Anda di halaman 1dari 22

Eksperimentasi Pemikiran Islam Kaum Muda Muhammadiyah

: Zuly Qodir
Sejak bediri tahun 1912 hingga sekarang, baru kali ini ada
perkumpulan yang disebut Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah
(JIMM). JIMM beberapa waktu lalu mengadakan workshop

dengan

tema Tadarus Pemikiran Islam : Kembali ke Al-Quran Menafsir Makna


Zaman, Malang 18-20 Nopember 2003. Padahal kita tahu, Muhammadiyah
dianggap sebagai gudangnya intelektual di tanah air ini. Workshop JIMM
ini menarik ketika sebagian besar energi kita tersedot untuk mengurusi
masalah hingar-bingar politik dalam negeri menuju Pemilu 2004. Dimana
tidak terkecuali Muhammadiyah sebagai gerakan Islam terbesar kedua
setelah NU, sebagian kecil juga terseret ke arus politik praktis sekalipun
dengan bersembunyi di balik jargon high politics. Lebih-lebih setelah
sebelumnya generasi muda NU mengadakan Muktamar Pemikiran Islam
yang diselenggarakan 3-5 Oktober di Situbondo. Dengan penyelenggraaan
dua pertemuan di dua ormas Islam terbesar di negeri ini, terang saja
mengundang pertanyaan, ada apa dengan kaum muda di NU dan
Muhammadiyah. Apakah mereka ingin melepaskan diri dari hegemoni
kaum tua, atau ada masalah yang lebih serius sehingga kedua generasi
muda ini menggeliat mengadakan pertemuan yang tidak pernah terjadi
atau malahan tidak terpikirkan sebelumnya oleh generasi tua?
Untuk

keperluan

tulisan

ini,

saya

akan

memfokuskan

pada

pertemuan yang dilakukan JIMM di Universitas Muhammadiyah Malang


tersebut. Buat saya ini merupakan pertemuan (workshop) yang bisa
dibilang mengaggetkan, dan mungkin juga prospektif bagi kaum muda
Muhamamdiyah

di

tanah

air.

Pertemuan

semacam

ini

merupakan

pertemuan yang langka di Muhammadiyah, apalagi ketika nyaris


seluruh perhatian umat terfokus pada urusan politik praktis yang lebih
berorientasi pada sharing power dan bargaining position.
Gerakan kultural

Jika dalam tubuh Muhammadiyah dikenal istilah low politics dan high
politics, sebenarnya arah yang lebih kuat tumbuh dan berkembang, tidak
lain adalah arah low politicssekurang-kurangnyasetiap menjelang
rotasi pergantian kepemimpinan nasional atau pergantian presiden. Lebihlebih sejak tumbangnya rezim orde baru yang otoriter dan diktator,
arus low

politics dalam

Muhammadiyah

semakin

mengental

dan

mengerucut dalam tubuh Partai Amanat Nasional (PAN).


PAN

dengan

Muhammadiyah

hampir-hampir

tidak

bisa

dipisahkan,

sekalipun masih dapat dibedakan. Ini bisa dimengerti sebab PAN diketui
oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, M. Amien Rais, yang
kemudian mengundurkan diri, serta didukung oleh banyak fungsionaris
Muhammadiyah, baik di tingkat pusat maupun tingkat ranting, sebuah
kepengurusan terendah dalam Muhammadiyah.
Memang ada peraturan warga Muhammadiyah yang sedang menjabat di
Muhammadiyah tidak diperbolehkan untuk duduk dalam kepengurusan
PAN, karena akan tumpang tindih jabatan. Namun yang terjadi di
lapangan adalah sebaliknya. Tidak jarang warga Muhammadiyah sedang
duduk sebagai ketua pimpinan baik di tingkat wilayah, daerah, cabang
maupun ranting sekaligus sebagai pengurus inti PAN. Artinya, sebagai
warga Muhammadiyah sekaligus sebagai pengurus PAN.
Dengan melihat pelbagai fakta di lapangan seperti itu, hemat saya wajar
jika anak-anak muda Muhammadiyah yang lebih beraliran non politik
(high politics) hadir untuk lebih memposisikan dirinya sebagai kelompok
yang lebih bersifat kultural. Kaum muda Muhammadiyah ini bergerak
dalam level pemberdayaan intelektual, bukan pada pemberdayaan politik
praktis. Mungkin saja, gerakan kultural anak muda Muhammadiyah ini
berdampak

pada

gerakan

politik,

tetapi

tertap

fokusnya

adalah

pemberdayaan kapasitas intelektual, sebagai perimbangan dan kontrol


gerakan politik praktis dalam Muhammadiyah.
Mengapa kaum muda Muhammadiyah memilih gerakan kultural? Agaknya
dipengaruhi

dengan

terjadinya

segmentasi

yang

terjadi

di

tubuh

Muhammadiyah yang semakin tajam antara kubu Muhammadiyah politik


dan kubu Muhammadiyah non politik. Kaum muda Muhammadiyah ini
hendak memberikan semacam perlawanan kultural terhadap kaum
konservatif dalam tubuh organisasi yang disebut sebagai organisasi Islam
modernis. Kaum muda Muhammadiyah ini melakukan kritik atas diri
sendiri

untuk

menemukan

wajah

Muhammadiyah

yang

lebih genuine sebagai gerakan pembaruan pemikiran Islam bukan


sebagai gerakan pembaruan politik Indonesia.
Disitulah, hemat saya gerakan kultural kaum muda Muhammadiyah pada
saatnya nanti akan tumbuh menjadi kultur hibrid yang lahir di tengah
pergolakan politik praktis dan pemikiran Islam kontemporer.

