan statis yang tersedia di blower untuk udara dan
pompa untuk air.
Perbandingan Hasil Perhitungan Manual dengan HTRI
Perhitungan antara menggunakan perangkat lunak HTRI dengan perhitungan secara
manual menghasilkan beberapa perbedaan antara lain, pada nilai beban kalor, luas
perpindahan panas total, koefisien perpindahan panas total, serta beda tekan. Salah satu
faktor yang menyebabkan perbedaan paling mendasar adalah penggunaan asumsi dalam
perhitungan beban kalor. Pada perhitungan manual beban kalor diasumsikan kapasitas
panas untuk semua fluida tidak berubah bergantung pada suhu, dan yang digunakan pada
perhitungan adalah rata-rata kapasitas panas masukan dan keluaran. Sedangkan pada
perangkat lunak HTRI digunakan kapasitas panas yang bergantung pada suhu. Sehingga
dapat dilihat perbedaan hasil perhitungan beban panas, terutama pada bundle kedua. Pada
bundle kedua diasumsikan pada perhitungan manual terdapat pengembunan air, sehingga
perlu ditambahkan perhitungan panas laten untuk air.
Perhitungan luas perpindahan panas total pada kedua bundle terdapat perbedaan yang
signifikan dengan menggunakan dua metode tersebut. Program HTRI XChanger Suite 6,
asumsi yang digunakan untuk merancang plate fin heat exchanger adalah circular fin heat
exchanger. Perangkat lunak HTRI versi ini belum memiliki fitur untuk melakukan
perhitungan plate fin heat exchanger secara spesifik. Hasil perhitungan luas perpindahan
panas total pada program HTRI dapat dikatakan kurang tepat, sehingga perhitungan secara
manual dapat digunakan untuk mengkoreksi hasil perhitungan luas perpindahan panas total
pada perangkat lunak HTRI.
Perhitungan koefisien perpindahan panas total menggunakan dua metode ini memiliki
perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Perbedaan kedua nilai terseebut dapat dilihat pada
hasil overdesign untuk masing-masing jenis perhitungan. Metode perhitungan manual
43
menghasilkan overdesign yang lebih besar daripada perangkat lunak HTRI. Hal ini sesuai
dengan analisis pada perhitungan luas pertukaran panas total yang menyatakan lebih besar
pada perhitungan manual. Sehingga menyebabkan overdesign pada perhitungan manual
juga pasti lebih besar.
Perhitungan beda tekan pada kedua jenis metode terdapat perbedaan yang signifikan,
khususnya untuk beda tekan yang terdapat di dalam pipa. Pada perhitungan beda tekan
menggunakan metode manual menghasilkan nilai beda tekan yang lebih kecil
dibandingkan hasil perhitungan dengan perangkat lunak HTRI. Hal ini dapat terjadi karena
asumsi yang digunakan untuk perhitungan metode manual mengabaikan faktor scaling.
Sementara perangkat lunak HTRI, perhitungan faktor scaling tidak diabaikan.
44
5 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
1. Proyek Debottlenecking di PT BCCI akan membutuhkan suplai udara yang lebih
untuk proses, maka dari itu keberadaan unit Air Handling Unit yang baru
dibutuhkan untuk memberikan suplai udara ke kompresor di ruang kompresor.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merancang Air Handling Unit, antara
lain Laju Alir Volumetrik Udara, Kecepatan Udara di dalam Ducting, serta
Keberadaan Debu di Udara. Hasil perancangan Air Handling Unit dapat dilihat
pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Hasil Perancangan Air Cooler Heat Exchanger
Bundle Pertama
No. Parameter
Manual
HTRI
Satuan
1.
2.
826,6
426,308
m2
3.
33,013
27,853
W/m2K
4.
0,005
0,09
Bar
5.
0,008
0,003
Bar
No. Parameter
Manual
HTRI
Satuan
1.
2.
1.212,8
869,52
m2
3.
30,88
25,62
W/m2K
4.
0,013
0,007
Bar
5.
0,02
0,4
Bar
Bundle Kedua
45
5.2
Spesifikasi
1.
Jenis Blower
Sirocco
2.
Kapasitas Blower
18.480 N.m3/h
3.
Bahan Ducting
4.
Saran
1. Penataan letak Air Handling Unit harus diperhatikan secara baik, dikarenakan
karena ketersediaan ruang yang minim di area pabrik PT BCCI.
2. Perancangan Air Cooler Heat Exchanger memerlukan perancangan alat penukar
panas dengan spesifikasi plate-fin heat exchanger. Penggunaan program HTRI,
memerlukan peningkatan versi menjadi HTRI XChanger 7. Pada versi HTRI yang
paling baru terdapat fitur tambahan yang merupakan program untuk merancang
khusus plate-fin heat exchanger.
46
6 DAFTAR PUSTAKA
47
7 LAMPIRAN A
DATA PERANCANGAN BLOWER
48
49
50
51
8 LAMPIRAN B
DATA PERANCANGAN AIR COOLER HEAT EXCHANGER
B.1 Data Perancangan HTRI Air Cooler Heat Exchanger Bundle ke-1
Tabel B.1 Data Hasil HTRI Air Cooler Heat Exchanger 1st Bundle
52
B.2 Data Perancangan HTRI Air Cooler Heat Exchanger Bundle ke-2
Tabel B.2 Data Hasil HTRI Air Cooler Heat Exchanger 2nd Bundle
53