Eksperimentasi Pemikiran
Dengan memfokuskan pada gerakan kultural, kaum muda Muhammadiyah
ini sesungguhnya tengah berupaya melakukan sebuah eksperimentasi
pemikiran dalam Muhammadiyah dan Islam Indonesia. Jika selama ini
pemikiran, khususnya teologi Islam dan Muhammadiyah lebih terfokus
pada masalah-masalah ritual simbolik keagamaan (keislaman), maka
kaum muda Muhammadiyah ini mencoba menawarkan format pemikiran
Islam yang lebih segar, lebih baru, sekalipun bisa saja masalah-masalah
yang diangkat merupakan masalah lama, bahkan yang sudah akut.
Sebagai gerakan kultural, maka mengemas lapangan pemikirannya dapat
dipastikan akan bersifat pembebasan terhadap kaum tertindas, kaum
dhuafa, mustadafin, dan kaum marjinal di tanah air. Akan berbeda jika
pilihannya adalah gerakan politik, tentu pilihan isunya adalah tema-tema
strukturalis, dan bahkan tema-tema elitis semisal pembagian kekuasaan,
rotasi kepemimpinan dan distribusi jabatan kekuasaan publik.
Disitulah yang membedakan secara tegas antara gerakan kultural kaum
muda Muhammadiyah dengan gerakan politik Muhammadiyah. Gerakan
kultural dapat juga dibilang sebagai sebuah gerakan pembumian

pemikiran teologi Islam yang selama ini sangat melangit, sebab


menggunakan paradigma teosentris, bukan paradigma antroposentris.
Teologi teosentris lebih berorientasi pada masalah-masalah ritual yang
hubungannya dengan Tuhan, sementara teologi antroposentris lebih
berorientasi

pada

masalah-masalah

sosial

yang

timbul

di

tengah

masyarakat sekitar.
Masalah-masalah sosial yang muncul, dan barangkali krusial, diusung
dengan memakai terminologi kemungkaran sosial sebagai bagian dari
kebejatan-kebejatan kaum beragama yang tidak mengindahkan realitas
sebagai masalah yang semestinya direspon secara simultan dan segera
oleh umat Islam, dan umat beragama pada umumnya. Membiarkan
kemungkaran sosial secara tidak langsung artinya umat beragama
melanggengkan dosa-dosa kolektif bergentayangan di muka bumi.
Untuk mengusung pemikiran Islam baru, kaum muda Muhammadiyah
tampaknya hendak melengkapi dirinya dengan seperangkat ilmu dan
pengetahuan

berkenaan

dengan

semangat

perlunya

melakukan

pembongkaran terhadap teks-teks suci yang telah ditafsirkan oleh


generasi sebelumnya, baik oleh para mufti atau para mujtahid Islam era
keemasan dulu. Teks dijadikan semacam sasaran tembak untuk dikritisi
penafsirannya sehingga tidak menjadikan tafsir atas teks sebagai agama
dan berhala yang nyaris mtlak untuk disembah. Teks ditempatkan
sebagai objek kajian kritis kaum muda Muhammadiyah untuk kemudian
senantiasa dilakukan interpretasi untuk menemukan interpretasi baru
yang lebih memadai.
Pembongkaran teks sebenarnya sebuah upaya secara mendasar dan
sistematik

untuk

menghentikan,

sekaligus

menghilangkan

adanya

dominasi dan hegemoni atas tafsir kitab suci. Dalam kerangka ini, maka
melakukan
perlawanan

dekonstruksi
secara

atas

kultural

mengalami kemandegan.

teks
atas

dapat
tradisi

juga
ijtihad

disebut

sebagai

keislaman

yang

Setelah dilakukan pembongkaran dominasi dan hegemoni atas teks,


gerakan yang dilakukan kaum muda Muhammadiyah tampaknya hendak
mengarah pada gerakan sosial yang mencerminkan secara riil sebagai
gerakan sosial baru. Gerakan sosial baru yang lahir dari lingkungan
keislaman sebagai sebuah respon atas kemandegan pemikiran teologi
yang selama ini dipahami sangat teosentris, sehingga tampak kurang
humanis.
Apakah eksperimentasi pemikiran Islam kaum muda Muhammadiyah ini
akan

berhasil,

semua

ditentukan

ketika

energi

intelektual

muda

Muhammadiyah itu sendiri tidak terkuras habis oleh godaan-godaan


politik praktis yang lebih menggiurkan. Eksperimentasi pemikiran Islam
jika berhasil hemat saya akan menemukan wujudnya yang paling nyata
sebagai sebuah teologi kaum mustadafin (teologi kaum tertindas) sebuah
teologi yang membumi ketimbang teologi langitan.
Universitas Muhammadiyah Malang akan menjadi saksi dan bukti sejarah
bagi Muhammadiyah, dimana sepanjang sejarahnya hingga kini, baru
sekarang diselenggarakan pertemuan dengan tajuk Tadarus Pemikiran
Islam, yang dilakukan dan diikuti kaum Muda Muhammadiyah yang
tergabung dalam Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah.
Akankah obor intelektualisme Muhammadiyah kembali bersinar di bawah
bendera JIMM? Ataukah peristiwa ini hanya sekedar slogan kaum muda
semata? Perjalanan sejarah yang akan mencatat dan mendokumentasikan
semuanya. Semoga sejarah akan berkata dikemudian hari bahwa Tadarus
Pemikiran

Islam di

pemikiran

kaum

Malang
muda

memang

merupakan

Muhammadiyah,

bukan

awal

kebangkitan

sebaliknya,

awal

keterpurukkan dan keterjebakan kaum muda Muhammadiyah dalam


formalisme slogan intelektual.
Semoga saja apa yang telah dilakukan anak-anak muda Muhammadiyah
mendapatkan angin segar dari ormas yang pernah melahirkannya,
sehingga mereka mampu menumbukan horizon baru pemikiran Islam
Indonesia.

Zuly Qodir, Presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM),


peserta Program Doktor Sosiologi UGM tinggal di Jogjakarta,.

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 2 2004

Refleksi

Tiga

Tahun

Perjalanan

JIMM

oleh Moh. Shofan

Karenanya, Refleksi 3 Tahun JIMM merupakan peristiwa langka yang


akan sangat monumental jika benar-benar menemukan bentuknya yang
paling terang, yakni sebagai gerakan kultural yang dicirikan oleh kaum
intelektual.
Second Muhammadiyah:
Refleksi Tiga Tahun Perjalanan JIMM
Oleh: Moh. Shofan **
Tanggal 24-26 Juli 2006 lalu, di Al-Maoun Foundation, Jakarta, kaum muda
Muhammadiyah menggelar "Refleksi 3 Tahun JIMM (Jaringan Intelektual
Muda Muhammadiyah)". Refleksi ini dimaksudkan untuk menyegarkan
kembali wacana pemikiran Islam yang dirasa mulai lesu, terutama oleh
kalangan internal JIMM. Barangkali, ini merupakan peristiwa kultural yang
bersejarah, mengingat kelahiran JIMM oleh sebagian kalangan warga
Muhammadiyah dituduh sebagai komunitas yang tidak sesuai dengan
"suara resmi" Muhammadiyah; dianggap anak haram yang harus
dienyahkan. Tidak cukup dengan penyebutan anak haram, mereka

menilai, secara teologis JIMM sudah keluar dari sumber otoritatif Islam,
yakni Alquran dan hadis. Masih banyak stigma negatif lain yang
disematkan kepada JIMM yang anggotanya terdiri dari kaum muda
Muhammadiyah.
Sebagai komunitas baru yang tidak ada hubungan struktural dengan
Muhammadiyah

(sekalipun

personel-personel

JIMM

aktivis

Muhammadiyah), kiprah intelektual JIMM tidak bisa juga dianggap remeh.


Terbukti, pada Muktamar Muhammadiyah Malang setahun lalu, walau
tidak sedikit elit Muhammadiyah yang khawatir dengan keberadaan JIMM
yang ditengarai dapat merusak citra Muhammadiyah, masih ada sejumlah
intelektual Muhammadiyah yang masih melihat kiprah JIMM dengan
pikiran jernih. Mereka menaruh harapan besar dan optimis masa depan
Muhammadiyah

ada

di

pundak

kaum

muda

Muhammadiyah

ini.

Intelektual sekaliber Syafii Maarif, Moeslim Abdurrahman dan Amin


Abdullah, tiada henti-hentinya mendorong anak-anak muda untuk terus
berkarya

lewat

tulisan

dan

melakukan

terobosan

intelektual.

Karenanya, Refleksi 3 Tahun JIMM merupakan peristiwa langka yang


akan sangat monumental jika benar-benar menemukan bentuknya yang
paling terang, yakni sebagai gerakan kultural yang dicirikan oleh kaum
intelektual.
Empat Alasan

Sekurang-kurangnya
Muhammadiyah

ada

bangkit.

empat
Pertama,

alasan

mengapa

mengembalikan

kaum

muda

Muhammadiyah

sebagai gerakan pembaharuan (tajdid) Islam yang sadar akan beban


sejarah yang dipikulnya. Artinya, Muhammadiyah harus semakin lebih
dewasa dan matang dalam merespon berbagai persoalan krusial yang
berkembang di masyarakat, bukan malah membiarkan dominasi kaum
konservatif di dalam tubuh Muhammadiyah yang sewaktu-waktu bisa
menjadi benalu dan penghambat kemajuan.

Dalam perjalanan sejarahnya, Muhammadiyah telah membawa semangat


pembebasan, yakni bagaimana membebaskan manusia dari belenggu
kebodohan dan mendorong penghargaan pada harkat dan martabat
kemanusiaan. Muhammadiyah tidak hanya memelihara kaum konservatif
yang hanya mengurusi masalah-masalah ritual-formalisme organisasi
sembari

mengabaikan

persoalan-persoalan

sosial

tanpa

paradigma

keilmuan yang jelas.


Kedua, Muhammadiyah harus terbuka terhadap pikiran-pikiran progresifliberatif, sehingga tidak menjadi organisasi Islam yang eksklusif-tekstualis.
Selama ini, ada sejumlah kekhawatiran dari para elit Muhammadiyah
terhadap anak-anak muda yang gandrung mengkaji pemikiran-pemikiran
progresif seperti Hassan Hanafi (yang dikenal dengan proyek Islam Kiri),
Muhammad Abid al-Jabiri (dengan Kritik Nalar Arab), Farid Esack dengan
hermeneutika, dan seterusnya. Tapi saya pikir, wajar kalau anak-anak
muda memburu gagasan-gagasan yang paling baru sebagai aplikasi dari
munculnya eforia intelektual.
Untuk hal semacam ini, harusnya para elit Muhammadiyah memberi
ruang kebebasan untuk berwacana dan mengekpresikan ide-idenya, baik
melalui forum-forum ilmiah maupun tulisan di berbagai media massa.
Bukan malah mengebiri dan mengganggapnya sebagai ancaman bagi
Muhammadiyah.

Saya

kira,

karena

alasan

itulah

kaum

muda

Muhammadiyah mampu mengambil "jalan lain" dari mazhab konservatifskripturalis, dan sangat wajar jika akan terjadi benturan-benturan dengan
kaum konservatif dalam tubuh Muhammadiyah. Apa yang dilakukan oleh
anak-anak muda Muhammadiyah yang tergabung di JIMM, sebenarnya
dapat juga disebut kehendak untuk melakukan kritik internal (autokritik)
terhadap Muhammadiyah agar tidak terjebak dalam ritual formalisme
organisasi.
Ketiga,

perlunya

pertemuan

(baca:

dialog)

lintas

generasi

di

Muhammadiyah. Selama ini, kondisi yang tampak adalah kurangnya


intensitas pertemuan antara generasi muda dengan generasi tua. Bahkan
ada kesan generasi tua merasa sudah begitu senior, bahkan lebih superior

dibanding generasi mudanya. Dengan begitu, mereka enggan melakukan


dialog. Kondisi itu mungkin juga diperuncing oleh munculnya JIMM yang
mengusung wacana progresif-liberatif. Tak pelak lagi, telah terjadi
ketegangan antara antara kaum tua yang lebih puritan dan kaum muda
yang lebih dinamis. Dengan demikian, di Muhammadiyah ada dua kubu
yang saling kontradiktif, yaitumeminjam istilah SukidiMuhammadiyah
progresif

vs

Muhammadiyah

konservatif.

Kondisi seperti ini harusnya tak boleh terjadi, sebab masa depan
Muhammadiyah tak cukup dibebankan hanya kepada kaum tua. Kaum
muda Muhammadiyah harusnya mengambil bagian dan peran yang
signifikan bersama-sama dengan kaum tua, dan merumuskan kembali
prinsip purifikasi dan dinamisasi Islam dengan berbagai problem dan
perkembangan zaman sekarang ini. Dari situlah mereka dapat melakukan
kerja-kerja religius dan kebudayaan untuk masa depan yang lebih
mencerahkan.
Keempat, perkembangan wacana pemikiran Islam yang demikian cepat
makin menjelaskan bahwa gaya konservatif tidak lagi memadai untuk
merespons

masalah

aktual

yang

terus

bergulir.

Lambatnya

kaum

konservatif Muhammadiyah merespons masalah-masalah aktual, salah


satunya disebabkan oleh adanya monopoli tafsir. Kecenderungan ini
merupakan kensekuensi logis dari klaim kebenaran yang menyebabkan
sakralisasi

terhadap

tafsir

keagamaan.

Di Muhammadiyah, masih banyak yang menganggap Himpunan Putusan


Tarjih (HPT) berada di atas segala-galanya. HPT dianggap mutlak dan tidak
bisa dikritik, bahkan disakralkan seperti Aluran, sekalipun mereka tidak
mengerti proses perdebatan yang terjadi dalam Manhaj Tarjih.
Penutup

Anak-anak muda Muhammadiyah harus tetap melakukan terobosan


dengan mengangkat gerakan intelektual di tengah arus perubahan politik
yang demikian cepat. Anak muda Muhammadiyah perlu mewarnai
kembali tradisi progresif-liberatif KH Ahmad Dahlan sebagai the founding
father

Muhammadiyah.

Kaum muda Muhammadiyah juga perlu melanjutkan ijtihad kaum


modernis pada level yang lebih populis, serta merespons masalah aktual
dan kultural sehari-hari masyarakat. Dengan melakukan Refleksi 3 Tahun
JIMM kaum muda Muhammadiyah tampak ingin meneruskan cita-cita
luhur KH. Ahmad Dahlan agar Islam senantiasa relevan dan kontekstual
dengan

zamannya.

Muhammadiyah

sudah

selayaknya

memelopori

kembali gerakan pembaharuan keagamaan dan transformasi sosial di


Indonesia.
** Moh. Shofan, Dosen FAI, Univ. Muhammadiyah Gresik
Komentar Masuk (12 komentar)
Tulis Komentar
saya sangat sepakat bahwa kelahiran JIMM merupakan keprihatinan kaum
muda Muhammdiyah akan kejumudan pemikiran yang terjadi di tubuh
Muhammdiyah. jika para petinggi Muhammadiyah kuatir akan sepak
terjang JIMM, saya kira kurang bijak. JIMM lahir berdasar spirit Tajdid yang
didengungkan KH Ahmad Dahlan. kalau kita setback kembali bagaimana
awal

mulanya

muhammadiyah

respon
tempo

masyarakat
dulu?

mereka

Indonesia
mengaggap

akan

gerakan

gerakan

yang

dicetuskan KH ahmad dahlan yang mulainya "asing" kemudian adsanya


pembenaran

dari

masyarakat.

melihat sepak terjang hal di atas perjalan JIMM yang dicap kafir, lambat
laut akan menemukan pencerahanya. Amien..........
#1. mach shof at 2011-04-02 08:16:45

Tahu apa JIMM ttg KH. Ahmad Dahlan buang organaisasi tak produktif
hanya menebar virus liberalisasi di tubuh Muhammadiyah
#2. agus hermawan at 2010-11-02 09:29:13
Semangat Teologi almaun merupakan spirit JIMM, sebagaimana telah
dipraktikkan

pendiri

Muhammadiyah

KH

Ahmad

Dahlan.

Biarkan

Intelektual Muda Muhammadiyah berkreasi menemukan jati dirinya


sebagai kaum muda. Semua harus qta yakini sebagai semangat
fasthabiqul khairat. Hanya dengan pencerahan pemikiran semua akan
terjawab dengan sendirinya dalam proses pencarian jati diri sebagai kaum
muda. Biarkan mengalir sebagai antitesa dari perjalanan spiritual
pengabdian Muhammadiyah, apa yang dilakukan oleh JIMM. Fastabiqul
Khairat, Wassalam. Immawan Rakhman, SH
#3. Immawan Rakhman at 2009-12-19 10:05:25
Refleksi
Wajib

Tiga

Tahun

menunggu-nunggu

Perjalanan
dan

tidak

JIMM:
melupakan:

1. Al A'raaaf (7) ayat 52,53: Datangnya Allah menurunkan Penggenapan


Hari Takwil Kebenaran Kitab melalui seseorang di Indonesia pada awal
millennium

ke-3

masehi

(Fushshilat

(41)

ayat

44).

2. Yohanes 16:12-15: Datangnya Bapa menurunkan Penggenapan Roh


Kebenaran melalui seseorang di Indonesia awal millennium ke-3 masehi
(Yohanes

7:14,15).

3. Ibrahim (14) ayat 5, Al Jaatsiyah (45) ayat 14: Datangnya Allah


menurunkan

Hari-Hari

Allah

melalui

millennium

seseorang

di

Indonesia

ke-3

awal

masehi.

Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu persepsi Tunggal Agama


millennium ke-3 masehi.
#4. Soegana

Gandakoesoema,

Tunggal at 2008-11-02 20:21:38

Pembaharu

Persepsi

Dua bulan yang lalu VOMS (Voice Of Muhammadiyah Student) lahir


dipermukaan. tapi jujur kelahiran VOMS tidak untuk diresmikan dan juga
tidak

untuk

Muhammadiyah.

di

hebohkan
dari

saya

tapi

pribadi

untuk
jujur

pencerahan

banyak

sekali

pemikiran
kelemahan

Muhammadiyah dalam sudut pandang ideologi pemikirannya. terbukti di


Sumatera Utara, banyak warga Muhammadiyah sudah lari dari jalurnya
seperti politisasi kepentingan pribadi (PAN, PBB, PMB, PPP, takutnya PDS)
dengan memakai nama Muhammadiyah. adalagi aksi Aisyiyah, IMM,
Pemuda, IRM penolakan Bahdin Nur Tanjung sebagai Rektor UMSU karena
terindikasi Korupsi.
jadi kami dari Mahasiswa yang berdiri sendiri (VOMS) karena hati yang
bersih untuk membersihkan Muhammadiyah. jangan salahkan kami kalo
kami membuat kehancuran bagi yang menghancurkan VOMS
saya sepakat saja bahwa kelahiran JIMM merupakan keprihatinan kaum
muda

Muhammdiyah

akan

kejumudan

pemikiran

yang

terjadi

di

Muhammdiyah. kalaulah para petinggi Muhammadiyah kuatir akan sepak


terjang JIMM, saya kira kurang bijak. JIMM lahir berdasar spirit Tajdid yang
didengungkan KH Ahmad Dahlan. kalau kita setback kembali bagaimana
awal

mulanya

respon

masyarakat

Indonesia

akan

gerakan

muhammadiyah? mereka mengaggap gerakan yang dicetuskan KH ahmad


dahlan sebagai agama baru, bahkan di cap kafir.
melihat hal di atas perjalan JIMM yang dicap kafir, lambat laut akan
menemukan kebenerannya. Amien
#1. Achsin el-qudsy at 2006-09-14 09:09:27
ass.
menanggapi tulisan mas shofan, saya kira perlu ada beberapa ulasan. Jika
yang dimaksud dengan pendirian JIMM adalah membangkitan gerakan
intelektual kalangan Muhammadiyah dengan mendasar kerucutkan pada
beberapa gelombang wacana pemikiran keislaman akhir2 ini di indonesia

yg lebih cenderung membebek apa yang digaungkan oleh semacam jabiri,


Hasan hanafi, nasr abu zeid, Syahrur,arkoun, atau essack. maka sayalah
yang

pertama-tama

akan

angkat

tangan

menolak.

ada

beberapa

kekhawatiran kita hanya akan terjebak pada dataran nadhariyah normatif


saja, berkebalikan dengan ciri khas muhammadiyah yang normatifpraktis(ilmu dan amal) Dan ini sangat berkaitan erat dengan tanggung
jawab keintelektualan warga muhammadiyah terhadap umat islam dan
pada bangsa indonesia pada umumnya.
kita nggak ingin pandai berwacana atau ngomong ngalor ngidul dibumbui
sedikit wacana sosiologi barat lalu berhipotesa dan mengistinbathkan
sesuatu kemudian kita putar ke masyarakat, mengaku bahwa inilah
pemikiran islam yang sesuai dengan tathawur al zaman.
pada jurnal al-Umran edisi VI(PCIM Kairo mesir) rubrik wawancara, Prof. Dr.
abdul Muthi Bayoumi (Profesor pada jur. aqidah filsafat Univ azhar kairo
,juga anggota parlemen mesir) pada suatu saat ketika mengisi sebuah
umsiyyah(dialog) bersama Syahrur dan hasan hanafi mengatakan pada
mereka, "anda akan lebih dianggap sebagai intelektual dan cendekiawan
muslim jika anda berani mengatakan bahwa produk pemikiran yang anda
hasilkan adalah bukan sebagai suatu bentuk pemikiran islam, tapi
pemikiran saya sendiri" disamping kita tidak menafikan kerja pembacaan
para pemikir muslim di atas.
kerja seorang intelektual tidaklah gampang, kecuali kerja seorang
intelektual hijau yang rela bekerja keras memproduk suatu pemikiran
sebab ada imbalan besar dibalik semua itu dengan tanpa melihat apa
yang akan terjadi jika ia melempar produknya ke masyarakat.
intelektual muhammadiyah harus bekerja di dataran praktis normatif,
jangan cuma menjadi seorang pemikir nukhbah(elit.) Berwacana juga
mengajar

dan

mengaburkan

menyelamatkan
pemahaman

masyarakat,

masyarakat.

tidak

berupaya

merusak

dan

memberdayakan

masyarakat sipil. saya kira wacana2 barat sangat erat dan tidak jauh

dengan kalangan muhamamdiyah, bukanlah barang baru, sebab kantong2


universitas muhamamdiyah lebih banyak dalam mengolah wacana
tersebut.
maka saya ucapkan selamat buat milad JIMM yang ketiganya, semoga
tambah segar dan jernih dalam memandang dan membedakan antara
gelombang dengan buihnya. semoga. salam dari kairo.
wss.
#2. mukhlis at 2006-09-16 05:09:27
Benar bahwa jika dikatakan JIMM mempunyai peran yang besar sebagai
generasi muda intelek dari kalangan Muhammadiyah, tetapi sangat
kurang

pas

jika

JIMM

hanya

punya

kaitan

non-struktural

dengan

Muhammadiyah. dalam kaidah organisasi, setiap pemakaian nama


Muhammadiyah harus melalui musyawarah dan persetujuan, sedangkan
JIMM tidak. hal ini mungkin dikarenakan beberapa hal : 1. Rasa takut dari
JIMM

jika

tidak

bisa

menggunakan

nama

Muhammadiyah

karena

"kemapanan" yang melanda Muhammadiyah itu sendiri sehingga anti


perubahan. 2. Kurangnya dialog dari kedua belah pihak. hal ini cukup kita
sesalkan

(bahwa

ada

polarisasi),

sedangkan

pada

dasarnya

Muhammadiyah adalah organisasi pembaharu (tentunya kita tahu sejarah


berdirinya). Alangkah baiknya, jika JIMM benar-benar masuk secara
struktral dalam Muhammadiyah.
#3. Ahmad Faizin Karimi at 2006-09-16 20:10:00
Di sini anda akan disebut intelektual jika berani ngomong beda, anti
kemapanan walau terhadap kitab suci sekalipun. Maka media sekuler akan
mem blow up anda dan berbagai macam pemikiran ngawur anda. Ingin
terkenal dan sering muncul dimedia??? Gak susah, cukup tuangkan ide-ide
anda tentang kebebasan individu yang sebebas-bebasnya, kritisi semua
pemimpin-pemimpin agama

anda

memasyarakatkan pornografi dlsb.

terdahulu, kampanyekan gerakan

#4. Syahrul Maidi at 2006-09-17 07:10:18


Saya berharapap JIMM itu menjadi JIN dalam tubuh Muhammadiyah.
Keberadaananya harus senantiasa menebarkan virus-virus kebaikan dan
membisiki tajdid al-Islam untuk menjadi amal baiknya. Sebab jika hal itu
tidak dilakukan, sebagaimana jin (huruf kecil), JIMM akan dilaknat oleh
zaman. Jangan salah paham, JIN yang saya maksudkan di sini adalah JIN
muslim yang berhati baik. So, masa depan Muhammadiyah sebenarnya
berada di pundak kaum mudanya. Saya yakin, jika kaum muda
revolusioner itu seperti mas Shofan, Fuad Fanani, Pradana Boy, Zuly Qodir,
etc bersama-sama melakukan fungsinya sebagai pemuda yang sadar
akan realitasnya, tentu akan membawa Muhamaddiyah ke arah lebih baik.
Maka, benar apa kata Soekarno, "berikan aku sepuluh (saja) pemuda,
niscaya akan merubah dunia". Mampukah JIM melakukan tugas suci itu?
Kita tonton saja nanti...
#5. Ali Usman at 2006-09-20 11:09:50
Salut buat teman2 JIMM, ayo maju terus pantang mundur. Tetap pegang
semangat tajdid tetapi dengan atribut intelektualis dan akademikus.
Muhammadiyah membutuhkan gerakan ini untuk memelihara tradisi
tajdidnya. Perlu diketahui bahwa semangat tajdid tidak hanya milik para
pengurus yang saat ini dipercaya mengurusi muhammadiyah tetapi juga
milik semua elemen di muhammadiyah. Sesungguhnya ciri khas gerakan
muhammadiyah

zaman

kyai

dahlan

adalah

semangat

tajdid

intelektualisnya yang mampu mengubah pemikiran dan perilaku ummat


Islam menuju ke kehidupan modern
#6. rama immawan at 2006-09-25 19:09:33
melihat keberadaan JIMM dan sepak terjangnya selama tiga tahun terakhir
kita sebagi ummat beragama patut memberikan apresiasi yang cukup
berarti, sebab keberadaan JIMM mampu membawa perubahan yang cukup
signifikan bagi keberadaan umat beragama. sepak terjang JIMM yang
mampu memperjuangkan hak orang-orang mustadz'afin menjadi lebih

baik dan bermartabat dimata orang ternyata sejalan dengan visi seluruh
agama yang ada di dunia ini. untuk itu kami salaku kaum yang sangat
setuju

dengan

misi

yang

telah

dijalankan

oleh

komunitas

JIMM

mengharapkan supaya komunitas JIMM jangan pernaha berhenti berkarya


untuk menelurkan gagasan-gagasan yang konstruktif demi kebaikan
masyarakat yang ada di seantero Indonesia
#7. Afef Rahman at 2006-09-29 06:10:14
Dua bulan yang lalu VOMS (Voice Of Muhammadiyah Student) lahir
dipermukaan. tapi jujur kelahiran VOMS tidak untuk diresmikan dan juga
tidak

untuk

di

Muhammadiyah.

hebohkan
dari

saya

tapi

pribadi

untuk
jujur

pencerahan

banyak

sekali

pemikiran
kelemahan

Muhammadiyah dalam sudut pandang ideologi pemikirannya. terbukti di


Sumatera Utara, banyak warga Muhammadiyah sudah lari dari jalurnya
seperti politisasi kepentingan pribadi (PAN, PBB, PMB, PPP, takutnya PDS)
dengan memakai nama Muhammadiyah. adalagi aksi Aisyiyah, IMM,
Pemuda, IRM penolakan Bahdin Nur Tanjung sebagai Rektor UMSU karena
terindikasi Korupsi.
jadi kami dari Mahasiswa yang berdiri sendiri (VOMS) karena hati yang
bersih untuk membersihkan Muhammadiyah. jangan salahkan kami kalo
kami membuat kehancuran bagi yang menghancurkan VOMS
----#8. Salman Nasution at 2008-01-13 00:01:23
Refleksi
Wajib

Tiga

Tahun

menunggu-nunggu

Perjalanan
dan

tidak

JIMM:
melupakan:

1. Al A'raaaf (7) ayat 52,53: Datangnya Allah menurunkan Penggenapan


Hari Takwil Kebenaran Kitab melalui seseorang di Indonesia pada awal
millennium

ke-3

masehi

(Fushshilat

(41)

ayat

44).

2. Yohanes 16:12-15: Datangnya Bapa menurunkan Penggenapan Roh


Kebenaran melalui seseorang di Indonesia awal millennium ke-3 masehi
(Yohanes

7:14,15).

3. Ibrahim (14) ayat 5, Al Jaatsiyah (45) ayat 14: Datangnya Allah


menurunkan

Hari-Hari

Allah

melalui

millennium

seseorang

di

Indonesia

ke-3

awal

masehi.

Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu persepsi Tunggal Agama


millennium ke-3 masehi.
#9. Soegana

Gandakoesoema,

Pembaharu

Persepsi

Tunggal at 2008-11-02 20:21:38


Semangat Teologi almaun merupakan spirit JIMM, sebagaimana telah
dipraktikkan

pendiri

Muhammadiyah

KH

Ahmad

Dahlan.

Biarkan

Intelektual Muda Muhammadiyah berkreasi menemukan jati dirinya


sebagai kaum muda. Semua harus qta yakini sebagai semangat
fasthabiqul khairat. Hanya dengan pencerahan pemikiran semua akan
terjawab dengan sendirinya dalam proses pencarian jati diri sebagai kaum
muda. Biarkan mengalir sebagai antitesa dari perjalanan spiritual
pengabdian Muhammadiyah, apa yang dilakukan oleh JIMM. Fastabiqul
Khairat, Wassalam. Immawan Rakhman, SH
#10. Immawan Rakhman at 2009-12-19 10:05:25
Tahu apa JIMM ttg KH. Ahmad Dahlan buang organaisasi tak produktif
hanya menebar virus liberalisasi di tubuh Muhammadiyah
#11. agus hermawan at 2010-11-02 09:29:13
saya sangat sepakat bahwa kelahiran JIMM merupakan keprihatinan kaum
muda Muhammdiyah akan kejumudan pemikiran yang terjadi di tubuh
Muhammdiyah. jika para petinggi Muhammadiyah kuatir akan sepak
terjang JIMM, saya kira kurang bijak. JIMM lahir berdasar spirit Tajdid yang
didengungkan KH Ahmad Dahlan. kalau kita setback kembali bagaimana
awal

mulanya

muhammadiyah

respon
tempo

masyarakat
dulu?

mereka

Indonesia
mengaggap

akan

gerakan

gerakan

yang

dicetuskan KH ahmad dahlan yang mulainya "asing" kemudian adsanya


pembenaran

dari

masyarakat.

melihat sepak terjang hal di atas perjalan JIMM yang dicap kafir, lambat
laut akan menemukan pencerahanya. Amien..........
#12. mach shof at 2011-04-02 08:16:45

Kebangkitan Intelektual Muda Muhammadiyah


Kompas,

Senin,

17

November

2003

Andar

Nubowo

PADA 18-20 November 2003 ini, Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah


(JIMM) bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
mengadakan Tadarus Pemikiran Islam bertema "Kembali ke Al Quran,
Mencari Semangat Zaman" di Malang. Kegiatan itu bertujuan memetakan
pemikiran Islam kontemporer di dunia Islam, khususnya yang berkait
dengan

dialog

Islam-Barat

dan

menemukan

kunci

hermeneutik

(hermeneutical keys) untuk turut serta memecahkan problem kekinian.


Tidak berlebihan jika kegiatan ini merupakan tanda kebangkitan kembali
intelektualisme di kalangan Muhammadiyah, terutama kaum muda.
BEBERAPA dekade terakhir, banyak kritik, sebagai gerakan pembaharuan
(tajdid), Muhammadiyah mengalami stagnasi dalam ranah pemikiran.
Muhammadiyah tak berdaya menghadapi gempuran problem sosial, ekses
globalisasi, neokapitalisme, dan liberalisme yang sulit dibendung. Kini,
Muhammadiyah cenderung terjebak rutinitas aktivisme yang acap kali
menumbuhkan
sementara

kejemuan,

aktivis

lebih

birokratisme,
tertarik

dan

pada

pragmatisme,
political

bahkan

achievement.

Sosok-sosok seperti A Syafii Maarif, Amin Abdullah, Abdul Munir Mulkhan,


Moeslim Abdurrahman adalah sedikit pemikir yang saat ini masih dimiliki

Muhammadiyah. Satu kenyataan yang sebetulnya tidak layak disandang


gerakan

Islam

modernis

seperti

Muhammadiyah.

Langkanya tradisi reflektif di kalangan muda Muhammadiyah justru kian


parah. Ini kemungkinan besar disebabkan sistem perkaderan Angkatan
Muda Muhammadiyah (AMM) yang cenderung menekankan sisi normatif
dan aktivisme organisasi. Misalnya, pelatihan perkaderan, kajian AD/ART,
kajian Sistem Perkaderan lebih mendapat porsi relatif besar dibandingkan
dengan kajian yang bersifat diskursif, ilmiah, dan intelektual. Bahkan
untuk sementara aktivis, keinginan berpolitik praktis lebih besar daripada
bagaimana turut aktif memecahkan problem sosial keumatan yang hingga
kini masih menghantui eksistensi kita.
Maka, Tadarus Pemikiran ini merupakan "oase" bagi keringnya naluri
berintelektual di Muhammadiyah dan kaum mudanya. Paling tidak, ini
sebagai langkah awal menghidupkan kembali (to revitalize) tradisi berpikir
yang dulu diintroduksi serius oleh pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad
Dahlan.
Intelektualisme yang Dilupakan
Sejak didirikan, Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang
memadukan ortodoksi dan ortopraksis. Kala itu praktik ritual umat Islam
ternoda tradisi hinduistik-budhistik yang sarat takhayyul, bidah dan
khurafat,

dan

praktik

keagamaan

yang

mekanistik

tanpa

terlihat

kaitannya dengan perilaku sosial. Umat Islam saat itu bodoh, miskin, dan
terbelakang, tidak mampu melihat batas baik dan buruk. Umat Islam tak
berdaya melihat parade kolonialis Belanda di depan mata mereka.
Hal inilah yang menggugah Ahmad Dahlan untuk menyadarkan umat
dengan jargon kembali kepada Al Quran dan Sunah Nabi Muhammad Saw
(al-ruju ila al-Quran wa al-Sunnah al-Nabawiyah) dalam ranah agama,
sosial, dan moral. Bersama murid-muridnya, Ahmad Dahlan bergerak
memurnikan akidah umat yang melenceng jauh dari sumbernya sembari

memecahkan problem kronis umat dengan mendirikan panti yatim, rumah


miskin, rumah sakit, dan sekolah.
Aksi sosial yang dilakukan Ahmad Dahlan dan kawan-kawan tidak muncul
begitu saja, tetapi lahir dari refleksi kritis dan mendalam atas teks primer
Islam dan kondisi sosial, politik, budaya umat. Pendirian rumah miskin,
panti yatim, dan rumah sakit, diilhami firman Allah dalam surat Al Maun,
Muhammad: 7; dan Al Ankabut: 69 (M Soedja, 1989). Hingga akhir
hayatnya, Ahmad Dahlan dan kawan-kawan sekampung di Kauman terus
menggelindingkan doktrin sosial itu.
Sayang, KH Ahmad Dahlan sama sekali tidak pernah menorehkan gagasan
pembaruannya dalam warisan tertulis, tetapi lebih pada karya dan aksi
sosial nyata. Sosok Ahmad Dahlan adalah sosok man of action. Dia made
history for his works than his words, tulis Alfian dalam disertasinya. Ini
berbeda dengan tokoh pembaharu lain, A Surkati dan A Hasan yang
produktif menulis. Sehingga Ahmad Dahlan lebih dikenal sebagai sosok
pembaru yang pragmatis (Alfian, 1989).
Akibatnya, kader Muhammadiyah lebih memahami, bermuhammadiyah
adalah dengan aktif mengurusi dan mendirikan lembaga pendidikan dari
tingkat prasekolah hingga perguruan tinggi, panti asuhan, rumah sakit,
dan amal usaha lain. Kader dan aktivis Muhammadiyah bangga jika
prestasi

Muhammadiyah

dijadikan

obyek

penelitian

ilmiah

sarjana

internasional, seperti James L Peacock, Mitsuo Nakamura, George Kahin,


Robert Van Neil, Drewes, Deliar Noer, Alfian, dan yang terakhir A Jainuri.
Apalagi saat Muhammadiyah disemati sebagai-seperti ditulis Peacock-the
most powerful Islamic reformist movement ever exist in Southeast Asia,
perhaps

in

the

world.

Pengabaian semangat berpikir ini, tak ayal melahirkan kejumudan


mayoritas kader dan aktivis Muhammadiyah. Ruang spiritual, meminjam
EF Schumacher, yang seyogianya diisi tradisi refleksi kritis, justru dipenuhi
sikap

reseptif,

seharusnya

tekstualis

dibaca

terhadap

secara

kritis

doktrin
dan

Islam.

Al

Quran

yang

dikontekstualisasikan

guna

pemecahan krisis sosial, hanya diperlakukan sebagai kitab agung yang


hanya

dilantunkan

dan

dikidungkan.

Figur mulia Muhammad sekadar dipahami dalam prespektif gesturaltekstualis, seperti cara makan nabi, memelihara jenggot, tanpa menelisik
lebih

dalam

makna

perjuangan

nabi

secara

lebih

luas.

Cara

bermuhammadiyah seperti ini bahkan menodai cita awal Muhammadiyah


didirikan
Kesadaran

KH
sejarah

yang

Ahmad
kembali

lahir

di

Dahlan.

kalangan

kaum

muda

Muhammadiyah harus diapresiasi, bukan dicurigai. Kesadaran ini muncul


seiring kian akutnya masalah kontemporer yang dihadapi. Untuk itu,
model intelektualitas yang harus dipilih adalah yang sadar dengan realitas
sosial dan melakukan pemihakan, penyadaran, serta pencerahan bagi
kemaslahatan bangsa, laiknya perjuangan Ahmad Dahlan kala itu.
Kesadaran intelektual ini harus dapat mewujudkan gerakan yang kritis,
independen, dan sosialis-dalam pengertian mau membela dan memihak
kaum tertindas dan lemah. Sebab kata Ali Syariati, misi suci kaum
intelektual atau cendekiawan adalah membangkitkan dan membangun
masyarakat

bukan

memegang

kepemimpinan

politik

negara,

dan

melanjutkan kewajiban dalam membangun dan menerangi masyarakat


hingga mampu memproduksi pribadi tangguh, kritis, independen, dan
punya

kepedulian

sosial

tinggi

(1996).

Dalam bahasa Gramscian, kelompok ini disebut dengan intelektual


organik, atau Moeslim Abdurrahman menyebutnya sebagai subaltern
intelectuals, intelektual akar rumput. Lapisan kritis civil society yang
bertindak sebagai artikulator antikemapanan dan ketidakadilan (2003).
Kaum intelektual yang peka dengan realitas sosial, problem ketidakadilan
dan ketertindasan. Dan juga, peka terhadap limbah modernisasi dan
globalisasi

yang

kian

parah

dan

akut.

Kemiskinan, keterbelakangan, krisis multidimensional yang sedang melilit


menjadi

keprihatinan

dan

kegelisahan

religius,

sosial,

dan

moral

intelektual akar rumput Muhammadiyah ini untuk melakukan aksi


penyadaran dan pencerahan rakyat. Tidak sekadar berwacana dengan isu
dan diskursus "mahal" dari jangkauan rakyat kebanyakan. Bukankah
Ahmad

Dahlan

intelektualisme

telah

memberi
dan

contoh

terbaik

bagi

perpaduan

praksisme

ini?

Andar Nubowo Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM);


Peneliti pada Center of Muhammadiyah Studies PP Muhammadiyah

Anda mungkin juga menyukai